• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2) Alat penangkapan ikan

Perkembangan teknologi alat tangkap di daerah Puger masih belum optimal dibandingkan daerah-daerah Jawa Timur lainnya seperti: Sendang biru, Banyuwangi, dan Pacitan. Penggunaan alat tangkap yang masih tradisional dan bersifat manual menyebabkan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan belum maksimal seperti contoh saat pengoperasian alat tangkap pancing dimana ikan yang ditarik ke kapal masih menggunakan tangan (tanpa mesin). Alat tangkap

yang paling banyak digunakan oleh nelayan Puger yaitu alat tangkap payang, jaring (gillnet), dan pancing.

Jumlah alat tangkap payang dan pancing yang digunakan di PPI Puger mengalami peningkatan periode 2007 sampai 2011, sedangkan alat tangkap jaring mengalami hal yang sebaliknya (Tabel 3.3). Alat tangkap pancing merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan di PPI Puger dan jenis pancing yang digunakan terdiri dari pancing prawean (hand line), pancing jerigen (pancing hanyut), dan pancing layang-layang (kite line). Pancing layangan menggunakan alat bantu layang-layang. Ujung tali dikaitkan pada umpan berupa ikan tongkol tiruan yang terbuat dari kayu dan menyerupai ikan aslinya.

Tabel 3.3 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011

Tahun Jumlah alat tangkap (unit)

Payang Jaring/gillnet Pancing

2007 198 344 208

2008 204 351 222

2009 205 351 222

2010 210 351 310

2011 360 320 458

Sumber: BPPPI Puger

Data BPPPI Puger memperlihatkan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Puger pada umumnya adalah alat tangkap payang, jaring/gillnet, dan pancing. Alat tangkap pancing ini lebih banyak dioperasikan untuk penangkapan tuna di sekitar rumpon.

Tabel 3.4 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah alat tangkap di PPI Puger

Alat Tangkap Tahun Perubahan (%)

2010 2011

Payang 210 360 71.43

Jaring 351 320 -8.83

Pancing 310 458 47.74

Sumber: Pengolahan data

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap payang dan pancing mengalami peningkatan masing-masing sebesar 71.43% dan 47.74% dari tahun 2010. Sedangkan jumlah alat tangkap jaring yang digunakan mengalami penurunan dengan persentase 8.83% dari tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan disajikan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Perkembangan alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011 3) Nelayan

Struktur sosial nelayan di Puger dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu: nelayan pemilik (juragan darat), nakhoda, dan pandhega (ABK). Namun ada juga sebagian pemilik kapal yang juga merangkap sebagai nakhoda. Dalam melaksanakan operasi penangkapan, nelayan Puger hanya mengandalkan cuaca baik/cerah dan gelombang tenang. Pengetahuan dan keahlian tentang fishing ground diperoleh berdasarkan pengalaman bekerja yang lama sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan dengan cepat. Selain itu, banyak pula nelayan yang mengetahui informasi penangkapan (fishing ground) melalui Global Positioning System dan peta navigasi yang menunjukkan lintang dan kedalaman suatu perairan. Tingkat pendidikan nelayan Puger pada umumnya hanya pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berikut ini ditampilkan data statistik jumlah nelayan Puger periode 2007-2011

Gambar 3.3 Perkembangan jumlah nelayan di Puger periode 2007-2011 Jumlah nelayan di PPI Puger pada tahun 2007 sebesar 6370 orang. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009 yaitu sebesar 12190 orang di tahun 2008 dan 12500 orang di tahun 2009. Namun pada tahun 2010 hingga 2011 jumlah tersebut tidak mengalami peningkatan maupun penurunan.

