• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 2. Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)

(4)

Lampiran 4. Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus

parasiticus (L.) Merr.)

A. Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)

(5)

Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

A. Perhitungan % Peredaman Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

% Peredaman =A A −A e x %

1. Konsentrasi 5 ppm

% Peredaman = , ,− , x % = , %

NB : dilakukan perhitungan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm.

Peredaman radikal ekstrak metanol daun benalu kopi :

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,931 -

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi :

X Y Xy x2

Jadi persamaan garis regresi Y = 2,695X + 5,089 Nilai IC50 :

50 = 2,695X + 5,089 X = 16,66

(6)

B. Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

% Peredaman = A A −A e x %

1.Konsentrasi 5 ppm

% Peredaman = , ,− , x % = , %

NB : dilakukan perhitungan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm.

Peredaman radikal ekstrak etil asetat daun benalu kopi

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,931 0

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

X Y xy x2

Jadi persamaan garis regresi Y = 1,917X + 13,016 Nilai IC50 :

50 = 1,917X + 13,016 X = 19,29

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adler, L.S. 2002. Host Effect On Herbivory And Pollination In A Hemiparasitic Plant. Jurnal Biologi. Vol 83.

Hal 2701.

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB Press.

Ajizah, A. 2004 . Sensitivitas Salmonella Tyhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Jurnal Bioscientiae. Volume 1. Nomor 1. Halaman 36.

Anita, A, Khotimah S, dan Yanti AH. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Jambu Air (Dendropthoe Pentandra (L.) Miq) Terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi Jurnal Biologi. Vol.3. Halaman 268.

Phenolic Compounds with The CUPPRAC Assay. Molecules 12:1496-1547.

Artanti, N, Djamilah, Lotulung P, Liswidowati, Minarti, Hanafi, M, Kardono, LBS dan Darmawan A. 2003. Evaluasi Potensi Ekstrak Taxus Sumatrana dan Benalu sebagai Antibakteri. Serpong : Puslit Kimia.

Athiroh, NAS. 2012. Mekanisme Kerja Benalu Teh Pada Pembuluh Darah. Jurnal

Biologi.Vo l27. No 1.

Halaman 4.

Atun, S. 2003. Pemanfaatan Bahan Alam Bumi Indonesia Menuju Riset yang Berkualitas Internasional. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Yogyakarta.

Benzie IFF, Strain JJ. 1996. The Ferric Reducing Ability Of Plasma (FRAP) As A

Measurement Of ‘Antioxidant Power’ : the FRAP assay.

Bilbiana, L dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : Rajawali Press.

(8)

Chamber, H. F. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Jilid 2. Edisi 10. Diterjemahkan oleh Cucu., Ella, E., Winny, R.S., Amalia, H dan Juli, M. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cowan, M, M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical microbiology reviews. Vol. 12. No.4. 82-564.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang : Andalas University Press.

Dalimartha, S dan Soedibyo, M. 1998. Awet Muda dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Depkes RI. 2000 . Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat . Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan.

Dixon, R. A. 2004. Phytoesterogens. Ann. Rev. Plant Biol., 55, 225-261.

Erlyani, 2012. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Dan Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Tandan Bunga Jantan Enau (Arenga Pinnata Merr.). Jurnal Skripsi Jurusan F.MIPA FKIP Unhalu

Halaman 5.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.

Forkmann, G and Heller, W. 1999. Polyketides and other Secondary Metabolites Including Fatty Acids and Their Derivates. Comprehensive Natural

Products Biochemistry. Amsterdam : Elsevier.

Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Ganiswara, S.G dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Gaya baru. Jakarta.

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Handbook. Department of Chemistry and Biochemistry, Miami University.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjamah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung : ITB Press.

Hargono, D. 2012. Beberapa hasil Penelitian yang Mendukung Manfaat Tumbuhan Jambu Biji (Psidiumguajava). Jakarta : Universitas Pancasila.

(9)

Hirota, A., Taki, S., Kawai, S., Yano, M dan Abe. 2000. 1,1-Diphenyl-2-Picryl-Hydrazil Radical Scavenging Compounds from Soybean Miso and Antiproliferative Activity of isoflavanes Soybean Miso Toward the Cancer Cell Lines. Biosci. Biotechnol. Biochem. 64(5): 1038-1040.

Irianto,K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama Widya.

Iswari, K. 2011. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit APMK

Jawetz, E. J. L., Melnick and E.A Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kalt W., Forney, C. F., Martin, A., & Prior, R. L., 1999. Antioxidant Capacity, Vitamin C, Phenolics, and Anthocyanins After Fresh Storage of Small Fruits. Journal of Agricultural and Food Chemistry.

Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Khunaifi, M. 2010. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Kirana, C., Matuti, R., Widodo, M.A., Suwito, S.B., Indrayanni, S., Eka, N.P., Sigiharanati, N., dan Ayi, B.2001. Komposisi Bahan Biaktif Benalu.

Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik (Engineering). Vol. 13.

Kosasih, E. N. 2004. Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Majalah Lanjut Usia.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus Agrisarana.

Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Markham, K.R., 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. (Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata), Penerbit ITB, Bandung.

Maulida, D. 2010. Skripsi Ekstraksi Antioksidan (LIKOPEN) Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol. Universitas Diponegoro Semarang.

(10)

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Dyphenylpycrilhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journals science and

thecnology : 26:211-219.

Mosquera. 2007. Antioxidants Activity of Twenty Five Plants from Colombian Biodiversity. Rio de Janeiro : Memorias Oswaldo Cruz. Vol 102 (5) : 631-634.

