• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis tanah Podsolik Merah Kuning atau yang disebut juga Ultisol memiliki lapisan solum tanah yang agak tebal, yaitu 90 ‒180 cm dengan batas- batas antara horizon yang nyata. Warna tanah ini kemerahmerahan hingga kuning atau kekuning-kuningan. Struktur B horizonnya adalah gumpak, sedangkan teksturnya dari lempung berpasir hingga liat sedangkan kebanyakannya adalah lempung berliat.

Jenis tanah ini gembur dibagian atas (top soil) dan teguh dibagian lapisan bawah tanah (sub soil). Adapun penyebarannya terutama di sepanjang sungai- sungai besar yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan di pelembahan-pelembahan serta daratan tinggi. Bentuk wilayahnya adalah datar sampai agak melandai, oleh sebab itu sifat kimia dan fisik dari tanah ultisol sangat bervariasi, banyak tergantung kepada bahan induk dan letak topografinya.

Kandungan bahan organik pada lapisan olah (top soil) umumnya sekitar 5 persen. Kandungan unsur hara tanaman seperti N, P, K, dan Ca umumnya rendah dan pH sangat rendah yaitu antara 4 ‒ 5.5. Tingkat permeabilitas, infiltrasi dan perkolasinya sedang hingga lambat, pada lapisan permukaan umumnya sedang dan makin ke bawah makin lambat. Dengan demikian maka produktivitas tanah adalah rendah sampai sedang.

3. Mediteran

Tanah Mediteran merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan bersifat tidak subur. Jenis tanah ini berasal dari batuan kapur keras (limestone) yang pada umumnya tersebar pada daerah beriklim subhumid, topografi karst, dan lereng vulkan dengan ketinggian dibawah 400 mdpl. Tanah ini berwarna coklat, merah atau kuning dengan pH yang tinggi dari tanah lain yang berbahan induk batu pasir. PH yang seringkali mencapai di atas 7 dan ketersediaan air yang sulit.

Kandungan bahan organik tanah mediteran umumnya rendah sampai sangat rendah. Pada horizon A atau lapisan tanah atas mengandung paling tinggi 3 persen. Tanah Mediteran mengandung banyak unsur kalsium dan magnesium yang kandungannya akan semakin kecil bila semakin tua usianya.

4. Regosol

Tanah Regosol merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar atau pasiran. Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah jenis ini umumnya belum menampakkan deferensiasi horison, meski regosol tua sudah terbentuk horison A1 lemah warna kelabu mulai terlapuk.

Gambar 4 Sebaran Jenis Tanah Di Areal Konsesi Pada PT Bukit Asam (Sumber: PT. Bukit Asam 2013)

Kondisi Vegetasi

Tipe vegetasi di areal tambang PT Bukit Asam didominasi oleh vegetasi lahan kering. Komponen vegetasi yang ditemui sebagian besar merupakan jenis- jenis tanaman budidaya dan vegetasi hutan semak belukar dan anakan. Komposisi vegetasi sebagian besar tersusun dari berbagai jenis tanaman budidaya terutama tanaman tahunan. Pada areal tambang batubara, revegetasi yang ada terbatas dengan tanaman yang kurang beragam, karena sebagian besar merupakan tanaman introduksi (luar lokasi), sehingga fungsi vegetasi terbatas hanya untuk menahan erosi, meningkatkan penghijauan dan kesuburan tanah.

Kondisi hutan di areal PT Bukit Asam merupakan hutan sekunder yang banyak ditumbuhi oleh tanaman pioner seperti mahang dan mengkuban (Macaranga spp.) mengingat areal ini sebelumnya pernah dibuka untuk ditanami tanaman budidaya dan perladangan. Vegetasi yang dominan pada tingkat herba adalah belidang (Scleria sumatrana), untuk tingkat pancang, tiang dan pohon adalah Puspa (Schima wallichii). Lebih jelasnya vegetasi tingkat herba, pancang, tiang, dan pohondisajikan pada Tabel 3, 4, 5, dan 6).