Volume produksi perikanan PPI Puger

Produksi perikanan tangkap di PPI Puger cukup bervariasi. Hasil tangkapan jenis ikan yang didaratkan di PPI Puger didominasi oleh lemuru (15098.8 ton), tongkol (8196.3 ton), cakalang (7969.3 ton), dan tuna (221.9 ton) pada periode 2007-2011. Sedangkan hasil tangkapan diluar jenis ikan hanya terdiri atas cumi- cumi (77.4 ton) dan udang (149.6 ton). Volume produksi perikanan PPI Puger periode 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Volume produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011

Jenis Ikan Produksi per tahun (ton) Total

(ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Tuna 36.8 394.0 415.2 401.5 964.4 2211.9 Lemuru 5013.8 3447.9 2830.7 2 222.3 1 584.1 15098.8 Tongkol 1520.3 1424.0 1628.9 1 625.0 1 998.1 8196.3 Layang 51.0 236.0 273.4 354.6 200.5 1115.5 Cakalang 1063.3 1122.1 1839.9 1 979.0 1 965.0 7969.3 Manyung 25.3 22.0 29.8 29.6 45.3 152.0 Kakap Merah 70.2 112.0 77.0 93.1 102.4 454.7 Layur 331.4 345.0 273.4 265.3 179.6 1394.7 Tembang 7.9 309.0 327.6 325.5 201.5 1171.5 Cumi-cumi 18.4 18.0 11.1 10.7 19.2 77.4 Tenggiri 40.0 122.0 117.2 116.6 415.7 811.5 Belanak 89.9 186.0 177.8 190.5 278.3 922.5 Kembung 84.9 464.0 366.4 440.3 227.5 1583.1 Udang 50.1 24.0 24.5 14.9 36.1 149.6 Total 8403.3 8226 8392.9 8068.9 8217.7

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur

Nilai produksi perikanan di PPI Puger

Berdasarkan data volume produksi di PPI Puger yang disajikan sebelumnya, ikan lemuru merupakan produksi hasil tangkapan yang paling banyak didaratkan di PPI Puger. Namun jika dilihat berdasarkan nilai produksinya, ikan cakalang merupakan hasil tangkapan yang menghasilkan nilai produksi tertinggi di PPI Puger periode 2007-2011 yaitu sebesar Rp149 598 150 yang kemudian diikuti oleh tongkol sebesar Rp63 459 750, tuna sebesar Rp50 241 000, dan lemuru sebesar Rp4 986 915. Hal ini disebabkan karena ikan cakalang memiliki nilai ekonomis penting sehingga harga yang dijual lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lemuru. Produksi ikan lemuru di Perairan Puger sangat besar, namun pada umumnya minat konsumen tidak terlalu tinggi terhadap ikan lemuru. Ikan yang didaratkan tidak banyak dibeli. Hal ini menyebabkan ikan tersebut akan kembali dibuang oleh nelayan ke laut.

Tabel 3.6 Nilai produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011

Jenis Ikan Nilai per tahun (Rp) Total (Rp)

2007 2008 2009 2010 2011 Tuna 552 000 6 103 900 9 134 400 9 844 300 24 606 400 50 241 000 Lemuru 12 534 500 7 757 775 9 907 450 7 242 840 5 544 350 42 986 915 Tongkol 10 642 100 9 254 700 9 773 400 13 808 550 19 981 000 63 459 750 Layang 255 000 1 180 000 1 093 600 1 849 750 1 203 000 5 581 350 Cakalang 6 911 450 7 293 650 40 477 800 45 790 250 49 125 000 149 598 150 Manyung 101 200 88 800 159 000 217 445 351 075 917 520 Kakap Merah 456 300 728 650 731 500 1 210 300 972 800 4 099 550 Layur 1 491 300 1 553 400 2 734 000 3 523 450 2 694 000 11 996 150 Tembang 63 200 2 468 000 1 146 600 1 281 350 1 007 500 5 966 650 cumi-cumi 331 200 398 200 277 500 293 150 576 000 1 876 050 Tenggiri 320 000 974 400 4 102 000 3 718 750 15 696 675 24 811 825 Belanak 179 800 279 000 889 000 1 219 700 1 948 100 4 515 600 Kembung 551 850 2 786 400 2 198 400 2 576 900 1 592 500 9 706 050 Udang 1 259 200 613 600 490 000 310 750 722 000 3 395 550 Total 35 649 100 41 480 475 83 114 650 92 887 485 126 020 400 Sumber: DKP Propinsi Jawa Timur

