• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grafik % peredaman terhadap konsentras

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder

2.2.3 Biosintesa Senyawa Flavonoida dan Tanin

Biosintesis dari flavonoida, stilbene, hidroksisinamat dan asam fenolik meliputi jaringan yang kompleks berdasarkan prinsip jalur sikimat, phenilpropanoid dan flavonoid (Gambar 2.3).

Struktur flavonoid (C6- C3- C6) adalah produk dari 2 jalur biosintesis yang

terpisah (Gambar 2.2). Jembatan dan cincin-B aromatik merupakan sintesis unit phenilpropanoid dari p-kumaril-CoA. Enam karbon dari cincin-A berasal dari hasil kondensasi dari 3 unit asetat melalui jalur asam malonat. Fusi dari dua bagian ini merupakan tahap reaksi kondensasi dari p-kumaril-CoA dengan residu 3 malonil CoA yang masing-masing mendonorkan dua atom karbon, didalam reaksi ini dikatalis oleh chalcone synthase (CHS). Produk dari reaksi ini adalah naringenin-chalcone. Sedikit modifikasi dalam jalur ini merupakan dalam produksi isoflavon, seperti daidzein, yang berasal dari isoliquiritigenin tidak sepertti naringenin-chalcone, kelompok 2’-hidroksil (Dixon, 2004). Bentuk dari isoliquiritigenin dikatalis oleh chalcone reduktase, sepertienzim NADPH yang mungkin berinteraksi dengan CHS (Welle and Grisebach,1998). Langkah selanjutnya dalam jalur biosintesis flavonoid adalah konversi stereospesifik pada naringenin-chalcone menjadi naringenin oleh chalcone isomerase (CHI). Pada kacangan, CHI juga mengkatalis konversi dari isoliquritingenin menjadi liquiritigenin (Forkmann and Heller, 1999). Isomerasi dari naringenin-chalcone menjadi naringenin adalah sangat cepat daripada isomerasi dari isoliquiritigenin menjadi liquiritigenin. Sebagi konsekuensi, CHI telah dikelompokkan menjadi 2 kelompok, tipe pertama CHI, yang ditemukan pada legumes dan tidak legumes,

termasuk 2’-deoksi dan 2’-hidrokalkon sebagai substrat (Shimada et al, 2003). Naringenin adalah perantara utama dari jalur utama biosintesis flavonoid yang menyimpang menjadi beberapa cabang samping yang menghasilkan kelas yang berbeda dari flavonoid termasuk isoflavon, flavanon, flavon, flavonol, dan antosiadin (Gambar 2.2).

Gambaran sistematik untuk menghasilkan stilbene dan flavonoid dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2 Sistematik dari jalur utama dan enzim dalam menghasilkan stilbene dan flavonoid (Crozier, A, 2006).

Asam galat dibentuk terutama melalui jalur asam sikimat dari asam 3- dehidroksinamat (Gambar 2.3) meskipun ada jalur alternatif dari asam hidroksi benzoat. Alternatif dari produk fotosintesis yang disalurkan melalui jalur sikimat adalah untuk asam 3-dehidroksinamat diubah menjadi L-fenilalanin dan dilajutkan

jalur fenilpropanoid (Gambar 2.3). Katalis fenilalanin amonia- liase adalah langkah awal dari jalur ini, konversi dari L-fenilalanin menjadi asam sinamat,

yang mana reaksi ini dikatalis oleh sinamat 4-hidroksi dikonversi menjadi asam p- coumric yang akan dimetabolime menjadi p-coumaroyl-CoA dengan p- coumaric:CoA ligase. Asam sinamat juga dimetabolisme menjadi asam benzoat dan asam salisilat dengan katalis asam 2-hidroksi benzoat, muncul hanya untuk menjadi signifikan dalam tanaman tahan penyakit dimana infeksi menyebabkan akumulasi dari asam salisilat (Crozier et al, 2000). asam p-coumaric juga di metabolime melalui jalur dari reaksi hidroksilasi dan metilasi menjadi caffeic, ferulic, 5- hidroxyferulic dan sinapic acids. Asam sinapic dan ferulic adalah prekursor dari lignin. Awalnya diperkirakan caffeic acids prekursor dari 5-O- caffeoylquinic acids, komponen dasar dari sayuran dan buahbuahan. Bagaimanapun, studi biologi molekuler terbaru menunjukkan bahwa jalur utama untuk 5-O- caffeoylquinic acids dan mungkin terkait dengan caffeoylquinic acids, adalah dari p-coumaroyl-CoA melalui 5-O- caffeoylquinic acids (Gambar 2.3) (Hoffman et al, 2004). p-coumaroyl-CoA juga penting untuk sintesis dari senyawa flavonoid dan stilbene (Gambar 2.2).

