• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Tata Cara Penelitian

6. Aktivitas Antioksidan dengan Metode FRAP

Dilarutkan sebanyak 5 mg ekstrak dalam 5 mL etanol 96%, lalu di pipet 1 mL, ditambahkan 1 mL dapar fosfat 0,2 M (pH 6.6) dan 1 mL K3Fe(CN)6 1% setelah itu, diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 50°C. Setelah diinkubasi ditambahkan 1 mL TCA lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifuge di pipet 1 mL lapisan bagian atas ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan 1 mL aquades dan 0,5 mL FeCl3 0,1%. Larutan didiamkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada kisaran panjang gelombang 300-600 nm. Sebagai blangko digunakan etanol 96%. Kurva kalibrasi dibuat menggunakan larutan asam askorbat dengan berbagai konsentrasi (Maryam dkk.,2015) 7. Analisis data

Analisis data dilakukan pada panjang gelombang maksimum pada spektrofotometer UV-Vis sehingga didapatkan nilai berupa absorbansi.

Setelah didapatkan nilai absorbansi maksimum, sampel kemudian dihitung total antioksidan dengan cara dimasukkan dalam regresi kurva standar dengan persamaan linier :

Y = bx+a

Penentuan aktivitas antioksidan:

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 =konsentrasi sampel x Volume sampel

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑝

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi

Determinasi tumbuhan dilakukan dengan tujuan menghindari kesalahan pemilihan jenis tumbuhan yang digunakan dalam penelitian dan untuk memastikan kebenaran taksonomi dari suatu tumbuhan berdasarkan struktur tumbuhan yang dilakukan sespesifik mungkin dan tepat sasaran karena tumbuhan mempunyai kemiripan varietas yang terkadang membingungkan untuk berbagai penelitian. Determinasi rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dilakukan di Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar tanaman kunyit dengan nama ilmiah Curcuma domestica Val (Lampiran 1).

B. Hasil pengumpulan Bahan

Bahan yang diperlukan adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit diperoleh dari tanaman kunyit yang berada di lokasi LPUBTN Jl. Pelda Sugiono Dukuh, RT.03?RW.21, Niron, Pandowoharjo, Kec.

Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewah Yogyakarta. Waktu pemanenenan dilakukan pukul 09.00 pagi tanggal 09 Maret 2021.

Gambar 1. Curcuma domestica Val.

21 Rimpang kunyit dipilih yang tidak berjamur, tidak kering, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pemanenan dilakukan pada pagi hari untuk memperoleh kandungan metabolit sekunder yang maksimal, sebab jika dilakukan pada siang hari atau sore hari metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan kemungkinan akan berkurang ketika sudah terpapar sinar UV dari matahari.

C. Preparasi sampel

Setelah proses pemanenan, dilakukan sortasi basah dengan cara dicuci menggunakan air bersih untuk memisahkan rimpang kunyit dari pengotor-pengotor seperti tanah atau batu-batuan kecil yang menempel pada rimpang kunyit. Rimpang kunyit kemudian diiris tipis-tipis untuk mempercepat proses pengeringan. Rimpang kunyit yang telah diiris tipis-tipis dikeringkan menggunakan oven selama 3 hari. Tujuan dari pengeringan untuk meminimalkan kandungan air di dalam simplisia sehingga tidak ditumbuhi bakteri atau jamur. Proses pengeringan dihentikan apabila saat diremas dengan tangan bahan dapat dengan mudah patah.

Kunyit yang telah melewati proses pengeringan disortasi kering untuk memisahkan lagi pengotor yang tercampur setelah pengeringan. Setelah proses sortasi selesai, kunyit yang telah kering dapat dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 mesh hingga didapatkan serbuk simplisia rimpang kunyit. Proses penghalusan simplisia rimpang kunyit menjadi serbuk untuk memperkecil ukuran partikel sehingga memperbesar luas permukaan serbuk yang dapat membuat proses ekstraksi menjadi maksimal karena luas area kontak antara simplisia dan larutan penyari menjadi lebih besar. Pengayakan yang dilakukan bertujuan untuk menghomogenkan ukuran partikel (Sapri, dkk.,2014) (Lamiran 2).

