• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Jaya dan Kobayashi (1995), uji akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi parameter penduga keberhasilan reklamasi hutan yang dinyatakan dalam persen. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) atau disebut juga matriks kontingensi. Akurasi yang dihitung pada penelitian ini yaitu akurasi umum (overall accuracy).

………(10)

Keterangan :

OA = Nilai akurasi rata-rata umum (Overall Accuracy)

Xii = Coincided Value atau kelas tingkat keberhasilan yang sama antara model dan peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi = total area verifikasi

Tahapan pelaksanaan penelitian terangkum dalam bagan penelitian pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir tahapan penentuan indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan

Hasil dan Pembahasan

1. LBDS

Nilai parameter LBDS diperoleh berdasarkan pengukuran diameter pohon setinggi dada (dbh) per satuan luas.Pengukuran LBDS dilakukan di hutan alam dan di areal revegetasi. Rataan LBDS masing-masing plot per tahun tanam tersaji padaTabel 11.

Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan LBDS di hutan alam adalah sekitar 21.36 ± 7.12 m2ha-1. Sedangkan untuk di areal revegetasi rataan LBDS tertinggi ditemukan pada umur 20 tahun (tahun 1995) sebesar 19.3 ± 3.1 m2ha-1. Perbedaan nilai LBDS pada revegetasi umur 20 tahun (tahun tanam 1995) dengan hutan alam relatif kecil . Hal ini disebabkan karena hutan alam di lokasi penelitian adalah hutan alam sekunder, dicirikan oleh dominasi vegetasi pionir seperti Puspa (Schima wallichii), Sengon (Paraserianthes falcataria), Balik angin (Mallotus

paniculatus), Mahang bulat(Macaranga tanarius) dan Medang sepat (Nyssa javanica ).

Di areal revegetasi, hasil perhitungan nilai coefficient of variance (CV) terhadap data LBDS berkisar antara 6.92% sampai 85.12%. Hal ini berarti bahwa data LBDS pada beberapa tahun tanam menunjukkan variabilitas yang relatif tinggi. Selain itu, rataan LBDS yang dihasilkan juga menunjukkan pola yang tidak teratur. Namun, secara keseluruhan besar kecilnya LBDS cenderung mengikuti umur tanaman. Pertambahan umur tanaman umumnya diikuti oleh pertambahan diameter pohon, yang secara langsung meningkatkan LBDS (Puspaningsih 2011). Rataan LBDS tertinggi dijumpai pada umur 20 tahun yang berkisar antara 19.31 ± 3.05 m2ha-1. Rataan LBDS terendah dijumpai pada tahun tanam termuda yaitu umur 1 tahun sebesar 0.41 ± 0.16 m2ha-1 dan umur 2 tahun sebesar 0.93 ± 0.40 m2ha-1. Tingginya LBDS di areal revegetasi berhubungan erat dengan kerapatan pohon (r= 0.64) dan persentase tutupan tajuk (r=0.65). Tingginya LBDS sangat erat hubungannya dengan kerapatan, jenis vegetasi, dan kelimpahan serasah di lantai hutan. Kerapatan pohon, persentase penutupan tajuk dan jenis vegetasi yang tinggi menghasilkan serasah yang terus-menerus. Serasah yang terdekomposisi berperan penting terhadap produktivitas dan siklus hara di dalam ekosistem hutan, terutama hutan tropis. Penguraian serasah akan membentuk humus dan memperkaya bahan organik dan jumlah mikroorganisme dalam tanah. Bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan stabilitas agregat, memperbesar peresapan air dalam tanah, serta meningkatkan kandungan nutrisi dalam tanah (Puspaningsih 2011). Serasah berperan untuk menyimpan cadangan hara, mengurangi bulk density, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, membentuk lapisan pelindung pada permukaan tanah serta mengatur kondisi iklim mikro (Sayer et al. 2007; Wood et al. 2009; Bhalawe et al. 2013). Hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa besarnya nilai LBDS juga sangat dipengaruhi oleh faktor ketebalan topsoil. Berdasarkan hasil pengukuran lapang, penaburan top soil pada areal revegetasi rata-rata mencapai ketebalan 30‒ 80 cm di atas tanah timbunan. Pengelolaan top soil yang benar sangat berguna bagi siklus hara dan perkembangan biodiversitas (Parrotta dan Knowles 2001).

