• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Teori Efektifitas Hukum

2. Berfungsinya Hukum dalam Masyarakat

Apabila seseorang membicarakan masalah berfungsinya hukum dalam masyarakat, maka biasanya fikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak.

44http://lawmetha.wordpress.com, diakses 20 April 2015

Dalam teori-teori hukum, biasanya dibedakan 3 hal yang berlakunya hukum sebagai kaidah yang mana dalam bahasa Belanda biasa disebut “gelding” atau “geltung dalam bahasa Jerman. Tentang hal berlakunya kaidah hukum ada anggapan-anggapan sebagai berikut:45 a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuanya didasarkan

pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya, atau bila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan, atau apabila menunjukan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaedah itu berlaku efektif. Artinya, kaedah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaedah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).

c. Kaedah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Kalau ditelaah secara lebih mendalam, maka agar supaya berfungsinya suatu kaedah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur tersebut di atas.

Adapun sebabnya antara lain:

a. Bila suatu kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakankaidah mati (“dode regel”)

45Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta:

b. Kalau hanya berlaku secara sosiologis (dalam arti teori kekuasaan), maka kedah tersebut menjadi aturan pemaksa (“dwangmaatregel”).

Apabila hanya berlaku secara filosofis, maka mungkin kaedah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (“ius constituendum”)

Dari penjelasan di atas, kelihatanlah betapa rumitnya masalah oleh karena bisanya seseorang hanya melihat dari satu sudut saja. Sebab agar suatu kaedah hukum atau peraturan (tertulis benar-benar berfungsi senantiasa dapat dikembalikan pada paling sedikit empat faktor, yaitu:46 a. Kaedah hukum atau peraturan sendiri

b. Petugas yang menegakkan atau yang menerapkan

c. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaedah hukum

d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.

Untuk lebih jelas dan memudahkan untuk memahaminya maka keempat faktor tersebut akan dijelaskan secara singkat

a. Kaedah hukum atau peraturan47

Dalam hal ini, pembicaraan akan dibatasi pada peraturan-peraturan yang tertulis yang merupakan perundang-undangan resmi.

Masalah-masalah umumnya disini adalah, antara lain:

1) Apakah peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan

46Soerjono soekanto, Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...,h.14

47Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...,h.15

tertentu cukup sistematis

2) Apakah peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu cukup sinkron, artinya secara hirarkis dan secara horizontal tidak ada pertentantangan.

3) Apakah secara kuantitatif dan kualitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup

4) Apakah penerbitan peraturan tertentu adalah sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada

b. Penegak hukum

Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas strata atas, menengah dan bawah. Yang jelas di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka seyoyanya harus mempunyai suatu pedoman, antara lain peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya

c. Fasilitas

Secara sederhana fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya adalah terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Seringkali terjadi bahwa suatu aturan sudah diberlakukan padahal fasilitasnya belum disediakan dengan lengkap, sehingga peraturan semulanya bertujuan untuk

memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan.48 Jadi dalam rangka untuk menegakkan aturan atau hukum secara efektif dan efisien, harus disertai dengan adanya fasilitas penunjang untuk tercapainya tujuan suatu hukum atau aturan tersebut

d. Warga masyarakat

Tingkat kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.49 Orang atau masyarakat merupakan subjek hukum, berfungsi atau tidaknya suatu hukum tergantung kepada sejauh mana kepatuhan masyarakat terhadap hukum tersebut.