Tabel 3Jenis Vegetasi Menurut Tingkat Anakan di Areal Tambang PT Bukit Asam

No Nama Jenis Nama Latin

1 Mengkubang Macaranga gigantea

2 Laos hutan Alpinia mutica

3 Belidang Scleria sumatrana

4 Medang sepat Nyssa javanica

5 Simpur Dillenia obovata

6 Puspa Schima walichii

Sumber: PT Bukit Asam(2013)

Tabel 4Jenis Vegetasi Menurut Tingkat Pancang di Areal Tambang PT Bukit Asam

No Nama Jenis Nama Latin

1 Bamboo Bambusa vulgaris

2 Simpur Dillenia obovata

3 Durian Durio zibethinus

4 balik angina Mallotus paniculatus

5 Jering Pithecelobium jiringa

6 kayu sirih Piper aduncum

7 Petai Parkia speciosa

8 medang sepat Nyssa javanica

9 mahang bulat Macaranga tanarius

10 Mengkubang Macaranga gigantea

11 Terap Artocarpus elastica

12 Seru Schima wallichii

Sumber: PT Bukit Asam (2013)

Tabel 5Jenis Vegetasi Menurut Tingkat Tiang di Areal Tambang PT Bukit Asam

No Nama Jenis Nama Latin

1 Petai Parkia speciosa

2 Mengkubang Macaranga gigantea

3 Seru Schima walichii

4 Simpur Dillenia obovata

5 Mahang bulat Macaranga tanarius

Sumber: PT Bukit Asam (2013)

Tabel 6Jenis Vegetasi Menurut Tingkat Pohon di Areal Tambang PT Bukit Asam

No Nama Jenis Nama Latin

1 Simpur Dillenia obovata

2 Petai Parkia speciosa

3 Seru Schima walichii

4 balik angina Mallotus paniculatus

INDIKATOR PENDUGA KEBERHASILAN REKLAMASI

HUTAN DI AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA

Pendahuluan

Kegiatan pertambangan di kawasan hutan telah menjadi salah satu penyebab langsung dari degradasi hutan dan deforestasi. Selama dekade terakhir, jumlah aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan terus meningkat. Di Pulau Sumatera, telah dilaporkan bahwa ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan meningkat tajam sekitar 67% selama periode 2012‒ 2013 atau meningkat sekitar 5142.5 ha dari luas 4947.53 ha menjadi 10089.81 ha. Sekitar 28.8% dari total luasan IPPKH (2909.91 ha) terletak di Provinsi Sumatera Selatan (FWI 2014).

Secara umum, pertambangan dengan sistem penambangan terbuka telah menyebabkan degradasi hutan dan kerusakan lingkungan(Dontala et al. 2015)Degradasi hutan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak negatif pada tegakan atau tapak (Lund 2009), penurunan komposisi spesies, produktivitas hutan dan keanekaragaman hayati (Virah-Sawmy et al. 2014; Kujala et al. 2015) terganggunya stabilitas lahan (Setiadi 2006; Mastrogianni et al. 2014; Saini et al. 2016) meningkatkan laju erosi tanah, sedimentasi, dan merusak wilayah tangkapan air (Zhang et al. 2015) serta penurunan kesuburan tanah yang mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Puspaningsih et al. 2010; Mastrogianni et al. 2014; Samsuri et al. 2014).

Pengurangan dampak negatif kerusakan hutan dari aktivitas pertambangan membutuhkan suatu tindakan perbaikan melalui kegiatan reklamasi hutan. Reklamasi hutan bertujuan untuk memulihkan dan memperbaiki lahan dan vegetasi yang rusak agar hutan dapat berfungsi kembali sesuai peruntukan awalnya (Juwarkar dan Singh 2010; Sahu dan Dash 2011). Namun, melakukan memulihkan ekosistem hutan, terutama di daerah bekas pertambangan yang telah mengalami kerusakan masih sulit untuk dilakukan (Evans et al. 2013), dan merupakan tantangan berat yang memerlukan integrasi teknik reklamasi yang sesuai dengan kondisi lokasi(Parrotta dan Knowles 2001).Proses reklamasi hutan harus ditujukan untuk percepatan pemulihan hutan, dengan mempercepat terjadinya proses suksesi agar terbentuk hutan yang lestari(Setiadi 2005). Hal ini harus didukung pula oleh efektifitas kegiatan monitoring dan evaluasi keberhasilan reklamasi. Efektivitas yang dimaksud adalah pemilihan metode dan ketepatan dalam pemilihan kriteria dan indikator yang digunakan dalam penilaian (Mukhopadhyay et al. 2014).

