• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Manfaat Penelitian

Dapat mengetahui adanya aktivitas antioksidan pada rimpang kunyit dan menambah pengetahuan dalam pengaplikasian metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) untuk melihat aktivitas antioksidan rimpang kunyit.

6 TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengobatan tradisional

Peraturan Mentri Kesehatan tahun 2012 menyatakan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Pengobatan secara tradisional memiliki banyak keunggulan seperti bahan dasar yang sifatnya masih alami sehingga dapat meminimalisir efek samping yang mungkin terjadi. Tanaman tradisional juga diketahui banyak mengandung antioksidan (Utami &

Puspaningtyas,2013).

Penggunaan produk alami sebagai obat tradisional tidak cukup hanya berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi, tetapi juga perlu dibuktikan secara ilmiah. Seperti yang kita ketahui tumbuhan obat mengandung zat aktif yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan aktivitas farmakologis dan kandungan kimiawi dari bahan alam. Salah satu bahan alam seperti kunyit (Curcuma domestica Val.) telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologis (Triyono dkk.,2018).

Banyak senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan tidak selalu dari bagian tumbuhan yang dapat dimakan karena antioksidan tersebar di beberapa bagian tanaman seperti pada akar,daun,buah,biji, dan kayu (Palupi &

Martosupono,2009). Terdapat berbagai bahan alam asli Indonesia yang

7 banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya seperti vitamin C,karetenoid, flavonoid dan lain-lain. Bahan alam baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan sehari-hari atau baru dikembangkan sebagai suplemen makanan mengandung berbagai antioksidan tersebut (Werdhasari,2014).

2. Radikal bebas

Sel manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan kehidupan. Energi tersebut bisa diperoleh dari proses metabolisme dan respirasi sel itu sendiri. Energi dihasilkan dari proses atau reaksi oksidasi intraseluler. Oksidasi adalah pelepasan elektron yang menyebabkan terjadi peningkatan muatan positif. Sedangkan reduksi adalah penangkapan jumlah elektron dari substrat yang menerima elektron tersebut. Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, reaksi ini dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas dapat bermuatan positif (kation), bermuatan negatif (anion), atau tidak bermuatan (Yuslianti,2018).

Menurut Ardhie,2011 radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil. Sehingga untuk mendapatkan kestabilannya , molekul yang bersifat reaktif tersebut mencari pasangan elektronnya, disebut juga sebagai reactive oxygen species (ROS).

Mekanismenya dengan donasi meski umumnya dengan mencuri dari sel tubuh lain. Dalam jumlah normal, radikal bebas bermanfaat bagi kesehatan seperti memerangi peradangan dan membunuh bakteri.

Sedangkan dalam jumlah yang terlalu banyak, dapat menyebabkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel hingga ke organ tubuh yang dapat mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes mellitus,aterosklerosis.

8 Sifat reaktivitas dari radikal bebas sangat tinggi, sehingga kecenderungan untuk menarik elektron dan kemampuannya untuk mengubah suatu molekul menjadi radikal bebas baru yang menyebabkan terjadi reaksi rantai yang menyebabkan kerusakan sel.

Reaksi rantai tersebut hanya bisa berhenti jika radikal bebas diredam dengan antioksidan. (Yuslianti,2018). Radikal bebas dapat merusak jaringan normal, dapat mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, dan produksi prostaglandin. Radikal bebas juga dijumpai pada lingkungan, beberapa logam berat, asap rokok, polusi udara, obat, sinar Ultraviolet (UV), pewarna makanan, dan makanan dalam kemasan (Arief,2008)

3. Antioksidan

Proses oksidasi dari molekul oksidan dapat dihambat dengan Antioksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksidan. Sel dilengkapi oleh sistem pertahanan terhadap kerusakan oksidatif yaitu berbagai jenis antioksidan yang akan bekerja melalui beragam mekanisme.

Antioksidan dapat dibedakan atas antioksidan alamiah dan antioksidan sintetik (Ardhie,2011). Antioksidan alamiah merupakan senyawa yang secara alami terdapat didalam tubuh sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Antioksidan sintetik merupakan senyawa yang disintesis secara kimia. Salah satu sumber antioksidan adalah tanaman dengan kandungan senyawa polifenol yang tinggi (Tristantini dkk.,2016).