48Soerjono Soekanto, Muhammad Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...,h.17

49Soerjono Soekanto, Muhammad Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...,h.18

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Monografi Pengadilan Agama Bukittinggi

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Bukittinggi

Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah syariah di luar Jawa dan Madura.50

2. Pengadilan Agama Bukittinggi

a. Sejarah Pengadilan Agama Bukittinggi51

Pengadilan Agama berdiri dengan menyewa rumah penduduk pada tahun 1957 berlokasi di jalan Sudirman disamping kantor pos sekarang yang dirobah menjadi Apotek Saiyo, di sana berkantor semenjak tahun 1957 sampai tahun 1971. dipimpin oleh Buya Syekh Sulaiman Ar-Rasuli/ Inyiak Canduang, yang berasal dari Canduang kecamatan IV Angkek Canduang Kabupaten Agam. Kemudian Pengadilan Agama Bukittinggi berpindah tempat ke Jirek (Akper sekarang) di jalan Veteran pada tahun 1971 sampai 1975 juga di rumah penduduk. Kemudian Pengadilan Agama Bukittinggi berpindah lagi ke Jalan Tan Malaka, Ombilin bawah Nomor 4, Belakang Balok dari tahun 1997 sampai 2003. Karena lokasi yang dibelakang Balok itu berada di komplek perumahan penduduk maka Pengadilan Agama Bukittinggi berpindah lagi ke komplek perkantoran Balai Kota

50Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

51

Bukittinggi di Jalan Kusuma Bhakti, Gulai Bancah dari tahun 2003 sampai 16 Agustus 2007.

Karena adanya pembangunan gedung kantor baru Pengadilan Agama Bukittinggi di Komplek Perkantoran Balai Kota Bukittinggi, maka untuk sementara Pengadilan Agama Bukittinggi pindah ke Jalan Merapi, Komplek eks APDN dari tanggal 16 Agustus 2007 sampai sekarang dengan system pinjaman kepada pemerintah Provinsi Sumatera Barat.52

Adapun yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Bukittinggi yang sekarang telah berubah Kelas Menjadi I.B adalah sebagai berikut :53

1) Buya H. Masnyur dari Pakan Sinayan Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam.

2) Buya Sarbini berasal dari Kapau Kecamatan Tilatang Kamang.

Kabupaten Agam periode Tahun 1968 sampai dengan 1973.

3) Dalai Datuk Sampono Bumi periode dari tahun 1964 sampai dengan 1967.

4) H. Ilyas Hatta berasal dari Matur periode tahun 1967.

5) H. S. Tengku Sulaiman berasal dari Aur Kuning, Bukittinggi periode tahun 1973 sampai dengan 1975.

52Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

53Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

6) Abdul Manaf berasal dari Pakan Sinayan Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam periode tahun 1975 sampai 1976.

7) Dahlan Khatib Kayo berasal dari Bukit Batipuh Kecamatan IV Angkek Canduang Kabupaten Agam periode tahun 1976 sampai dengan 1978.

8) Baharuddin Saleh berasal dari Muaro Labuh, Solok periode 1978 sampai dengan1979.

9) Fakhrurozi Harli berasal dari Ogan Komering Hilir periode 1979 sampai dengan 1984.

10) Martius As‟Ady berasal dari Payakumbuh periode 1985.

11) Ajis Jaman Gani berasal dari Batusangkar periode 1988 sampai dengan 1995.

12) Zul Aidi Sutan Alamsyah berasal dari Siguntur, Pesisir selatan periode 1995 sampai dengan 1999.

13) Darisman berasal dari Palambayan, Agam periode 1999 sampai dengan 2004.

14) Pelmizar berasal dari Kamang, Agam periode 2004 sampai dengan 2006.

15) M. Nasir berasal dari Kamang, Agam periode 2006

16) Syamsir Suleman berasal dari Malalak, Agam periode 2006 sampai dengan sekarang

b. Data dan keterangan wilayah hukum Pengadilan Agama Bukittinggi mencakup :54

1) Lokasi dan luas wilayah Pengadilan Agama Bukittinggi a) Secara Antronomi

Kota Bukittinggi terletak diantara 00016 - 00020 Lintang Selatan 000020 - 000020 Bujur Timur.Kabupaten Agama terletak diantara 00001‟34 – 00028‟43”.55

b) Secara Geografis (alam : laut, selat, samudera, sungai) atau secara administrasi (kewilayahan) Pengadilan Agama Bukittinggi meliputi kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam bahagian Timur yang berbatasan dengan :

a) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam

b) utara berbatasan dengan Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh Kota

c) Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima Puluh Kota

d) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar

e) Luas wilayah hukum Pengadilan Agama Bukittinggi meliputi areal seluas 2..561.874 ha

54Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

55Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

2) Pembagian wilayah hukum. 56 a) Wilayah kota Bukittinggi.

