• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas dalam Mengisi Waktu Luang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

6. Aktivitas dalam Mengisi Waktu Luang

 Bagaimana cara Bapak/Ibu menghabiskan waktu luang? 7. Hubungan seksual

 Bagaimana cara Bapak/Ibu menunjukkan perhatian atau kasih sayang kepada pasangan?

 Apakah kehadiran anak autisme memengaruhi kehidupan seksual Bapak/Ibu?

8. Anak-anak dan pengasuhan

 Bagaimana perasaan dan sikap Bapak/Ibu setelah memiliki anak? 9. Keluarga dan teman-teman

 Apakah kegiatan yang Bapak/Ibu lakukan bersama keluarga besar dan teman-teman?

 Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika berkegiatan bersama keluarga besar dan teman-teman?

10. Orientasi keagamaan

 Bagaimana perasaan Bapak/Ibu mengenai hal-hal keagamaan dan beribadah?

e. Pertanyaan Penutup

1. Apakah masih ada yang ingin Bapak/Ibu ceritakan terkait pengalaman kehidupan perkawinan Bapak/Ibu?

F. Analisis dan Interpretasi Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Isi Kualitatif (AIK), yaitu sebuah metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi secara tertulis, lisan, maupun visual dengan melakukan klasifikasi atau penyaringan terhadap teks atau kata-kata ke dalam sejumlah kategori yang mewakili aneka isi tertentu (Supratiknya, 2015). Hasil wawancara dalam penelitian ini akan ditranskripkan menjadi data tertulis. Metode AIK digunakan untuk menyaring teks atau kata-kata ke dalam sejumlah kategori yang mewakili aneka isi tertentu berdasarkan kesamaan makna agar diperoleh deskripsi yang padat mengenai fenomena yang diteliti (Elo & Kyngas, 2008 dalam Supratiknya, 2015).

Analisis isi kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dengan proses analisis data yang mengikuti langkah-langkah berikut (Supratiknya, 2018):

1. Membaca corpus data berupa transkripsi verbatim responden yang dikumpulkan melalui proses wawancara semi terstruktur secara berulang-ulang;

2. Melakukan initial coding atau menemukan kode-kode tertentu yang terdapat di dalam transkripsi verbatim secara induktif baris demi baris (inductive, line-by-line approach), serta membandingkannya dengan konsep kepuasan perkawinan pada orang tua dengan anak autisme yang dilibatkan oleh peneliti;

3. Mengelompokkan kode-kode ke dalam sub-subtema/kategori/kriteria, yaitu sejenis konsep besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode

agar menemukan sejenis narasi analitik yang koheren dari keseluruhan corpus data;

4. Memperhalus atau mempertajam analisis dengan cara menempatkan subtema-subtema dalam suatu susunan hirarkis tertentu menjadi sebuah tema besar; sub-subtema tersebut kemudian diberi label atau nama; masing-masing sub-subtema dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang diambil dari transkripsi verbatim sebagai bukti pendukung, sehingga diperoleh narasi yang utuh tentang fenomena yang diteliti.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, kategori atau kriteria yang digunakan dalam koding (Tabel 1) adalah:

Tabel 1

Kriteria Koding Kepuasan Perkawinan Fowers dan Olson

Kepuasan Perkawinan Fowers dan Olson

a. Permasalahan-permasalahan kepribadian

Merasa puas terhadap tingkah laku dan kepribadian pasangan

b. Kesamaan peran Merasa senang menjalani peran

dalam keluarga

c. Komunikasi Merasa senang terhadap komunikasi

bersama pasangan

d. Pemecahan masalah Merasa senang terkait penyelesaian konflik dalam kehidupan perkawinan

e. Manajemen keuangan Merasa senang terhadap pengelolaan masalah ekonomi dalam kehidupan perkawinan dan pembuatan keputusan terkait keuangan

f. Aktivitas dalam mengisi waktu luang

Meluangkan waktu untuk pasangan Merasa senang ketika menghabiskan waktu bersama

g. Hubungan seksual Merasa senang terkait

pengekspresian kasih sayang dan hubungan seksual dengan pasangan h. Anak-anak dan pengasuhan Merasa senang ketika mengasuh dan

membesarkan anak dengan autisme Merawat anak tanpa beban

Kepuasan Perkawinan Fowers dan Olson

i. Keluarga dan teman-teman Merasa nyaman ketika melakukan sesuatu bersama keluarga atau teman-teman