Antioksidan alamiah seperti flavonoid, kumarin, asam fenolat, vitamin C dan lainnya. Antioksidan sintetik seperti probukol, SOD, katalase, dan sebagainya (Ardhie,2011). Antioksidan tubuh dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu Antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier (Palupi & Martosupono,2009).

9 Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif yang merupakan kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dengan jumlah antioksidan dalam tubuh. Sifat antioksidan yang sangat mudah dioksidasi menyebabkan radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari kerusakan yang disebabkan oksidasi oleh radikal bebas (Werdhasari,2014). Antioksidan memiliki kemampuan untuk menetralkan radikal bebas tanpa ikut menjadi radikal bebas itu sendiri. Saat antioksidan menetralkan radikal bebas dengan menerima atau menyumbangkan elektron, antioksidan tidak akan berubah menjadi radikal bebas dan tetap stabil. Antioksidan banyak ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat (Triyono dkk.,2018). Senyawa-senyawa yang telah diketahui bersifat antioksidan antara lain asam-asam galat, stilbena,elagat, flavonoid, dan kurkuminoid (Setyowati & Suryani,2013)

Pada penelitian Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin A,C,E dengan metode DPPH yang dilakukan oleh (Lung & Destiani,2017) disebutkan bahwa Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang sering digunakan sebagai senyawa pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan. Hal tersebut dikarenakan senyawa antioksidan alami relatif aman dan tidak menimbulkan toksisitas. Vitamin C lebih sering digunakan sebagai pembanding dikarenakan lebih murah dan mudah didapat.

4. Kandungan kurkumin dalam rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) Kunyit merupakan salah satu herbal yang sangat bernilai bagi manusia. Kunyit biasanya digunakan sebagai bahan makanan dan dijadikan bahan rempah yang memberikan warna kuning cerah. Kunyit digunakan diberbagai negara dengan manfaat yang berbeda-beda. Di India kunyit digunakan untuk memudahkan proses pencernaan dan untuk perlawanan penyakit seperti batuk dan diabetes. Di Cina kunyit

10 juga digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan penyakit perut. (Shan & Iskandar,2018). Taksonomi tanaman kunyit dikelompokkan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val.

(Kusbiantoro & Purwaningrum,2018) Kurkumin merupakan komponen aktif dari kunyit yang berperan menghasilkan warna kuning. Kunyit memiliki kandungan kimia yang bermanfaat untuk kesehatan dan mengandung senyawa kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan zat-zat lain yang berkhasiat sebagai obat. Kunyit mempunyai aktivitas antiinflamasi, antioksidan, antifungi, antibakteri dan antivirus. Kurkumin menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat sebanding dengan vitamin C dan vitamin E.

Kurkumin adalah senyawa antioksidan yang larut dalam lemak sehingga di dalam membran sel akan bereaksi dengan radikal fenoksil (Shan & Iskandar,2018).

Rimpang kunyit diketahui memiliki aktivitas antioksidatif karena mengandung senyawa kurkumin. Kurkumin sangat potensial sebagai antioksidan, dikarenakan sifat antioksidatif dari kurkumin terkait dengan struktur difenol kurkumin (Setyowati & Suryani,2013).

Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol yang berpotensi sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas (Wahyuningtyas

11 dkk.,2017). Menurut Jayaprakasha dkk.,2006 Senyawa aktif dalam kunyit merupakan senyawa fenolik termasuk kurkumin yang memiliki aktifitas antioksidan kuat.

Proses pengambilan senyawa kurkumin dari suatu tanaman dapat dilakukan dengan cara ekstraksi metode maserasi. Metode maserasi merupakan proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut yang tujuannya untuk mendapatkan zat-zat yang terkandung didalamnya. Kurkumin merupakan senyawa yang bersifat polar, suatu senyawa akan terlarut pada pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama dengan senyawa tersebut. Untuk menghasilkan kurkumin dan antioksidan yang tinggi dibutuhkan pelarut yang polar, contoh pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah etanol,aseton air, metanol dan isopropanol (Wahyuningtyas dkk.,2017).

5. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

Untuk menguji aktivitas antioksidan, digunakan metode reduksi Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP). Metode FRAP merupakan metode yang secara langsung mengukur antioksidan dalam bahan, metode FRAP juga merupakan metode yang dapat digunakan untuk menguji antioksidan dalam tumbuh-tumbuhan. Keuntungan menggunakan metode FRAP adalah metode pengerjaannya yang mudah, murah dan cepat, reagen yang digunakan sederhana dan tidak menggunakan alat khusus untuk perhitungan total antioksidan (Wabula dkk.,2019). Pada metode FRAP kemampuan senyawa antioksidan untuk mereduksi ion Fe3+ (kalium heksasianoferat) yang berwarna kuning menjadi Fe2+ yang berwarna hijau kebiruan digunakan untuk menentukan kandungan antioksidan total dari suatu bahan, sehingga kemampuan antioksidan suatu senyawa dianalogikan dengan kemampuan mereduksi dari senyawa tersebut (Selawa dkk.,2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Melannisa dkk.,2011 menyebutkan

12 bahwa penentuan kadar total fenolik menggunakan metode Folin-ciocalteau dan menunjukkan hasil tertinggi pada ekstrak kunyit (Curcuma domestica). Hal tersebut dapan mengindikasikan dengan tingginya kadar fenolik maka tinggi pula kadar kurkuminoidnya sehingga aktifitas penangkapan radikal bebas makin kuat.

Metode FRAP berdasarkan pada reaksi reduksi dalam suasana asam terhadap senyawa kompleks Fe3+ menjadi Fe2+ akibat donor elektron dari senyawa antioksidan. Proses uji aktivitas antioksidan dengan metode FRAP sangat singkat sehingga hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Uji aktivitas antioksidan dengan metode FRAP dapat dimonitoring dengan pengukuran serapan senyawa kompleks Fe2+ yang terbentuk dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (Measaroh dkk.,2018). Peningkatan nilai absorbansi menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan dari sampel yang diuji antioksidannya (Tahir dkk.,2016).

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spectrometer yang berfungsi untuk menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang tertentu dan fotometer yang berfungsi untuk mengukurnya.

Spektrofotometer UV-Vis merupakan jenis spektrofotometer yang menggunakan dua sumber cahaya berbeda dan merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Spektrofotometer UV-Vis paling banyak tersedia dan paling sering digunakan karena metode ini dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan sampel tidak berwarna (Nazar,2018).

13 B. Landasan teori

Terdapat berbagai senyawa yang dapat mencegah dampak radikal bebas, salah satu senyawa tersebut adalah antioksidan. Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman yang memiliki berbagai manfaat, baik sebagai bahan makanan dan juga sebagai bahan pembuatan obat tradisional.

Terdapat berbagai penelitian yang telah membuktikan manfaat kunyit dibidang kesehatan. Senyawa yang terdapat didalam kunyit yaitu kurkumin dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan karena dapat menangkap radikal hidroksil yang merupakan salah satu bentuk dari radikal bebas. Proses tersebut dapat membantu melindungi tubuh dari dampak negatif radikal bebas. Hal tersebut karena antioksidan dapat mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan dapat dihambat. Metode FRAP dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan dalam mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+, dengan peningkatan nilai absorbansi menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan dari sampel.

Absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.

Pernyataan pada paragraf pertama terkait manfaat kunyit dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Kusbiantoro dan Purwaningrum (2018) yang menyimpulkan bahwa kunyit berkhasiat sebagai obat karena mengandung kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan senyawa lainnya yang bermanfaat sebagai antioksidan dan antikanker. Kurkumin memiliki aktivitas antioksidan yang efektif dan kuat (Shan & Iskandar,2018). Sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Triyono dkk (2018) dengan judul “Antioxidant Activity of Ethanol Extract of Tumeric Rhizome (Curcuma domestica Val.), Trengguli Bark (Cassia fistula L), and Its Combination with DPPH Method” menyatakan bahwa rimpang kunyit mengandung senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian-penelitian tersebut menjadi landasan hipotesis adanya Aktivitas Antioksidan Rimpang

