• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN

C. Aktifitas KPI Kota Salatiga dalam Mengadvokasi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Korban KDRT di Kota Salatiga

Tahun 2010- 2015.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang di Advokasi oleh KPI Kota Salatiga, sebagian bersumber dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Salatiga, laporan langsung dari masyarakat, keluarga, serta perempuan korban kekerasan. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel berikut :

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Di Kota Salatiga Tahun 2010- 2015 Tahun Kasus Dilaporkan Mediasi Masuk Pengadilan Negeri Lain- lain 2010 29 21 5 - 2011 21 15 7 - 2012 21 17 4 - 2013 24 20 4 - 2014 14 10 2 2 (Diversi) 2015 20 14 3 1 pelaku kabur) 2 (diversi)

Sumber data : Hasil wawancara dengan Briptu Tri Maryanto tanggal 10 Agustus 2016.

Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diatas jenisnya beragam diantaranya fisik, psikis, seksual, eksploitasi, dan penelantaran keluarga.

Tempat kejadiannya, ada yang dirumah tangga, tempat kerja, dan tempat umum. Dari kasus- kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilaporkan ke pihak KPI Kota Salatiga yang berhasil ditangani. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Yang Ditangani Oleh KPI Kota Salatiga Tahun 2010-2015

Tahun Kasus

Dilaporkan

Mediasi Masuk ke PPA

Polres Salatiga Lain- lain 2010 4 4 - - 2011 5 5 - - 2012 3 2 1 - 2013 5 4 1 - 2014 2 2 - - 2015 3 3 - -

Sumber : Hasil wawancara dengan Satuf Rohul Hidayah, SE. Sekretaris Cabang KPI Kota Salatiga, tanggal 9 Agustus 2016.

Dari tahun 2010-2015 dapat diuraikan beberapa kasus sebagai berikut : Pertama, seorang perempuan korban KDRT berhasil ditemui pada hari kamis, 5 September 2016 di Noborejo, Kecamatan Argomulyo menyatakan bahwa

“Beliau mengetahui adanya KPI kota Salatiga atas informasi tetangganya, yang

juga seorang aktivis perempuan di Kota Salatiga, saat beliau menjadi korban ia

melapor ke KPI Kota Salatiga.”

Kedua, orang tua dari anak korban kekerasan di Kecamatan Tingkir

menjelaskan bahwa “Beliau memilih KPI Kota Salatiga sebagai mitra bantuan

hukum karena KPI Kota Salatiga tanpa ada biaya dan mudah, serta terjangkau karena tidak jauh dari rumah korban” (hasil wawancara, 6 September 2015).

Yang ketiga, seorang warga Argomulyo korban kekerasan, menyatakan

“korban memilih KPI Kota Salatiga sebagai mitra bantuan hukum karena

mendapat informasi dari dosennya, bahwa KPI Kota Salatiga siap membantu

seorang perempuan maupun anak‟ (hasil wawancara tanggal, 5 September 2016).

Yang keempat, seorang ibu rumah tangga yang dianiaya suaminya dan tidak diberi nafkah selama 2 bulan, beliau berkediaman di Kecamatan Sidorejo menyatakan bahwa mengetahui KPI Kota Salatiga dari teman sekaligus pengurus KPI Kota Salatiga (hasil wawancara, 6 September 2016).

Yang kelima, seorang warga Kecamatan Argomulyo korban kekerasan

menyatakan “bahwa beliau melaporkan dirinya kepihak KPI Kota Salatiga atas

menurutnya di KPI dia merasa aman karena yang menangani dirinya juga perempuan (hasil wawancara, 5 September 2016).

Yang keenam, seorang warga Blotongan yang berhasil ditemui menyatakan

“bahwa beliau melaporkan dirinya ke KPI Kota Salatiga atas informasi dari tetangganya, dan di KPI Kota Salatiga tidak di pungut biaya untuk konsultasi dan bantuannya (hasil wawancara tanggal 4 September 2016).

Yang ketujuh, seorang warga Kecamatan Sidorejo korban KDRT

menyatakan “bahwa memilih KPI Kota Salatiga sebagai mitra bantuan hukum

karena direkomendasikan oleh balai perempuan di tingkat desa (hasil wawancara tanggal, 4 September 2016).

Ketujuh korban tersebut adalah korban yang berhasil ditangani oleh KPI Kota Salatiga yang dibantu mitra kerjanya diantaranya LBH APIK Jawa Tengah, Bapermas Kota Salatiga, dan UPBH UKSW. Hal ini dikarenakan KPI kota Salatiga belum mempunyai pengacara (hasil wawancara Sekretaris Cabang KPI Kota Salatiga, pada tanggal, 6 September 2016).

Masih banyak kasus yang berhubungan dengan kekerasan perempuan dan anak korban KDRT dengan berbagai variasinya, namun korban maupun masyarakat yang mengetahuinya, dengan berbagai alasan dan pertimbangan enggan melaporkanya. Dalam rangka mengurangi berbagai persoalan kekerasan dalam rumah tangga, maka peran serta berbagai pihak sangat diperlukan.

