• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN

C. Alternatif bagi PNS yang Ingin Melakukan

Lahirnya sebuah peraturan, tentunya memiliki tujuan dan maksud tertentu yang pastinya baik dan demi kepentingan masyarakat. Begitu pula dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian ini. Peraturan Pemerintah ini lahir dengan tujuan yang mulia yakni menekan angka perceraian di kalangan PNS dengan cara mempersulit perceraian.

Perceraian baik orang biasa maupun PNS pada dasarnya sama-sama bukanlah perbuatan baik yang patut dicontoh.Namun, perceraian yang dilakukan oleh kalangan PNS, sangatlah tidak baik karena PNS merupakan profesi yang terhormat dan bermartabat di mata masyarakat, sehingga dapat menimbulkan contoh yang buruk bagi masyarakat.Maka dari itulah lahir Peraturan ini dalam rangka mempersulit terjadinya perceraian.

Suatu peraturan baru dapat berjalan dengan baik dan efektif sebagaimana tujuan awal dari pembentukannya tentu memerlukan institusi

hukum yang konsisten dalam menerapkan dan mengindahkan aturan. Begitu pula dengan terlaksananya peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ini, tentunya harus didukung oleh Pengadilan Agama dan pihak-pihak terkait agar terlaksana sebagaimana mestinya.

Sebagaimana yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwasanya pada dasarnya Pengadilan Agama selalu berusaha untuk menjalankan aturan yang telah dibuat sebagaimana mestinya.Hanya saja, kadangkala tentu muncul kendala-kendala yang sebenarnya tidak diharapkan baik dari pihak pengadilan agama maupun dari pihak PNS yang mengajukan perkara itu sendiri. Kendala-kendala yang sering muncul tersebut di antaranya adalah sulitnya PNS mendapatkan izin dari atasan, pengurusan surat izin yang begitu lama, sehingga menyulitkan PNS yang benar-benar tidak bisa mempertahankan rumah tangganya untuk bercerai.

Jika menimbang tujuan awal dari lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian yakni bertujuan untuk mempersulit terjadinya perceraian sehingga diharapkan akan mengurangi atau menekan angka perceraian di kalangan PNS, dengan adanya kesulitan-kesulitan mendapatkan surat izin dari atasan ini tentu akan mendukung tujuan dari pembentukan peraturan ini. Namun, meskipun demikian ada sebagian dari para PNS tersebut yang benar-benar tidak mampu lagi untuk melanjutkan rumah tangganya.

Bagi para PNS yang mengalami hal ini, tentu sulitnya mendapatkan atau mengurus izin dari atasan mereka akan membuat mereka frustasi. Sebab

keadaan genting dalam rumah tangga tentu jika tidak segera diakhiri malah akan menimbulkan banyak mudharat ketimbang manfaat. Maka dari itu dibutuhkan alternatif lain pengganti surat izin atasan bagi PNS yang ingin melakukan perceraian mengingat rumitnya proses pengurusan izin dari atasan ini.

Berdasarkan kendala-kendala yang sering muncul inilah maka terdapat alternatif lain yang ditawarkan kepada PNS agar tetap dapat melanjutkan perkara perceraiannya. Alternatif tersebut adalah PNS tersebut harus membuat surat pernyataan bahwa ia sebagai penggugat bersedia atau berkeinginan untuk melakukan perceraian. Adapun yang menjadi dasar hukum atas pertimbangan Hakim tersebut adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 1984, yang mana Majelis Hakim memberi waktu 6 bulan untuk mengurus surat izin atau surat keterangan perceraian dari atasan. Dalam berkas perkara tersebut tidak terdapat surat izin, namun yang terdapat yaitu surat pernyataan tertulis dari yang bersangkutan yang isinya siap menanggung resiko yang terjadi kemudian hari. Maka atas dasar itu para majelis hakim memberikan Alternatif yang demikian kepada PNS yang tidak mendapat surat izin atasan.

Alternatif ini diberikan mengingat proses pengurusan izin dari atasan yang terkadang sangat rumit dan membutuhkan waktu yang lama hingga izin tersebut keluar, sehingga jika setelah mengurus izin dari atasan dan ternyata dalam kurun waktu enam bulan surat izin belum juga keluar, maka bagi PNS tersebut ditawarkan dua opsi yakni mencabut perkara cerai yang telah

diajukan atau membuat surat pernyataan bahwa sebagai penggugat ia berkeinginan dan bersedia melakukan perceraian.

Alternatif ini diberikan juga mengingat bahwa surat izin dari atasan bagi seorang PNS yang ingin melakukan perceraian merupakan syarat kelengkapan yang harus dipenuhi jika tidak maka perkara yang telah didaftarkan tidak bisa dilanjutkan. Sehingga mau tidak mau tentu harus ada alternatif lain jika memang kondisinya pengurusan surat izin atasan tersebut sangat rumit dan memakan waktu yang lama.