14 Kunyit (Curcuma domestica Val.) Diuji Dengan Metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)

C. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas dapat dihipotesiskan bahwa Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) memiliki aktivitas antioksidan diuji dengan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)

15 METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen skala laboratorium dengan menggunakan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) untuk menguji aktivitas antioksidan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Ssanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian

• Variabel Bebas: Konsentrasi ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)

• Variabel Tergantung: Aktivitas antioksidan yang dilihat dari nilai absorbansi

• Variabel Pengacau Terkendali: Waktu panen, tempat pengambilan sampel, suhu inkubasi, dan metode ekstraksi

• Variabel Pengacau Tak terkendali: lingkungan tempat tumbuh, dan stabilitas bahan dalam pelarut.

C. Definisi Operasional

a) Ekstrak etanol rimpang kunyit adalah hasil ekstrak dari rimpang kunyit yang berbentuk kental dan telah mengalami proses ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.

b) Metode FRAP: adalah metode yang digunakan untuk menguji antioksidan dalam tumbuh-tumbuhan

c) Aktivitas antioksidan: adalah kapasitas total antioksidan untuk menghambat radikal bebas di dalam sel dan makanan

d) Reactive oxygen species (ROS): Molekul yang bersifat reaktif dan radikal bebas yang berasal dari molekuler oksigen

16 e) Maserasi : Merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut

organik pada temperatur ruangan

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Kunyit yang akan digunakan berasal dari Pasar Maguwohardjo, Depok, Sleman. Bahan kimia yang digunakan antara lain etanol 96%, dapar fosfat (0,2 M pH 6,6), larutan TCA, FeCl3,ekstrak kunyit, larutan kalium ferrisianida 1%, Vitamin C dan aquades,

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, timbangan analitik, tabung pipet volum, pipet ukur, pisau, kertas saring,erlenmeyer,pH meter, tabung reaksi, tabung sentrifugasi, labu ukur, oven, blender, spektrofotometer UV-Vis

F. Determinasi Tanaman

Dilakukan determinasi untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian benar-benar menggunakan tanaman rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Determinasi rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dilakukan di Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan cara membandingkan ciri dan sifat tanaman dengan buku Flora of Java.

17 G. Tata Cara Penelitian

1. Preparasi sampel

Sampel rimpang kunyit yang digunakan berupa sampel segar yang diambil dari tumbuhan kunyit (Curcuma domestica Val.) tersebut. Rimpang kunyit dipilih yang tidak berjamur, tidak kering, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Kunyit yang sudah dipilih dibersihkan dari kotoran seperti tanah kemudian diiris kecil-kecil dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40-500C selama 40 jam. Proses pengeringan dianggap selesai apabila saat diremas dengan tangan bahan dapat dengan mudah patah. Kunyit yang telah melalui proses pengeringan kemudian disortasi kering untuk memisahkan kunyit dari pengotornya. Setelah proses sortasi selesai, kunyit yang telah kering dapat dihaluskan dengan menggunakan blender, dan diayak menggunakan ayakan nomor 60 mesh agar mendapatkan serbuk yang lebih halus. Serbuk yang diperoleh dapat diekstraksi (Wahyuningtyas dkk.,2017).

2. Maserasi

Pembuatan ekstrak kunyit menggunakan metode maserasi. Serbuk kunyit yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 50 g, kemudian dilarutkan dengan pelarut etanol 96% sebanyak 250 ml, dan dimasukkan ke dalam erlenmayer 500 ml. Campuran serbuk kunyit dengan pelarut etanol 96%

kemudian diaduk selama 5 menit dan dimaserasi selama 48 jam. Setelah 48 jam larutan disaring menggunakan kertas whatman no 42 untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Ampas kemudian diremaserasi lagi selama 24 jam. Setelah 24 jam larutan disaring menggunakan kertas whatman no 42 untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Filtrat yang didapat kemudian dievaporasi menggunakan rotary vakum evaporator hingga didapatkan ekstrak kental (Wahyuningtyas dkk.,2017).

3. Penyiapan pada sampel ekstrak etanolik

18 Ekstrak etanol ditimbang dengan 3 replikasi yaitu masing-masing 5 mg.

Masing-masing ekstrak dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 5 mL.

kemudian dihomogenkan.