Nasution, P, Roza, RM dan Fitmawati. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu (Scurulla sp) yang Tumbuh Pada Beberapa Inang Terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi. Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pardede, A., Manjang, Y., dan Efdi, M. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Dari Kulit Batang Manggis (Gracinia cymosa). Jurnal Kimia FMIPA

Universitas Andalas. Volume 6. Nomor 2. Halaman 60-66

Pelczar, M. J., dan Chan, E. C.S. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pitojo, S. 1996. Benalu Hortikultural Pengendalian dan Pemanfaatan. Ungaran : Trubus Agriwidya.

Pokornya, J. N. Yanishlieva and N. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. Woodhead Publishing Limited : England.

Pourmourad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant Activity, Phenol And Flavonoid Contents of Some Selected Irian Medicinal Plants. African journal of Biotechnology 5(11): 1142-1145.

Prajitno, Arief. 2007. Uji Sensitifitas Flavonoid Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) Sebagai Bioaktif Alami Terhadap Bakteri Vibrio Harveyi. Skripsi. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.

Pratiwi, Sylvia. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Purnomo, B. 2000. Uji Ketoksikan Akut Fraksi Etanol Daun Benalu (Dendropthae Sp) Pada Mencit Jantan Dan Uji Kandungan Kimia, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rasyid, A. 2012. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder – Serta Uji Aktivitas Antibakterian dan Antioksidan Ekstrak Metanol Teripang Stichopus Hermanii, Jurnal Ilmu dan Teknik Kelautan Tropis, Vol.4, No.2, Halaman 360-368

Rijayanti, R. P. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) Terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Universitas Tanjung Pura. Pontianak

(11)

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang : Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro). Majelis Ked.Gigi.

Sajomsang, W and Gonil, P. 2010. Synthesis and Bacterial Activity of Quartenized N-pyridymethyl Chitosan Perivates. Thailand : Polimer Prepint 55 (1), 151.

Sangi, et al, 2008. Analisa Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Manado : Biologi Fakultas MIPA Unsrat.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Scalbert, A. 1991. Antimicrobial Properti of Tannins. Review Article Number 63. France : Pergamon Press. Journal Phytochemistry.

Setiabudi, R dan Gan, V. H. S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta 571-583.

Siahaan,C.E. 2015. Uji Skrining Fitokimia,Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol,Etil Asetat dan n-Heksana Daun Benalu Kakao (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq), Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Silalahi, J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran. 153:42-47.

Sirait, M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : ITB.

Sjamsul Arifin Achmad. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam Modul 1-6. Jakarta : DEPDIKBUD UT.

Soejono, 1995. Inventarisasi Pohon Inang Benalu di Kebun Raya Purwodadi. Makalah Seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia IX 21-22 September 1995. Universitas Gadjah Mada.

Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Kandungan Antioksidan Beberapa macam Sayuran Serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus Percobaan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno, Jenri. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca

Catechu L.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Pontianak.

Universitas Tanjungpura.

Tortora, G.J. 2001. Microbiology an Introduction. Edisi Ketujuh. New York : M Addison Wesley Longman, Inc.

(12)

Welle, R and Grisebach, H. 1998. Isolation of a novel NADPH-dependent

reductase which coacts with chalcone sythase in the biosynthesis of 6’ -deoxychalcone. FEBS Lett., 236, 221-225.

Widyastuti, N. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta korelasinya dengan Fenol dan Flavonoida pada Enam Tanaman, Skripsi Sarjana Sains Institut Pertanian Bogor.

Volk. W. And M. F Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Alih Bahasa : Markham. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Yuhernita dan Juniarti. 2009. Analisa Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Surian yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Jurnal kimia

(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Spektrofotometri UV-Visible SP-300

Rotari Evaporator Buchi

Laminar air flo cabinet Astec HLF 1200 L

Oven Fischer Scientific

Inkubator Fiber Scientific

Lemari Pendingin Toshiba

Glass Beaker

Gelas erlenmeyer

Neraca analitis Mettler AE 200

Corong pisah

Desikator Simax Czechoslovakia

Pipet makro Eppendorf

Jarum ose

Autoklaf Yamata SN 20

Kuvet

Neraca analitis

Cawan petri

(14)

3.1.2 Bahan

Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr)

Etanol p.a Merck

Metanol

Etil Asetat

Aquadest

Pereaksi Wagner

Pereaksi Maeyer

Pereaksi Bouchardat

Pereaksi Dragendorf

FeCl3 5%

CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

Logam Mg

HCl pekat

Amoniak

Kloroform

HCl 2N

DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) p.a Aldrich

DMSO (dimetilsulfoksida) p.a Fisons

Nutrient Broth (NB) p.a Oxoid

Nutrient Agar (NA) p.a Oxoid

Mueller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid Bakteri Staphylococcus aureus

(15)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Benalu Kopi yang

diperoleh dari Desa Parongil,Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera

Utara. Daun benalu kopi dipisahkan dari batang dan buahnya. Sampel dikeringkan

dalam ruangan selama 5 hari kemudian dihaluskan dengan blender.

3.2.2 Analisa Kadar Air

Ditimbang 2 gram sampel lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105̊ C- 110̊ C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kemudian

ditimbang. Diulangi pengeringan sampai diperoleh berat tetap.

3.2.3 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil asetat dari Daun Benalu Kopi

Ditimbang serbuk daun benalu kopi sebanyak 600 g, dimaserasi dengan

menggunakan pelarut metanol selama 3×24 jam. Kemudian disaring. Dilakukan

pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh

dirotarievaporator dan ekstrak pekat metanol yang diperoleh dipekatkan kembali

pada penangas air sampai diperoleh ekstrak bebas dari pelarut metanol dan

ditimbang. Sebagian ekstrak kering metanol dilarutkan dengan pelarut etil

asetat,kemudian disaring. Dilakukan pengulangan hingga larutan berwarna jernih.