22 D. Maserasi

Dalam penelitian ini, metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan remaserasi. Sebanyak 50 gram serbuk simplisia Kunyit (Curcuma domestica Val.) yang telah diayak menggunakan ayakan nomor 50 mesh dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 250 ml. Kurkumin memiliki kelarutan yang tinggi di dalam etanol sehingga menyebabkan kurkumin dapat terekstrak dengan baik pada pelarut etanol (Wahyuningtyas, kk.,2017).

Maserasi dibantu menggunakan alat shaker yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan mengoptimalkan proses maserasi. Proses maserasi rimpang kunyit dilakukan selama 48 jam di atas shaker sambil sesekali diaduk. Maserasi dilakukan pada suhu ruangan yang terlindung dari cahaya sehingga pada erlenmayer dibungkus dengan alumunium foil. Hasil maserasi kemudian disaring dengan menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring sehingga didapatkan filtrat dan ampas. Ampas yang sudah didapat diremasersi lagi selama 24 jam. Hasil akhir filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menghilangkan pelarut etanol 96% yang digunakan. Didapatkan ekstrak kental sebesar 15,94 gram.

Penguapan menggunakan rotary evaporator dikarenakan alat ini mampu menguapkan pelarut di bawah titik didih agar senyawa yang terkandung dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan oleh suhu yang tinggi. Penguapan menggunakan rotary evaporator dilakukan sampai didapatkan ekstrak kental berwarna kuning kehitaman kemudian dilakukan perhitungan bobot tetap dari ekstrak yang didapatkan (Lampiran 2). Menurut Farmakope Indonesia, bobot tetap adalah bobot yang telah mengalami penimbangan dua kali berturut-turut tidak mengalami perubahan lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.

Didapatkan bobot tetap ekstrak sebesar 76,48 gram (Lampiran 3).

Proses ekstraksi dilakukan bertujuan untuk mengambil senyawa kimia yang terkandung dalam sampel (Aminah, dkk.,2017). Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan menggunakan pelarut yang

23 sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan (Chairunnisa, dkk.,2019). Menurut Hasrianti, dkk.,2016 Maserasi merupakan suatu proses perendaman sampel pelarut organik pada temperatur ruangan. Alasan penggunaan metode tersebut adalah perlakuannya lebih sederhana karena tidak membutuhkan peralatan yang mahal, kandungan kimia dalam simplisia yang akan ditarik aman karena tidak menggunakan pemanasan (Ningsih, kk.,2020).

Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding sel akibat adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang terdapat di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstrak senyawa akan sempurnah karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Hasrianti, dkk.,2016 ). Proses remaserasi dilakukan untuk mengoptimalkan rendemen ekstrak yang diperoleh.

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu pelarut etanol 96%.

Pelarut etanol 96% merupakan salah satu pelarut yang dapat menarik semua senyawa yang bersifat polar,semi polar, dan nonpolar dan juga kandungan airnya hanya sedikit. Hal tersebut dapat mempercepat proses penguapan (Suharsanti, dkk.,2020). Etanol 96% juga digunakan karena presentase air sedikit yaitu sebanyak 4% dan etanol sebanyak 96% dapat mengurangi kontaminasi atau pertumbuhan mikroorganisme didalam ekstrak (Cobra,dkk.,2019). Menurut Aminah,dkk.,2017 etanol memiliki kelebihan dalam hal penyarian jika dibandingkan dengan metanol dan air. Pelarut etanol mampu mengengstrak senyawa kimia lebih banyak dibandingkan dengan penyari lain seperti metanol dan air.

24 E. Penyiapan larutan kurva baku

Larutan kurva baku dibuat menggunakan asam askorbat (vitamin C).

Alasan penggunaan vitamin C pada penelitian ini karena vitamin C memiliki antioksidan sehingga dapat dibandingkan dengan kunyit. Vitamin C merupakan senyawa reduktor terbanyak di tubuh dan merupakan antioksidan yang paling dominan dikulit (Ardhie,2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lung

& Destiani (2017) Vitamin C mempunyai aktivitas aktivitas antioksidan yang paling kuat dibandingkan dengan vitamin A dan vitamin E.