Tabel 11Rataan LBDS (m2 ha-1) di hutan alam dan di areal revegetasi kawasan tambang batubara PT Bukit Asam Tahun 2015

No Tahun tanam Umur LBDS No Tahun tanam Umur LBDS

Rataan Std CV Rataan Std CV 1 2014 1 0.4 0.2 39.1 10 2002 13 8.8 5.9 66.7 2 2013 2 0.9 0.4 43.1 11 2001 14 9.0 2.1 23.3 3 2010 5 14.9 3.3 21.8 12 2000 15 10.3 6.1 58.8 4 2009 6 9.3 6.6 70.5 13 1999 16 14.9 4.9 32.9 5 2007 8 12.0 10.2 85.1 14 1998 17 12.2 0.9 6.9 6 2006 9 7.9 2.8 35.8 15 1997 18 17.1 6.8 40.1 7 2005 10 10.7 3.0 28.3 16 1996 19 14.3 8.8 61.1 8 2004 11 11.9 6.1 51.0 17 1995 20 19.3 3.1 15.8 9 2003 12 13.3 5.3 40.2 18 HA HA 21.4 7.1 33.3

Faktor lain yang mempengaruhi LBDS adalah jenis vegetasi. Jenis yang banyak ditemukan baik di hutan alam dan di areal adalah jenis-jenis cepat tumbuh (fast growing species). Hutan alam di lokasi penelitian adalah hutan alam sekunder, dicirikan oleh dominasi vegetasi pionir seperti puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), keliat (Microcos tomentosa), laban (Vitex pinnata), kelangas (Aporosa aurita) dan jenis lain. Sedangkan pada areal revegetasi, jenis yang dominan adalah akasia daun kecil (Acacia auriculiformis), akasia daun lebar (Acacia mangium), angsana (Pterocarpus indicus), gamal (Gliricidia sepium), laban (Vitex pinnata), keliat (Microcos tomentosa), dan jenis lain (Gambar 8).

Umumnya penanaman langsung dengan jenis pohon lokal di areal revegetasi tidak berhasil dengan baik jika dibanding dengan introduksi jenis pionir. Jenis-jenis pohon lokal, khususnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi membutuhkan naungan di tahun awal penanaman, sehingga ketika ditanam di areal terbuka maka pertumbuhannya terhambat, bahkan mati (Mansur 2011). Dibutuhkan jenis-jenis vegetasi cepat tumbuh yang potensial untuk reklamasi lahan bekas tambang batubara. Pemilihan Jenis vegetasi cepat tumbuh didasarkan pada kemampuannya beradaptasi dengan kondisi tanah di areal reklamasi (Yassir dan Omon 2009).

Gambar 8 Proporsi jenis vegetasi tingkat pohon dan tiang yang dominan di hutan alam dan areal revegetasi PT. Bukit Asam Tahun 2016

2. Biomassa (BIO)

Parameter biomassa yang terukur bervariasi, baik di hutan alam maupun areal revegetasi pada setiap tahun tanam. Hasil perhitungan standar deviasi berkisar antara 0.03 sampai 57.59 dan coefficient of variance berkisar antar 0.55% sampai 82.50%, menunjukkan nilai yang besar pada beberapa tahun tanam. Hal ini berarti bahwa rataan biomassa yang terukur di plot hutan alam dan di areal revegetasi mempunyai variabilitas yang tinggi. Fluktuasi nilai biomassa yang terukur di hutan alam dan areal revegetasi pada setiap tahun tanam disajikan pada Tabel 12.

Rataan nilai biomassa diperoleh di hutan alam sebesar 98.70 ± 57.59 ton ha-1. Sedangkan di areal revegetasi, nilai biomassa tertinggi sebesar 93.13 ± 17.89

56.5 16.4 8.5 6.8 3.4 1.6 6.9 Areal Revegetasi Acacia auriculiformis Acacia mangium Pterocarpus indicus Gliricidia sepium Vitex pinnata Microcos tomentosa Jenis lain 39% 22% 15% 8% 6% 10% Hutan Alam Schima wallichii Paraserianthes falcataria Microcos tomentosa Vitex pinnata Aporosa aurita Other Species

ton ha-1(umur tanaman 20 tahun dan yang terendah sebesar 1,97 ± 0,71 ton ha-1 (umur 1 tahun). Pada penelitian ini, Semakin tinggi umur tegakan maka nilai biomassa cenderung semakin tinggi. Namun, nilai biomassa yang diperoleh pada penelitian ini tidak sepenuhnya bergantung pada umur tegakan hutan.