Merasa senang ketika menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman-teman

j. Orientasi keagamaan Merasa senang terkait praktik nilai-nilai keagamaan dalam perkawinan

G. Kredibilitas Data

Kredibilitas data dalam penelitian ini diuji dengan beberapa cara, antara lain member checking dan peer debriefing. Menurut Creswell (2009 dalam Supratiknya, 2015), member checking dilaksanakan dengan melaporkan deskripsi dan tema-tema spesifik kepada partisipan untuk memastikan bahwa deskripsi atas tema yang dibuat oleh peneliti telah akurat. Peneliti juga melibatkan rekan sejawat sebagai reviewer (peer debriefing) untuk me-review keseluruhan proyek penelitian dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai penelitian untuk memastikan keakuratan laporan.

Konsistensi hasil penelitian diuji dengan menggunakan dua strategi, antara lain memeriksa transkrip-transkrip rekaman hasil wawancara untuk memastikan tidak ada kesalahan-kesalahan serius yang terjadi selama proses transkripsi, serta memastikan tidak ada definisi dan makna yang kurang jelas mengenai kode-kode selama proses koding. Peneliti akan membandingkan data yang diperoleh dengan kode-kode yang telah ditentukan secara terus menerus atau membuat catatan mengenai kode-kode dan definisi-definisinya (Gibbs, 2007 dalam Creswell, 2012).

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 sampai November 2018 dengan menggunakan metode wawancara antara peneliti dan 6 orang tua (3 pasangan suami istri) yang memiliki anak autisme. Wawancara dilakukan di tempat tinggal masing-masing partisipan karena menyesuaikan kegiatan partisipan. Wawancara berlangsung dalam kurun waktu yang bervariasi antara kurang lebih 30 menit sampai dengan 3 jam. Berikut ini merupakan waktu dan tempat pelaksanaan wawancara yang disajikan di Tabel 2:

Tabel 2

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wawancara

No. Partisipan Waktu Tempat

1. Orang tua 1 (PS 1) 8 Oktober 2018 Rumah partisipan 2. Orang tua 2 (PI 1) 8 Oktober 2018 Rumah partisipan 3. Orang tua 3 (PS 2) 18 November 2018 Rumah partisipan 4. Orang tua 4 (PI 2) 18 November 2018 Rumah partisipan 5. Orang tua 5 (PS 3) 25 November 2018 Tempat kos partisipan 6. Orang tua 6 (PI 3) 25 November 2018 Tempat kos partisipan

B.Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara

Berikut merupakan data demografi partisipan yang disajikan dalam Tabel 3:

Tabel 3

Demografi Partisipan

No. Keterangan Orang tua1 Orang tua 2 Orang tua 3 Orang tua 4 Orang tua 5 Orang tua 6 1. Inisial PS 1 PI 1 PS 2 PI 2 PS 3 PI 3 2. Jenis Kelamin L P L P L P 3. Usia 46 th 44 th 49 th 49 th 36 th 34 th

No. Keterangan Orang tua1 Orang tua 2 Orang tua 3 Orang tua 4 Orang tua 5 Orang tua 6 4. Agama Kristen Kristen Katolik Katolik Islam Islam

5. Suku Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa

6. Pendidikan

Terakhir S1 S1 S2 S3 SMU SMK

7. Pekerjaan Pendeta Pendeta Dosen Dosen Buruh - 8. Status

Perkawinan Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin 9. Usia Perkawinan 16 th 16 th 25 th 25 th 8 th 8 th 10. Jumlah Anak 2 2 3 3 1 1 11. Jumlah Anak Autisme 1 1 1 1 1 1 12. Urutan Anak Autisme 1 1 1 1 1 1 13. Inisial Anak Autisme E E T T J J 14. Jenis Kelamin Anak Autisme P P P P P P 15. Usia Anak Autisme 9 th 9 th 24 th 24 th 7 th 7 th

Secara umum, proses wawancara berjalan dengan cukup baik. Peneliti melaksanakan wawancara dengan bertemu langsung secara personal terhadap setiap partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menyampaikan penjelasan tentang garis besar penelitian dan beberapa hal yang perlu diketahui oleh partisipan. Setiap partisipan telah sepakat untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dibuktikan dengan penandatanganan surat pernyataan persetujuan partisipasi penelitian (informed consent) yang mencakup pemberian informasi lengkap

mengenai penelitian dan pemberian kesediaan untuk berpartisipasi oleh partisipan sesudah membaca informasi-informasi yang harus diketahui.

