• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik % peredaman terhadap konsentras

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kop

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas bakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram yang menandakan daerah pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari gram positif dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Berdasarkan Clinical and Laboratory Standars Institute (2012) bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat ≤ 14 mm lemah (resistant), 15 hingga 19 mm sedang (intermediate) dan ≥ 20 mm kuat.

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dan etil asetat efektif menghambat perrtumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetatmemiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat masing-masing sebesar 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat

masing-masing sebesar 17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli. Adanya perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sentivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun membran sel.

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif. Struktur dinding sel bakteri gram positif berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%), sedangkan bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) dan membran luar terdiri dari 3 lapisan yaitu lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2011).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi mengandung golongan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat mengandung senyawa akaloid, flavonoid dan terpenoid.Adanya senyawa flavonoida dan tanin menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoida dan tanin merupakan golongan senyawa fenol (Robinson, 1995).

Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987). Selain itu senyawa fenol juga dapat merusak lipid pada membran sel melaui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1988).

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam ekstrak daun benalu kopi yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga permukaan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Rangka dasar dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan tersusun dari N-asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4- glikosida. Pada N-asetil asam muramat terdapat rantai pendek asam amino : alanin, glutamat, diaminopimelat, lisin dan alanin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan ikatan peptida sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan rantai yang lain. Mekanisme kerusakan dinding sel bakteri terjadi karena proses perakitan dinding sel bakteri yang diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis, baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel. S.aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki dinding peptidoglikan yang tebal. Sehingga lebis sensitif terhadap senyawa-senyawa yang punya potensi merusak atau menghambat sintesis dinding sel. Rusaknya dinding sel akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri, dan pada akhirnya bakteri akan mati. Secara umum adanya kerja suatu bahan kimia sebagai zat antibakteri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan- perubahan yang mengarah pada kerusakan terhambatnya pertumbuhan sel bakteri tersebut. Diduga kerja alkaloid terlebih dahulu merusak dinding sel dan dilanjutkan kerja flavonoid yang merusak membran sitoplasma sel bakteri (Rijayanti, 2014).

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun benalu kopi yang bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma. Volk dan Wheeler (1998) dalam Prajitno (2007) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif kedalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus posfat) sehingga molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam posfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

Senyawa tanin juga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel. Senyawa tanin termasuk senyawa polifenol, senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran plasma bakteri yang tersusun dari 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berpa fosfolipid, didalam membran sel tanin akan bereaksi dengan protein membentuk ikatan hidrogen sehingga protein akan terdenaturasi, selain itu tanin juga dapat bereaksi dengan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel, akibatnya senyawa tanin akan merusak membran sel, yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran sel dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukanbakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian (Volk and Wheller, 1998).

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin (protein transmembran) (Cowan, 1999).

Hasil penelitian uji aktivitas antioksidan dan antibakteri menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat daun benalu kopi. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya gugus hidroksil dan gula yang terikat pada inti flavonoid yang membuat flavonoid lebih polar sehingga tidak terekstraksi dengan pelarut etil asetat yang menyebabkan ekstrak etil asetat tidak efektif bekerja sebagai antibakteri (Crozier, A, 2006). Kemudian untuk uji aktivitas antioksidan sama halnya dengan uji antibakteri. Dimana Menurut Juniarti (2009), bahwa aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga subtitusi pada cincin aromatiknya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.

BAB 5

Dokumen terkait