Produksi biomassa memiliki korelasi positif yang erat dengan persentase proporsi jumlah pohon yang berdiameter ≥ 20 cm (r = 0.81), sebaliknya biomassa memiliki korelasi negatif dengan persentase proporsi jumlah tanaman yang berdiameter < 20 cm (r= -0.81). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi biomassa cenderung ditentukan oleh pohon yang berdiameter lebih dari ≥

20 cm (Gambar 9). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Basuki et al.(2009), bahwa kandungan biomassa pada hutan dipterocarpaceae campuran memiliki korelasi yang kuat (r = 0.89) dengan diameter. Selain itu,

faktor kerapatan pohon yang direpresentasikan oleh jumlah pohon (≥ 20 cm) per

satuan plot juga memiliki hubungan yang erat dengan biomassa (r = 0.73). Beberapa peneliti menemukan bahwa terdapat hubungan proporsional antara biomassa atas permukaan dengan kerapatan dan diameter pohon (Tersnawan dan Rosalina 2002; Chave et al. 2005; Chave et al. 2008; Chave et al. 2014).

Tabel 12 Rataan Biomassa (ton ha-1) di hutan alam dan di areal revegetasi kawasan tambang batubaraPT Bukit Asam Tahun 2015

No Tahun

tanam Umur Rataan Std Biomassa CV No Tahun tanam Umur Rataan Std Biomassa CV

1 2014 1 1.97 0.71 36.08 10 2002 13 65.17 53.77 82.50 2 2013 2 5.52 0.03 0.55 11 2001 14 57.46 10.30 17.93 3 2010 5 68.85 14.64 21.26 12 2000 15 34.79 19.70 56.61 4 2009 6 47.08 11.07 23.51 13 1999 16 51.75 31.91 61.67 5 2007 8 26.13 8.43 32.25 14 1998 17 53.27 13.17 24.73 6 2006 9 46.17 15.49 33.55 15 1997 18 63.15 17.67 27.98 7 2005 10 43.85 21.41 48.83 16 1996 19 84.56 37.43 44.26 8 2004 11 77.55 14.23 18.34 17 1995 20 93.13 17.89 19.20 9 2003 12 71.22 16.71 23.47 18 HA HA 98.70 57.59 58.35

Gambar 9Hubungan antara biomassa dengan proporsi jumlah pohon PT Bukit Asam 2016

3. Riap

Riap didefinisikan sebagai pertambahan dimensi atau ukuran dari sifat terpilih individu pohon atau tegakan yang terjadi dalam interval waktu tertentu. Salah satu model fungsi riap ditujukan untuk menduga besarnya dimensi tegakan pada umur tertentu atau jangka waktu tertentu sebagai dasar dalam menentukan tindakan silvikultur yang tepat(Vanclay 2003; Simon 2007). Nilai coefficient of variance (CV) untuk riap rata-rata tahunan berkisar antara 4.09% tahun 1995 (umur 20 tahun) sampai 88.13% pada tahun tanam 2002 (13 tahun). Perbedaan nilai CV yang diperoleh di setiap umur tanam menunjukkan adanya variabilitas nilai riap yang tinggi terutama pada revegetasi umur muda (≤10 tahun). Sedangkan variabilitas nilai riap pada umur > 10 tahun cenderung lebih homogen atau memiliki variasi nilai yang kecil. Riap volume suatu pohon dapat dinilai dari kecepatan tumbuh diameter. Kecepatan tumbuh diameter setiap jenis mempunyai laju (rate) yang berbeda-beda. Untuk semua jenis, kecepatan tumbuh diameter yang tinggi umumnya terjadi pada waktu muda. Semakin tua akan semakin menurun, dan sampai akhirnya berhenti(Husch et al. 2003; Simon 2007). Fluktuasi nilai riap pada tutupan hutan alam dan areal revegetasi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rataan MAI (m3ha-1t-1) di hutan alam dan di areal revegetasi kawasan tambang batubaraPT Bukit Asam Tahun 2015

No Tahun

tanam Umur Rataan MAI Std CV No Tahun tanam Umur Rataan MAI Std CV

1 2014 1 0.08 0.02 21.44 10 2002 13 3.02 2.66 88.13 2 2013 2 0.11 0.06 55.25 11 2001 14 2.34 0.36 15.40 3 2010 5 4.70 1.21 25.83 12 2000 15 1.28 0.56 43.31 4 2009 6 1.89 1.52 80.20 13 1999 16 2.15 1.13 52.62 5 2007 8 1.11 0.48 43.49 14 1998 17 2.13 0.77 36.30 6 2006 9 3.07 2.36 76.96 15 1997 18 2.70 0.84 31.26 7 2005 10 2.31 1.85 80.10 16 1996 19 2.14 0.57 26.45 8 2004 11 3.99 1.23 30.91 17 1995 20 2.39 0.10 4.09 9 2003 12 4.56 1.28 27.98 18 HA HA 6.15 1.07 17.35