Meskipun terdapat alternatif bagi seorang PNS selain izin dari atasannya yakni berupa surat pernyataan, namun hakim tidak dapat serta-merta menerima surat pernyataan tersebut sebagai ganti dari surat izin dari atasan, tetapi hakim akan menilai dan mempertimbangkan terlebih dahulu apakah memang PNS tersebut pantas menggunakan alternatif tersebut atau tidak. Dan pada prakteknyapun tidak semua surat pernyataan yang diberikan kepada hakim diterima begitu saja, bahkan sebagian ada yang ditolak dan tetap harus melampirkan surat izin atasan sebagai salah satu kelengkapan persyaratan.

Hal ini diakui oleh bapak Afrizal selaku hakim di Pengadilan Agama Bukittinggi, ia mengatakan bahwa:

“Jika para PNS telah berusaha sebisa mungkin mengurus surat izin dari atasan, namun dalam kurun waktu enam bulan belum juga mendapatkan surat izin, maka PNS tersebut diberikan alternatif lain yakni dengan membuat surat pernyataan yang di dalamnya berisikan keterangan bahwa ia sebagai penggugat bersedia dan berkeinginan

melakukan perceraian.” 96

Hal yang sama juga dinyatakan oleh ibu Minda Hayati selaku Panitera Muda Permohonan di Pengadilan Agama Bukittinggi. Ia mengatakan:

“Di Pengadilan Agama Bukittinggi, jika seorang PNS mengajukan perkara perceraian dan setelah 6 bulan lamanya belum juga mendapatkan surat izin dari atasan, maka ia diberi alternatif dengan cara membuat surat pernyataan yang berisikan bahwa ia sebagai penggugat berkeinginan dan bersedia untuk melaksanakan perceraian.”97

Hal yang sama juga disampaikan oleh Dra. Elzawarti selaku Panitera Muda Hukum di Pengadilan Agama Bukittinggi, ia mengatakan:

“Di sini, di Pengadilan Agama Bukittinggi, bagi para PNS yang dalam kurun waktu enam bulan tidak bisa menyerahkan persyaratan berupa surat izin dari atasan maka kepadanya akan diberi dua opsi. Opsi pertama adalah mencabut perkara cerai yang telah didaftarkan. Opsi kedua adalah dengan membuat surat pernyataan bahwa ia selaku penggugat bersedia melakukan perceraian. Surat pernyataan ini merupakan alternatif dari surat izin dari atasan.”98

Dra. Elzawarti selaku Panitera Muda hukum juga mengatakan bahwa:

“Jika PNS yang ingin melaksanakan perceraian benar-benar tidak bisa mendapatkan izin dari atasan, karena suatu dan lain hal, sementara ia merasa benar-benar tidak dapat mempertahankan rumah tangganya lagi, dan telah berjalan kurang lebih enam bulan lamanya untuk mengurus surat izin tersebut, maka baginya diberikan alternatif lain dengan membuat surat pernyataan yang berisi keterangan bahwa ia sebagai penggugat berkeinginan dan bersedia melakukan perceraian.

Surat ini diberikan kepada pengadilan dan nantinya akan dipertimbangkan.”99

Dengan adanya alternatif ini, ditujukan agar PNS yang benar-benar tidak memiliki jalan lain selain perceraian bagi rumah tangganya tetap dapat

96Afrizal (Hakim), Wawancara Pribadi, 3 Juni 2015

97Minda Hayati (Panitera Muda Permohonan), Wawancara Pribadi, 2 Juni 2015

98Elzawarti (Panitera Muda Hukum), Wawancara Pribadi, 6 Mei 2015

99

melaksanakan perceraian tanpa terhalangi adanya izin dari atasan. Dengan hal ini diharapkan bagi para PNS yang rumah tangganya benar-benar tidak dapat dipertahankan lagi atau kalau dipertahankan malah akan memperbanyak mudharat, tetap dapat melaksanakan perceraian.

Berdasarkan keterangan-keterangan dari para narasumber di atas, maka dapat dipahami bahwasanya bagi para PNS yang tidak dapat melampirkan surat izin dari atasan karena terkendala oleh suatu dan lain hal, seperti lamanya proses pengurusan surat izin dan telah memakan kurun waktu lebih kurang enam bulan, maka boleh menggunakan alternatif dengan membuat surat pernyataan yang berisikan keterangan bahwa ia sebagai penggugat berkeinginan dan bersedia untuk melakukan perceraian.