Kurva baku adalah kurva yang diperoleh dengan memplotkan nilai absorbansi dengan konsentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum. Kurva baku merupakan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi. Bila hukum Lambert-beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus. Pembuatan kurva baku menggunakan persamaan garis yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil yaitu y = bx + a, dari persamaan ini akan menghasilkan nilai koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih dari 0,9770 (Tulandi, dkk.,2015). Sebanyak 25 mg asam askorbat (vitamin C) dilarutkan menggunakan Asam Oksalat kedalam labu ukur 25 mL. Dari larutan tersebut dibuat 5 konsentrasi yaitu 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1,0 mL dan ditempatkan dalam labu ukur 10 mL yang berbeda dan diencerkan dengan asam oksalat hingga batas labu ukur 10 mL. Konsentrasi larutan standar 1000 ppm asam askorbat yakni 60, 70, 80, 90, 100 ppm. Didapatkan kurva baku dan nilai absorbansi sebagai berikut (Lampiran 4).

Tabel 1. Nilai Absorbansi Vitamin C

Konsentrasi Absorbansi

Konsentrasi 0,6 ppm 0,033 Konsentrasi 0,7 ppm 0,033 Konsentrasi 0,8 ppm 0,033

25 Konsentrasi 0,9 ppm 0,035

Konsentrasi 1,0 ppm 0,039

Berdasarkan nilai absorbansi, didapatkan persamaan Y = 0,0014x + 0,0304, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0,7206 (Lampiran 5). Nilai koefisien korelasi yang didapatkan berada di bawah nilai teoritis (r = 0,9770), di mana nilai r yang didapat adalah 0,8488. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan vitamin C dalam konsentrasi absorbansi berkolerasi positif tetapi nilai korelasinya di bawah nilai korelasi teoritis. Hal ini dapat menyebabkan kurva standar yang diperoleh tidak terlalu akurat dalam menentukan konsentrasi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri & Setiawan,2015 kandungan vitamin C akan rusak karena proses oksidasi oleh udara luar, pemanasan, dan lama penyimpanan. Oleh karena itu penyimpanan vitamin C harus diperhatikan, sebaiknya menghindari penyimpanan pada udara terbuka dan tempat yang terpapar cahaya atau panas terlalu lama.

F. Aktivitas antioksidan dengan metode FRAP

Antioksidan dari kunyit (Curcuma domestica Val.) diuji menggunakan metode FRAP. Metode FRAP ini cukup sederhana, ekonomis dan dapat diterapkan pada plasma dan ekstrak tumbuhan (PANDA,2012). Penetapan antioksidan menggunakan metode FRAP pada prinsipnya dapat berjalan dengan baik jika dilakukan pada senyawa antioksidan yang dapat mereduksi Fe3+menjadi Fe2+ (Setiawan dkk.,2018). Menurut Xiao dkk.,2020 Uji FRAP bergantung pada kemampuan senyawa antioksidan untuk mereduksi Fe3+

menjadi Fe2+ di mana pengikatan tersebut akan akan menghasilkan warna biru melalui reaksi yang ditunjukkan pada gambar 2. Pengukuran absorbansi dapat dilakukan pada panjang gelombang 593 nm untuk menguji jumlah besi yang tereduksi dan dapat dikorelasikan dengan jumlah antioksidan.

26 Gambar 2. Reaksi pembentukan warna biru

(Xiao dkk.,2020) Proses pengukuran absorbansi kunyit diawali dengan menimbang ekstrak kental sebanyak 3 replikasi yaitu masing-masing 5 mg ekstrak dan dilarutkan dalam 5 ml etanol 96%. Langkah selanjutnya mencampurkan 5 mL ekstrak yang telah dibuat sebelumnya dengan 1 mL larutan dapar fosfat.