Filtrat yang diperoleh dirotarievaporator dan ekstrak pekat etil asetat yang

diperoleh dipekatkan kembali pada penangas air sampai diperoleh ekstrak bebas

dari pelarut etil asetat dan ditimbang. Ekstrak kering yang dihasilkan diuji

(16)

3.2.4 Uji Skrining Fitokimia

1. Uji Alkaloid

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan

dalam tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksu Wagner, jika terbentuk endapan

jingga, maka positif mengandung alkaloid. Tabung II ditetesi pereaksi Maeyer,

jika terbentuk endapan putih,maka positif mengandung alkaloida. Tabung III

ditetesi pereaksi Boucahardat,jika terbentuk endapan cokelat, maka positif

mengandung alkaloida,dan tabung IV ditetesi dengan pereaksi Dragendorf, jika

terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloida.

2. Uji Flavonoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan

kedalam 2 tabung reaksi. Tabung I ditetesi NaOH 10%, jika terbentuk larutan

warna biru violet maka positif mengandung flavonoida. Tabung II ditambah

serbuk Mg dan HCl pekat,jika terbentuk larutan warna jingga maka positif

mengandung flavonoida.

3. Uji Tanin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan

kedalam tabung reaksi,kemudian ditambah dengan FeCl3 5%. Jika terbentuk

larutan warna biru kehitaman maka positif mengandung tanin.

4. Uji Terpenoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing dimasukkan

dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%.

Jika terbentuk endapan warna merah kecoklatan maka positif mengandung

(17)

5. Uji Saponin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi masing-masing ditambah 10 ml

aquades,kemudian dikocok kuat-kuat. Jika muncul busa yang stabil maka positif

mengandung saponin.

3.2.5 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11.83 mg serbuk DPPH dengan

etanol p.a dalam labu takar 100 ml, kemudian dihomogenkan.

3.2.5.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu pohon kopi dibuat larutan induk 1000

ppm, dengan melarutkan 0,025 g ekstrak metanol dan etil asetat dengan pelarut

etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat

larutan 100 ppm. Kemudian dari larutan 100 ppm dibuat larutan 50 ppm.

Kemudian dari larutan 50 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15

ppm, 20 ppm, 25 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya.

3.2.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan

a. Uji Aktivitas Antioksidan Larutan Blanko

Sebanyak 2,5 ml etanol p.a ditambahkan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam

tabung reaksi, dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap.

(18)

b. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 2,5 ml ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi 5 ppm

ditambahkan dengan 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung

reaksi,dihomogenkan dan dibiarkan dalam ruang gelap selama 30 menit. Lalu

diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan

perlakuan yang sama untuk konsentrasi 10, 15, 20, 25 ppm.

3.2.6 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.2.6.1 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 7 g nutrient agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 250 ml aquadest dan dipanaska hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit.

3.2.6.2 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-45̊ C. Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain

utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ̊C selama 18-24 jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri Escherichia

coli.

3.2.6.3 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

(19)

3.2.6.4 Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 3,25 g nutrient broth dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam erlenmeyer dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit dan didinginkan. Lalu koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur menggunakan

jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media nutrient broth steril dalam tabung reaksi dan diinkubasikan pada suhu 35̊ C selama 3 jam,lalu diukur panjang gelombang dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang 540-600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri

Escherichia coli.

3.2.6.5 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak Metanol dan Etil Asetat dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan

menimbang ekstrak masing-masing sebanyak 100 mg,200 mg,300 mg,400 mg,500

mg, kemudian dilarutkan masing-masing dengan 1 ml DMSO. Konsentrasi

ekstrak adalah 100 mg/ml,200 mg/ml,300 mg/ml,400 mg/ml dan 500 mg/ml.

3.2.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Sebanyak 0,1 ml inokulum Staphylococcus aureus dimasukkan ke dalam cawan

petri steril, setelah itu dituang media Mueller Hinton Agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45-50̊ C dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata,kemudian dibiarkan sampai media memadat. Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol dan etil asetat dengan berbagai variasi konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35̊ C selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diamater zona hambat di sekitar kertas cakramdengan jangka sorong. Dilakukan perlakuan

(20)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

(21)

3.3.2 Analisa Kadar Air

(22)

3.3.4 Uji Sifat Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.4.1 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

dipipet 2,5 mL larutan induk 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan induk 100 ppm

dipipet 12,5 mL larutan induk 100 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

(23)

3.3.4.2 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

11,85 mg DPPH

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Larutan DPPH 0,3mM

3.3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Blanko

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 2,5 mL etanol p.a

Dihomogenkan

Hasil

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

(24)

b. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

1 ml larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan 2,5 ml ekstrak metanol daun benalu kopi sesuai dengan variasi konsentrasi

Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

Dilakukan perlakuan yang sama untuk ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

3.3.5 Uji Sifat Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

3.3.5.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

7 gram media MHA (Mueller Hinton Agar)

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

(25)

3.3.5.2 Pembuatan Media Nutrient (NA), Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

7 gram media NA (Nutrient Agar)

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest kedalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NA (Nutrient Agar) steril

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada

posisi miring membentuk sudut 30-45oC

Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama dengan jarum ose laludigoreskan pada media NA

yang telah memadat

Diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam

Stok Kultur Bakteri

(26)

3.3.5.3 Penyiapan Inokulum Bakteri

6,5 gram Media NB (Nutrient Broth)

Dilarutkan dengan 500 ml aquadest kedalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NB (Nutrient Broth) steril

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml

Diambil koloni bakteri dari

stok kultur bakteri Staphylococcus aureus dengan jarum ose

Disuspensikan kedalam Nutrient Broth (NB)

Diinkubasi pada suhu 350oC selama 2-3 jam

Diukur kekeruhan larutan pada

panjang gelombang 580-600 nm sampai diperoleh transmitan 25

(disamakan kekeruhanna dengan standart Mcfarland)

Hasil

(27)

3.3.5.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

0,1 ml Inokulum Bakteri

Dimasukkan kedalam cawan petri steril

Ditambah dengan 15 ml media Mueller Hinton Agar (MHA) dengan suhu 45-50oC

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol daun benalu kopi dengan berbagai konsentrasi dengan cawan petri yang telah berisi bakteri

Diinkubasi selama 18-24jam pada suhu 35oC

Diukur diameter zona bening di sekitar cakram dengan jangka sorong

(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Kopi

Sampel daun benalu kopi dilakukan analisa kadar air untuk mengetahui

kandungan air yang masih terkandung dalam sampel yang telah dikeringkan.