Adanya alternatif dengan membuat surat pernyataan ini, bukan berarti serta merta menggantikan posisi surat izin dari atasan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian. Sebab, membuat surat pernyataan hanyalah sebuah alternatif yang hanya boleh dilakukan jika surat izin dari atasan benar-benar tidak bisa didapatkan atau surat izin tersebut sudah diurus namun karena proses yang rumit dalam kurun waktu enam bulan belum juga keluar, maka boleh diganti dengan membuat surat pernyataan kesediaan melakukan perceraian. Dalam prakteknya pun, sebagaimana yang telah disampaikan beberapa narasumber di atas, bahwa tidak semua perkara cerai PNS yang melampirkan hanya surat pernyataan diterima oleh hakim.

Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu surat pernyataan tersebut.

Berdasarkan keterangan-keterangan narasumber, maka menurut analisa penulis, adanya alternatif ini bukanlah bertujuan untuk menentang adanya PP Nomor 45 Tahun 1990 yang menggariskan bahwa seorang PNS harus melampirkan surat izin dari atasan jika ingin melakukan perceraian. Namun, menurut penulis alternatif ini diberikan sebagai jalan bagi para PNS yang benar-benar tidak mampu lagi mempertahankan rumah tangganya yang jika terus dilanjutkan akan memabwa banyak kemudharatan. Bagi mereka inilah diberi alternatif agar mempermudah mereka memproses perceraian yang mereka ajukan.

Alternatif dengan membuat surat keterangan bahwa PNS yang bersangkutan selaku penggugat bersedia dan berkeinginan melakukan perceraian, tidak serta-merta diterima hakim begitu saja, namun akan hakim pertimbangkan terlebih dahulu apakah surat keterangan tersebut dapat diterima sebagai ganti dari surat izin atasan ataukah tidak dapat diterima.

Dalam prakteknya pun, tidak semua perkara perceraian PNS yang melampirkan surat keterangan kesediaan melakukan perceraian diterima oleh hakim. Hakim mempertimbangkan terlebih dahulu apakah surat keterangan dari PNS tersebut patut diterima atau tidak. Jika patut maka proses dapat dilanjutkan, jika tidak maka surat keterangan tersebut ditolak dan perkara tidak dapat dilanjutkan sampai ia dapat melampirkan surat izin dari atasannya.

Sehingga, menurut penulis adanya alternatif yang diberikan kepada PNS ini tidaklah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian.

Alternatif ini sifatnya hanya pengganti saat penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 benar-benar tidak dapat dilakukan.

Sebab mau tidak mau harus ada pengganti bagi surat izin atasan yang tidak didapatkan jika memang ingin perkara dilanjutkan. Sebab, walaupun surat izin dari atasan bagi PNS yang ingin bercerai itu sifatnya hanyalah syarat kelengkapan saja, tapi tanpa melengkapi persyaratan tersebut perkara tidak dapat dilanjutkan.

Surat izin dari atasan PNS ataupun surat keterangan yang dibuat oleh PNS yang bersangkutan untuk menggantikan surat izin atasan ini, berguna nantinya di dalam pemeriksaan perkara bahkan mungkin nantinya berguna untuk syarat pembuktian perkara.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah dilakukan di atas, maka menurut analisa penulis baik itu Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian maupun adanya aturan mengenai alternatif lain pengganti surat izin atasan berupa surat keterangan, kesemuanya adalah aturan yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk melindungi masyarakat. Dalam hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan sebagai seorang isteri.

Jika dilihat dari sudut pandang Islam, maka aturan yang dibuat oleh pemerintah pada dasarnya merupakan aturan yang wajib ditaati.Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “Taatilah Allah dan Rasulmu dan pemimpin di antara kamu.”

Jika memperhatikan firman Allah tersebut maka dapat dipahami bahwasanya aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah demi melindungi kepentingan rakyatnya adalah aturan yang wajib dipatuhi sebagaimana mematuhi Allah dan Rasul. Begitu pula dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian juga wajib dipatuhi termasuk adanya aturan mengenai alternatif yang diberikan kepada PNS yang tidak dapat melampirkan surat izin dari atasan. Bagaimanapun kesemuanya adalah aturan yang dibuat dengan tujuan yang baik dan sepatutnya untuk dipatuhi.

Dalam Islam pun sebuah pemerintahan dalam mengeluarkan sebuah peraturan juga dengan melihat dan menimbang ada atau tidaknya kemashlahatan umum yang bisa dicapai dari dibuatnya sebuah aturan.Apakah banyak maslahat dari pada mudharatya. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 ini, pada dasarnya semata-mata mengharapkan bahwa tujuan baik dari pembuatan peraturan ini dapat terlaksana dengan baik sebagaimana mestinya.