4. Penyiapan larutan kurva baku

Dibuat larutan stok 1000 ppm dengan melarutkan 25 mg asam askorbat yang dilarutkan dengan etanol 96% hingga batas labu ukur 25 mL.

Selanjutnya dari larutan stok 1000 ppm diambil masing-masing 0,6; 0,7;

0,8; 0,9; dan 1,0 mL dan ditempatkan dalam labu ukur 10 mL yang berbeda dan diencerkan dengan etanol 96% hingga 10 mL dan dihomogenkan.

Konsentrasi larutan standar 1000 ppm asam askorbat yakni 60, 70, 80, 90, 100 ppm (Maryam dkk.,2015).

5. Penyiapan pada larutan

a. Larutan Dapar Fosfat 0,2 M pH 6,6

Disiapkan larutan dengan menimbang 2 gram NaOH dan dilarutkan dengan aquades bebas CO2 hingga tepat 250 mL dalam labu takar.

Kemudian sebanyak 6,8 gram KH2PO4 yang dilarutkan dengan aquades bebas CO2 250 mL dalam labu takar. Kemudian dipipet sebanyak 16,4 mL NaOH dimasukkan dalam labu takar dan dicampurkan 50 mL KH2PO4, selanjutnya diukur sampai pH 6,6 dan dicukupkan dengan aquades bebas CO2 hingga 200 mL

b. Larutan Kalium Ferrisianida 1%

Disiapkan larutan dengan melarutkan 1 gram kalium ferrisianida dalam aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL.

c. Larutan FeCl3 0,1%

Disiapkan larutan dengan melarutkan 0,1 gram FeCl3 dalam aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL.

d. Larutan asam trikloroasetat (TCA) 10%

19 Disiapkan larutan dengan melarutkan 10 gram TCA dalam aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL

(Maryam dkk.,2015)

6. Aktivitas Antioksidan dengan Metode FRAP

Dilarutkan sebanyak 5 mg ekstrak dalam 5 mL etanol 96%, lalu di pipet 1 mL, ditambahkan 1 mL dapar fosfat 0,2 M (pH 6.6) dan 1 mL K3Fe(CN)6 1% setelah itu, diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 50°C. Setelah diinkubasi ditambahkan 1 mL TCA lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifuge di pipet 1 mL lapisan bagian atas ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan 1 mL aquades dan 0,5 mL FeCl3 0,1%. Larutan didiamkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada kisaran panjang gelombang 300-600 nm. Sebagai blangko digunakan etanol 96%. Kurva kalibrasi dibuat menggunakan larutan asam askorbat dengan berbagai konsentrasi (Maryam dkk.,2015) 7. Analisis data

Analisis data dilakukan pada panjang gelombang maksimum pada spektrofotometer UV-Vis sehingga didapatkan nilai berupa absorbansi.

Setelah didapatkan nilai absorbansi maksimum, sampel kemudian dihitung total antioksidan dengan cara dimasukkan dalam regresi kurva standar dengan persamaan linier :

Y = bx+a

Penentuan aktivitas antioksidan:

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 =konsentrasi sampel x Volume sampel

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑝

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi

Determinasi tumbuhan dilakukan dengan tujuan menghindari kesalahan pemilihan jenis tumbuhan yang digunakan dalam penelitian dan untuk memastikan kebenaran taksonomi dari suatu tumbuhan berdasarkan struktur tumbuhan yang dilakukan sespesifik mungkin dan tepat sasaran karena tumbuhan mempunyai kemiripan varietas yang terkadang membingungkan untuk berbagai penelitian. Determinasi rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dilakukan di Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar tanaman kunyit dengan nama ilmiah Curcuma domestica Val (Lampiran 1).

B. Hasil pengumpulan Bahan

Bahan yang diperlukan adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit diperoleh dari tanaman kunyit yang berada di lokasi LPUBTN Jl. Pelda Sugiono Dukuh, RT.03?RW.21, Niron, Pandowoharjo, Kec.

Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewah Yogyakarta. Waktu pemanenenan dilakukan pukul 09.00 pagi tanggal 09 Maret 2021.

Gambar 1. Curcuma domestica Val.

