• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 PRODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO

5 PEMBAHASAN UMUM

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan kontribusi terbesar dalam total produksi perikanan laut untuk wilayah kota Banda Aceh. Salah satu armada penangkapan utama di PPP Lampulo adalah pukat cincin yang berjumlah 115 unit dengan total produksinya 7320.10 ton pada tahun 2011 (DKP Aceh 2012). Pukat cincin merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperasikan secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line sehingga jaring tersebut terbentuk menjadi sebuah cekungan (Baskoro dan Effendi 2005).

Unit penangkapan pukat cincin yang dioperasikan nelayan di PPP Lampulo terdiri dari beragam faktor produksi, dimana setiap armada pukat cincin memiliki ukuran kapal, ukuran alat tangkap dan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang berbeda satu sama lainnya sehingga kemampuan untuk memperoleh hasil tangkapan juga berbeda setiap armadanya. Kemampuan produksi dari armada pukat cincin merupakan ukuran dari upaya penangkapan, dimana upaya penangkapan ditentukan oleh dimensi alat tangkap dan kapal, jumlah hari operasi, dan penggunaan teknologi penangkapan. Dalam upaya mengefektifkan usaha penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo, maka perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dan produktivitas unit penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo. Penggunaan faktor-faktor produksi yang sesuai diharapkan mampu mempengaruhi produktivitas usaha penangkapan pukat cincin, hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan informasi penggunaan faktor- faktor produksi yang terbaik. Peningkatkan produktivitas pukat cincin dapat dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara efisien sehingga tujuan peningkatan pendapatan nelayan dapat tercapai.

Proses produksi dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mengolah atau merubah sekumpulan input menjadi sejumlah output yang memiliki nilai tambah (Yamit 2005). Hasil tangkapan pukat cincin harian yang mendominasi selama bulan Januari-Februari 2013 yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis yang selalu bergerombol (Ayodhyoa 1981). Hal ini juga terlihat pada hasil tangkapan pukat cincin di pantai utara Jawa, dimana hasil tangkapan dominan yaitu ikan lemuru 17.69 persen, layang 12.05 persen dan kembung 8.89 persen (Prisanto dan Lilis 2006). Hal ini juga terlihat di sekitar perairan kabupaten Maluku Tenggara, dimana hasil tangkapan pukat cincin meliputi ikan pelagis kecil dan besar seperti ikan laying, selar, tongkol dan cakalang (Picaulima 2012).

Produktivitas berkaitan erat dengan sistem produksi yaitu sistem dimana terdapatnya keinginan dan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas usaha dengan penggunaaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan rata- rata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Nilai produktivitas dari unit penangkapan pukat cincin berdasarkan volume produksi per trip pada tahun 2010-

2012 mengalami peningkatan yaitu 1.54 ton/trip/th, 1.83 ton/trip/th dan 1.86 ton/trip/th. Sedangkan berdasarkan ukuran GT produktivitasnya cendrung stabil dari tahun 2010-2012 yaitu 9.95 ton/GT/th, 9.97 ton/GT/th, dan 9.92 ton/GT/th. Peningkatan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan dan komponen-komponen yang ada didalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulbainarni (2011), produktivitas pukat cincin di Bali lebih tinggi daripada pukat cincin di Jawa Timur, perbedaan ini dikarenakan jarak penangkapan dari fishing base pukat cincin Bali maupun Jawa Timur berbeda dan juga faktor pendidikan nelayan Bali lebih baik daripada nelayan Jawa Timur sehingga dalam hal pengoperasian armada pukat cincin diduga lebih baik pula. Penelitian Perdana (2011), menggambarkan tingkat produktivitas pukat cincin di PPP Muncar mengalami penurunan pada tahun 2006-2010, penurunan ini dikarenakan adanya penambahan unit penangkapan pukat cincin setiap tahunnya di PPP Muncar.

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam bentuk suatu model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi dari 54 kapal pukat cincin yang dijadikan sampel yaitu;

Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, panjang kapal berkisar antara 13.00- 21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapasitas mesin yang digunakan berkisar antara 100-180 HP, panjang dan tinggi jaring berkisar 700- 1300 m dan 45-72 m, jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, penggunaan BBM berkisar 150-400 L per trip, penggunaan lampu berkisar 7-20 lampu, penggunaan es berkisar 5-16 batang per trip, penggunaan air tawar berkisar 500-800 L per trip dan biaya perbekalan berkisar Rp400 000- Rp780 000 per trip.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo adalah daya mesin kapal, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, jumlah lampu, dan biaya perbekalan. Model fungsi produksi tersebut dapat di tulis sebagai berikut; LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116 LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181 LnX10. Pada umumya nelayan belum menggunakan kombinasi input yang sesuai sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap tidak efisien yang mengakibatkan pendapatan nelayan kurang maksimal. Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan produktivitas. Penggunaan faktor produksi yang produktif dan efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perikanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Adanya efisiensi kegiatan penangkapan ikan dapat meningkatkan hasil tangkapan yang pada gilirannya pendapatan nelayan juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Picaulima (2012) menyatakan bahwa faktor produksi dari luas jaring, lama operasi penangkapan, biaya eksploitasi dan jumlah ABK memberikan kontribusi bersama-sama sebesar 89.70 persen, sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh produktivitas pukat cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah lama operasi penangkapan dan luas jaring. Seluruh variabel bebas yang dipilih

merupakan variabel yang mempengaruhi produksi, oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan unit penangkapan pukat cincin tersebut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat.

Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa nelayan harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini dipenuhi jika nilai elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Dari faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo yang berpengaruh terhadap produksi hanya variabel tinggi jaring pukat cincin yang nilai elastisitas produksinya berada diantara 0 dan 1. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol.

Syarat kecukupan untuk mencapai efisiensi tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi. Ditinjau dari segi efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sudah tidak efisien, dimana nilai NPM dengan BKM dari faktor produksi tersebut kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Disini sebaiknya para nelayan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi yang efisien. Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan disini proyeksi perbaikan efisiensi terhadap penggunaan faktor produksi tetap (biaya tetap) tidak dapat dilakukan dengan mudah dan langsung. Sementara pengurangan atau penambahan faktor produksi lebih mudah dilakukan pada faktor produksi tidak tetap seperti penggunaan BBM, penggunaan es, konsumsi dan jumlah ABK.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Musyafak et.al (2009) menyatakan bahwa efisiensi unit penangkapan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan menunjukkan nilai efisien yang berkisar antara 0.71-0.993 dan efisiensi secara umum dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor input dari GT, HP, panjang jaring, jumlah ABK dan lama hari penangkapan. Perbedaan manajemen usaha penangkapan di setiap daerah menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi dari faktor produksi tersebut juga berbeda. Hal lainnya yang mempengaruhi tingkat efisiensi disini diduga karena keadaan lingkungan daerah penangkapan, upaya penangkapan dan faktor sumber daya itu sendiri.

Dokumen terkait