Sehingga, sudah semestinyalah Pengadilan Agama sebagai suatu institusi penegak hukum menjamin ditaati dan terlaksananya peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang berkeinginan melakukan perceraian ini. Dan sudah semestinyalah masyarakat terutama para PNS mentaati dan mengikuti prosedur yang diamanatkan oleh PP ini.Sebab PP ini dibuat demi melindungi kepentingan PNS itu sendiri.

Dengan dipatuhi dan diindahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi para PNS yang ingin melakukan perceraian diharapkan dapat berjalan sebagaimana tujuan awal dibentuknya aturan ini. Dan dengan PP ini diharapkan dapat secara efektif mengurangi angka perceraian yang terjadi di kalangan PNS dengan cara mempersulit prosedurnya dengan aturan ini.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan bab per bab, dan berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dengan mewawancarai sejumlah narasumber, maka dapat penulis simpulkan bahwa:

1. Secara umum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 terhadap pencegahan perceraian bagi PNS telah efektif terlaksana di Pengadilan Agama Bukittinggi. Hal ini terbukti dari pernyataan para narasumber bahwa PNS yang akan melakukan perceraian harus mendapat surat izin atasan terlebih dahulu sebagai syarat khusus bagi PNS yang akan berceraian.

2. Bagi PNS itu sendiri sangat lah amat mempersulit dalam meminta surat izin atasan yang bertujuan untuk menekan atau mencegah perceraian.

Tidak sedikit PNS mengurung niat untuk bercerai karena sulitnya mendapat surat izin dari atasan, maka terbukti bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 pasal (3) bisa mencegah terjadinya perceraian.

3. Surat pernyataan yang dibuat oleh PNS yang bersangkutan tidaklah semuanya diterima oleh hakim. Tetap saja yang utama adalah surat izin dari atasan. Hanya saja PNS yang benar-benar tidak bisa memperoleh surat izin dari atasan dan telah mencoba untuk mengurusnya maka boleh

menggunakan alternatif dengan membuat surat pernyataan ini. Tetapi tetap saja perlu digaris bawahi surat pernyataan ini akan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh hakim. Surat ini sifatnya hanya alternatif jika memang aturan dari PP No.45 Tahun 1990 tidak dapat dilaksanakan. Karena untuk melanjutkan perkara harus ada syarat pengganti untuk surat izin dari atasan sebab syarat ini merupakan syarat kelengkapan khusus yang artinya jika belum lengkap, maka perkara yang telah didaftarkan tidak dapat dilanjutkan.

B. Saran-saran

1. Kepada para PNS agar tidak menjadikan perceraian sebagai suatu tindakan yang mudah untuk dilakukan. Alangkah baiknya jika seorang PNS memikirkan matang-matang keputusannya sebelum memutusskan untuk bercerai. Sebab profesi sebagai PNS merupakan profesi yang terhormat dan bermartabat di mata masyarakat, sehingga perceraian para PNS akan menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat.

2. Kepada pihak Pengadilan Agama Bukittinggi agar tetap menjaga konsistensinya dalam mentaati dan mengindahkan semua peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, termasuk mentaati dan menjalankan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian ini. Sebab tujuan dari lahirnya Undang-Undang ini sendiri sangatlah baik yakni mencegah terjadinya

perceraian yang merupakan perbuatan buruk. Baik di mata masyarakat maupun secara agama, apalagi agama Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Bisri Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/12pengertian-dan-penggunaan-metode.html

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar,Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1999

Prawirohamidjojo R.soetojo,Hukum Kelurga dan Orang, Bandung: alumni, 1986 Soemiyati, Hukum Perkawinan Indonesia dan Undang-Undang Perkawinan

Indonesia, Surabaya: Airlangga University press, 1982

Suma Muhamad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2004

Anshori, Abdul Ghofur,HukumPerkawinan Islam

PerspektifFikihdanHukumPositif, Yogyakarta: UII Press, 2011

Aripin, Jaenal,Peradilan Agama dalamBingkaiReformasiHukum di Indonesia, Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2012

Nofiardi, HukumAcaraPeradilan Agama, Bukittinggi: STAIN Press, 2010 Nuruddin, Amiur,HukumPerdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004 Sabid, Sayid,FiqhSunnah, Mesir: Dar al-Fikr, [tth], Jilid ke-2

Soekanto, Soerjono, Mustafa Abdullah, SosiologiHukumDalamMasyarakat, Jakarta: RajawaliPers 1982

Subekti, Pokok-PokokHukumPerdata, Jakarta: PT. Internusa, 1985 Syaifuddin, Muhammad,HukumPerceraian, Jakarta: SinarGrafika, 2013

Tim PenyusunKamusPusatPembinaandanPengembanganBahasa, KamusBesarBahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka, 1997

http://lawmetha.wordpress.com,diakses20 April 2015

Dokumen terkait