KPI Kota Salatiga berhasil mengadvokasi korban kekerasan perempuan dan anak sejumlah 22 korban dalam jangka tahun 2010-2015, dari ke 22 kasus KPI Kota Salatiga menangani kasus dengan litigasi, dan non litigasi. Litigasi dilakukan

jika proses mediasi tidak tercapai, kasus yang selesai secara litigasi diantaranya :

1. Kasus ini terjadi pada tahun 2012 di wilayah kecamatan Argomulyo salatiga

yang melaporkan kasusnya ke KPI Kota Salatiga. Pokok permasalahnya adalah seorang istri ditelantakan oleh suaminya selama 3 bulan, serta dicerai suaminya secara sepihak, karena untuk menyelesaikan kasus ini membutuhkan pengacara dalam menangani kasus hukumnya, sedangkan KPI belum memiliki pengacara, maka kasus dilaporkan ke Bapermas Kota Salatiga. Namun demikian, karena berbagai keterbatasan, bapermas belum bisa berpartisipasi menyelesaikan kasus tersebut. Pada tahap berikutnya, KPI bekerja sama dengan LBH APIK Semarang, dan kasus ini berakhir dengan perceraian (masuk ke Pengadilan). Beberapa kesepakatan yang diambil dan dipatuhi oleh kedua belah pihak adalah pihak perempuan dengan kedua anaknya berhak menempati rumah yang dibangun secara gono-gini.

2. Kasus ini terjadi pada tahun 2013 bermula seorang istri yang digugat cerai oleh suaminya melalui pengacara, korban sebelum diceraikan sering dianiaya, tidak diberi nafkah selama 2 bulan. Korban mendiskusikan masalah ini dengan KPI Kota Salatiga yang dibantu oleh UPBH-UKSW Salatiga. Masalah tersebut tidak bisa diatasi secara mediasi, dan berakhir secara perceraian (masuk ke pengadilan).

Dalam proses litigasi KPI Kota Salatiga dalam mendampingi korban tidak sampai selesai, KPI Kota Salatiga hanya menghubungkan dan menginformasikan korban dengan Bapermas Kota Salatiga, LBH Apik Semarang, dan

UPBH-UKSW. Hal ini diamini oleh Sekretaris Cabang KPI Kota Salatiga yaitu ibu Satuf hidayah, hal ini dikarenakan KPI Kota Salatiga belum mempunyai pengacara, serta keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang belum berfungsi secara efektif dalam menangani korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Beberapa kasus yang selesai secara non litigasi diantaranya :

1. Kasus ini terjadi pada tahun 2010, seorang ibu rumah tangga korban KDRT, yang dianiaya oleh suaminya melapor ke KPI Kota Salatiga. Setelah kedua belah pihak di mediasi oleh KPI Kota Salatiga dengan Bapermas Kota Salatiga akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.

2. Kasus ini terjadi pada tahun 2011, seorang ibu rumah tangga yang tidak diberi nafkah selama 2 bulan dan suaminya sering meminum minuman keras. Melapor ke KPI Kota Salatiga agar diberi bantuan hukum agar bisa bercerai dengan suaminya, KPI Kota Salatiga menempuh mediasi dengan mendatangkan kedua belah pihak, dalam mediasi tersebut pihak suami berjanji tidak akan menggulangi perbuatannya lagi serta akan memenuhi segala kebutuahan istri dan anaknya, pihak istri memaafkan suaminya, dan kedua belah pihak berdamai.

3. Kasus yang terjadi pada tahun 2012, dialami oleh seorang istri yang dianiaya oleh suami. Korban langsung melaporkanya ke KPI Kota Salatiga untuk mencari perlindungan agar suaminya tidak menganiaya dirinya. KPI Kota Salatiga mengambil langkah dengan mendatangkan

kedua belah pihak untuk menempuh mediasi, dalam mediasi berhasil untuk di damaikan.

4. Kasus yang terjadi pada tahun 2013, korban adalah seorang istri yang

dianiaya oleh seorang suami, korban melaporkanya ke KPI Kota Salatiga agar mendapatkan perlindungan hukum, kedua belah pihak di mediasi oleh KPI Kota Salatiga, hasil dari mediasi kedua belah pihak berdamai.

5. Kasus ini terjadi pada tahun 2014, seorang anak yang sering kali dianiaya oleh ayahnya. Kasus ini dilaporkan ke KPI Kota Salatiga oleh ibu korban yang tidak tahan lagi dengan sikap ayah korban, KPI Kota Salatiga dibantu dengan Bapermas Kota Salatiga berhasil memediasi kedua orang tua korban.

6. Kasus ini terjadi pada tahun 2015, seorang istri korban KDRT melapor ke KPI Kota Salatiga, dalam penyelesaianya KPI Kota Salatiga berhasil memediasi korban KDRT.

Ada beberapa prinsip pendampingan yang harus dilakukan pada saat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak korban KDRT, yaitu (hasil wawancara Sekretaris Cabang KPI Kota Salatiga, tanggal 3 September 2016) :

1. Asas tidak mengadili, yang dimaksud tidak mengadili yaitu seorang pendamping tidak boleh memberikan pernyataan, mengadili korban, atau memojokan korban.

2. Membangun hubungan yang setara antara pendamping dan korban agar tidak terjadi ketimpangan hubungan pendamping dengan korban dan korban agar bersedia membuka diri dalam mengemukakan persoalan.

3. Asas pengambilan keputusan sendiri. Pendamping hanya bertugas memberi informasi kepada korban dan keputusan akhir harus ditangan korban.

4. Asas pemberdayaan. Pendamping harus memberikan penguatan agar korban mampu menentukan sendiri yang harus dilakukan pasca terjadinya kekerasan. KPI Kota Salatiga memberikan fasilitas kepada korban seperti pelayanan kesehatan yang diarah kan ke puskesmas atau RSU, konseling, bimbingan rohani dan resosialisasi agar dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.

BAB IV

Analisis Peran KPI Kota Salatiga Terhadap Advokasi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tahun 2010-2015

A. Analisis Perbandingan Data Perempuan dan Anak Korban KDRT

Dokumen terkait