Total nilai produksi seluruh hasil tangkapan di PPI Puger semakin meningkat pesat setiap tahunnya. Total nilai produksi pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 35.67% dibandingkan tahun 2010 dimana total nilai produksi tahun 2010 berjumlah Rp92 887 485 dan tahun 2011 berjumlah Rp126 020 400,-. Berikut ini disajikan data nilai produksi perikanan PPI Puger periode 2007-2011.

Keragaan unit penangkapan pancing

1) Kapal

Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing dengan hasil tangkapan tuna dikenal dengan skoci. Kapal ini terbuat dari bahan kayu dengan dimensi panjang (LoA) 16-17 m, lebar (B) 3-3.5 dan tinggi (D) 1.2-2 m. Pada umumnya skoci menggunakan mesin dalam (inboard) sebanyak 3 buah dengan merek Yanmar, Kubota, dan PS berkekuatan sekitar 25-30 PK. penggunaan mesin dalam terbagi atas mesin utama sebanyak 2 buah dan satu lagi sebagai mesin bantu. Mesin utama digunakan sebagai penggerak kapal untuk mendukung operasi penangkapan dan mesin bantu digunakan sebagai alat untuk menyalakan lampu sebagai penerangan saat melakukan penangkapan di malam hari.

Mesin kapal menggunakan bahan bakar solar dan dalam sekali trip, kapal menghabiskan solar ±400 liter, namun sebagai cadangan agar tidak terjadi kekurangan selama di daerah fishing ground/perjalanan, nelayan biasanya membawa bahan bakar sebanyak 600 liter. Bentuk skoci di PPI Puger, Kabupaten Jember pada umunya dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Konstruksi kapal pancing tuna di Puger

Gambar 3.5 Kapal pancing tuna di Puger

Kapal pancing tidak dilengkapi dengan palkah sebagai tempat penyimpanan dan pendingin tuna, namun para nelayan menggunakan box sebanyak 3 buah. Dua buah box mempunyai kapasitas maksimal masing-masing 1 ton untuk tempat penyimpanan hasil tangkapan dan 1 buah box lainnya digunakan untuk penyimpanan es curah/es balok. Jumlah es yang dibawa oleh kapal sebagai perbekalan melaut sebanyak 50-60 balok. Skoci di PPI Puger menggunakan alat bantu berupa GPS (Global Possitioning System) dan kompas. Nelayan juga menggunakan peta navigasi yang digunakan untuk menentukan daerah penangkapan, mengetahui posisi rumpon, dan mengetahui kedalaman perairan. Peta ini diperoleh dari dinas BPPPI Puger.

Bagian haluan kapal terdapat anjungan yang berguna sebagai tempat istirahat nelayan dan tempat penyimpanan bahan makanan, namun ada juga beberapa kapal yang memiliki anjungan di bagian tengah kapal. Sedangkan bagian buritan kapal digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas penangkapan dan penyimpanan alat tangkap.

2) Alat Tangkap

Pancing yang digunakan terdiri dari tali pancing, pemberat dan mata pancing. Jumlah pancing yang dioperasikan pada tiap kapal sebanyak 9-15 set. Bagian-bagian pancing terbagi atas:

1) Penggulung (reel), menggunakan dirigen air yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 40 x 20 cm. Tali diikatkan pada penggulung jika operasi penangkapan telah selesai dilakukan.

2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament dengan panjang 30-40 meter.

3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan baja dan berfungsi untuk menjaga tali agar tidak terlilit atau kusut saat pengoperasian alat tangkap.

4) Tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan nylon monofilament.