Tabel 13 menunjukan bahwa riap volume tertinggi diperoleh di hutan alam sebesar 4.60 ± 0.02 m3ha-1t-1. Pada areal revegetasi, rataan riap volume tertinggi ditemukan pada tahun tanam 2010 atau umur 5 tahun sebesar 4.70 ± 1.21 m3ha-1t- 1. Riap volume yang terendah ditemukan pada tahun tanam yang muda, yaitu tahun tanam 2014 (umur 1 tahun) dan tahun 2013 (umur 2 tahun), masing masing sebesar 0.08 ± 0.02 m3ha-1t-1 dan 0.11 ± 0.06 m3ha-1t-1. Tinggi rendahnyanya nilai riap memiliki hubungan erat dengan stratifikasi tajuk dan persentase tutupan tajuk dengan nilai r = 0.67. Stratifikasi tajuk dan persentase tutupan tajuk mempengaruhi pertumbuhan diameter pohon yang menyusun tegakan. Diameter pohon merupakan salah satu dimensi tegakan yang digunakan untuk menyatakan besaran parameter riap(Suhendang 1990; Simon 2007).

Pemilihan variabel untuk menduga keberhasilan reklamasi hutan

Klasifikasi dan penentuan indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan di areal bekas tambang batubara diawali dengan melakukan uji multikolineritas dengan melihat besarnya korelasi antar variabel X. Uji multikolonieritas ditujukan untuk memilih variabel yang akan digunakan dalam menentukan indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan.

Hasil matriks korelasi diperoleh informasi bahwa variabel fraksi pasir (Ps) dan fraksi liat/klei (Li) berkorelasi dengan fraksi debu (De), Kalsium (Ca) berkorelasi dengan magnesium (Mg), kalium (K) berkorelasi dengan Natrium

(Na) dan Indeks keanegaraman (H’) memiliki korelasi yang kuat dengan Indeks

kekayaan jenis vegetasi (DMg). Salah satu diantara variabel tersebut harus dikeluarkan dari model. Terdapat 4 variabel yang dikeluarkan dari model karena memiliki nilai signifikansi (discriminating power) yang lemah dibandingkan variabel lainnya. Mengeluarkan variabel-variabel yang memiliki korelasi yang lemah akan menghasilkan model yang baik (Supranto 2010). Variabel yang dikeluarkan adalah fraksi debu (De), magnesium (Mg), Natrium (Na) dan Indeks kekayaan jenis tanaman (DMg). Terpilih 17 variabel dari 21 variabel awal yang akan digunakan dalam menduga keberhasilan reklamasi hutan seperti yang tersaji pada Tabel 4. Variabel-variabel yang terpilih adalah bobot isi (X1), pasir (X2), klei (X3), Ca (X5), K (X7), KTK (X9), C Organik (X10), N (X11), P (X12), ketebalan serasah (X13), berat kering serasah (X14), erosi (X15), indeks keanekaragaman (X16), kerapatan (X18), stratifikasi tajuk (X19), persentase tutupan tajuk (X20, kolonisasi (X21). Hasil pengujian besarnya korelasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Klasifikasi indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan

Nilai setiap indikator keberhasilan reklamasi hutan (LBDS, biomassa dan MAI) diklasifikasikan ke dalam 5 kelas dan 3 kelas. Tujuannya untuk mendapatkan variabel yang lebih sederhana dan akurat. Terdapat 17 variabel yang digunakan untuk menentukan indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan. Hasil klasifikasi variabel tersebut dihubungkan dengan indikator kualitas tempat tumbuh dan karakteristik vegetasi menggunakan analisis diskriminan dengan metode stepwise. Diperoleh masing-masing 17 susunan kombinasi variabel di setiap indikator (LBDS, BIO, MAI) baik pada 5 kelas maupun 3 kelas. Jumlah kombinasi yang dihasilkan mulai dari kombinasi satu variabel sampai kombinasi 17 variabel. Setiap susunan kombinasi variabel pada setiap indikator dipilih berdasarkan perolehan nilai akurasi yang paling tinggi.

Dokumen terkait