Larutan dapar fospat dibuat dengan melakukan penimbangan 2 g NaOH dan 6,8 g KH2PO4 kemudian masing-masing dilarutkan dengan aquades bebas CO2

dalam labu takar 250 mL yang berbeda. Setelah itu dipipet sebanyak 16,4 mL NaOH dan 50 mL KH2PO4 dimasukkan dalam labu takar 200 mL. Dilakukan pengukuran pH sampai pH 6 kemudian labu takar 200 mL dicukupkan dengan aquadest bebas CO2, terbentuklah larutan dapar fosfat 0,2 M. Kurkumin pada pH diatas 7,2 akan menyebabkan senyawa tersebut terdegradasi, sehingga warna kurkumin akan lebih condong berwarna merah dan mudah larut.

Kecepatan degradasi akan meningkat seiring meningkatnya pH. Kurkumin sensitif terhadap cahaya yang akan menyebabkan stabilitas kurkumin menurun.

Cara untuk meningkatkan stabilitas kurkumin terhadap cahaya dapat dilakukan dengan penambahan asam (Mardiah,dkk.,2018)

Larutan ekstrak yang telah ditambahkan dapar fosfat selanjutnya ditambahkan lagi 1 mL larutan K3Fe(CN)6, larutan K3Fe(CN)6 1% dibuat dengan cara melakukan penimbangan 1 g kalium ferrisianida kemudian diencerkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades, terbentuklah larutan K3Fe(CN)6 1%. Setelah penambahan dapar fosfat dan K3Fe(CN)6 1%,

27 larutan kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu 50°C dan didapatkan hasil larutan yang sangat keruh (tidak jernih). Waktu inkubasi selama 20 menit dilakukan untuk memastikan reaksi pembentukan kompleks berlangsung dan untuk meminimalisasi pengaruh perbedaan waktu dalam penambahan larutan (Jatmika dkk.,2015).

Larutan yang telah diinkubasi kemudian ditambahkan TCA 10% yang dibuat dengan cara melakukan penimbangan 10 g TCA kemudian dilarutkan menggunakan aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL, terbentuklah larutan TCA 10%. Sampel yang telah diinkubasi dan ditambahkan larutan TCA kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm, dan didapatkan hasil larutan yang sangat jernih dengan adanya endapan didasar tabung sentrifugasi. Penambahan TCA bertujuan untuk melarutkan kompleks kalium ferrosianida mengendap (Maryam dkk.,2015). Setelah dilakukan proses sentrifugasi, dipipet 1 mL lapisan bagian atas lalu ditambahkan aquades dan FeCl3 0,1%.

Larutan FeCl3 dibuat dengan cara melakukan penimbangan 0,1 g FeCl3 kemudian dilarutkan menggunakan aquades dan diencerkan di dalam labu takar 100 mL, terbentuklah larutan FeCl3 0,1%. Setelah penambahan FeCl3 larutan yang terbentuk berwarna hijau kebiruan (Lmpiran 6). Penambahan FeCl3 bertujuan untuk membentuk kompleks berwarna hijau sampai biru (Maryam dkk.,2015). Semakin tinggi intensitas warna biru yang terbentuk menunjukkan potensi antioksidan yang semakin tinggi (Jatmika dkk.,2015). Larutan tersebut kemudian dibiarkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 593 nm dengan etanol 96% sebagai blanko (Lampiran 7). Hasil pengukuran absorbansi yang didapatkan adalah sebagai berikut:

28 Tabel 2. Nilai Absorbansi Sampel

Replikasi Absorbansi Replikasi 1 0,364

Replikasi 2 0,360 Replikasi 3 0,365

Menurut Jatmika dkk.,2015 semakin tinggi absorbansi yang terukur maka semakin tinggi kemampuan reduksinya. Daya reduksi merupakan indikator potensi suatu senyawa antioksidan (Maryam dkk.,2015). Daya reduksi dalam hal ini diukur dari kemampuan suatu antioksidan untuk mengubah Fe3+ menjadi Fe2+. Senyawa yang mempunyai daya reduksi kemungkinan dapat berperan sebagai antioksidan karena dapat menstabilkan radikal dengan mendonorkan elektron atau atom hidrogen sehingga senyawa radikal berubah menjadi lebih stabil (Pardede, dkk.,2018)

Radikal bebas atau sering disebut senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS) adalah sebuah molekul atau atom yang mempunyai elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas mempunyai reaktivitas yang tinggi dan bersifat tidak stabil, sehingga dapat merebut elektron dari molekul lain dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya. Jika tidak diinaktivasi, reaksi radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak makromolekul seperti karbohidrat, proteiin, dan lipid (Astuti,2008).