(1) Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh (2) Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (3) Kecamatan Guguk Panjang.

b) Wilayah kabupaten Agam.

(1) Kecamatan Palupuh

(2) Kecamatan Tilatang Kamang (3) Kecamatan Kamang Magek (4) Kecamatan Baso

(5) Kecamatan IV Angkek (6) Kecamatan Canduang

(7) Kecamatan Banuhampu Sungai Puar (8) Kecamatan Sungai Puar

c) Tanah.57

Berdasarkan hasil pemetaan penggunaan tanah kecamatan di seluruh kota Bukittinggi/ Agam dengan luas keseluruhan 2..561.874 KM2, dengan luas masing-masing secara sebagai berikut :

(1) Kampung/ perumahan : 900.254 ha (2) Sawah/ tambak : 1.037.299 ha (3) Tegalan/ ladang : 624.321 ha

56Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

57

d) Penduduk58

Penduduk dalam wilayah hukum Pengadilan Agama Bukittinggi seluruhnya 319.866 orang terdiri dari :

(1) Jenis kelamin :

1. Laki-laki : 148129 orang 2. Perempuan : 171737 orang (2) Golongan59

1. WNI : 319.844 orang 2. WNA : 22 orang

e) Jumlah penduduk setiap kecamatan :60

(1) Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh : 22852 orang (2) Kecamatan Mandiangin Koto Selayan : 40912 orang (3) Kecamatan Guguk Panjang : 38464 orang

Agama

Di kota Bukittinggi tercatat jumlah pemeluk agama :61 (1) Islam : 1003333 orang

(2) Katolik : 723 orang (3) Protestan : 889 orang (4) Hindu : 36 orang (5) Budha : 247 orang

58Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

59Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

60Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

61Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

f) Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Minang (daerah)

g) Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Minang (daerah)

h) Kehidupan Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat Bukittinggi dapat digambarkan sebagai berikut :62

Jumlah sarana kehidupan sosial budaya : 1) Jumlah sarana ibadah :63

a) Masjid : 40 buah b) Mushalla : 131 buah c) Gereja : 1 buah

d) Wihara : -

e) Pura berjumlah : - 2) Jumlah sarana kesehatan :64

a) Rumah Sakit Umum : 3 buah b) Rumah Sakit DKT : - c) Rumah Sakit Swasta : 2 buah d) Puskesmas : 12 buah

62Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

63Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

64

3) Jumlah sarana umum lainnya :65

a) Pasar tradisional : 3 buah b) Pasar swalayan : 3 buah c) Gelanggang Olah Raga : 1 buah d) Lapangan Olah Raga : 2 buah e) Balai budaya : 1 buah f) Gedung bioskop : 2 buah g) Lalu Lintas dan Pariwisata

h) Lalu Lintas 4) Lalu Lintas66

Kota Bukittinggi merupakan segitiga perlintasan menuju ke arah Utara, Timur dan Selatan pulau Sumatera.

l)Pariwisata 67

Bidang kepariwisataan merupakan potensi unggulan daerah kota Bukittinggi dan Agam, yang berangkat dari kondisi alam dan geografis kota Bukittinggi dan Agam itu sendiri yang terletak di ketinggian antara 909M – 941 M di atas permukaan laut. Suhu udaranya yang berkisar antara17‟10 C sampai 24.90 C, merupakan iklim udara yang sejuk.