Skematis dari jalur utama dalam biosintesa tanin terhidrolisa, asam salisilat, hidroksinamat, dan asam 5-caffeoylquinic dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah.

Gambar 2.3 Skematis biosintesa dari tanin terhirolisa, asam salisilat, hidroksinamat, dan asam 5-caffeoylquinic (Crozier, A, 2006).

2.2.4 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harbone, 1987).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Alkaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik, antiinflamasi (Seifu et al, 2002)

Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai berikut : a. Alkaloid sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tesebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa ; lazim menggunakan nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam basa organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener yang bersifat agak asam.

b. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.

c. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid stereoidal (contoh konnesin, purin dan kafein ) (Sastrohamidjojo, 1996).

Biosintesa benzilisoquinonlin alkaloid dimulai dengan dekarboksilasi orto hiroksilasi dan penjumlahan dengan mengubah tirosin dan keduanya antara dopamin dan 4 hidroksipenilasetaldehid (4-HPAA) (gambat 2.4). molekul klon untuk aromatik asam L amino dekarboksilase (TYDC) yang diubah oleh tirosin dan dopa ke masing masing bagian yang akan diisolasi. Norcocluasin mengalami pendinginan oleh dopamine dan 4-HPAA menjadi (S) –horcocluadin. Pusat prekursor ke semua benzylisoquinolin alkaloid dalam tanaman (S)-horcoclaudin diubah menjadi (S) retikulin oleh 6-O metiltransferase (60MT). N-metil

transferase (CNMT) hidroksilase puso (CYP80B) dan 4’-O metiltransferase

(4’OMT). Molekul klon yang telah diisolasi pada setiap enzim yang terlibat didalamnya mengalami perubahan menjadi (S) norcoclausin ke (S) reikulisin yang bercabang dalam biosintesa dengan perbedaan oleh benzylisoquinon alkaloid (Facchini, 2001). Intermediate (S) retikulin juga digunakan sebagai prekursor lebih dari 270 dimerik bisbenzylisoquinon alkaloid sebagai (+) tubocuranin. Molekul klon untuk puso tergantung oxida (CYPPOA) yang merupakan pasangan (R) N metil kockairin menjadi R atau S N metilcoclamin menjadi bisbenzilisoquinolin alkaloid masing masing diisolasi dari jaringan.Banyak difokuskan pada cabang bagian benzophenuntridine alkaloid seperti sanguinasin, protobarbier alkaloid, atau barberin dengan morphinan alkaloid seperti morfin. Enzim yang sangat berpengaruh dalam kelima molekul klon yang telah diisolasi (gambar 2.4).Tahap pertama benzopenantridin dan protoberberin biosintesa alkaloid yang mengubah (S)-retikulin menjadi (S)-scoulerin oleh enzim berberin (BBE). (S)-Scoulerin dapat diubah menjadi (S)-stylopin oleh dua P450- oxida.

Biosintesa dari benzylisoquionoline alkaloid dapat ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Biosintesia dari benzylisoquinoline alkaloid (Crozier, A, 2006).

2.2.5 Terpenoid

Terpenoid adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, S, 2006).

Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat tradisional, anti bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson, 1993). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004).

Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat mevalonat. Asam asetat yang diaktifkan oleh koenzim A membentuk asetilCoA dan melakukan reaksi kondensasi dengan asetilCoA yang lain sehingga terbentuk tiga unit gabungan dari asetilCoA yang selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat. Dengan adanya pirofosfat pada asm mevalonat dapat terjadi pelepasan komponen CO2 (dekarboksilasi) dan pelepasan OPP- membentuk isopentil

pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul,1986). Proses biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Biosintesis Isopentil Pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil Pirofosfat (DMAPP) (Sjamsul, 1986).

Langkah selanjutnya antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi membentuk geranil pirofosfat (C10) (Gambar 2.6). Geranil pirofosfat juga

mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk farsenil pirofosfat (C15).

Farsenil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk geranil-geranil pirofosfat (C30) (Sjamsul, 1986).

Biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Biosintesis terpenoid (Sjamsul, 1986).

2.2.6 Saponin

Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu pemeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Ganiswarna, 1995).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan awal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni,2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan alkaloid, flavonoid dan lain-lain(Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti OH, COOH, dan lain sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga (Harbone, 1987).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi,sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes,2007).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata “colore”,artinya menyerkai dan “per” = through,artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan simplisia dengan menggunakan alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni,2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes,2000). Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal (Agoes,2007).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin,kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut mencapau tinggi tertentu maka akan tirin ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000)

5. Infudasi

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air atau bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih pada temperatur 96 o C selama 15-20 menit (Depkes, 2000).

6. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).

Dokumen terkait