21 Rimpang kunyit dipilih yang tidak berjamur, tidak kering, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pemanenan dilakukan pada pagi hari untuk memperoleh kandungan metabolit sekunder yang maksimal, sebab jika dilakukan pada siang hari atau sore hari metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan kemungkinan akan berkurang ketika sudah terpapar sinar UV dari matahari.

C. Preparasi sampel

Setelah proses pemanenan, dilakukan sortasi basah dengan cara dicuci menggunakan air bersih untuk memisahkan rimpang kunyit dari pengotor-pengotor seperti tanah atau batu-batuan kecil yang menempel pada rimpang kunyit. Rimpang kunyit kemudian diiris tipis-tipis untuk mempercepat proses pengeringan. Rimpang kunyit yang telah diiris tipis-tipis dikeringkan menggunakan oven selama 3 hari. Tujuan dari pengeringan untuk meminimalkan kandungan air di dalam simplisia sehingga tidak ditumbuhi bakteri atau jamur. Proses pengeringan dihentikan apabila saat diremas dengan tangan bahan dapat dengan mudah patah.

Kunyit yang telah melewati proses pengeringan disortasi kering untuk memisahkan lagi pengotor yang tercampur setelah pengeringan. Setelah proses sortasi selesai, kunyit yang telah kering dapat dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 mesh hingga didapatkan serbuk simplisia rimpang kunyit. Proses penghalusan simplisia rimpang kunyit menjadi serbuk untuk memperkecil ukuran partikel sehingga memperbesar luas permukaan serbuk yang dapat membuat proses ekstraksi menjadi maksimal karena luas area kontak antara simplisia dan larutan penyari menjadi lebih besar. Pengayakan yang dilakukan bertujuan untuk menghomogenkan ukuran partikel (Sapri, dkk.,2014) (Lamiran 2).

22 D. Maserasi

Dalam penelitian ini, metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan remaserasi. Sebanyak 50 gram serbuk simplisia Kunyit (Curcuma domestica Val.) yang telah diayak menggunakan ayakan nomor 50 mesh dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 250 ml. Kurkumin memiliki kelarutan yang tinggi di dalam etanol sehingga menyebabkan kurkumin dapat terekstrak dengan baik pada pelarut etanol (Wahyuningtyas, kk.,2017).

Maserasi dibantu menggunakan alat shaker yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan mengoptimalkan proses maserasi. Proses maserasi rimpang kunyit dilakukan selama 48 jam di atas shaker sambil sesekali diaduk. Maserasi dilakukan pada suhu ruangan yang terlindung dari cahaya sehingga pada erlenmayer dibungkus dengan alumunium foil. Hasil maserasi kemudian disaring dengan menggunakan corong yang telah dilapisi kertas saring sehingga didapatkan filtrat dan ampas. Ampas yang sudah didapat diremasersi lagi selama 24 jam. Hasil akhir filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menghilangkan pelarut etanol 96% yang digunakan. Didapatkan ekstrak kental sebesar 15,94 gram.

Penguapan menggunakan rotary evaporator dikarenakan alat ini mampu menguapkan pelarut di bawah titik didih agar senyawa yang terkandung dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan oleh suhu yang tinggi. Penguapan menggunakan rotary evaporator dilakukan sampai didapatkan ekstrak kental berwarna kuning kehitaman kemudian dilakukan perhitungan bobot tetap dari ekstrak yang didapatkan (Lampiran 2). Menurut Farmakope Indonesia, bobot tetap adalah bobot yang telah mengalami penimbangan dua kali berturut-turut tidak mengalami perubahan lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.

Penguapan menggunakan rotary evaporator dikarenakan alat ini mampu menguapkan pelarut di bawah titik didih agar senyawa yang terkandung dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan oleh suhu yang tinggi. Penguapan menggunakan rotary evaporator dilakukan sampai didapatkan ekstrak kental berwarna kuning kehitaman kemudian dilakukan perhitungan bobot tetap dari ekstrak yang didapatkan (Lampiran 2). Menurut Farmakope Indonesia, bobot tetap adalah bobot yang telah mengalami penimbangan dua kali berturut-turut tidak mengalami perubahan lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.