Topografi nya yang berbukit dan berlembah dengan

65Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

66Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

67Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

panorama alam yang elok serta dikelilingi oleh tiga gunung, Merapi, Singgalang dan Sago seakan menjadi tonggak penyangga untuk memperkokoh berdirinya kota Bukittinggi dan Agam. Diantara sekian banyak tempat wisata di kota Bukittinggi dan Agam adalah :

a) Lobang Jepang di Kota Bukittinggi

b) Benteng Fort De Kock di Kota Bukittinggi c) Jam Gadang di Kota Bukittinggi

d) Ngarai Sianok di Kota Bukittinggi e) Puncak Lawang di Kabupaten Agam f) Danau Maninjau di Kabupaten Agam

Bukittinggi memiliki julukan sebagai "kota wisata" karena banyaknya objek wisata yang terdapat di kota ini. Lembah Ngarai SianokJepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut sebagai 'Lobang Jepang'.Merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok.

Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau, kebun binatang dan benteng Fort de Kock yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh.

Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di kota Bukittinggi.68

Pasar Atas berada berdekatan dengan Jam Gadangyang merupakan pusat keramaian kota. Di dalam Pasar Atas yang selaluramai terdapat banyak penjual kerajinan bordir dan makanan keciloleh-oleh khas Sumatera Barat seperti Keripik Sanjai yang terbuat dari singkong, serta Kerupuk Jangek(Kerupuk Kulit) yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau dan Karak Kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8.69

Danau Maninjau terletak sekitar 36 km atau sekitar 45 menit perjalanan dengan mobil dari kota Bukittinggi. Secara geografis, Bukittinggi, terdiri dari bukit-bukit. Oleh sebab itu jalanya mendaki dan menurun, berdasarkan bukit itulah kemudian, pemerintahan dibagi (sebelum Orde Baru memecahnya ke dalam Kelurahan), ke dalam 5 jorong (Guguak Panjang,Mandiangin Koto Selayan, Bukit Apik Pintu Kabun, Aua Birugo, dan Tigo Baleh).

Dan pada saat ini juga telah dibangun pusat perbelanjaan modern di bukittinggi. Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako, dan hotel-hotel lainnya.70

68Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

69Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

70Profil Pengadilan Agama Bukittinggi

B. Efektifitas Pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1990 Terhadap Pencegahan Perceraian bagi PNS

Perceraian adalah sebuah tindakan hukum yang merupakan penyebab putusnya hubungan perkawinan antara seorang istri dengan seorang suami.Perceraian merupakan sebuah perbuatan yang sama-sama diketahui merupakan perbuatan yang tidak baik. Bahkan dalam agama Islam pun Allah menyatakan bahwa perceraian adalah perbuatan yang diridhoi sekaligus sangat dibenci oleh Allah SWT. Hal ini tentu dengan mengingat banyaknya mudharat yang ditimbulkan dengan adanya perceraian.

Meskipun termasuk kepada perbuatan yang tidak disenangi oleh Allah, namun Allah SWT tetap meridhoi adanya perceraian jika memang ternyata suatu rumah tangga tidak dapat diperbaiki lagi. Atau jika pun diusahakan tetap bersama akan muncul lebih banyak mudharat ketimbang manfaat yang ditimbulkan. Dalam kondisi seperti ini, maka perceraian boleh dilakukan.

Walaupun pada dasarnya tidak ada seorang pun yang ingin pernikahannya berakhir dengan perceraian tetapi jika terjadi kondisi seperti ini maka mau tidak mau seseorang akan mengambil keputusan untuk bercerai.

Perkara perceraian, dalam ranah hukum merupakan perkara yang berada di bawah wewenang Pengadilan Agama. Hal ini didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah menjadi Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Menurut Undang-Undang ini Pengadilan

Agama merupakan institusi yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara cerai gugat dan juga permohonan talak.71

Menurut pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 ini, Pengadilan Agama memiliki wewenang untuk memeriksa mengadili dan memutuskan perkara di bidang perkawinan sebagai berikut:72

1. Izin beristri lebih dari dua.

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 Tahun.

3. Dispensasi kawin.

4. Pencegahan pernikahan.

5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah.

6. Pembatalan perkawinan.

7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri.

8. Perceraian karena talak.

9. Gugatan perceraian.

Berdasarkan Undang-undang ini, maka dapat dipahami bahwasanya khusus untuk perkara cerai gugat dan permohonan talak, maka kedua bentuk perkara ini merupakan wewenang dari Pengadilan Agama.Pengadilan Agama berwenang mulai dari memeriksa, mengadili sampai dengan menetapkan putusan terhadap perkara tersebut.