5) Pemberat, terbuat dari timah berukuran sekitar 7 cm dengan berat 200 gram yang berfungsi untuk mempercepat proses turunnya alat tangkap.

6) Mata pancing (hook), terbuat dari baja bernomer 1, 2, 3 untuk menangkan ikan berukuran besar dan nomer 8, 9 untuk menangkap ikan seperti baby tuna, cakalang.

Dalam setiap keberangkatan, nelayan selalu membawa mata pancing baru yang digunakan jika mata pancing sebelumnya putus atau hilang akibat proses penangkapan. Mata pancing yang sering dibawa oleh nelayan adalah mata pancing bernomor 1, 2, dan 3 untuk tuna berukuran besar. Penangkapan tuna berukuran kecil menggunakan mata pancing pancing nomor 7, 8, dan 9. Harga mata pancing nomor 1, 2, dan 3 biasa dibeli per kotak (isi 100) dengan harga Rp300 000,-. Harga mata pancing nomor 7, 8, dan 9 sekitar Rp1 000,- per mata pancingnya.

Pancing yang digunakan oleh nelayan skoci di Puger terdiri dari berbagai macam model yaitu:

1) Pancing jerigen (drift line) dimana pancing ini menggunakan dirigen 5 liter sebagai pelampungnya. Panjang tali sekitar 150 m dililitkan pada dirigen, terdapat swivel untuk menghubungkan tali utama dengan tali cabang. Tali utama diulur ke bawah permukaan air hanya sekitar 35-40 m. Namun apabila pancing berhasil terkait oleh tuna, maka tali akan mengulur kebawah sepanjang ukuran tali yang dipasang.

2) Pancing uncalan (troll line) yang menggunakan tali senar (nylon monofilament) sepanjang 35 m yang dilempar dari kapal dan ditarik. Umpan yang digunakan berupa ikan tongkol buatan.

Sumber: WWF-Indonesia 2011

Gambar 3.7 Pancing uncalan (troll line)

3) Pancing layangan. Pancing ini menggunakan alat bantu layang-layang dalam operasinya. Jarak layangan dengan permukaan air mencapai 3 m hingga 100 m.

Sumber: WWF-Indonesia 2011

Gambar 3.8 Pancing layangan

4) Pancing prawean (hand line), merupakan pancing yang terdiri dari beberapa tali cabang dalam satu tali utama, yaitu sekitar 9-11 buah. Pancing ini dipegang oleh nelayan saat di kapal.

Gambar 3.9 Pancing prawean

3) Nelayan

Nelayan skoci di PPI Puger berjumlah 5 orang, diantaranya 1 orang sebagai nakhoda (juru mudi) dan 4 orang sebagai anak buah kapal (ABK). ABK memiliki tugas dalam melaksanakan kegiatan teknis penangkapan, seperti: mempersiapkan alat tangkap (setting), hauling, dan menangani hasil tangkapan diatas kapal. Sedangkan juru mudi/nakhoda bertugas untuk mengemudikan kapal dan menentukan daerah penangkapan, tetapi tetap melaksanakan hal-hal yang dilakukan oleh para ABK. Pemilik kapal terbagi dua, yaitu: pemilik kapal sekaligus nakhoda, dan pemilik kapal bukan nakhoda (juragan darat).

Sistem bagi hasil nelayan skoci yaitu sistem 50% (50:50), dimana 50% diberikan pada juragan/pemilik kapal dan 50% untuk para ABK, namun sebelumnya dilakukan pemotongan biaya operasional (perbekalan). Selain pembagian keuntungan berupa uang, nelayan juga mendapatkan sedikit bagian dari hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut bisa dijual kembali kepada orang ataupun buat konsumsi pribadi.

