• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Masyarakat Adat Limo Luhah Sungai Penuh

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-39)

4.7. Elemen – Elemen Lanskap Rumah Larik Limo Luhah

4.7.1. Elemen – Elemen Non Fisik (Intangible Elements) 1. Struktur Kepemimpinan dalam masyarakat

4.7.1.2. Aktivitas Masyarakat Adat Limo Luhah Sungai Penuh

Selain struktur kepemimpinan dalam masyarakat yang berupa sko yang

tigo takah, elemen non fisik lainnya adalah aktivitas sosial dan budaya

masyarakat. Aktivitas sosial dan budaya ini lahir dari adat istiadat dan kepercayaan masyarakat yang telah berlangsung turun temurun dan masih dilakukan hingga sekarang. Aktivitas –aktivitas ini berupa upacara-upacara adat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Lain padang lain belalang,

lain lubuk lain ikannyo. Pepatah ini masih berlaku hingga sekarang.

Upacara adat di Kerinci banyak macamnya, upacara di masing-masing dusun tidak sama, sesuai dengan icopake dari masing-masing dusun tersebut.

Icopake boleh berbeda antara masing-masing dusun, tetapi adat yang

dijunjung tetap sama. Sesuai dengan prinsip “adat nan serupa icopake nan

berlainan”. Prinsip ini bukan berarti masyarakat Kerinci terpecah belah

karena tidak memiliki rasa persatuan dan kesatuan, tetapi menunjukkan nilai seni budaya tinggi yang dimiliki oleh masyarakat suku Kerinci dan kemampuan untuk mengembangkan adat istiadatnya tanpa merubah nilai-nilai asli dari para leluhur mereka.

Dalam pelaksanaannya, upacara adat di daerah Kerinci khususnya oleh masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh ada yang masih dilakukan sampai sekarang dan ada pula yang sudah ditinggalkan. Upacara adat oleh masyarakat suku kerinci dibagi menjadi tiga kelompok (Disparbud Kerinci 2003), yaitu :

1. Upacara adat “Titian teras bertangga batu” 2. Upacara adat “ Cupak gantang kerja kerapat” 3. Upacara adat “ Tumbuh-tumbuh roman-roman”

Upacara adat “Titian teras bertangga batu” adalah suatu upacara adat yang dilakukan berkesinambungan dari generasi ke generasi yang dapat dijumpai sepanjang hidup. Yang termasuk upacara adat ini antara lain upacara

kenduri sko, penobatan depati dan Ninik Mamak, tindik dabur dan sunat Rasul, khatam Al-Quran, adat perkawinan, kehamilan, kelahiran, aqiqah, kerat pusar, turun ke air (turun mandi), dan upacara kematian.

Upacara adat “Cupak gantang kerja kerapat” memiliki pengertian yaitu, suatu upacara adat yang meliputi mata pencaharian hidup dan sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan secara bersama-sama atau gotong-royong. Upacara adat ini misalnya kegiatan mendirikan rumah baru, pekerjaan menarik ramuan kayu dari rimba, merendam ramuan kayu, gotong-royong membersihkan bendar, menanam benih, menuai padi, kenduri sudah tuai, kenduri tolak bala, dan upacara yang berhubungan dengan spiritual.

Upacara adat “Tumbuh-tumbuh roman-roman” merupakan suatu upacara adat yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu sesuai dengan permasalahan yang timbul dan bersifat khusus. Upacara adat ini meliputi upacara asyeik negeri, talea naik haji, mengangkat anak angkat, pelanggaran hukum adat, melepas nazar dan upacara silang sengketa.

Seluruh upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Kerinci, disamping menjadi warisan budaya nenek moyang mereka juga mempunyai fungsi antara lain sebagai :

a. memperkuat persatuan dan kesatuan kekerabatan dalam suku khususnya, dan meningkatkan silaturahmi dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.

b. kebanggaan masyarakat suku Kerinci bahwa mereka juga memiliki tata cara adat tersendiri yang tidak kalah dengan daerah lainnya. c. media berkomunikasi antara generasi muda dan generasi tua dalam

menyampaikan pesan, saran, dan nasihat untuk kehidupan yang lebih baik.

d. sarana pembinaan bagi para generasi muda yang akan melestarikan nilai-nilai tradisional dan budaya warisan nenek moyang.

Adapun upacara adat dan aktivitas budaya yang dilakukan masyarakat adat Limo Luhah Sungai Penuh antara lain :

4.7.1.2.1. Upacara adat Perkawinan

umumnya sekarang sudah menurut aturan hukum Islam, namun adat lama masih dipakai seperti “kawin semenda”, yaitu pihak pria mengikuti istri dan tinggal di rumah mertuanya. Pihak pria yang tinggal di rumah mertuanya menurut icopake masing-masing dusun ada dua cara :

1. Mulang, yaitu pengantin pria diantar oleh keluarga, kaum kerabat dan Depati serta Ninik Mamak kembali ke rumah pengantin wanita.