Berdasarkan penelusuran pustaka, diketahui bahwa antioksidan memiliki berbagai manfaat di antaranya mencegah proses penuaan dan penyekit degeneratif. Antioksidan dapat melawan radikal bebas yang didapat dari hasil metabolisme tubuh, polusi udara, cemaran makanan, sinar matahari dan sebagainya. Berbagai tanaman dan obat-obat sintesis juga bersifat sebagai antioksidan, seperti kunyit (Curcuma domestica Val.) dan vitamin C (Werdhasari,2014). Menurut Triyono,2018 Antioksidan memiliki kemampuan

29 untuk itu menetralkan radikal bebas tanpa ikut menjadi radikal bebas itu sendiri.

Saat antioksidan menetralkan radikal bebas dengan menerima atau menyumbangkan elektron, mereka tidak akan berubah menjadi radikal bebas dan tetap stabil. Kunyit memiliki kandungan senyawa aktif seperti kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, dimetoksikurkumin, dan Bis-dimetoksikurkumin.

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak rimpang kunyit menunjukkan bahwa rimpang kunyit mengandung golongan senyawa Flavonoid, tanin, dan polifenol (Lampiran 8). Hasil uji flavonoid dengan pereaksi Mg dan HCl menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terdapat buih dengan intensitas banyak terbentuknya warna jingga. Uji tanin dengan pereaksi FeCl3 menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna kehitaman. Uji polifenol dengan penambahan NaCl dan garam galatin menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan adanya endapan yang timbul di dasar tabung reaksi. Kurkumin merupakan senyawa aktif golongan polifenol yang ditemukan pada kunyit (Suharsanti,2020). Kurkumin dapat berfungsi sebagai antioksidan yang kuat (menangkap radikal-radikal bebas yang berbahaya bagi sel tubuh).

G. Hasil Analisis Data

Analisis data pada penilitian ini menggunakan nilai absorbansi yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 593 nm. Spektrofotometri UV-vis dapat digunakan untuk informasi analisis kuantitatif maupun analisis kualitatif. Analisis kualitatif dapat digunakan untuk mengidentifikasi kualitas obat dan metabolitnya. Dalam analisis kuantitatif data yang dihasilkan spektrofotometer UV-Vis berupa panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut. Sedangkan dalam analisis kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya (Putri & Setiawan,2015).

30 Tabel 3. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak rimpang

Kunyit (Curcuma domestica Val)

Penentuan kandungan total aktivitas antioksidan ekstrak kunyit yang dilakukan pada panjang gelombang 593 nm didapatkan nilai berupa absorbansi.

Nilai absorbansi replikasi I sebesar 0,364; replikasi II sebesar 0,360: dan replikasi III sebesar 0,365. Setelah didapatkan nilai absorbansi, sampel kemudian dihitung total antioksidan dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan regresi kurva baku vitamin C dengan Y = 0,0014x + 0,0304, dan nilai koefisien korelasi r = 0,8488 yang digunakan untuk penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.).

Hasil yang didapatkan kemudian dihitung lagi menggunakan rumus penentuan nilai FRAP yang dinyatakan dalam mg/g bahan equivalen asam askorbat (AAE) (Pardede,dkk.,2018). Nilai aktivitas antioksidan ekstrak kunyit replikasi 1 sebesar 238 mgAAE/g Ekstrak, replikasi 2 sebesar 235 mgAAE/g Ekstrak, dan replikasi 3 sebesar 239 mgAAE/g Ekstrak dan dihitung nilai rata-rata dari ketiga replikasi tersebut. Pada penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etanol kunyit (Curcuma domestica Val.) dibuat tiga replikasi agar diperoleh data yang akurat. Nilai FRAP dinyatakan dalam mg equivalen setara dengan asam askorbat/g ekstrak (AAE) (Raharjo & Haryoto, 2019). AAE merupakan

31 acuan umum untuk mengukur jumlah vitamin C yang terkandung dalam suatu bahan (Pardede,dkk.,2018).