4) Rumpon

Rumpon yang digunakan di perairan Puger merupakan jenis rumpon laut dalam. Kedalaman rumpon yang dipasang mencapai 2500 m. Rumpon ini dipasang untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, seperti tuna. Ponton pada awalnya terbuat dari lempengan baja atau alumunium yang dibentuk silindris, diisi poly uretean (PU) dan dilapisi oleh fibreglass pada bagian luar. Rumpon tersebut dibentuk menyerupai tabung dengan kerucut di salah satu sisinya. Namun pembuatan rumpon menggunakan plat baja atau aluminium dirasa sangat mahal. Oleh karena itu nelayan merubah bahan pelampung pada rumpon menjadi gabus berbentuk silindris dan dilapisi oleh karung. Karung dipasang “plester” setebal 5 mm. Panjang pelampung rumpon yaitu 4 sampai 4,5 m, diameter tabung sebesar 89 cm.

a. Konstruksi rumpon di Puger b. Konstruksi umum rumpon Gambar 3.10 Konstruksi rumpon

Tali rumpon atau biasa disebut tampar oleh nelayan PPI Puger terbuat dari bahan nylon multifilament dan memiliki panjang 6500 m. Atraktor terbuat dari bermacam-macam bahan, seperti: pelepah kelapa, ban truk bekas, dan bambu. Pada atraktor biasanya diletakkan kepala sapi atau domba agar baunya dapat memancing ikan untuk datang ke rumpon tersebut.

Gambar 3.12 Konstruksi andem (pemberat dasar) rumpon

Pemberat atau biasa disebut andem yang memiliki fungsi sebagai jangkar, terbuat dari bahan semen cor berbentuk silindris berdiamter 50 cm dengan jumlah 30 buah dan memiliki berat masing-masing 60 kg. Bagian untuk menjaga agar tali rumpon/tampar tetap stabil ketika terkena arus, maka dipasang pemberat yang terbuat dari semen cor berdiamter 15 cm, panjang 25 cm, dan berat masing- masing 2 kg sebanyak 20 buah.

Gambar 3.13 Bagian pada stabilizer

Bagian stabilizer yang berfungsi untuk menstabilkan tampar dari arus terdiri dari ring. Swivel berfungsi sebagai penyambung antara pemberat dengan wire rope. Pemasangan satu unit rumpon menggunakan kapal sebanyak 3 unit (2 skoci, 1 payang) dan untuk peletakan pemberat (jangkar) dilakukan oleh kapal payang. Kapal payang memilliki ukuran yang lebih besar sehingga mampu membawa muatan yang lebih besar pula. Rumpon yang telah dipasang oleh nelayan akan dibiarkan terlebih dahulu sekitar satu bulan hingga kondisi atraktor ditumbuhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme akan membuat ikan-ikan kecil berkumpul di dalamnya. Ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan besar.

Biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan rumpon > 75 juta Rupiah untuk tali rumpon yang terbuat dari bahan nylon multifilament dan sekitar 40 juta untuk tali rumpon berbahan rafia. Namun adapula nelayan yang menggunakan bahan- bahan yang diambil dari sisa-sisa rumpon yang terlepas di laut dan ditemukan oleh nelayan. Karena biaya pembuatan satu unit rumpon yang sangat mahal, maka nelayan membentuk kelompok untuk meringankan biaya pembuatannya. Satu unit rumpon dimiliki oleh 7 sampai 10 kelompok kapal. Nelayan diluar kelompoknya tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di rumpon milik mereka. Hal ini disebabkan karena nelayan di luar kelompok tidak akan mempunyai keinginan untuk membangun swadaya kelompok. Terdapat pula beberapa kelompok nelayan yang masih mengizinkan nelayan lain untuk melakukan penangkapan di sekitar rumpon miliknya tetapi tidak lebih dari satu malam.