Kadar air daun benalu kopi diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut :

Berat sampel = 2 g

Berat setelah pemanasan = 1,78 g

Kehilangan bobot = 2 g – 1,78 g = 0,22 g

Kadar air serbuk daun benalu kopi = Ke

e e x 100%

= 0, x 100% = 11 %

4.1.2 Ekstraksi Daun Benalu Kopi

Ekstraksi daun benalu kopi dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut

metanol dan etil asetat sehingga diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

-Kadar Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Berat serbuk = 600 gram

Berat ekstrak = 76,23 gram

Kadar ekstrak metanol daun benalu kopi = Berat sampel kering x Berat ekstrak %

= , gram gram x % = , %

-Kadar Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Berat ekstrak metanol kering = 70 gram

Berat ekstrak etil asetat = 14,5 gram

Kadar ekstrak etil asetat daun benalu kopi = Berat sampel kering x Berat ekstrak %

(29)

4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol daun benalu kopi yang diperoleh diuji skrining fitokimia untuk

mengetahui adanya golongan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida dan tanin

sedangkan ekstrak etil asetat daun benalu kopi mengandung golongan senyawa

alkaloida, flavonoida dan terpenoida, yang ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

No Parameter Pereaksi

Keterangan : - = Tidak terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder

+ = Terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol daun benalu kopi dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan

metode DPPH radikal bebas untuk memperoleh nilai IC50 menggunakan

spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 515 nm.

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH

(peredaman warna ungu DPPH). Tabel 4.2 dan gambar 4.1 menunjukkan hasil

(30)

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etil Asetat

Persamaan garis regresi dan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak metanol dan etil

asetat daun benalu kopi dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak

metanol dan etil asetat daun benalu kopi.

No Sampel Persamaan Garis Regresi IC50

(31)

4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

a. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Sifat antibakteri ekstrak metanol daun benalu kopi menunjukkan zona hambat

pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4 dan gambar 4.2 dan 4.3 dibawah

ini :

Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun

Benalu Kopi.

Keterangan :

Blanko = kertas cakram direndam dengan pelarut DMSO. No.

Gram-Positif Gram- Negatif Ekstrak

(32)

Gambar 4.2 Zona hambat bakteri Escherichia coli.

(33)

b. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Sifat antibakteri ekstrak etil asetat daun benalu kopi menunjukkan zona hambat

pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4 diatas dan gambar 4.4 dan 4.5

dibawah ini.

` Gambar 4.4 Zona hambat bakteri Escherichia coli.

Gambar 4.5 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus.

(34)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Daun Benalu Kopi

Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia daun benalu kopi adalah

sebesar 11%. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ±10 %.

Tujuan dari penentuan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau

rentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian

dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan

kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan

selama penyimpanan (Harborne, 1987). Dan juga proses pengeringan didalam

prosedur percobaan bertujuan untuk mencegah kerusakan yang ada dalam

tanaman sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan juga bertujuan

untuk mencegah penjamuran pada sampel ,dimana kapang dapat berkembang

dengan baik dalam simplisia dengan kadar air sekitar 18% (Miryanti et al, 2011).

4.2.2 Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Dari hasil penelitian yang diperoleh kadar ekstrak metanol daun benalu kopi lebih

tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat yaitu masing-masing sebesar 11%

dan 20,71%. Kadar ekstrak etil asetat daun benalu kopi lebih besar dibandingkan

ekstrak metanol kemungkinan karena didalam daun benalu kopi memiliki kadar

tanin yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa metabolit sekunder lainnya.

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tumbuhan. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, golongan

senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah alkaloid, flavonoid,

tanin dan terpenoida, sedangkan dalam ekstrak etil asetat adalah alkaloid,

(35)

Ekstrak metanol daun benalu kopi positif pada golongan alkaloida, apabila

direaksikan dengan pereaksi Bouchardat yang menghasilkan endapan cokelat.

Pada pembuatan pereaksi Bouchardat, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium

iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna cokelat. Pada uji Bouchardat, ion

logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada

alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Pardede et al,

2013) Gambar 4.6 dibawah ini menunjukkan reaksi alkaloid dengan pereaksi

Bouchardat.

I2 + I- I3-

Coklat

Kalium-Alkaloid

Endapan cokelat

Gambar 4.6 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Bouchardat (Pardede et al, 2013).

Pada uji flavonoida, penambahan NaOH pada ekstrak metanol dan etil

asetat daun benalu kopi menghasilkan perubahan warna menjadi biru violet yang

menunjukkan kandungan golongan flavonoid. Sedangkan penambahan HCl pekat

digunakan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan

menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan terganti oleh H+ dari asam karena

sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula dapat dijumpai yaitu glukosa,

galaktosa, dan ramnosa. Serbuk Mg menghasilkan senyawa kompleks yang

berwarna merah / jingga ( Sangi et al, 2008). Gambar 4.7 menunjukkan reaksi

flavonoid dengan HCl pekat dan serbuk Mg.

