• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliputi segala usaha yang dilakukan untuk mengurangi perkembangan atau mencegah kekambuhan proses penyakit (Smeiltzer and Bare, 2002,dalam Rizky,2012).

a. Pemeriksaan PJK 1) Anamnesis

Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan dan data klinis tentang keadaan penyakit seorang pasien melalui Tanya-jawab lisan. Anamnesis terdiri atas:

a) Keluhan utama yaitu keluhan utama yang menimbulkan perasaan dan pikiran pada pasien sehingga datang untuk meminta pertolongan medis. Keluhan utama yang sering terjadi pada ganguan sistem kardiovaskular ialah nyeri dada, berdebar-debar, dan sesak nafas. Keluhan tambahan lainnya yang mungkin menyertai keluhan utama ialah perasaan cepat

lelah, kemampuan fisik menurun dan badan sering terasa lemas, sering berkeringat dingin dan lemas dengan perasaan tidak enak pada perut bagian atas.

b) Keluhan dan keterangan tambahan ialah keterangan yang menjelaskan keadaan klinis pasien baik yang ada hubungannya dengan kelainan utama atau hal lain yang mengganggu kesehatan pasien saat ini (present

illnes)

c) Riwayat penyakit pasien yaitu menyangkut riwayat penyakit dahulu dan kebiasaan hidup yang ada hubungannya dengan penyakitnya.

d) Riwayat kelurga yaitu riwayat penyakit dominan yang terdapat dalam keluarga dan riwayat perkawinannya untuk mencari faktor familiar yang mungkin merupakan faktor predisposisi.

2) Elektrokardiogram (EKG)

Ludwig dan Waller telah menemukan bahwa rangsangan elektris irama jantung dapat di monitor dari kulit seorang dengan menggunakan alat

capillary electrometer pada tahun 1880-an. Elektrokardiogram (EKG)

adalah grafik hasil pencatatan aksi potensial atau perubahan kelistrikan yang dihasilkan oleh kontraksi otot jantung (Atrium dan Ventrikel). Aksi potensial adalah aktivitas listrik yang menyebabkan kontraksi otot. Kondisi ini berlangsung karena adanya konduktivitas sel miokard (Udjianti, 2010)

EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada; dan ketepatan penggunaan trombolisis pada infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas (Udjianti,2010).

3) Foto Rontgen Dada

Foto rontgen dada merupakan metoda untuk mendapatkan gambaran jantung untuk menentukan secara keseluruhan dari ukuran jantung dan untuk mendeteksi bendungan di paru-paru. Meskipun demikian, gambaran jantung yang didapat bersifat statik, dan informasi yang lebih terperinci dapat diperoleh dari ekokardiografi (Iman Soeharto, 2004,

Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama).

Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada penyakit jantung koroner lanjut. Mungkin saja penyakit jantung koroner lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar (Iman Soeharto, 2004, Jantung Koroner

dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).

4) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kenaikan enzim jantung pada infark miokardium akut. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan kadar trigliserida perlu dilakukan

untuk menemukan faktor resiko seperti hiperlipidemia. Dan pemeriksaan gula darah juga perlu dilakukan untuk menentukan Diabetes Mellitus yang juga merupakan faktor resiko terjadinya PJK.

5) Uji Latihan Jasmani

Uji latihan jasmani dilakukan dengan alat treadmill atau sepeda Ergometer yang dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, hingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.(Rizki,212)

6) Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostic invasif dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam pembuluh darah. Sejauh ini kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji potensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang diperlukan. Selama kateterisasi jantung elektokardiogram pasien dipantau dengan osiloskop. Karena pemasukan kateter ke dalam jantung dapat mengakibatkan disritmia fatal, maka peralatan resusitasi harus siap tersedia bila prosedur ini dijalankan.(Agri,2012)

b. Pengobatan PJK

Menurut Brunner & Suddarth, 2001 obat-obat yang diberikan pada penderita PJK, yaitu :

1) Analgetik

Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan anti koagulan. Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan secara intra vena dengan dosis meningkat 1 sampai 2 mg. Respon kardiovaskular terhadap morfin dipantau dengan cermat, khususnya tekanan darah, yang sewaktu-waktu dapat turun. Tetapi karena morfin dapat menurunkan preload dan afterload dan merelaksasi bronkus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan terapeutik selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.

2) Betablocker

Bila pasien tetap menderita nyeri dada meskipun telah mendapat nitrogliserin dan merubah gaya hidup, maka perlu diberikan bahan penyekat beta adrenergic. Propranolol hidroklorit (inderal) masih merupakan obat pilihan. Obat ini berfungsi menurunkan konsumsi oksigen dengan menghambat impuls simpatis ke jantung.

3) Nitrogliserin

Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria sehingga mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melepaskan arteriol sistemik dan menyebabkan penurunan tekanan darah (penurunan

afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan kebutuhan oksigen

jantung, menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.

4) Aspirin

Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Aspirin dianjurkan diberikan segera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti menurunkan angka kematian. Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat utama untuk pencegahan thrombosis. Meta- analisa menunjukkan, bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya di bandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberikan pada semua pasien kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan aspirin lainnya (Abdul Majid, 2007).

Dokumen terkait