• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanas air tenaga surya (PATS) merupakan produk teknologi yang memanfaatkan energithermal surya yang cukup popular dan banyak digunakan, terutama di hotel-hotel, villa peristirahatan hingga perumahan. Seiring dengan itu, banyak beredar beberapa jenis PATS domestik maupun impor yang banyak dipasarkan di masyarakat dengan harga mulai dari belasan sampai puluhan juta rupiah.

Untuk perlindungan terhadap konsumen, telah dikeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor SNI 04–3021–1992 untuk produk ini, berupa uji mutu sistem PATS yang diharapkan memberikan gambaran pada masyarakat akan mutu PATS yang dipasarkan.

Kualitas unit PATS bergantung pada keandalan fisik dan kemampuan thermal system seperti kemampuan menyerap panas, kemampuan menyimpan panas, komponen kolektor thermal surya, komponen tangki air, rendahnya rugi-rugi panas kedua komponen tersebut dan kemampuan responsif pemanas tambahan. Pada umumnya perangkat pemanas air tenaga surya (PATS) yang banyak beredar di masyarakat memiliki tambahan elemen pemanas (heating element) yang berasal dari listrik. Gambar 2.3 menunjukkan alat pemanas air tenaga surya secara umum.

12

Gambar 2.3. Konseptual Pemanas Air Tenaga Surya

2.2.1. Cara Kerja Alat Pemanas Air Tenaga Surya

Pada sistem pemanas air tenaga surya ini dapat dibagi atas tiga unit fungsional, yaitu : kolektor surya, reservoir air panas dan pipa-pipa sirkulasi. Energi panas yang dipancarkan oleh matahari dapat dimanfaatkan untuk memanaskan air dengan bantuan sebuah kolektor panas. Dengan didasari oleh teori efek rumah kaca, maka efektifitas pengumpulan panas bisa ditingkatkan.

Menurut cara kerja pemanas air tenaga surya terdapat dua sistem yaitu aktif dan pasif. Untuk yang menggunakan sistem aktif, dilengkapi oleh pompa. Cara kerjanya ada dua macam yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dimana air dipompa ke kolektor panas untuk dipanaskan lalu menuju langsung ke tangki penampung. Sedangkan untuk aktif tidak langsung, setelah air dipanaskan di kolektor panas, air berputar ke pemutar panas kembali ke kolektor sampai merata kemudian baru disimpan di dalam tangki.

Sistem pasif lebih mudah dalam pemasangan dengan cara kerja lebih sederhana. Pemanas air tenaga surya yang akan dibuat tidak menggunakan pompa dalam mengalirkan air, tetapi menggunakan prinsip kerja thermoshipon. Prinsip thermosiphon adalah metode pasif pertukaran panas secara konveksi yang menyebabkan air dengan suhu lebih tinggi akan terdorong oleh air dengan suhu lebih

Universitas Sumatera Utara

rendah akibat perbedaan massa jenisnya. Sehingga sistem pemanas air tenaga surya tersebut tidak memerlukan energi listrik untuk bekerja.

Dalam usaha untuk pencapaian kenaikan efisiensi pemanas air tenaga surya telah diupayakan berbagai cara dan modifikasi, seperti penelitian Mehmet Esent [6]

yang meneliti dua phase thermosiphon tertutup pada alat pemanas air tenaga surya dengan menggunakan media pemanas R410a, R407C, R-134a. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara refrigeran yang digunakan yang paling baik untuk pemanas air tenaga surya adalah R410a. Sedangkan Joseph [7] dalam uji performansi alat pemanas air tenaga surya dengan menggunakan refrigeran yang berbeda di Nigeria Utara. Dari hasil pengujian ternyata dari tiga refrigeran yaitu R12, R134a dan Ethanol yang lebih efisien dan menghasilkan temperatur yang lebih tinggi adalah R134a. M. S. Hossain [8] tentang review pada kolektor pemanas air tenaga surya dan kinerja energy panas dari pipa sirkulasi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pemanas air tenaga surya system termosiphon mencapai efisiensi system karakteristik dari 18% lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional dengan mengurangi kehilangan panas untuk termosiphon pemanas air tenaga surya.

P.M.E. Koffi [9] tentang studi secara teori dan eksperimen dari pemanas air tenaga surya dengan alat penukar kalor bagian dalam menggunakan sistem thermosiphon. Model teoritis yang disajikan dapat menjadi alat yang efisien untuk memprediksi dan merancang sistem tenaga surya yang beroperasi di bawah kondisi prinsip aliran thermosyphon, hasilnya menunjukkan fluks panas yang mencapai puncak 989 W/m2 suhu air lebih dari 85,5 0C dan efektivitas kolektor termal sekitar 58%.