2. Baserau baimbei, yaitu pengantin wanita memanggil atau menjemput pengantin pria di rumahnya, secara bersama kembali ke rumah pengantin wanita.

Pengantin dalam istilah kerinci disebut “muntaing”. upacara pernikahan dilaksanakan dirumah mempelai perempuan pada siang hari, pada hari yang telah ditetapkan tengganai rumah. Sebelum pelaksanaannya, rumah pihak mempelai perempuan dihiasi pelaminan. Di pintu gerbang masuk dibuat gapura yang berwarna-warni. Di halaman depan didirikan tenda (taruk), sedangkan di ruangan utama disediakan kursi pengantin atau pelaminan. Pelaminan perkawinan masyarakat suku Kerinci adalah merupakan tempat acara akad nikah dan tempat bersanding. Pelaminan pengantin terdiri dari tempat duduk, layar belakang, langit-langit, dan alat perlengkapan atau aksesoris sebagai hiasan.

Saat upacara akan dilaksanakan, kedua pengantin mengenakan pakaian adat dan “dudok basanding” di atas kursi yang sudah disediakan dan didampingi dua orang dara kecil sebagai dayang (tukang kipas). Sikap dudok

basanding untuk pengantin pria ialah bersila dan sikap pengantin wanita

bertimpuh duduk di atas lapik. Selesai sholat dzuhur, para undangan mulai berdatangan. Para pemangku adat, orang tua, cerdik pandai dipersilahkan masuk dan mengambil tempat di ruang utama sedangkan undangan umum mengambil tempat di taruk atau dirumah tetangga terdekat.

Tuan rumah lalu menghidangkan Nasi Ibat (nasi yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk segi empat) untuk para undangan dan pemangku adat. Jika diperkirakan para undangan sudah datang semuanya, mereka dipersilahkan menyantap hidangan yang telah dipersiapkan oleh tengganai rumah. Selesai makan bersama, tengganai melanjutkan acara dengan

memberikan petatah-petitih adat (dalam bahasa Kerinci disebut Parno). Isi

Parno yang disampaikan tengganai dihadapan para undangan antara lain :

a. Menyampaikan ucapan terima kasih kepada para undangan karena telah memenuhi undangan peresmian pernikahan anak kemenakan b. Meminta doa restu agar kedua mempelai dapat hidup bahagia, rukun

dan damai, dapat membina rumah tangga yang syakinah, mawaddah, warahmah.

Kemudian dilanjutkan pula dengan penyampaian kata-kata nasihat untuk kedua pengantin diwakili oleh salah seorang dari undangan dan diakhiri dengan bersalam-salaman dengan kedua pengantin.

4.7.1.2.2. Upacara Adat Kematian

Penyelenggaraan adat kematian dimana-mana pada umumya sama. Masyarakat Suku Kerinci di Sungai Penuh juga melakukan upacara adat kematian seperti dusun-dusun lainnya. Pertama kali keluarga yang bersangkutan memberitahukan berita kematian kepada Tuo Tengganai, Ninik Mamak dan pegawai Masjid untuk diminta disampaikan kepada masyarakat umum supaya dapat diketahui masyarakat luas. Tetangga dan kerabat yang mendengar berita ini datang menampakkan muka tanda ikut berduka cita. Sedangkan kaum ibu yang datang biasanya membawa secupak beras (dalam bahasa Kerinci disebut beras Po) dan diserahkan pada ahli waris. Serta mengisi kotak sosial kematian dengan sejumlah uang yang telah disepakati bersama.

Setelah masyarakat berdatangan, barulah jenazah dimandikan dan dikafani. Kemudian jenazah dibawa turun dari rumah dan di tempatkan ke dalam keranda yang beralaskan kasur kecil dan tikar pandan. Keranda kemudian ditutup dengan kain khusus berwarna hitam bertuliskan ayat-ayat Al-qur’an.

Selanjutnya barulah upacara mulai dilaksanakan dengan tertib acara sebagai berikut :

1) Salah satu dari tengganai atau ahli waris almarhum/almarhumah menyampaikan pidato di hadapan para takzi dan takziyah. Isi pidato tersebut

antara lain :

a) Menyampaikan tanggal kelahiran almarhum/almarhumah, meninggal pukul ….., hari…., tanggal …

b) Menyampaikan jumlah saudara almarhum/almarhumah serta keturunan almarhum kalau ada.

c) Menerangkan tentang jalan kematian almarhum/almarhumah d) Menerangkan riwayat hidup almarhum/almarhumah

e) Menyampaikan permohonan maaf kepada takzi/takziyah jikalau ada terdapat kesalahan semasa hidup almarhum/almarhumah

f) Menyampaikan informasi bahwa para ahli waris akan bersedia menunggu kedatangan para takzi/takziyah untuk menyelesaikan secara kekeluargaan hutang-piutang almarhum/almarhumah jika ada. 2) Penyampaian nasihat kematian (biasanya oleh salah satu Ustadz yang hadir).