Orang tua 1 dan Orang tua 2 adalah pasangan suami istri yang berinisial PS 1 dan PI 1. PS 1 dan PI 1 memiliki seorang anak dengan autisme dan dapat menerima kehadiran anak meskipun harus menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan perkawinan terkait faktor finansial, psikologis, praktis, dan sosial. PS 1 mengungkapkan bahwa kehadiran anak dengan autisme meningkatkan pengeluaran keluarga karena anak cenderung membutuhkan anggaran yang lebih besar untuk jajan jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, sehingga perekonomian keluarga terasa berat. PS 1 dan PI 1 juga memiliki kekhawatiran akan masa depan anak dan menyatakan bahwa merawat anak dengan autisme menimbulkan reaksi psikologis berupa stres yang disebabkan oleh perilaku anak yang membutuhkan ekstra tenaga dan kesabaran. Tugas-tugas rumah tangga yang dilakukan oleh PS 1 dan PI 1 juga cenderung bertambah dan menuntut kesiapan setiap waktu. PS 1 yang sebelumnya sedang melanjutkan studi S2 memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya karena mengalami kesulitan mengerjakan tugas dalam kegaduhan. Aktivitas yang harus dilakukan oleh PS 1 juga cenderung terganggu, sehingga memengaruhi mobilitasnya. PS 1 dan PI 1 mengungkapkan bahwa masih ada orang-orang di sekitarnya yang belum bisa menerima kehadiran anak dengan autisme. Selain itu, PS 1 dan PI 1 cenderung merasa tidak enak dan kurang nyaman ketika mengajak anak dengan autisme berkunjung ke suatu tempat karena anak menunjukkan perilaku tertentu yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Wawancara pertama dilaksanakan antara peneliti dan PI 1. PI 1 adalah seorang perempuan berusia 44 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana strata 1 dan bekerja sebagai seorang pendeta. Pengambilan data dilakukan satu kali pada malam hari selama kurang lebih 54 menit, bertempat di ruang ibadah rumah PS 1 dan PI 1. Proses wawancara terjeda sebanyak dua kali karena partisipan harus memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos cokelat dan celana kain keunguan dengan panjang tigaperempat. Selama proses wawancara berlangsung, partisipan duduk di hadapan peneliti dan mampu mempertahankan kontak mata dengan peneliti. Ketika PI 1 bercerita mengenai pengalaman hidupnya, partisipan terlihat duduk dengan posisi bersandar pada kursi dan nada bicara yang cenderung tegas. PI 1 menyampaikan cerita tanpa henti dengan mata yang berkaca-kaca. Selama wawancara, PI 1 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, namun beberapa kali melakukan pengulangan pengucapan dan mengatakan “apa ya” ketika mengalami kesulitan dalam mengungkapkan hal-hal yang ingin disampaikan. PI 1 juga cenderung memberikan penekanan ketika menyampaikan bahwa terkadang perilaku anak menimbulkan kelelahan. Selain itu, PI 1 sesekali membutuhkan waktu jeda untuk mengingat pengalamannya dan tertawa saat menyampaikan jawabannya.

Wawancara kedua dilaksanakan antara peneliti dan PS 1. PS 1 adalah seorang laki-laki berusia 46 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana strata 1 dan bekerja sebagai seorang pendeta. Pengambilan data dilakukan satu kali selama kurang lebih 1 jam 39 menit di ruangan dan hari yang sama dengan PI 1 setelah

wawancara dengan PI 1 selesai dilaksanakan. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos abu-abu dan celana kain panjang berwarna hitam sambil duduk di hadapan peneliti. Selama wawancara berlangsung, PS 1 dapat mempertahankan kontak mata dengan peneliti. PS 1 terlihat santai dan bercerita tanpa henti saat menyampaikan cerita mengenai pengalaman hidupnya dengan nada bicara yang tidak terlalu tegas dan suara yang cenderung lebih kuat di awal kalimat kemudian melembut. PS 1 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, meskipun sesekali membutuhkan waktu jeda untuk mengingat pengalamannya. Selain itu, PS 1 sesekali tertawa sambil menyampaikan jawabannya.