Selanjutnya Jainsankar [10] yaitu tentang kajian komprehensif pemanas air tenaga surya. Dari kajian ini diperoleh bahwa kehilangan panas konveksi dari kaca penutup dapat dikurangi dengan sebuah desain profil aero yang cocok yang akan mencegahpergerakanudara di ataspermukaan kaca.

Eko Nurhadi [11] dalam penelitiannya mengemukakan bahwa jenis kaca yang terbaik adalah kaca kazhumi yang menghasilkantemperatur aliran keluar sebesar 32,10C, temperatur pelat penyerap yang tertinggi sebesar 38,30C, dan efisiensi sebesar

14

64,6%. Sedangkan kaca rayben memiliki temperatur penutup kaca tertinggisebesar 33,2 0C, tetapi tidak dapat maksimal dalam penyerapan radiasi matahari yang disebabkanoleh warna kaca rayben yaitu hitam.

Rahardjo [12] mengemukakan bahwa dengan menggunakan dua buah kaca penutup diperoleh efisiensi yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan satu kaca. Perbedaan suhu antara air keluar kolektor dan masuk kolektor dengan 2 kaca penutup lebih tinggi hingga sekitar 17 °C dibandingkan kolektor dengan satu kaca penutup. Lebih lanjut juga Ekadewi [13] menyimpulkan bahwa panas yang diserap plat atau temperatur plat tertinggi jika jarak kaca ke plat adalah 20 mm, juga disimpulkan bahwa :

1. Temperatur lingkungan dan kecepatan angin jika cuaca cerah tidak mempengaruhi panas yang diserat plat.

2. Jenis kaca yang paling tepat digunakan adalah kaca bening dengan tebal 3 mm.

Ismail [14] mengemukakan bahwa kecepatan aliranair pada solar heater, semakin cepat aliran, maka air hangat yang dihasilkan memiliki temperatur semakin rendah, dan Pada pemanas air tenaga surya tipe kolektor pelat datar dengan kemiringan sudut kolektor 00 menghasilkan temperatur air yang paling optimum yaitu dengan temperatur rata-rata 59,375 0C dan suhu maksimum sebesar 710C.

Hasil percobaan yang dilakukan Purnawarman dkk. [15] melihat kaitan bahwa temperatur plat kolektor berfluktuasi tergantung intensitas matahari. Raden Oktova [16] menyimpulkan bahwa penambahan cacah kaca penutup kolektor surya hingga dua kaca penutup dapat meningkatkan kenaikan maksimum suhu air tandon (23,0  1,6) 0C.

Menurut Caturwati [17] bahwa nilai efisiensi penyerapan panas kolektor pipa tembaga dengan lapisan cat hitam mencapai 82,54% sedangkan kolektor pipa tembaga tanpa cat menghasilkan nilai efisiensi penyerapan sinar sebesar 26,4 %.

Menurut Rahmad dalam Hardianto [18], pelat penyerap (kolektor) dengan bahan tembaga yang dilapisi dengan cat hitam doff memiliki koefisien penyerapan panas sebesar 0,82 dan dengan penambahan batu kerikil diatasnya dapat meningkatkan efisiensi solar distillation (pemurnian air laut menjadi air tawar).

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya menurut Hardianto [18], pelat penyerap (kolektor) dengan ketebalan cat bernilai kecil 63,45 μm mampu menerima panas lebih banyak, pada ketebalan cat bernilai besar 118,7 μm tidak mampu menerima panas lebih banyak atau dengan kata lain bahwa semakin tebal lapisan cat pelat penyerap maka koefisien panas yang diterima semakin rendah. Waghmare [19] mengemukakan bahwa :

1. Suatu lapisan baru yang terdiri dari partikel paduan NiAl menunjukkan bahwa sistem pemanas air tenaga matahari mengumpulkan energi panaslebih efisien daripada cat hitam biasa.

2. Studi yang dilakukan pada kolektor pelat datar menunjukkan bahwa apabila dilakukan pelapisan NiAl akan menghasilkan air yang lebih hangat.

3. Pelapisan secara electroplating kobal nikel hitam pada paduan aluminium akan memberikan absorptansi matahari yang tinggi (0,95) dan emitansi termal yang rendah (0,10), yang cocok untuk pilihan aplikasi tenaga matahari.

4. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan bahwa NiAldengan pelapis NiCo lebih efisien daripada cat hitam biasayang digunakan dalam sistem pemanas air matahari.

AlShamaileh [20] mengemukakan bahwa dengan menambahkan komposisi paduan nikel-aluminium (NiAl) ke dalam cat hitam akan memiliki efisiensi penyerapan yang lebih tinggi dibandingkan lapisan cat hitam komersial. Hobbi [21]

dalam penelitiannya mengemukakan bahwa komposisi optimum adalah paduan NiAl 6% massa dimana lapisan cat ini diuji dan menunjukkan kinerja yang lebih baik dengan kenaikan temperatur rata-rata 5 0C selama periode 1 tahun.

Madhukeshwara [22] dalam penelitiannya bahwa pemilihan pelapis kolektor sangat berpengaruh terhadap kinerja kolektor pelat datar dimana temperatur air yang lebih tinggi diamati sangat mudah tercapai untuk kolektor yang dilapis dengan krom hitam secara electroplating yakni sekitar 70 0C.

Oliva [23] menyatakan sistem pelapisan plat pesawat kolektor surya tembaga dengan menggunakan cara pengasapan (hitam jelaga) akan diperoleh kenaikan temperatur sebesar 15 ºC dan efisiensi termalnya meningkat sekitar 13% serta

16

meningkatkan nilai reflektansi sebesar 56 kali dibandingkan kolektor surya yang dicat hitam komersial biasa.

Saleh [24] menyatakan penambahan karbon berupa suspensi asap (jelaga) ditambahkan ke cat putih berbasis minyak akan meningkatkan efisiensi kolektor dan temperatur air dimana semakin tinggi persentase karbon maka semakin besar daya serapnya yakni dengan penambahan 50% karbon diperoleh temperatur air maksimum sebesar 90 0C sepanjang bulan Juli dan 70 0C pada bulan November.

Prikhodko [25] menyatakan bahwa lapisan dari sekam padi berkarbonisasi (rice husk) memiliki kapasitas penyerapan tertinggi dibandingkan dengan pelapis bahan karbon lainnya dimana sekam padi memiliki luas permukaan yang baik yakni 134,11 m2/g dan porositas spesifik yang lebih tinggi yakni 0,095 cm3/g dibanding pelapis karbon lainnya dengan efisiensi absorpsi sebesar 85,08%.

Katzen [26] menyatakan bahwa penyerapan selektif bisa dianggap baik jika memiliki emisivitas hemispherical ε  0,2 dan absorptivitas  0,9. Selanjutnya Katzen dalam penelitiannya menyatakan hasil terbaik untuk ketebalan lapisan film 1000 nm dari nanokomposit Silika-Carbon memiliki nilai optikal yang sangat bagus yakni absorptivitas  = 0,94 dan emisivitas IR ε = 0,15. Lapisan film sangat stabil pada berbagai tingkat humiditas dan temperatur tinggi (250 – 300 0C).

Zorica [27] dalam penelitiannya mengemukakan bahwa salah satu cara pemilihan permukaan yang dikenal yang mengacu kepada rendahnya harga adalah permukaan yang sangat reflektif adalah dengan melapisi cat hitam yang sesuai. Hal ini dilakukan dengan membuat substrat cat – logam memiliki absorptansi surya yang tinggi dan daya pancar termal yang rendah pemancar pada wilayah spektra inframerah.

2.2.2. Energi yang Sampai pada Kolektor Pemanas Air Tenaga Surya

Untuk menghitung energi yang sampai pada kolektor atau energi yang berguna untuk kolektor alat pemanas air tenaga surya terlebih dahulu perludiketahui bagaimana proses distribusi energi matahari yang dialami oleh kolektor itu sendiri.

Ilustrasi panas yang diserap oleh kolektor alat pemanas air tenaga suryamenurut Soteris [28] dapat di lihat pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Ilustrasi Panas yang Diserap oleh Kolektor Alat Pemanas Air Tenaga Surya

Pada Gambar 2.4. dapat dilihat bahwa panas matahari (Qincident) sebagian dipantulkan ke atmosfir dan sebagian lagi diserap oleh kolektor. Panas yang diserap oleh kolektor (Qabs) inilah yang akan digunakan untuk memanaskan refrigeran.

