• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Aktifitas Fisik

Kurang melakukan aktivitas fisik juga merupakan sebab timbulnya PJK. Sejumlah riset menyimpulkan bahwa orang yang kurang berolah raga memiliki resiko relatif 2 kali lebih besar di bandingkan orang yang secara teratur berolah raga. Manfaat utama kegiatan fisik adalah untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokardium untuk suatu beban kerja sub maksimal yang berarti meningkatkan kapasitas fungsional jantung. (Agri,2012)

Ditinjau dari fisiologis, kegiatan jasmani dengan cara berolah raga akan meningkatkan rasa percaya diri, menstabilkan emosi, mengurangi depresi, dan kecemasan. Dampak positif lainnya adalah mengendalikan faktor resiko seperti dislipidemia, mengurangi rokok, kadar gulah darah, dan mengurangi hipertensi (Rizki,2012).

Aktivitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian bahkan menari yang dilakukan secara rutin bermanfaat untuk mencegah aterosklerosis (timbunan lemak di dinding pembuluh darah). Hal itu terbukti dari autopsy juara maraton Boston tujuh kali, Clarence deMar, yang menunjukkan ukuran pembuluh darah koronernya dua sampai tiga kali ukuran normal serta tak ditemukan adanya stenosis (penyempitan pembuluh darah) yang signifikan meski meninggal dalam usia 69 tahun (Eko,2012).

Menurut Ketua Bagian Kardiologi FKUI, aktivitas fisik terutama aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial

derive relaxing factor (EDRF), yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah (Agri,2012).

Aliran darah koroner dalam keadaan istirahat sekitar 200 ml per menit (empat persen dari total curah jantung). Penelitian di laboratorium menunjukkan, peningkatan aliran darah 4 ml per menit sudah mampu menghasilkan NO untuk merangsang perbaikan fungsi endotel (lapisan dinding) pembuluh darah. Aktivitas fisik sedang berupa senam atau jalan kaki yang meningkatkan aliran darah menjadi 350 ml per menit (naik 150 ml per menit) sudah lebih dari cukup untuk menghindarkan endotel pembuluh darah dari proses aterosklerosis. Namun, manfaat itu baru bisa didapat jika peningkatan aliran darah lewat aktivitas fisik berlangsung secara teratur dalam waktu cukup lama (20 menit sampai satu jam) serta dilakukan secara teratur seumur hidup (Eko ,2012).

4. Obesitas

Beberapa penelitian prospektif telah memeriksa hubungan antara obesitas dan penyakit kardiovaskuler. Di antara 5.000 penduduk Framingham, Massachusetts, peningkatan berat badan relatif disertai dengan kenaikan bermakna dalam kematian mendadak dan angina pectoris. Dari penelitian prospektif lain mengenai faktor resiko dan penyakit kardiovaskular, kelebihan berat badan di hubungkan dengan kematian mendadak, khususnya pada pria berusia di bawah 40 tahun. Pemenuhan berat badan dapat secara bermakna menurunkan beberapa faktor resiko penyakit kardivaskular. Pada penelitian Framingham, jumlah penurunan berat badan ini menurunkan

kolesterol 11 mg/dl, glukosa 2 mg/dl, asam urat 0,4 mg/dl dan tekanan darah sistolik 5 mg/dl (Rizki,2012).

Obesitas menjadi epidemi global pada anak-anak dan orang dewasa. Hal ini terkait dengan berbagai komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular (Cardiovaskular Diseeses) (CVD), diabetes tipe 2, hipertensi, kanker tertentu, dan apnea tidur / tidur-gangguan pernapasan. Bahkan, obesitas merupakan faktor risiko independen untuk (Cardiovaskular Diseeses) CVD, dan risiko (Cardiovaskular Diseeses) CVD juga telah didokumentasikan pada anak-anak obesitas. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas serta harapan hidup berkurang Disease: Pathophysiology, Evaluation, and Effect of Weight Loss).

Penggunaan pelayanan kesehatan dan biaya medis yang berkaitan dengan obesitas dan penyakit terkait telah meningkat secara dramatis dan diperkirakan akan terus meningkat. Selain profil metabolik yang berubah, berbagai adaptasi / perubahan dalam struktur jantung dan fungsi terjadi pada individu sebagai jaringan adiposa terakumulasi dalam jumlah berlebih, bahkan tanpa adanya komorbiditas. Oleh karena itu, obesitas dapat mempengaruhi jantung melalui pengaruhnya terhadap faktor-faktor risiko yang diketahui seperti dislipidemia, hipertensi, intoleransi glukosa, penanda inflamasi, obstruktif sleep apnea / hipoventilasi, dan negara prothrombotic, selain yang belum diakui mekanisme. Secara keseluruhan, kelebihan berat badan dan obesitas predisposisi atau berhubungan dengan berbagai komplikasi jantung seperti

penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan kematian mendadak karena dampaknya terhadap sistem kardiovaskular.(

5. Diabetes Melitus (DM)

http://circ.ahajournals.org/content/113/6/898.long).

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi normal. Menurut kriteria WHO (1985), kadar gula darah normal waktu puasa tidak boleh melebihi 120 mg/dl dan kadar gula darah 2 jam setelah makan kurang dari 200 mg/ dl. Penderita diabetes mellitus (DM) memiliki resiko relatif 2 kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner (PJK) dibandikan yang bukan diabetes mellitus (Agri,2012).

Menurut smeiltzer and bare (2002), Hubungan antara tingginya kadar glukosa dan meningkatnya penyakit jantung koroner telah terbukti. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, yang dapat menyebabkan pembentukan trombus. Control hiperglikemia tanpa modifikasi faktor resiko lainnya tidak akan menurunkan resiko penyakit jantung koroner (Rizki,2012).

Menurut Supriyono (2008), yang dimaksud dengan penderita DM dengan kadar gula darah puasa >120 mg/dl atau kadar gula sewaktu >200 mg/dl akan cenderung mengalami aterosklerosis pada usia yang lebih dini dan penyakit yang ditimbulkan lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabetes dari pada nondiabetes. Pada keadaan ini, insulin berdampak penting dalam metabolisme lipid dan kelainan-kelainan lipid pada penderita diabetes. Selain meupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, diabetes berkaitan dengan adanya abnormalitas

metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik dan peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen).

2.2.10. Pencegahan

Pencegahan merupakan salah satu upaya menurunkan angka kejadian suatu penyakit. Pencegahan penyakit jantung koroner meliputi atas pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya proses patologis yang mendasari penyakit jantung koroner, mencegah timbulnya aterosklerosis, dengan cara memberantas faktor-faktor risiko, dan mencegah timbulnya hipertensi dengan membatasi konsumsi garam (Furqan,2011).

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah timbulnya serangan ulang atau progresifitas penyakit jantung koroner, pencegahan penyakit kardiovaskuler harus dimulai sejak umur 20 tahun. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner, merokok, diet, dan aktivitas fisik harus secara rutin dipantau. Tekanan darah, kadar kolesterol, kadar gula darah (KGD puasa) <110 mg/dL) dan indeks masa tubuh harus diperiksa 2 tahun (Furqan,2011).

Upaya pencegan terhadap penyakit jantung koronerdapat meliputi dalam 4 tingkatan.: (Iman Soeharto, 2004, Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).

Dokumen terkait