3) Membawa jenazah ke mesjid terdekat untuk di sholatkan 4) Membawa jenazah ke pandan perkuburan untuk dimakamkan. 5) Pembacaan Do’a.

Pada malam harinya dilaksanakan pengajian dua atau tiga malam berturut-turut. Pada hari ketiga diadakan acara membersihkan kuburan (dalam bahasa Kerinci disebut acara Naek Tmpak) dan diakhiri dengan acara mengundang tetangga atau keluarga terdekat untuk acara penutupan dengan makan bersama.

4.7.1.2.2. Kenduri Sko

Kenduri sko adalah upacara penobatan Depati-Ninik Mamak. Upacara

ini merupakan tradisi dari orang Kerinci yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Pada dasarnya upacara ini merupakan penghormatan kepada leluhur nenek moyang mereka yang sudah mencencang melatih mengurat

mengukir yang berarti telah meletakkan dasar kehidupan pertama kali pada

pemukiman atau dusun untuk tempat kehidupan dan silaturahmi kekeluargaan dengan kelompok lain yang masih bertalian darah.

dipilih orang yang bijaksana, berparuh besar, langsing kukuk, lebar sayap,

dan kembang ekor.

Berparuh besar maksudnya pandai bicara dan tahu tentang adat. Langsing kukuk berarti perkataannya dituruti oleh orang lain. Lebar sayap artinya adil dan berlapang dada.

Kembang ekornya artinya dapat membedakan baik dan buruk.

Waktu untuk melaksanakan kenduri sko tidak ditentukan karena untuk menyelenggarakannya membutuhkan biaya yang sangat besar hingga mencapai ratusan juta rupiah. Kenduri sko menurut tradisi Kerinci ada beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :

a. Kenduri sudah tuai, upacaranya sekali setahun setiap sesudah panen padi.

b. Kenduri tengah padang, dilaksanakan di suatu lapangan terbuka yang melibatkan masyarakat.

c. Kenduri sko yang sebenarnya, yaitu penobatan tetua adat dan penurunan benda-benda pusaka leluhur.

Upacara kenduri sko sendiri terdiri dari beberapa kegiatan yaitu : 1. Perundingan Ninik Mamak

2. Perundingan Depati 3. Ajun Arah (minta izin) 4. Pemotongan kerbau

5. Penurunan dan memandikan benda pusaka 6. Acara kesenian rakyat

7. Pembacaan garis keturunan (ranji) 8. Menjemput calon yang akan dinobatkan 9. Penobatan

10. Pembacaan sumpah jabatan

11. Mengantarkan ke rumah istri dan makan bersama

Berbagai tahapan kegiatan yang dilakukan selama kenduri sko memiliki makna kekeluargaan dan kekerabatan yang tinggi dalam masyarakat satu kaum sehingga dapat disimpulkan tujuan diadakannya kenduri sko, yaitu : a. Pengangkatan tetua adat dalam dusun, luhah, kalbu atau perut dengan

pemberian gelar Depati, Pemangku, Datuk, Rio, dan setingkat Ninik Mamak.

b. Menurunkan benda-benda pusaka nenek moyang untuk diperlihatkan kepada masyarakat dan memandikannya dengan upacara malimau puseko. c. Menentukan kembali tanah-tanah ajun arah (tanah ulayat) milik bersama,

baik yang berupa sawah atau ladang.

d. Menetapkan hukum adat atau mengatur kembali hal-hal yang patut diatur. e. Mengingatkan kepada jasa-jasa para pendahulu dan mengucapkan syukur

kepada Tuhan.

f. Kesempatan untuk bermaaf-maafan.