Orang tua 3 dan Orang tua 4 adalah pasangan suami istri yang berinisial PS 2 dan PI 2. PS 2 dan PI 2 memiliki seorang anak autisme dan dapat melihat kehadiran anak melalui sisi positif. PS 2 dan PI 2 dapat menerima kehadiran anak, meskipun mengalami tantangan-tantangan terkait faktor fiansial, psikolgis, praktis, dan sosial. PS 2 dan PI 2 sempat merasa kesulitan untuk menerima kondisi anak sehingga berupaya mencari penanganan agar anak bisa sembuh. Hal ini juga memengaruhi aktivitas mereka karena menghabiskan banyak waktu untuk memberikan penanganan kepada anak. PS 2 juga merasa cemas terkait kondisi anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan, sehingga membutuhkan ekstra keberanian dan kesiapan mental ketika mengajak anak keluar rumah. PS 2 dan PI 2 mengungkapkan bahwa pendidikan dan pengobatan untuk anak dengan autisme membutuhkan dana yang tergolong banyak, sehingga mereka mengalami sedikit kesulitan terkait finansial. PI 2 menyatakan bahwa dirinya harus mengajak anak ketika berkegiatan di hari libur dan mengalami kerepotan saat mengajak

anak bepergian karena anak membutuhkan persiapan yang lebih. PI 2 juga mengungkapkan dirinya merasa sakit hati ketika mengetahui bahwa anak berkebutuhan khusus kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. PS 2 dan PI 2 memiliki kekhawatiran akan masa depan anak dan pernah merasa malu ketika mengajak anak keluar rumah karena anak menunjukkan perilaku yang tidak biasa dan membuat orang-orang di sekitarnya memberikan penilaian yang cenderung negatif, namun orang-orang yang sudah mengerti kondisi anak dapat mentolerir perilaku yang ditunjukkan oleh anak tersebut.

Wawancara pertama dilaksanakan antara peneliti dan PI 2. PI 2 adalah seorang perempuan berusia 49 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana strata 3 dan bekerja sebagai seorang dosen. Pengambilan data dilakukan satu kali pada sore hari selama kurang lebih 1 jam 39 menit, bertempat di teras rumah PS 2 dan PI 2. Proses wawancara terjeda sebanyak satu kali karena anak dengan autisme membawakan minuman untuk peneliti dan PI 2. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos tank top merah dan celana kain panjang selutut berwarna cokelat. Selama proses wawancara berlangsung, partisipan duduk di hadapan peneliti dan mampu mempertahankan kontak mata dengan peneliti. Ketika PI 2 bercerita mengenai pengalaman hidupnya, partisipan terlihat duduk dengan posisi bersandar pada tembok dan nada bicara yang cenderung tegas, serta menyampaikan cerita tanpa henti. Selama wawancara, PI 2 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, serta sesekali tertawa saat menyampaikan jawabannya.

Wawancara kedua dilaksanakan antara peneliti dan PS 2. PS 2 adalah seorang laki-laki berusia 49 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana strata 2 dan

bekerja sebagai seorang dosen. Pengambilan data dilakukan satu kali selama kurang lebih 3 jam 19 menit di tempat dan hari yang sama dengan PI 2 setelah wawancara dengan PI 2 selesai dilaksanakan. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos biru dongker dan celana kain pendek berwarna hitam. PS 2 duduk di hadapan peneliti dan dapat mempertahankan kontak mata dengan peneliti selama wawancara berlangsung. Proses wawancara terjeda beberapa kali karena ada tamu yang mengunjungi rumah PS 2 dan PI 2, serta kehadiran anak dengan autisme yang meminta pendapat atas penampilannya. PS 2 terlihat santai dan bercerita tanpa henti saat menyampaikan cerita mengenai pengalaman hidupnya dengan nada bicara yang tidak terlalu tegas. PS 2 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, serta sesekali menunjukkan gerakan tangan dan tertawa sambil menyampaikan jawabannya.