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh aktivitas antioksidan kunyit (Curcuma domestica Val.) sebesar 237 mgAAE/g ekstrak, artinya dalam setiap gram ekstrak setara dengan 237 mg asam askorbat.

Vitamin C digunakan sebagai pembanding karena berfungsi sebagai antioksidan sekunder yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Hal tersebut dikarenakan vitamin C mempunyai gugus hidroksi bebas yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas (Maryam dkk.,2015).

Bahan dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila memiliki nilai kapasitas antioksidan lebih dari 500 mgAAE/g, kuat apabila memiliki nilai kapasitas antioksidan antara 100-500 mgAAE/g, medium apabila nilai kapasitas antioksidan antara 10-100 mgAAE/g, dan lemah apabila memiliki nilai kapasitas kurang dari 10 mgAAE/g (Fihtriani, dkk.,2015). Aktivitas antioksidan kunyit (Curcuma domestica Val.) sebesar 237 mgAAE/g ekstrak sehingga dapat digolongkan sebagai antioksidan kuat karena berada pada rentang 100-500 mgAAE/g.

32 KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini , maka dapat disimpulkan bahwa kunyit (Curcuma domestica Val.) memiliki aktivitas antioksidan diuji menggunakan metode FRAP. Aktivitas antioksidan kunyit (Curcuma domestica Val.) sebesar 237 mgQE/g Ekstrak, artinya dalam setiap gram ekstrak setara dengan 237 mg asam askorbat dan masuk dalam golongan antioksidan kuat. Kandungan senyawa kurkumin tanaman kunyit dapat bermanfaat sebagai antioksidan.

B. SARAN

Berdasarkan atas apa yang telah dilakukan penulis terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa saran agar lebih memaksimalkan hasil penelitian yang telah didapatkan

- Saran bagi peneliti selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji aktivitas antioksidan kunyit menggunakan metode lain seperti ABTS (2,2’ Azino bis (3-ethylbenthiazoline-6 sulfonic acid)) dan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrail).

- Melihat kelemahan dari penelitian ini yang mendapatkan nilai kurva baku Vitamin C berda dibawah nilai teoritis, disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penentuan kurva baku dengan lebih teliti agar mendapatkan hasil yang sesuai.

- Nilai absorbansi larutan standar yang di dapat terlalu kecil sehingga di sarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menaikkan konsentrasi larutannya

33 DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Tomayahu, N., Abidin, Z., Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Kulit Buah Alpukat (Parsea americana Mill.) Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Jurnal Fitofarmaka Indonesia., 4(2), 226-228.

Ardhie, M.A.,2011. Radikal Bebas Dan Peran Antioksidan Dalam Mencegah Penuaan.

MEDICINUS., 24(1),4-7.

Arief, S., 2008. Radikal Bebas. Laporan Penelitian. Jurusan Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Choudhuri, T., dkk., 2002. Curcumin induces apoptosis in human breast cancer cells through p53-dependent Bax induction. FEBS Letters., 512(1-3), 334.

Cobra, S.L.,dkk.,2019. Skrining Fitokimia Ekstrak Sokhletasi Rimpang Kunyit (Curcuma longa) dengan Pelarut Etanol 96%. Jurnal Ilmiah Kesehan Karya Putra Bangsa., 1(1),13.

Dewoto, R.H.,2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi Fitofarmaka.

Majalah Kedokteran Indonesia.,57(7), 205-211.

Fithriani,D., dkk.,2015. UJI FITOKIMIA, KANDUNGAN TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MIKROALGA Spirulina sp., Chlorella sp., DAN Nannochloropsis sp. JPB Kelautan dan Perikanan., 10(2), 106-107.

Jatmika, C., dkk.,2015. Evaluasi Aktivitas Antioksidan Senyawa 4-[(E)-2-(4-okso-3-fenilkuinazolin-2-il)etenil]-benzensulfonamida dan Analognya. Pharm Sci Res., 2(3), 144-150.