Gambar 4.7 Reaksi uji flavonoid dengan HCl pekat dan serbuk Mg

(36)

Pengujian tanin dilakukan dengan penambahan larutan FeCl3 5% pada

ekstrak metanol daun benalu kopi sehingga menghasilkan hasil yang positif dan

terbentuk warna biru kehitaman. Pada penambahan larutan FeCl3 5% diperkirakan

larutan ini bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa

tanin. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa

fenol termasuk tanin (Robinson, 1995). Gambar 4.8 menunjukkan reaksi tanin

dengan FeCl3.

Gambar 4.8 Reaksi uji tanin dengan FeCl3 (Robinson, 1995).

Dan juga terpenoid, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa

tersebut membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%.

Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil positif dengan perubahan warna menjadi

merah kecoklatan yang menunjukkan kandungan golongan senyawa terpenoida.

Dari hasil uji skrining fitokimia ekstrak etil asetat mengandung golongan

senyawa flavonoida, alkaloida dan terpenoida. Ekstrak metanol dan etil asetat

memberikan hasil yang negatif untuk golongan saponin. Ekstrak metanol dapat

mengikat golongan flavonoida dan tanin karena pelarut metanol merupakan

pelarut yang kepolarannya sangat tinggi sehingga dapat mengikat senyawa polar

dan juga senyawa nonpolar. Sedangkan pada ekstrak etil asetat tidak terkandung

tanin karena tanin sangat polar sehingga pelarut etil asetat tidak dapat melarutkan

(37)

4.2.2 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi dengan

metode DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible. Adapun

mekanisme utama peredaman utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai

berikut:

Pada uji DPPH, perendaman radikal DPPH diikuti dengan pematauan

penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena

pengurangan radikal oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R)

yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning

pucat, data yang sering dilaporkan sebagai IC50 merupakan konsentrasi

antioksidan yang dibutuhkan untuk 50 % peredaman radikal DPPH pada periode

waktu tertentu (15 – 30 menit) (Pokornya et al, 2001). DPPH merupakan suatu

molekul radikal bebas yang distabilkan oleh bentuk resonansi seperti ditunjukkan

pada gambar 4.9 dibawah ini.

Gambar 4.9 Kestabilan radikal bebas DPPH (Pokornya et al, 2001).

Tabel 4.2 dan 4.3 (halaman 45 dan 46) menunjukkan telah terjadi

peredaman radikal bebas DPPH setelah penambahan ekstrak metanol dan etil

asetat daun benalu kopi, dimana semakin tinggi konsentrasi maka % peredaman

(38)

Dari persamaan Y = ax + b dapat diketahui oleh nilai IC50 dengan

memasukkan nilai 50 sebagai sumbu Y, sehingga diperoleh berapa besar nilai x

yang akan mempresentasikan besaran IC50. Dari perhitungan diperoleh nilai IC50

untuk ekstrak metanol dan etil asetat masing-masing sebesar 16,66 mg/L dan

19,29 mg/L.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak metanol dan etil asetat daun

benalu kopi mengandung golongan senyawa kimia berupa flavonoida dan tanin.

Flavonoida dan tanin merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan

(Harbone, 1996). Senyawa – senyawa polifenol mengandung gugus hidroksil

yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas, yang

reaksinya dapat dilihat pada gambar 4.10 (Silalahi, 2006).

Gambar 4.10 Reaksi DPPH dengan turunan fenol (Silalahi, 2006).

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan

struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya.

Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi

urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas perendaman radikal bebas senyawa

polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam

molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan

dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang

lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan

untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik

pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada

(39)

Dari literatur dapat diketahui bahwa jika nilai IC50 yang dihasilkan kurang

dari 50, maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan

yang sangat kuat. Oleh karena itu berdasarkan perhitungan yang diperoleh dapat

dikatan bahwa senyawa antioksidan yang terdapat dalam ekstrak metanol dan etil

asetat daun benalu kopi sama-sama memiliki aktivitas antioksidan yang sangat

kuat. Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan metode DPPH dapat

dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4.5 Tingkat kekuatan senyawa antioksidan dengan menggunakan DPPH.

`Intensitas IC50`

Sangat kuat <50 mg/L

Kuat 50-100 mg/L

Sedang 101-150 mg/L

Lemah >150 mg/L

(Ionita, 2005).

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas

bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas

bakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat

disekitar kertas cakram yang menandakan daerah pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari gram positif

dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli.

(40)

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dan etil asetat efektif

menghambat perrtumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetatmemiliki

aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan

zona hambat masing-masing sebesar 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat

masing-masing sebesar 17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli.

Adanya perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan sentivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang

bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta

kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun

membran sel.

Ekstrak metanol dan etil asetat daun benalu kopi lebih efektif menghambat

pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dibandingkan dengan

bakteri gram negatif Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan

komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif.

Struktur dinding sel bakteri gram positif berlapis tunggal dengan kandungan lipid

yang rendah (1-4%), sedangkan bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid

tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) dan membran luar terdiri dari 3 lapisan yaitu

lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2011).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol

daun benalu kopi mengandung golongan senyawa metabolit sekunder berupa

alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat

mengandung senyawa akaloid, flavonoid dan terpenoid.Adanya senyawa

flavonoida dan tanin menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun

benalu kopi mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoida dan tanin

(41)

Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel sehingga

protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya fungsi

permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang

berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1987). Selain itu senyawa fenol

juga dapat merusak lipid pada membran sel melaui mekanisme penurunan

tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1988).