Secara umum, tiap orang yang ingin mengajukan perkara perceraian ke Pengadilan Agama akan memberikan surat gugatan atau permohonan yang

71Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 34

72Hasan Basri, Peradilan Agama di Indonesia, . . . 34

dibuat secara sah. Namun hal itu saja tidak cukup, untuk mendaftarkan perkara-perkara tersebut terdapat syarat-syarat lain yang harus dilengkapi.

Syarat kelengkapan ini terdiri dari syarat kelengkapan umum, syarat kelengkapan khusus, materai dan rangkap surat gugatan atau permohonan, serta rangkap surat gugatan atau permohonan.73

Pada dasarnya tidak ada yang membedakan prosedur perceraian antara orang biasa dengan PNS, dari segi pemrosesan di sidang pengadilan semuanya adalah sama antara orang biasa dengan seorang PNS, hanya saja bagi PNS terdapat persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan perceraian. Syarat tersebut adalah adanya izin dari atasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin atasan bagi PNS yang akan melakukan perceraian. Sedangkan pada orang biasa tidak disyaratkan surat-menyurat yang demikian.Syarat seperti inilah yang disebut sebagai syarat kelengkapan khusus, karena berlaku khusus bagi para PNS saja.Dan inilah yang membedakannya.

Bagi orang biasa hanya diwajibkan memenuhi syarat kelengkapan umum, materai rangkap surat gugatan atau permohonan, serta rangkap surat gugatan atau permohonan. Sedangkan bagi seorang PNS jika ia ingin melakukan perceraian maka selain wajib memenuhi syarat berupa syarat kelengkapan umum, materai rangkap surat gugatan atau permohonan, rangkap surat gugatan atau permohonan, ia juga harus melengkapi syarat kelengkapan khusus yaitu melampirkan surat izin dari atasannya.

73

Izin dari atasan ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh setiap PNS yang berkeinginan melakukan perceraian di Pengadilan Agama setempat.Izin dari atasan ini harus diurus dan setelah keluar harus dilampirkan. Jika PNS yang bersangkutan tidak mendapat surat izin dari atasan ini maka ia tidak dapat melanjutkan proses perkara yang ia daftarkan ini.

Perbedaan perkara antara PNS dengan orang biasa ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Dra. Elzawarti selaku panitera muda hukum di Pengadilan Agama Bukittinggi, ia mengatakan bahwa:

“Sebenarnya semua perkara perceraian itu semuanya sama, hanya saja jika PNS yang akan mengajukan perkara cerai ke Pnegadilan Agama, harus mendapat surat izin atasan terlebih dahulu sedangkan bagi orang biasa tidak ad syarat yang demikian. Syarat adanya surat izin dari atasan ini merupakan syarat kelengkapan khusus yang harus dipenuhi oleh setiap PNS yang ingin melakukan perceraian.”74

Pendapat Dra. Elzawarti di atas juga didukung dengan keterangan yang diberikan oleh bapak Afrizal, S.Ag, M.Hi selaku hakim di Pengadilan Agama Bukittinggi, ia mengatakan bahwa:

“Menurut saya yang menjadi pembeda antara perceraian orang biasa dengan PNS hanyalah PNS yang akan melakukan perceraian harus mendapat surat izin atasan terlebih dahulu, terkhusus kepada Pemda harus mendapat surat izin dari wali kota sedangkan prosedur lainnya sama seperti prosedur perceraian orang biasa lainnya. Sama-sama mengikuti proses persidangan yang telah ditentukan.”75

Hal senada juga dikemukakan oleh ibu Minda Hayati, S.H selaku Panitera Muda Permohonan, ia mengatakan bahwa:

74Elzawarti (Panitera Muda Hukum), Wawancara Pribadi, 6 Mei 2015

75Afrizal (Hakim), Wawancara Pribadi, 3 Juni 2015

“Yang membedakan perkara cerai orang biasa dengan perkara cerai seorang PNS hanyalah adanya tambahan persyaratan berupa surat izin dari atasan bagi seorang PNS, sedangkan bagi orang biasa tidak ada syarat yang demikian yang harus mereka penuhi, dan selebihnya semua sama. Adanya syarat bagi PNS harus melampirkan surat izin dari atasan ini merupakan syarat kelengkapan khusus, yakni berlaku khusus hanya bagi para PNS saja.”76

Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari para narasumber di atas, maka dapat diketahui bahwasanya tidak ada sedikitpun yang membedakan antara proses perkara perceraian orang biasa dengan proses perkara perceraian PNS, yang membedakan hanya dari segi persyaratan, di mana PNS mendapat syarat tambahan yakni harus melampirkan surat izin dari atasannya, sementara orang biasa tidak disyaratkan persyaratan yang demikian, sedangkan dalam proses peradilannya, semuanya sama, yakni sama-sama wajib mengikuti jalannya persidangan.

Berdasarkan keterangan-keterangan para narasumber di atas, maka dapat dipahami pula bahwa syarat adanya surat izin dari atasan bagi PNS yang ingin melakukan perceraian sifatnya adalah syarat kelengkapan khusus, yakni khusus berlaku bagi para PNS saja, sementara bagi orang biasa, syarat ini tidak diberlakukan.

Pada dasarnya syarat kelengkapan khusus ini tidaklah sama untuk semua kasus perkara. Jika pada perkara perceraian PNS maka syarat kelengkapan khusus yang disyaratkan adalah surat izin dari atasan, namun pada perkara lain tentu dengan syarat yang lain pula. Adapun macam-macam syarat kelengkapan khusus tersebut di antaranya adalah:

1. Bagi anggota ABRI dan Kepolisian yang mau kawin atau cerai, maka

76

mereka wajib melampirkan surat izin dari komandan.

2. Para PNS yang berkeinginan melakukan perceraian harus melampirkan surat izin dari atasan mereka.

3. Perkara-perkara perkawinan harus melampirkan akta nikah.

4. Gugatan waris harus disertakan surat keterangan kematian orang yang mewariskan hartanya (Pewaris).77

Adapun teori efektifitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yaitu:

1. Kaedah Hukum atau Peraturan 2. Penegak Hukum

3. Fasilitas

4. Warga Masyarakat 5. Kebudayaan

Berbicara tentang efektifitas hukum, maka kelima aspek tersebut diatas harus sinkron yang mana hukum atau peraturan tersebut tidak lepas dari penegak hukum sebagai objek yang akan menjalankan hukum itu sendiri.

Untuk menjalankan peraturan tersebut maka dibutuh kan sarana atau fasilitas sebagai penunjang bagi warga masyarakat dalam mematuhi hukum atau peraturan itu dan tidak telepas juga dari budaya yang dianut.

Surat izin dari atasan bagi PNS yang ingin melakukan perceraian ini, pada dasarnya untuk menekan angka perceraian dikalangan PNS yang berarti

77Raihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 73

untuk mencegah perceraian. Syarat-syarat kelengkapan ini gunanya adalah untuk pemeriksaan dan juga untuk syarat perbuktian perkara, namun syarat kelengkapan ini wajib dilengkapi. Tanpa melengkapi syarat ini, maka suatu perkara perceraian yang telah didaftarkan tidak dapat dilanjutkan.

Surat izin dari atasan ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap PNS yang akan melakukan perceraian, tanpa adanya izin dari atasan, maka berarti PNS yang berkehendak melakukan perceraian tidak bisa melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan, dan hal tersebut berarti bahwa PNS yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan perkara cerai yang ia ajukan.

Hal ini sebagaimana penuturan Dra. Elzawarti yang mengatakan bahwa:

“Izin dari atasan bagi seorang PNS merupakan syarat yang wajib

“Izin dari atasan bagi seorang PNS merupakan syarat yang wajib

Dokumen terkait