Tabel 3.7 Posisi pemasangan rumpon nelayan

Rumpon Pemilik Posisi

Lintang Bujur 1 Rumpon 1 8059’ 239” 113020’ 120” 2 Rumpon 2 90 07’ 112” 113041’ 017” 3 Rumpon 3 90 07’ 013” 113028’ 107” 4 Rumpon 4 90 08’ 987” 113040’ 474” 5 Rumpon 5 80 58’ 770” 112041’ 014” 6 Rumpon 6 80 59’ 797” 113040’ 179” 7 Rumpon 7 90 08’ 887” 112050’ 979” 8 Rumpon 8 80 59’ 239” 113020’ 126” 9 Rumpon 9 80 59’ 979” 113000’ 873” 10 Rumpon 10 80 57’ 312” 112050’ 479” 11 Rumpon 11 80 58’ 170” 113030’ 430” 12 Rumpon 12 80 57’ 447” 113002’ 589” 13 Rumpon 13 90 08’ 099” 113018’ 770” 14 Rumpon 14 90 09’ 881” 113008’ 737” 15 Rumpon 15 80 59’ 343” 113010’ 747”

Sumber: data responden

Tabel 3.7 di atas menunjukkan posisi pemasangan rumpon para responden (nelayan pemilik) pada Perairan Puger, Jawa Timur. Satu posisi rumpon pada tabel tersebut dikoordinir oleh ketua kelompok dengan beranggotakan sekitar 7-10 kapal.

5) Umpan

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing ini menggunakan umpan buatan maupun alami. Umpan buatan berupa cumi-cumi dan ikan tongkol buatan. Umpon tongkol terbuat dari kayu yang dibentuk dan diwarnai menyerupai ikan aslinya. Umpan cumi-cumi terbuat dari bahan karet yang bewarna mencolok atau menarik. Umpan alami yaitu berupa tongkol atau cakalang.

(a) Umpan cumi-cumi (b) Umpan rapala

Gambar 3.14 Jenis umpan yang digunakan.

Daerah penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap

Daerah penangkapan tuna menggunakan rumpon dilakukan pada jarak > 45 mil dari pinggir pantai Puger. Perjalanan dari fishing base menuju fishing ground

rata-rata menghabiskan waktu selama 6 jam. Jarak antar rumpon yang dipasang yaitu 7 sampai 10 mil. Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger disajikan pada Gambar 3.14

Pengoperasian alat tangkap dimulai saat keberangkatan, penangkapan, dan kembali ke fishing base. Sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kondisi mesin kapal dan persiapan segala kebutuhan melaut seperti: alat tangkap, umpan beserta cadangannya, solar, air bersih, makanan, es curah. Semua persiapan mengeluarkan dana sebesar 5 juta dalam sekali trip. Jumlah hari operasi yaitu sekitar 5 sampai 7 hari dan tergantung hasil tangkapan yang diperoleh. Biaya operasional yang dikeluarkan nelayan skoci lebih mahal dibandingkan dengan nelayan payang, jukung, dan jaring. Hal ini dikarenakan nelayan skoci berada di laut lebih lama dibandingkan dengan nelayan lainnya.

Alat tangkap pancing ini dioperasikan dengan metode trolling atau ditarik oleh kapal. Saat di fishing ground, setiap ABK mengambil perannya masing- masing. Nakhoda bertugas menjalankan kapal saat penarikan alat tangkap serta mempersiapkan alat, ABK pertama mengoperasikan alat tangkap di bagian haluan, ABK kedua mengoperasikannya pada bagian buritan. Sisa ABK lainnya bertugas mempersiapkan kebutuhan tali dan mata pancing cadangan serta mempersiapkan kebutuhan untuk pengangkatan dan penanganan ikan di kapal. Pancing diturunkan ke laut dan dibiarkan terlebih dahulu hingga terdapat tanda- tanda ikan tertangkap. Selama pancing dibiarkan, mesin kapal tetap dinyalakan namun tidak dijalankan. Kadang kala kapal tetap dijalankan namun dengan kecepatan rendah sekitar 1-2 knot dengan tujuan agar umpan buatan dapat bergerak seperti halnya ikan hidup dan dapat menarik perhatian ikan target. Setelah ikan tertangkap oleh pancing, maka kapal dijalankan dengan kecepatan tinggi sekitar 4 knot mengikuti arah renang ikan hingga ikan lemas dan dapat ditarik ke kapal dengan mudah.