4.7.1.2.4. Upacara Membangun Rumah

Salah satu upacara adat yang tidak dapat dijumpai lagi saat ini pada masyarakat Limo Luhah adalah upacara membangun rumah. Upacara ini dilakukan apabila orang tua mendapatkan keturunan seorang anak perempuan, maka orang tua harus mendirikan sebuah rumah untuk anak perempuannya yang menyambung dengan rumah orang tuanya. Membangun rumah tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab Ninik Mamak dan Tengganai rumah. Membangun sebuah rumah diawali dengan pencarian kayu di hutan yang dipimpin oleh seorang pawang. Pawang adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam menentukan pohon yang cocok untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Pada tahap ini, pawang memilih pohon untuk tiang tuo di hutan dengan cara mengetuk-ngetuk batang pohon. Pohon yang terpilih kemudian ditancapkan dengan sebuah kapak. Hari berikutnya dilanjutkan dengan memeriksa kapak yang telah ditancapkan ke batang pohon kemarin apakah jatuh atau tidak. Jika kapaknya jatuh, maka pohon tersebut tidak diizinkan oleh penunggu pohon untuk ditebang dan kualitasnya kurang baik. Sedangkan pohon dengan kapak yang masih menancaplah yang digunakan untuk membangun rumah. Pohon yang terpilih ini kemudian ditebang secara bersama-sama oleh masyarakat dan diiringi dengan tale2 oleh anak batino untuk menambah semangat kerja bagi anak jantan. Setelah ditebang, kayu ditarik bersama-sama menuju dusun tempat

untuk membangun dengan masih diiringi tale.

Selama perjalanan menarik kayu dari hutan ke dusun, kayu dihamburi dengan beras, kunyit, dan bunga-bungaan dengan maksud untuk mengusir penghuni-penghuni kayu yang masih terbawa. Setelah sampai di dusun, kayu tersebut direndam dalam lumpur agar tahan lama dan kayu tidak berbubuk. Kayu tersebut direndam selama 6 bulan hingga 1 tahun. menurut Depati Adam Rasul, kayu yang direndam ini dapat bertahan hingga 5 sampai 15 tahun. Sebelum pekerjaan membangun rumah dimulai, diadakan sebuah kenduri kecil dengan menyembelih seekor ayam. Darah ayam ini diserahkan kepada penghuni dengan maksud agar nanti dalam pembangunan rumah tidak terjadi kecelakaan yang menyebabkan luka dan mengeluarkan darah. Semua pekerjaan diatur oleh Tengganai dan tukang yang ahli. Pekerjaan ini melibatkan banyak anggota masyarakat karena dikerjakan secara gotong royong. Menurut Datuk Supratman, gotong royong dilakukan pada siang hari setiap hari sabtu hingga rabu. Hari kamis umumnya masyarakat tidak bekerja, mereka melakukan kegiatan mencukur rambut dan sebagainya untuk shalat jumat pada keesokan harinya. Rumah Larik menggunakan ukiran-ukiran yang dikerjakan oleh ahlinya. Alat untuk mengukir adalah beliung yang ujungnya dipasang besi.

Pada saat membangun rumah, tiang tuo dilubangi terlebih dulu bagian bawahnya dan dimasukkan sedikit ramuan berupa emas, ampas besi, timah putih, dan timah hitam. Emas maksudnya adalah agar penghuni rumah banyak rezeki, ampas besi untuk penangkal petir, dan timah untuk mengusir atau mencegah orang lain berbuat jahat terhadap penghuni rumah. Selain itu, pada

tiang tuo diikat dengan beberapa tanaman, antara lain :

2

Tale: nyanyian atau lagu khas Kerinci (sumber: http://books.google.co.id/books, 23 mei

a. Sebatang tebu, hikmahnya agar rumah tersebut sering didatangi tamu dan harus dihormati.

b. Pisang batu satu tandan, agar penghuni rumah banyak rezeki. c. Urai pinang, agar penghuni rumah memiliki keturunan.

d. Nio (kelapa) tumbuh, agar penghuni rumah selalu dalam keadaan sehat.

e. Berbagai macam jenis buah, agar disekeliling rumah tersebut nantinya ditanami dengan berbagai tanaman buah-buahan.

Setelah tiang tuo selesai didirikan, anak batino atau ibu dari anak batino datang membawa peralatan yang terdiri dari keris, uang Kerinci lama, dan lain-lainnya. Anak batino bersama pengiringnya dan seorang pawang mengelilingi tiang tuo sambil menunduk. Sambil membaca mantera, pawang menggoreskan keris pada ujung jari anak batino dan darahnya digosokkan pada tiang tuo. Hal ini memiliki maksud agar nanti tidak terjadi pertikaian yang sampai meneteskan darah di rumah itu. setelah upacara ini selesai, anak batino dan pengiringnya kembali ke rumah orang tuanya menunggu pembangunan rumah selesai. Buah-buahan yang digantung pada tiang tuo diambil oleh para pekerja dan kemudian dilaksanakan makan bersama. Apabila suatu saat orang tua dari anak batino meninggal dunia, maka yang menghuni rumah adalah anak batino yang tertua atau anaknya yang belum menikah. Hal ini diatur oleh Tengganai rumah (Zakaria 1973).

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-39)

Dokumen terkait