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengkaji indikator yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi keberhasilan reklamasi hutan di beberapa areal bekas pertambangan. Indeks tanah berupa sifat fisik tanah, kimia tanah, biologi tanah dan indeks serasah merupakan faktor penting dalam memantau keberhasilan reforestasi di kawasan pertambangan nikel (Puspaningsih et al. 2010). Indikator kualitas tanah bekas tambang terdiri atas karbon organik tanah, aliran CO2 tanah, aktivitas dehidrogenase, fraksi tanah kasar, kadar air dan kejenuhan basa, menjadi parameter kunci untuk mengevaluasi keberhasilan reklamasi di daerah tambang batubara (Mukhopadhyay et al. 2014; Li et al.

2015).Sifat-sifat tanah seperti tekstur tanah, kandungan bahan organik, dan kapasitas tukar kation merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam menilai restorasi bekas tambang (Oktavia et al. 2015) serta indikator kestabilan tanah dan infiltrasi air(Munro et al. 2012). Pemantauan keberhasilan menggunakan indicator fauna tanah(Ruiz-Jaén dan Aide 2006; Cristescu et al. 2012) dan indeks kelimpahan collembola (kelompok invertebrata) sebagai indikator kesuburan tanah di areal bekas tambang emas(Rohyani 2012). Siklus hara dan dekomposisi serasah merupakan indikator untuk menilai pemulihan fungsi ekosistem(Grant et al. 2007). Pengukuran biodiversitas dalam mengevaluasi lokasi pertambangan yang berdasarkan database tentang tutupan lahan, kawasan lindung, aktivitas pertambangan, dan pengukuran nilai habitat (Kobayashi et al. 2014; Virah-Sawmy et al. 2014), sedangkan penilaian kesehatan hutan menggunakan vegetasi sebagai indikator untuk memantau perubahan yang terjadi secara berkesinambungan(Erener 2011; Kujala et al. 2015).

Meskipun sejumlah penelitian mengenai penilaian keberhasilan reklamasi hutan di areal bekas pertambangan dengan berbagai indikator sudah dilakukan, namun penilaian keberhasilan reklamasi hutan dan kaitannya dengan fungsi pertumbuhan dan produktivitas hutan, yang menggunakan faktor-faktor tempat tumbuh sebagai peubah masih sangat terbatas. Padahal, fungsi pertumbuhan tegakan merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu dari tegakan, seperti: diameter, bidang dasar, tinggi, volume, biomassa dengan umur tegakan(Suhendang 1990; Husch et al. 2003; Vanclay 2003; Simon 2007). Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian secara spasial tentang faktor-faktor kunci yang dapat digunakan guna melakukan penilaian secara cepat, konsisten dan akurat terhadap reklamasi hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan di daerah bekas pertambangan batubara. Indikator yang memberikan hasil estimasi yang tertinggi selanjutnya akan digunakan sebagai indikator penentu dlam membangun indeks keberhasilan reklamasi hutan.

Metodologi Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa data vegetasi dan data tanah. Data vegetasi terdiri atas diameter (dbh), jumlah dan jenis vegetasi dan tutupan tajuk. Sedangkan data tanah meliputi sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, serasah, dan kondisi permukaan tanah. Selanjutnya data yang diperoleh diolah untuk mendapatkan sejumlah peubah yang digunakan dalam mengidentifikasi indikator penduga keberhasilan reklamasi hutan.

Alat yang digunakan adalah alat survey lapangan dan alat alat analisis data. Alat survey lapangan terdiri atas clinometer untuk menentukan kemiringan lereng, kompas menentukan arah, GPS untuk marking titik plot, Pita ukur digunakan untuk mengukur luas plot, diameter tajuk luas penampang dan kedalaman erosi, phiband untuk mengukur diameter pohon setinggi dada (dbh), kaliper untuk mengukur vegetasi muda, haga hypsometer untuk mengukur tinggi pohon, ring tanah untuk mengambil sampel tanah utuh, bor tanah mengambil sampel tanah tanah terganggu dan mengukur kedalaman topsoil tanah, penggaris

untuk mengukur ketebalan serasah, kamera Fish eye mengukur persentase tutupantajuk,tambang untuk membatasi plot pengamatan, timbangan menimbang sersah dan sampel tanah, plastik untuk menyimpan tanah dan serasah, dan tally sheet untuk mencatat data hasil pengukuran lapangan. Sedangkan alat analisis data yang digunakan adalahMicrosoftExcel, Minitabversi 16 dan Excel Statversi 2014.5.03.

Pengumpulan data lapangan

Data yang diukur di lapangan pada masing-masing plot meliputi inventarisasi vegetasi, sampel tanah dan pengamatan terhadap kondisi permukaan lahan.

Dokumen terkait