Orang tua 5 dan Orang tua 6 adalah pasangan suami istri yang berinisial PS 3 dan PI 3. PS 3 dan PI 3 merupakan orang tua yang memiliki seorang anak dengan autisme. Kehadiran anak dengan autisme membuat PS 3 dan PI 3 menghadapi tantangan pada faktor finansial, psikologis, praktis, dan sosial. Meskipun demikian, PS 3 dan PI 3 dapat menerima kehadiran anak tersebut di dalam keluarganya. PS 3 menunjukkan reaksi kaget karena anak memiliki perilaku yang berbeda dibandingkan anak-anak pada umumnya, sedangkan PI 3 belum mengalami ketakutan meskipun anak menunjukkan hambatan dalam perkembangan. Meskipun demikian, PI 3 mengungkapkan bahwa kehadiran anak dengan autisme menimbulkan reaksi psikologis berupa stres karena anak menunjukkan perilaku yang tidak biasa. Setelah mengetahui bahwa anak

mengalami autisme, PS 3 dan PI 3 merasa bingung terkait kondisi anak mereka. PS 3 menyatakan bahwa pengalaman pertama memiliki anak dengan autisme membuat dirinya bertanya-tanya mengenai penanganan dan perawatan untuk anak, serta tempat untuk mengkonsultasikan kondisi anak mereka, sedangkan PI 3 mengungkapkan kekhawatirannya terhadap masa depan anak. Kondisi keuangan keluarga PS 3 dan PI 3 difokuskan kepada pemenuhan kebutuhan dan terapi untuk anak. Kehadiran anak dengan autisme membuat PI 3 memutuskan untuk berhenti bekerja karena merawat anak dengan autisme menuntut PS 3 dan PI 3 membagi waktu untuk mendampingi anak. Orang-orang di sekitar mereka yang belum memahami kondisi anak berkebutuhan khusus cenderung memberikan penilaian negatif, namun sebagian besar orang-orang yang PI 3 temui sudah memahami kondisi anak mereka. PI 3 terkadang merasa tidak enak ketika mengajak anak bertamu karena anak menunjukkan perilaku yang berbeda dibandingkan anak-anak pada umumnya.

Wawancara pertama dilaksanakan antara peneliti dan PI 3. PI 3 merupakan seorang perempuan berusia 34 tahun yang menjadi ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir PI 3 adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pengambilan data dilakukan satu kali pada siang hari selama kurang lebih 1 jam 3 menit, bertempat di kamar kos PS 3 dan PI 3. Proses wawancara berlangsung cukup kondusif meskipun PI 3 sekaligus mengawasi anaknya. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos hitam dan celana kain hitam panjang dengan kerudung berwarna merah muda. Selama proses wawancara berlangsung, partisipan duduk di hadapan peneliti dan mampu mempertahankan kontak mata dengan peneliti.

Ketika PI 3 bercerita mengenai pengalaman hidupnya, nada bicara yang digunakan cenderung tidak terlalu tegas. PI 3 menyampaikan cerita tanpa henti dengan sesekali menutupi wajah menggunakan kerudung. Selama wawancara, PI 3 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, namun beberapa kali mengatakan bahwa dirinya mengalami kesulitan dalam mengungkapkan hal-hal yang ingin disampaikan. PI 3 juga cenderung memberikan penekanan dengan nada tegas ketika menyampaikan bahwa terkadang perilaku anak menimbulkan kelelahan. Selain itu, PI 3 sesekali tertawa saat menyampaikan jawabannya.

Wawancara kedua dilaksanakan antara peneliti dan PS 3. PS 3 adalah seorang laki-laki berusia 36 tahun dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Umum (SMU) dan bekerja sebagai buruh. Pengambilan data dilakukan satu kali selama kurang lebih 31 menit di ruang tamu tempat PS 3 dan PI 3 kos. Pada saat wawancara, partisipan mengenakan kaos hitam dan sarung dengan motif kotak-kotak sambil duduk di hadapan peneliti. Selama wawancara berlangsung, PS 3 dapat mempertahankan kontak mata dengan peneliti. PS 3 terlihat santai dan menyampaikan cerita singkatnya tanpa henti. PS 3 menyampaikan cerita mengenai pengalaman hidupnya dengan nada bicara yang tidak terlalu tegas dan suara yang cenderung konsisten. PS 3 berbicara dengan cukup lancar dan runtut, serta sesekali tertawa sambil menyampaikan jawabannya.