Besarnya Qincident menurut Mehmet Esent [6] dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Qincident = A

2

1

dt

I …... (2.2) Dimana:

A = luas penampang dari pelat kolektor (m2) I = intensitas cahaya matahari (W/m2)

Sedangkan panas yang diserap oleh kolektor dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Qabs =  Qincident ... (2.3) Dan panas yang dipantulkan kembali ke atmosfir adalah:

Qref = (1 - ) Qincident ………. (2.4) Dimana:

 = difusifitas bahan

2.2.3. Energi yang diserap oleh air

Energi panas yang diterima oleh kolektor akan diberikan terhadap air.

Besarnya energi tersebut menurut Mehmet Esent [6] dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

18

Qu = mw Cpw (Tw1 – Tw2)... (2.5) Dimana:

mw = Massa air (kg)

Cpw = Panas jenis dari air (kJ/kg.0C) = 4180 J/kg.0C

Tw1 = Temperatur awal air sebelum dipanaskan kolektor (0C) Tw2 = Temperatur air setelah dipanaskan oleh kolektor (0C)

Desmon [30] kalor pemanasan air yang menimbulkan uap dapat dihitung dengan persamaan :

Qu = mws Cpw (Tw1 – Tw2) + mws hfg ...... (2.5) Dimana:

mws = Massa air sisa (kg) mws = Massa uap (kg)

Cpw = Panas jenis dari air (kJ/kg.0C) = 4180 J/kg.0C hfg = Panas laten (kJ/kg.0C)

Tw1 = Temperatur awal air dalam hal ini sebelum dipanaskan kolektor (0C) Tw2 = Temperatur air akhir dalam hal ini setelah dipanaskan oleh kolektor (0C) 2.2.4. Efisiensi dari Kolektor

Efisiensi dari kolektor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna yang diberikan kolektor ke air dengan panas incident. Hal itu menurut Mehmet Esent [4] dapat dirumuskan sebagai berikut:

 =

incident u

Q

Q ... (2.6)

2.3 Absorpsivitas

Ketika suatu radiasi mengenai sebuah benda maka sebagian akan dipantulkan (reflected), sebagian akan diserap (absorbed) dan jika benda tersebut transparan maka sisanya akan diteruskan (transmitted). Kemampuan sistem kolektor surya untuk menyerap radiasi matahari yang menjadi panas dipengaruhi oleh besar transmisivitas bahan penutup (kaca), dan absorptivitas pelat absorbernya. Hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

reflectivitas (ρ), absorptivitas (α) dan transmisivitas (τ) pada suatu panjang gelombang tertentu adalah :

α + ρ + τ = 1 ... (2.7)

Himsar [31] menyatakan bahwa absorpsivitas merupakan bentuk fungsi temperatur yang diukur, intensitas surya, transmisivitas kaca dan luas kolektor serta dinyatakan dalam persamaan :

 = koefisien transmisi kaca I = intensitas (W/m2) Ak = luas kolektor (m2)

 = absorpsivitas

FCT = faktor perpindahan panas konveksi permukaan atas FCW = faktor perpindahan panas konveksi dinding

Tc = temperatur kolektor (0C)

Tw = temperatur air yang dipanasi (0C) t

Tw

= perubahan temperatur air yang dipanaskan per detik

2.3.1 Faktor Perpindahan Panas Konveksi (FC)

Menurut Himsar [31], faktor perpindahan panas konveksi (FC)

Nu = bilangan nussalt fluida (air)

20

k = konduktivitas fluida (air) pada suhu tertentu (W/m.0C) Le = panjang ekivalen = A/P (m)

Ac = luas kolektor (m2)

2.3.2 Bilangan Nussalt pada Konveksi Permukaan Atas 2.3.2.1 Bilangan Nussalt

Holman [32] menyatakan bahwa bilangan Nussalt suatu fluida dapat dicari dengan menggunakan persamaan :

Nu =

k = konduktivitas termal udara bergantung kepada temperatur (W/m.0C)

Le = panjang ekivalen = A/P (m2) 2.3.2.2 Angka Grashof

Holman [32] menyatakan bahwa bilangan Nussalt suatu fluida dapat dicari dengan menggunakan persamaan :

GrL = 2

= A/P (m2)

 = viskositas dinamis udara

2.3.3 Koefisien Konveksi Udara Rata-rata

Holman [32] menyatakan bahwa koefisien konveksi udara rata-rata dengan pemanasan dari bawah dapat dicari dengan persamaan berikut :

Untuk keadaan laminar 104 < GrL.Pr < 1011 :

- Untuk plat horizontal dengan pemanasan dari bawah

hh = 1,32

Dimana untuk β dievaluasi pada temperature Te : Te = Tw – 0,25 (Tw −T)

Dokumen terkait