• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1. Pengaruh Faktor Risiko Merokok

5.1.1. Pengaruh Faktor Risiko Merokok dengan Kejadian PJK pada Lansia Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan merokok sebanyak 47 orang (59,5%). Sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi mantan merokok sebanyak 32 orang (40,5%). Berdasarkan analisis pengaruh merokok fisik terhadap kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,021 hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara merokok terhadap kejadian PJK (p<0,05). Dari hail analisis diperoleh nilai OR = 2.285. Hal ini berarti bahwa orang yang menderita PJK 2.285 kali perkiraan kemungkinan merokok dibandingkan dengan yang tidak menderita PJK

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Wasyanto,1996) yang menyatakan bahwa seorang pria yang merokok 20 batang per hari dalam waktu lama akan meningkatkan insidens PJK sebesar 3 kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Merokok mengandung nikotin dan karbon monoksida yang dapat mengurangi kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) dalam darah, meningkatkan kadar HDL (Hight Density Lipoprotein) dalam darah, merusak bagian dalam dinding arteri, menurunkan jumlah darah yang mencapai jaringan dan meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku.

5.1.2. Pengaruh Faktor Risiko Aktifitas Fisik dengan Kejadian PJK pada Lansia Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan tidak cukup aktifitas fisik sebanyak 41 orang (60,3%). Sedangkan orang yang tidak menderita PJK dan tidak cukup aktifitas fisik sebanyak 27 orang (39,7%). Berdasarkan analisis pengaruh antara aktifitas fisik terhadap kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,032 dengan OR = 2.163. Hal ini berarti bahwa orang yang menderita PJK 2,163 kali perkiraan kemungkinan tidak cukup aktifitasnya dibandingkan dengan yang tidak menderita PJK.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Hermansyah,2009) Intensitas aktifitas fisik responden penderita PJK semuanya adalah ringan. Aktifitas fisik dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktifitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan membakar kalori dalam tubuh. Disamping itu, usia 60-70 tahun mempunyai aktifitas yang tergolong tinggi sedangkan umur >70 tahun cenderung rendah. Salah satu faktor yang sangat berperan dalam mempertahankan kondisi fisik adalah olahraga atau melaksanakan kegiatan fisik secara teratur disamping mengkonsumsi makanan yang seimbang.

Tekanan darah meningkatkan risiko PJK,karena kenaikan tekanan darah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap dinding arteri, dan mengakibatkan kerusakan endotel, yang memicu aterosklerosis. Juga memungkinkan perubahan aterosklerotik pada dinding pembuluh darah menyebabkan kenaikan pembuluh darah (Nababan, 2008).

5.1.3. Pengaruh Faktor Risiko Obesitas dengan Kejadian PJK pada Lansia

Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan mengalami obesitas sebanyak 42 orang (57%). Sedangkan orang yang tidak menderita PJK dan tetapi mengalami obesitas sebanyak 24 orang (32%). Hasil analisis pengaruh antara obesitas terhadap kejadian PJK, diperoleh nila p=0,005, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara obesitas terhadap kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,734. Hal ini berarti bahwa orang yang menderita PJK, 2,734 kali perkiraan kemungkinan mengalami obesitas dibandingkan dengan yang tidak menderita PJK.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Mira rosmiatin, 2012) yang menyatakan bahwa terdpat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan PJK pada wanita lansia (p<0,05). Serta sejalan juga dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas akan menambah beban kerja jantung dan terutama adanya penumpukan lemak di bagian sentral tubuh akan meningkatkan risiko PJK (Soegih,2009).

Obesitas berhubungan dengan berbagai faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular,masih terdapat banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait obesitas. Berbagai studi diatas hanya memberikan gambaran akan adanya hubungan protektif obesitas pada pasien gagal jantung, namun belum dapat memberikan rekomendasi kepada klinisi tentang tata laksana terkait berat badan yang optimal pada kasus gagal jantung. Studi lanjutan perlu dilakukan untuk mendeskripsikan secara terperinci hubungan komposisi tubuh dengan prognosis gagal jantung, mekanisme

yang mendasari fenomena paradox obesitas dan strategi penentuan berat badan optimal pada pasien gagal jantung.(Alvin Nursalim,2011).

5.1.4. Pengaruh Faktor Risiko Diabetes Melitus dengan Kejadian PJK pada Lansia

Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa tahun 2014, diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan mengalami diabetes sebanyak 45 orang (60%). Sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi mengalami diabetes sebanyak 25 orang (34%). Berdasarkan analisis pengaruh antara diabetes melitus terhadap kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,002 hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terhadap diabetes melitusk dengan kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,041. Hal ini berarti bahwa orang yang menderita PJK, 3,041 kali perkiraan kemungkinan menderita diabetes dibandingkan dengan yang tidak menderita PJK.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Indra kurniawan,2008) Lansia merupakan populasi yang rentan terhadap gangguan metabolisme karbohidrat yang dapat muncul sebagai DM, tetapi gejala klinis DM pada lansia seringkali bersifat tidak spesifik. DM pada lansia seringkali tidak disadari hingga munculnya penyakit lain atau baru disadari setelah terjadinya penyakit akut. Oleh sebab itu, upaya diagnosis dini melalui skrining terhadap DM pada lansia perlu dilakukan.

5.1.5. Pengaruh Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian PJK pada Lansia Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan mengalami hipertensi sebanyak 57 orang (77%). Sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi mengalami hipertensi sebanyak 37 orang (50%). Hasil analisis pengaruh antara hipertensi terhadap kejadian PJK, diperoleh nilai p=0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara hipertensi terhadap kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,353. Hal ini berarti bahwa orang yang menderita PJK, 3,353 kali perkiraan kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak menderita PJK.

Hasil penelitian ini sejalan dengan data yang didapatkan secara nasional, yang menyatakan bahwa risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah, dimana peningkatan tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastolic 85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebersar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2011).

Kejadian hipertensi pada usia lajut disebabkan oleh karena penurunan kadar rennin akibat menurunnya jumlah nefron yang disebabkan proses manua sehingga menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus selain itu pada usia lanjut terjadi penurunan elastisitas pada pembuluh darah perifer yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh

darah perifer yang pada akhirnya menyebabkan hipertensi sistolik (Boedhi Darmojo,2011).

Dokumen terkait