• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik % peredaman terhadap konsentras

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya (Kumalaningsih, 2006). Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron (Maulida, 2010). Radikal bebas dapat dihasilkan dari metabolisme tubuh sendiri, dan bisa pula lewat eksternal seperti lingkungan sekitar kita (Iswari, 2011).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul dan berlansung terus menerus. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksidan (O2-), nitrogen

monooksida (NO), peroksida (RO2-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit

(HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006). Radikal bebas dalam

jumlah berlebih didalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein, dan jaringan lemak (Dalimartha dan Soedibyo, 1998).

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis. Karena itu, dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi penyakit itu untuk menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit karena radikal bebas diperlukan antioksidan (Iswari, 2011).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

Ciri utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung elektron tidak berpasangan yang bertindak sebagai akseptor elektron. Radikal bebas ini berbahaya karena sangat reaktif mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas ini memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron molekul sekitarnya.

Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas yang baru melalui reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah dan menyerang tubuh, proses ini akan berlangsung secara berantai dan menyebabkan kerusakan biologi (Kalt, 1999). Radikal bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron dilintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom dan molekul bersangkutan sehingga menyebabkan instabilitas dan bersifat sangat reaktif. Susunan elektron yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Energi untuk memutuskan ikatan kovalen berasal dari panas, radiasi elektromagnetik atau reaksi redoks berlebihan. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menyebabkan terjadinya radikal bebas baru dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi dalam tubuh manusia. Mula-mula diransang (initiation) terjadinya radikal bebas, kemudian radikal bebas cenderung bertambah banyak membentuk (propagasi) rantai reaksi dengan molekul lain. Senyawa reaksi berantai ini mempunyai massa paruh yang lebih panjang dan potensial menyebabkan kerusakan sel. Fase inisiasi dan propagasi dapat dinetralisir oleh antioksidan yang berasal dari endogen dan eksogen (Kosasih, 2004).

Menurut Kosasih (2004), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa

radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi.

Contoh : enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.

2. Antioksidan sekunder adalah senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai.

Contoh: Vitamin E, C dan beta karoten yang diperoleh dari berbagai buah. 3. Antioksidan tersier adalah senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan

jaringan yang disebabkan radikal bebas.

Contoh: Enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagi atas,yaitu : a. Antioksidan alami

Merupakan antioksidan yang merupakan hasil dari ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari 1 atau 2 komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan. b. Antioksidan sintetik

Adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan dan sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi quinon (TBHQ), dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial.

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl)

DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil karena mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberikan efek warna ungu pada panjang gelombang 517 nm dalam pelarut etanol (Hirota et al, 2000). DPPH sering digunakan sebagai salah satu metode untuk mengukur aktivitas antioksidan. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan (Apak et al, 2007). DPPH yang berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan, sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non- radikal yang tidak berbahaya. Meningkatnya jumlah diphenilpycrilhydrazine akan ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat (Molyneux, 2004).

Mekanisme penghambatan radikal DPPH dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH (Silalahi, 2006).

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm (Mosquera, 2007).

Hasil dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC50 (Inhibitor

Concentration 50), yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar aktivitas antioksidan makan nilai IC50 akan semakin kecil. Suatu senyawa

antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya semakin kecil (Molyneux, 2004). 2. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode FRAP (Ferric Reducing

Antioxidant Power) didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam

mereduksi senyawa besi(III)-tripridil-triazin menjadi besi(II)-tripiridil triazin pada pH 3,6. Pengukuran FRAP memberikan urutan respon yang sama dengan metode CUPRAC. Namun hasilnya menunjukkan aktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan data pengujian CUPRAC ataupun DPPH. Hal ini diduga karena larutan FRAP bersifat kurang stabil sehingga harus dibuat secara in time dan harus segera dipergunakan (Widyastuti, 2010). Reaksinya sebagai berikut :

Fe(TPTZ)23+ + ArOH Fe(TPTZ)22+ + H+ + Ar=O

Menurut Ou et al. (2002), pengukuran antioksidan dengan metode FRAP dapat berjalan akurat apabila dilakukan pada senyawaan antioksidan yang bisa mereduksi Fe(III)TPTZ pada kodisi reaksi secara termodinamika dan memiliki laju reaksi yang cukup cepat (Widyastuti, 2010).

3. Metode CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity)

Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity) adalah pembentukan kelat oleh bis (neokropin) tembaga (II) menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu(I) merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Reaksinya sebagai berikut :

nCu(Nc)22+ + Ar(OH)n nCu(Nc)2+ + Ar(=O)n + nH+

(Apak et al, 2007)

Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan (Erawati, 2002)

Beberapa nilai IC50 untuk senyawa antioksidan (mg/mL): :

Asam askorbat :1,96+/-0,013 Alpa-tokoferol :7,3+/-0,308 Sayur-sayuran :4,7

Gamma oryzanol :50+/-0,0408 Pohon pinus OPC :4,0–13,5

Quercetin :2,457+/-0,192

Asam ferulat (FRAC) :31,3 +/-0,327 Hesperidin :>500 (Ronald,2004)

Dokumen terkait