Selain ditarik oleh kapal, pengoperasian pancing juga dilakukan saat kapal ditambatkan pada rumpon dengan kondisi mesin mati dan pelampung (jerigen) dibiarkan hanyut mengikuti arus laut. Jika ada tanda-tanda ikan tertangkap, maka pancing akan bergerak dengan sendirinya. Kapal akan mendatangi pancing dan kemudian pancing ditarik dari kapal. Operasi penangkapan pancing dilakukan baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Saat malam hari, penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu lampu sebagai penerangan di sisi kiri dan kanan kapal.

Distribusi dan pemasaran ikan tuna

Ikan tuna yang diperoleh nelayan skoci tidak dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI) melainkan dijual kepada pengambek dengan harga jual yang telah ditentukan, oleh karena itu fasilitas TPI di PPI Puger tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Keterikatan antara pengambek dengan nelayan disebabkan karena pengambek memberikan modal atau pinjaman kepada nelayan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pengambek yang berada di Puger terdiri dari pengambek besar dan pengambek kecil. Pengambek kecil biasa disebut belantik. Gambar hubungan distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan skoci dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.17 Distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan Puger

Pola hubungan antara nelayan berdasarkan gambar diatas menunjukkan suatu hubungan keterikatan yang sangat kuat antara nelayan dan pengambek. Nelayan yang memiliki keterikatan dengan belantik akan menjual hasil tangkapan kepada belantik. Belantik akan menjual kembali hasil tangkapan tersebut kepada pengambek besar. Harga tuna diatas 20 kg dihargai sekitar Rp24 000,-/kg. Tuna ukuran dibawah 20 kg dijual dengan harga Rp15 000/kg oleh pengambek besar. Apabila nelayan mempunyai ikatan kepada belantik, maka harga tersebut akan dipotong oleh belantik sebesar Rp2 000,-/kg. Harga tuna dapat berubah sewaktu- waktu tergantung pada musim ikan. Saat musim puncak, harga ikan lebih rendah dibandingkan dengan musim paceklik yaitu sekitar Rp22 000,-/kg untuk ikan diatas 20 kg dan Rp12 500,-/kg untuk ikan dibawah 20 kg.

Pada umumnya, para pengambek memiliki hubungan dengan para pedagang besar yang berada diluar sehingga mereka mengetahui kemana hasil tangkapan akan dijual. Namun ada beberapa pengambek yang menggunakan jasa perantara untuk menjual ikannya kepada pedagang besar atau perusahaan-perusahaan pengolahan di luar daerah. Daerah Puger tidak terdapat industri pengolahan ikan sehingga hal ini menjadi alasan bagi para pengambek untuk menjual ikannya kepada pedagang di luar Puger. Fasilitas di PPI Puger yang tidak memadai dan teknologi yang kurang maju merupakan faktor yang menyebabkan tidak adanya industri pengolahan di daerah Puger. Keuntungan yang diambil oleh pihak perantara sesuai dengan kesepakatan bersama.

Hubungan nelayan dengan pengambek tidak dapat dipisahkan. Oleh karena nelayan tidak dipercaya oleh bank dalam hal peminjaman keuangan, maka banyak nelayan yang beralih pada pengambek. Kebutuhan keuangan para nelayan dalam jumlah besar dapat dipenuhi oleh pengambek dalam waktu cepat. Nelayan lebih

Pengambek Besar

Pedagang besar (Bali dan Surabaya)

Perantara Nelayan

Pengambek kecil (Belantik)

memilih untuk menjual hasil tangkapan kepada pengambek dibanding pedagang besar/perusahaan. Kemampuan pengambek untuk membayar lunas harga hasil tangkapan para nelayan dibandingkan pedagang besar menjadi alasan nelayan dalam menjual hasil tangkapan.

4

EVALUASI PERIKANAN PANCING YANG

MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA

Dokumen terkait