C.Hasil Penelitian

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, peneliti mengeksplorasi kepuasan perkawinan orang tua yang memiliki anak autisme secara menyeluruh berdasarkan aspek-aspek kepuasan perkawinan yang dirumuskan oleh Fowers dan

Olson (1989). Aspek-aspek kepuasan perkawinan terdiri dari sepuluh aspek, yaitu permasalahan-permasalahan kepribadian, kesamaan peran, komunikasi, pemecahan masalah, manajemen keuangan, aktivitas dalam mengisi waktu luang, hubungan seksual, anak-anak dan pengasuhan, keluarga dan teman-teman, serta orientasi keagamaan. Hasil penelitian ini didasari oleh jawaban para partisipan terhadap satu pertanyaan pokok, yaitu coba ceritakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan perkawinan Bapak/Ibu setelah kehadiran anak autisme! Jawaban-jawaban yang disampaikan oleh para partisipan kemudian dikategorisasikan berdasarkan kriteria koding yang telah dibuat sebelumnya. Adapun hasil yang ditemukan adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan-permasalahan Kepribadian

Aspek permasalahan-permasalahan kepribadian terdiri dari satu kriteria, yaitu merasa puas terhadap tingkah laku dan kepribadian pasangan. Ketika diminta untuk mendeskripsikan kepribadian pasangan dan perasaan yang dirasakan terkait kepribadian yang dimiliki oleh pasangannya, semua partisipan menyampaikan kriteria tersebut melalui ungkapan mereka.

Orang tua yang memiliki anak autisme sama-sama mengungkapkan bahwa mereka merasa puas terhadap tingkah laku dan kepribadian pasangannya.

Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan partisipan yang bersyukur karena memiliki pasangan yang dapat mengimbangi kepribadiannya dan tidak cuek, sehingga menimbulkan perasaan puas (PI 3) dan merasa bangga (PS 1, PS 2) terhadap pasangan yang apa adanya dan pengertian (PS 1), serta menunjukkan perkembangan untuk mempersiapkan anak menghadapi masa depan (PS 2).

Partisipan juga merasa senang (PI 1, PS 2) karena pasangan dapat mengatur keluarga dengan lebih baik dan menangani anak dengan autisme (PI 1). Selain itu, PS 3 menunjukkan perasaan bahagia karena pasangan memiliki tekad dan semangat dalam mendidik anak, bahkan PI 2 mengungkapkan bahwa kepribadian pasangan yang dapat saling mengisi dan lebih perhatian membuat dirinya semakin jatuh cinta.

Merasa puas

PS 1 : “Itu, tapi terus terang saya saya saya bangga dengan kepribadian dia karena dia

nggak, salah satu contohnya dia nggak macam-macam, nggak punya keinginan yang macam-macam ya apa adanya seperti itu, orang itu gitu. Dia ngerti kalau kebutuhan E banyak, jadi dia nggak minta macam-macam seperti dulu. Membanggakan dia.” (407-411)

PI 1 : “Ee perasaannya ya, ya bahagia aja bahagia, ya senang gitu senang. Suami saya itu apa ya, dia itu apa namanya, apa ya, bisa mengatur keluarga dengan lebih baik, sekarang ada anak, misalnya nangani E, wak itu itu butuh ekstra memang, tapi suami saya itu apa namanya bisa membuat E lebih tenang gitu, kadang juga

itu, tegas dia.” (141-145)

PS 2 : “Ya kalau ditanya perasaannya bagaimana, ya senang saja. Dia itu sangat maju,

apalagi untuk T. Sikapnya selalu membanggakan, karena dia itu ingin mempersiapkan T untuk ke depan. Luar biasa memang perkembangannya setelah ada T.” (675-678)

PI 2 : “Kita itu bertolak belakang, jadi saling mengisi. Pas ada T semakin terlihat

tingkah laku dia yang membuat saya semakin jatuh cinta. Suami saya juga jadi lebih perhatian sama saya kalau saya capek ngurus T.” (497-500)

PS 3 : “Orangnya keras mbak, tapi keras, keras tapi, tapi ya semangatnya untuk

mendidik anak, untuk memberi pengetahuan kepada anak itu ya bss luar biasa. Waktunya untuk anak, terus tekadnya untuk biar anak tu seperti teman-teman yang lain, saya akui, ya saya salut sama pasangan saya, bahagia dengan perubahannya.” (71-74)

PI 3 : “Perasaannya ya bersyukurlah mbak. Soalnya kan bisa, mengimbangi, saya kan

orangnya nggak sabaran mbak, jadi kan bisa ngimbangin kan. Jadi begitu, dia lebih sabar menghadapi tingkah J. Ngajari J, kalau dulu cuek mbak. Dan Alhamdullilah puas, sampai saat ini.” (152-156)

Dokumen terkait