Jayaprakasha, G.K. dkk., 2006. Antioxidant activities of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry., 98(4), 722.

Kementrian Kesehatan RI, 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

Diakses pada tanggal 20 Januari 2021 dari

http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/lpb/issue/view/218

Kementrian Kesehatan RI, 2020. Surat Edaran Nomor: HK.02.02/IV.2243/2020 Tentang Pemanfaatan Obat Tradisional Untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan Penyakit, dan Perawatan Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kusbiantoro, D., Purwaningrum, Y., 2018. Pemanfaatan kandungan metabolit sekunder pada tanaman kunyit dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat. Jurnal Kultivasi., 17(1), 544-548.

34 Lechtenberg, M., dkk.,2004. Quantitative Determination of Curcuminoids in Curcuma Rhizomes and Rapid Differentiation of Curcuma domestica Val. and Curcuma xanthorrhiza Roxb. by Capillary Electrophoresis. PHYTOCHEMICAL ANALYSIS., 15(3), 152.

Lung, S.K.J., Destiani, P.D.,2017. Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin A, C, E dengan metode DPPH Jackie Kang Sing Lung, Dika Pramita Destiani. Farmaka., 15(1), 56-59.

Maryam dkk.,2015. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oliefera Lam.) Menggunakan Metode FRAP (Ferric Reucing Antioxidant Power)

Maesaroh, K., dkk.,2018. Perbandingan Metode Uji Aktivitas Antioksidan DPPH, FRAP dan FIC Terhadap Asam Askorbat, Asam Galat dan Kuersetin. Chimica et Natura Acta., 6(2), 93-100.

Mardiah, dkk.,2018. Upaya Mengurangi Bau Khas Pada Kunyit (Curcuma domestica Val.) Sebagai Pewarna Alami Makanan. Jurnal Pertanian.,9(1), 20-21.

Meigaria, M.K., dkk., 2016. SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ASETON DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA). Jurnal Wahana Matematika dan Sains., 10(2),2.

Melannisa, R., dkk.,2011. UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DAN PENETAPAN KADAR FENOLIK TOTAL EKSTRAK ETANOL TIGA RIMPANG GENUS CURCUMA DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata). PHARMACON., 12(1), 41-42.

Nazar, N., 2018. Spektroskopi Molekul. Penerbit: Syiah Kuala University Press. 13-14.

Palupi, A.I., Martosupono, M., 2009. BUAH MERAH: POTENSI DAN MANFAATNYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia., 2(1),44-46.

Pardede, S.P.L., dkk.,2018. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA PERBANDINGAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris I.) EKSTRAK DAN DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

MENGGUNAKAN METODE FRAP (FERRIC REDUCING

ANTIOXIDANT POWER). Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert.,6(3), 460-461.

Peraturan Mentri Kesesehatan RI. No.007/Menkes/VII/2012. Tentang Registrasi Obat Tradisional. Depkes RI. Jakarta.

Raharjo, D., Haryoto. 2019. Antioxidant Activity of Mangrove Sonneratia Caseolaris L. Using The FRAP Method. ISETH.,627.

35 Sa’adah, H., & Nurhasnawati, H.,2015. PERBANDINGAN PELARUT ETANOL DAN AIR PADA PEMBUATAN EKSTRAK UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine americana Merr) MENGGUNAKAN METODE MASERASI.

Jurnal Ilmiah Manuntung., 1(2), 150.

Sapri, A., Fitriani, Nuralita, R., 2014. Pengaruh Ukuran Serbuk Simplisia Terhadap Rendemen Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annoma muricata L.) dengan Metode Maserasi. HKI-Kaltim, 1-4.

Selawa. W., dkk., 2013. KANDUNGAN FLAVONOID DAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN TOTAL EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG [Anredera cordifolia(Ten.)Steenis.]. Jurnal Ilmiah Farmasi., 2(1), 19-21.

Setyowati, A., Suryani, L.C., 2013. PENINGKATAN KADAR KURKUMINOID

Setyowati, A., Suryani, L.C., 2013. PENINGKATAN KADAR KURKUMINOID