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam ekstrak daun benalu kopi yang

memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme diduga dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan

dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan

sehingga permukaan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan

dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Rangka dasar dinding sel bakteri

adalah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan tersusun dari N-asetil glukosamin dan

N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4- glikosida. Pada N-asetil

asam muramat terdapat rantai pendek asam amino : alanin, glutamat,

diaminopimelat, lisin dan alanin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan

ikatan peptida sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan

rantai yang lain. Mekanisme kerusakan dinding sel bakteri terjadi karena proses

perakitan dinding sel bakteri yang diawali dengan pembentukan rantai peptida

yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai

glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel

terakit sempurna. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis,

baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel. S.aureus

merupakan bakteri gram positif yang memiliki dinding peptidoglikan yang tebal.

Sehingga lebis sensitif terhadap senyawa-senyawa yang punya potensi merusak

atau menghambat sintesis dinding sel. Rusaknya dinding sel akan menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan sel bakteri, dan pada akhirnya bakteri akan mati.

Secara umum adanya kerja suatu bahan kimia sebagai zat antibakteri dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan- perubahan yang mengarah pada kerusakan

terhambatnya pertumbuhan sel bakteri tersebut. Diduga kerja alkaloid terlebih

dahulu merusak dinding sel dan dilanjutkan kerja flavonoid yang merusak

(42)

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung

dalam ekstrak daun benalu kopi yang bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya

dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma.

Volk dan Wheeler (1998) dalam Prajitno (2007) menjelaskan bahwa senyawa

flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya

metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini

memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah

masuknya bahan-bahan aktif kedalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan

kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol

dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus posfat) sehingga

molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam

posfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk

membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan

mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

Senyawa tanin juga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan

bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel. Senyawa tanin termasuk

senyawa polifenol, senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak

membran plasma bakteri yang tersusun dari 60 % protein dan 40 % lipid yang

umumnya berpa fosfolipid, didalam membran sel tanin akan bereaksi dengan

protein membentuk ikatan hidrogen sehingga protein akan terdenaturasi, selain itu

tanin juga dapat bereaksi dengan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel,

akibatnya senyawa tanin akan merusak membran sel, yang menyebabkan

bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan

pada membran sel dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi

yang diperlukanbakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan

mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian (Volk and Wheller,

1998).

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin

(protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan

polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin (protein

(43)

Hasil penelitian uji aktivitas antioksidan dan antibakteri menunjukkan

bahwa aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol lebih tinggi

dibandingkan dengan ekstrak etil asetat daun benalu kopi. Hal ini kemungkinan

terjadi karena adanya gugus hidroksil dan gula yang terikat pada inti flavonoid

yang membuat flavonoid lebih polar sehingga tidak terekstraksi dengan pelarut

etil asetat yang menyebabkan ekstrak etil asetat tidak efektif bekerja sebagai

antibakteri (Crozier, A, 2006). Kemudian untuk uji aktivitas antioksidan sama

halnya dengan uji antibakteri. Dimana Menurut Juniarti (2009), bahwa aktivitas

antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga subtitusi pada

cincin aromatiknya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol

diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya.

Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada

senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada

inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk

menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat

dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi

(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun benalu kopi

mengandung senyawa alkaloid, flavonoida, terpenoida dan tanin, sedangkan

ekstrak etil asetat daun benalu kopi mengandung senyawa alkaloid, flavonoida

dan terpenoida.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat termasuk

golongan antioksidan yang sangat kuat dimana kedua ekstrak tersebut memiliki

nilai IC50 masing-masing sebesar 16,66 mg/L dan 19,29 mg/L.

3. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil

asetat memiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi

500 mg/ml dengan zona hambat 16,96 mm dan 15,2 mm terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat

17,2 mm dan 16,43 mm terhadap bakteri Escherichia coli.

5.2 Saran

(45)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus parasiticus (L.) Merr.)

Klasifikasi Benalu kopi hasil identifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium

Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Santalales

Famili : Loranthaceae

Genus : Loranthus

Spesies : Loranthus parasiticus (L.) Merr.

Nama Lokal : Benalu Kopi (Herbarium Medanense (MEDA))

Benalu (Loranthus) merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya tidak

memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit, melekat pada sel inang, dan

menghisap nutrisi yang dimilikinya sehingga menyebabkan kematian pada sel

inang tersebut. Adanya klorofil menyebabkan tanaman benalu memiliki

kemampuan melakukan proses fotosintesis. Akan tetapi, tanaman ini tidak mampu

mengambil air dan unsur hara secara langsung dari tanah yang menjadikannya

sebagai tanaman parasit. Berdasarkan pengalaman, benalu yang menempel pada

tumbuhan tertentu telah digunakan dalam pengobatan tradisional. Benalu pada

umumnya digunakan sebagai obat campak, sedangkan benalu pada jeruk nipis

dimanfaatkan sebagai ramuan obat penyakit amandel. Benalu kopi sendiri

digunakan untuk mengobati sakit pinggang, diabetes, rematik, batuk, diare dan

antikanker. Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tanin,

(46)

Bentuk daun benalu kopi yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada

gambar 2.1.

Gambar 2.1 Daun Benalu Kopi (Penelitian)

Benalu kopi adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam

pengobatan tradisional. Sebagai tanaman parasit benalu tidak banyak

dimanfaatkan,hal ini berkaitan dengan sifat parasit benalu yang dapat merusak

tanaman inangnya,sementara sebagai salah satu tanaman obat,benalu mempunyai

peranan yang penting. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai

obat batuk,amandel,campak,diabetes dan kanker (Pitojo,1996).

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan

sebagai lead compounds dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru

(Atun, S, 2003). Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme

sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam

beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid,

(47)

Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari

dalam disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam (natural product chemistry).

Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksik, efektor kompetisi

ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunemodulasi, reseptor

antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan

binatang dan tumbuhan. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan

langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari

bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe

obat beraktivitas tertentu (Rasyid, 2012). Identifikasi ini merupakan uji fitokimia.

Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan yang telah

dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik,

alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid (Harbone, 1987).

2.2.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol

mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur.

Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid umumnya

bersifat antioksidan dan banyak telah digunakan sebagai salah satu komponen

bahan baku obat-obatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi

fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit

(sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga

menyatakan pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam

menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavanoid terjadinya

kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Sabir, 2008). Didukung juga dengan

penelitian Mirzoeva et al, (1997) mendapatkan bahwa flavanoid mampu

menghambat motilitas bakteri.

Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja

antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun

fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung,

hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja

(48)

2.2.2 Tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan

untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan (Salisbury, 1995).

Secara kimiawi tanin merupakan kompleks, biasanya merupakan campuran

polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin

direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam

dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan fisiologis yang

kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga

dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam

dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis

(Hydrolyzable tannin) (Harbone, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan

reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi

menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan

biru kehitamanan.

1. Tanin terhidrolisis

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higrokopis, berwarna coklat

kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan

larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan

makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam pelarut

organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti

benzene atau kloroform (Robinson, 1995).

2. Tanin terkondensasi

Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara

kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan

kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari

tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan

karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin

(49)

2.2.3 Biosintesa Senyawa Flavonoida dan Tanin

Biosintesis dari flavonoida, stilbene, hidroksisinamat dan asam fenolik meliputi

jaringan yang kompleks berdasarkan prinsip jalur sikimat, phenilpropanoid dan

flavonoid (Gambar 2.3).

Struktur flavonoid (C6- C3- C6) adalah produk dari 2 jalur biosintesis yang

terpisah (Gambar 2.2). Jembatan dan cincin-B aromatik merupakan sintesis unit

phenilpropanoid dari p-kumaril-CoA. Enam karbon dari cincin-A berasal dari

hasil kondensasi dari 3 unit asetat melalui jalur asam malonat. Fusi dari dua

bagian ini merupakan tahap reaksi kondensasi dari p-kumaril-CoA dengan residu

3 malonil CoA yang masing-masing mendonorkan dua atom karbon, didalam

reaksi ini dikatalis oleh chalcone synthase (CHS). Produk dari reaksi ini adalah

naringenin-chalcone. Sedikit modifikasi dalam jalur ini merupakan dalam

produksi isoflavon, seperti daidzein, yang berasal dari isoliquiritigenin tidak

sepertti naringenin-chalcone, kelompok 2’-hidroksil (Dixon, 2004). Bentuk dari

isoliquiritigenin dikatalis oleh chalcone reduktase, sepertienzim NADPH yang

mungkin berinteraksi dengan CHS (Welle and Grisebach,1998). Langkah

selanjutnya dalam jalur biosintesis flavonoid adalah konversi stereospesifik pada

naringenin-chalcone menjadi naringenin oleh chalcone isomerase (CHI). Pada

kacangan, CHI juga mengkatalis konversi dari isoliquritingenin menjadi

liquiritigenin (Forkmann and Heller, 1999). Isomerasi dari naringenin-chalcone

menjadi naringenin adalah sangat cepat daripada isomerasi dari isoliquiritigenin

menjadi liquiritigenin. Sebagi konsekuensi, CHI telah dikelompokkan menjadi 2

kelompok, tipe pertama CHI, yang ditemukan pada legumes dan tidak legumes,

termasuk 2’-deoksi dan 2’-hidrokalkon sebagai substrat (Shimada et al, 2003). Naringenin adalah perantara utama dari jalur utama biosintesis flavonoid

yang menyimpang menjadi beberapa cabang samping yang menghasilkan kelas

yang berbeda dari flavonoid termasuk isoflavon, flavanon, flavon, flavonol, dan

(50)

Gambaran sistematik untuk menghasilkan stilbene dan flavonoid dapat dilihat

pada gambar 2.2 dibawah.

(51)

Asam galat dibentuk terutama melalui jalur asam sikimat dari asam

3-dehidroksinamat (Gambar 2.3) meskipun ada jalur alternatif dari asam hidroksi

benzoat. Alternatif dari produk fotosintesis yang disalurkan melalui jalur sikimat

adalah untuk asam 3-dehidroksinamat diubah menjadi L-fenilalanin dan dilajutkan

jalur fenilpropanoid (Gambar 2.3). Katalis fenilalanin amonia- liase adalah

langkah awal dari jalur ini, konversi dari L-fenilalanin menjadi asam sinamat,

yang mana reaksi ini dikatalis oleh sinamat 4-hidroksi dikonversi menjadi asam

coumric yang akan dimetabolime menjadi coumaroyl-CoA dengan

p-coumaric:CoA ligase. Asam sinamat juga dimetabolisme menjadi asam benzoat

dan asam salisilat dengan katalis asam 2-hidroksi benzoat, muncul hanya untuk

menjadi signifikan dalam tanaman tahan penyakit dimana infeksi menyebabkan

akumulasi dari asam salisilat (Crozier et al, 2000). asam p-coumaric juga di

metabolime melalui jalur dari reaksi hidroksilasi dan metilasi menjadi caffeic,

ferulic, 5- hidroxyferulic dan sinapic acids. Asam sinapic dan ferulic adalah

prekursor dari lignin. Awalnya diperkirakan caffeic acids prekursor dari 5-O-

caffeoylquinic acids, komponen dasar dari sayuran dan buahbuahan.

Bagaimanapun, studi biologi molekuler terbaru menunjukkan bahwa jalur utama

untuk 5-O- caffeoylquinic acids dan mungkin terkait dengan caffeoylquinic acids,

adalah dari p-coumaroyl-CoA melalui 5-O- caffeoylquinic acids (Gambar 2.3)

(Hoffman et al, 2004). p-coumaroyl-CoA juga penting untuk sintesis dari senyawa

(52)

Skematis dari jalur utama dalam biosintesa tanin terhidrolisa, asam salisilat,

hidroksinamat, dan asam 5-caffeoylquinic dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah.

Gambar 2.3 Skematis biosintesa dari tanin terhirolisa, asam salisilat,

(53)

2.2.4 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai

struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga

mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida

sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu

golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan

lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau

pikrat (Harbone, 1987).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga

adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan

kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Alkaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk

analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik,

antiinflamasi (Seifu et al, 2002)

Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai berikut :

a. Alkaloid sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tesebut menunjukkan aktivitas

phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa ; lazim menggunakan

nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat

dalam tanaman sebagai garam basa organik. Beberapa perkecualian terhadap

aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa

dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener yang bersifat agak

asam.

b. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam

amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh

berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh meskalin,

(54)

c. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya

bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid

stereoidal (contoh konnesin, purin dan kafein ) (Sastrohamidjojo, 1996).

Biosintesa benzilisoquinonlin alkaloid dimulai dengan dekarboksilasi orto

hiroksilasi dan penjumlahan dengan mengubah tirosin dan keduanya antara

dopamin dan 4 hidroksipenilasetaldehid (4-HPAA) (gambat 2.4). molekul klon

untuk aromatik asam L amino dekarboksilase (TYDC) yang diubah oleh tirosin

dan dopa ke masing masing bagian yang akan diisolasi. Norcocluasin mengalami

pendinginan oleh dopamine dan 4-HPAA menjadi (S) –horcocluadin. Pusat

prekursor ke semua benzylisoquinolin alkaloid dalam tanaman (S)-horcoclaudin

diubah menjadi (S) retikulin oleh 6-O metiltransferase (60MT). N-metil

transferase (CNMT) hidroksilase puso (CYP80B) dan 4’-O metiltransferase

(4’OMT). Molekul klon yang telah diisolasi pada setiap enzim yang terlibat didalamnya mengalami perubahan menjadi (S) norcoclausin ke (S) reikulisin yang

bercabang dalam biosintesa dengan perbedaan oleh benzylisoquinon alkaloid

(Facchini, 2001). Intermediate (S) retikulin juga digunakan sebagai prekursor

lebih dari 270 dimerik bisbenzylisoquinon alkaloid sebagai (+) tubocuranin.

Molekul klon untuk puso tergantung oxida (CYPPOA) yang merupakan pasangan

(R) N metil kockairin menjadi R atau S N metilcoclamin menjadi

bisbenzilisoquinolin alkaloid masing masing diisolasi dari jaringan.Banyak

difokuskan pada cabang bagian benzophenuntridine alkaloid seperti sanguinasin,

protobarbier alkaloid, atau barberin dengan morphinan alkaloid seperti morfin.

Enzim yang sangat berpengaruh dalam kelima molekul klon yang telah diisolasi

(gambar 2.4).Tahap pertama benzopenantridin dan protoberberin biosintesa

alkaloid yang mengubah (S)-retikulin menjadi (S)-scoulerin oleh enzim berberin

(55)

Biosintesa dari benzylisoquionoline alkaloid dapat ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Biosintesia dari benzylisoquinoline alkaloid (Crozier, A, 2006).

2.2.5 Terpenoid

Terpenoid adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai

bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai

minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari

penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen

dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan

perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan

(56)

Terpenoid tumbuhan mempunyai manfaat penting sebagai obat tradisional,

anti bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson, 1993). Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat

pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding

sel, membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna

(Ajizah, 2004).

Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat

mevalonat. Asam asetat yang diaktifkan oleh koenzim A membentuk asetilCoA

dan melakukan reaksi kondensasi dengan asetilCoA yang lain sehingga terbentuk

tiga unit gabungan dari asetilCoA yang selanjutnya diprotonasi membentuk asam

mevalonat. Dengan adanya pirofosfat pada asm mevalonat dapat terjadi pelepasan

komponen CO2 (dekarboksilasi) dan pelepasan OPP- membentuk isopentil

pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil pirofosfat (DMAPP)

(Sjamsul,1986). Proses biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Biosintesis Isopentil Pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil

(57)

Langkah selanjutnya antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi

membentuk geranil pirofosfat (C10) (Gambar 2.6). Geranil pirofosfat juga

mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk farsenil pirofosfat (C15).

Farsenil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk

geranil-geranil pirofosfat (C30) (Sjamsul, 1986).

Biosintesis terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Biosintesis terpenoid (Sjamsul, 1986).

2.2.6 Saponin

Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut

dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas

membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja

saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu pemeabilitas

membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan

menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam sel bakteri yaitu

Gambar

Tabel 4.1. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun  Benalu Kopi
Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun
Gambar 4.2 Zona hambat bakteri Escherichia coli.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang pada Koridor Utara jalan By Pass mulai dari Simpang Pagai sampai Batas Kota Padang dilakukan oleh Tim Pelaksana

Dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan pasti membutuhkan biaya produksi, mulai dari mengolah bahan sampai menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Dalam

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan total dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk aset

Moodle merupakan singkatan dari Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment yang berarti tempat belajar dinamis dengan menggunakan model berorientasi objek. Moodle cocok

[r]

Adapun hasil kuesioner yang dibagikan kepada 20 orang masyarakat umum dengan persentase 60% perempuan dan 40% laki â laki, tingkat usia 18 tahun sampai dengan 31 tahun adalah

[r]

Penulis juga akan memecahkan suatu contoh kasus yang akan di buat suatu program dengan bahasa D serta diagram alur atau flowchart dari proses pengeksekusian dari