FILSAFAT PENDIDIKAN BEHAVIORISME A Pengertian Behaviorisme
4. Albert Bandura (1925 – )
Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon lingkungan. Oleh karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Teori utama :
Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses belajar manusia.
Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adlaah vicarious reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat memperkuat perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus ada orang dari luar yang memberinya reinforcement.
Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-judgement, self- control, dan lain sebagainya.
Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan yang lebih tinggi di masa depan
Bandura membuka perspektif baru dalam aliran behavioristik dengan menekankan pada aspek observasi dan proses internal individu. Bagi mereka yang beraliran kognitif, pandangan Bandura ini dirasakan lebih lengkap dibandingkan pandangan ahli behavioristik lainnya. Teorinya ini juga didukung oleh percobaan eksperimental yang dapat dipertanggungjawabkan
Kritik terhadap Bandura
Kritik terutama datang dari kelompok aliran behavioristik keras, yang memandang Bandura lebih tepat untuk dimasukan dalam kelompok aliran kognitif dan tidak diakui sebagai bagian dari behavioristik. Penyebab utamanya karena pandangan Bandura yang kental aspek mentalnya.
D. Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu baik, verbal maupun non verbal yang dapat diobservasi secara langsung dengan menggunakan metode pelatihan, pembiasaan dan pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa perilaku harus dapat dijelaskan dengan pengalaman- penglaman yang terobservasi , bukan oleh proses mental. Jadi, beristiwa belajar berarti untuk melatih reflex-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasan yang dikuasai individu. Teori ini tidak menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon, hal ini tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-respon,mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori behaviorisme sering kali tidak dapat menjelaskan situasi belajar yang kompleks,padahal banyak variable atau hal- hal yang berkaitan denga belajar yang tidak hanya sekedar hubungan stimulus dan respon. Ciri teori ini mengutamakan unsure-unsur dan bagian kecil,bersifat mekanistik,menekankankan peranan lingkungan,mementingkan pembentukan reaksi atau respon,menekakan pentingnya latihan,mementingan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Teori belajar behaviorisme ini lebih menekankan pada tingkah laku manusia dan memandang individu sebagai makhluk reatif yang memberi respon terhadap lingkungan.pengalaman dan latihan akan membentuk perilaku mereka.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah factor penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Jika penguatan ditambah (positive reinforcement),respon yang diharapkan akan semakin kuat. Jika penguatan dikurangi/dihilangkan(negative/reinforcement),respon akan semakin kuat. Jika hukuman diberikan,respon yang diharapkan akan semakin kuat dan respon yang tidak diharapkan akan semakin menghilang. Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoritik antara lain:
1. Pavlov
Ivan Pavlov terkenal dengan teori kondisioning klasik(classical conditioning),yait sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus dengan respon. Dalam pengkondisian klasik,sebuah stimulus netral (contoh:bel) menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang mempunyai makna(contoh:makana) dan mendatangkan kepastian untuk mendatangkan respon yang sama. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah stimulus yang tdak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS),yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apa pun (contoh:makanan) dan stimulus terkondisi (conditioned stimimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral,akhirnya mendatangakan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi(contoh:suara bel sebelum makan dating).
Dua respon tersebut adalah respon yang tidak terkondisi (unconditioned respon- UCS), yaitu sebuah respon yang tidak terkondisi (contoh:keluarnya air liur anjing setelah melihat makanan) dan respon bterkondisi(conditioned respon-CR), yaitu sebuah respon yang dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah terkondidi dipasangkan dengan stimulus terkondisi(contoh:keluarnya air liur anjing setelah melihat makanan yang bersama dengan suara bel).
Generalisasi,Deskriminasi,dan Pembelajaran
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing
akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara yang mirirp dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi,generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta
didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap
yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan
cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang- ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif pesrta didik.
2. Skinner
B.F.Skinner terkenal dengan teori pengkondisia operan (operant conditioning) atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental conditioning), yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengkondisian operan.
Prinsip teori Skinner ini adalah hukum akibat, penguatan atau penghargaan,dan konsekuensi. Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya
suatu perilaku. Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang terjadi setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi prilaku pada waktu yang akan dating. Konsekuensi yang menyenangkan disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman.
a. Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, pesreta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adlah sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
b. Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya
tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
Jadwal Pemberian Penguatan
1) Continuos Reinforcement
Penguatan diberikan secara terus menerus setiap pemunculan respon atau perilaku yang diharapkan. Contoh, setiap anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang salah), orang tua selalu menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak menyenangkan/memberikan penguat negatif). Setiap anak mau membantu memakai sepatu sendiri ketika akan berangkat sekolah, orang tua selalu memuji (memberikan stimulus yang menyenangkan/penguat positif).
2) Partial Reinfocement
Penguatan diberikan dengan menggunakan jadwal tertentu.
Jadwal Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI), yaitu pemberian penguatan
berdasarkan frekuensi atau jumlah respon/tingkah laku tertentu secara tetap. Contoh: Guru TK berkata, “Jika kalian sudah selesei mengerjakan 10 saol, kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa peduli jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa mampu menyelesaikan 10 soal (jumlah perilaku yang diharapkan) dan mendapat hadiah permen (merupakan satu penguatan). Dalam pembelajaran, pelaksanaan penguatan ini dapat ditingkatkan jumlah perilakunya secara bertahap, misalnya meningkat mulai 5 soal dapat dikerjakan mendapat satu penguatan (FR-5), meningkat menjadi 10 soal mampu dikerjakan satu penguatan (FR-10), dan seterusnya. Akhirnya, pesrta didik diharapkan mampu mengerjakan banyak soal dengan satu penguatan atau bahkan tanpa adanya penguatan.
Jadwal Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI), penberian penguatan berdasarkan jumlah waktu tertentu secara tetap. Dalam, FI jumlah waktunya yang tetap. Contoh ini sangat cocok digunakan seorang ibu untuk melatih anak kecilnya agar mengurangi kebiasaan makan atau minum susu berlebihan. Ibu berkata pada susternya, “Si Badu hanya diberikan susu setiap 1 jam sekali”. Jadi, meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam, suster tidak boleh memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang diharapkan) dan pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah waktu bisa ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai akhirnya menjadi 4 sekali (FI-4).
Jadwal Rasio Variabel ( Variable Ratio Schedule – VR), pemberian penguatan
berdasarkan perilaku, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Jadi, penguatan tetap diberikan untuk perilaku yang diharapkan, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Contoh paling tepat adalah permainan anak-anak dengan cara memasukkan koin ke mesin untuk mendapatkan hidak tahu pada perilakuadiah. Anak tersebut tidak tahu pada perilaku memasukkan koin yang ke berapa kali, baru memperoleh hadiah.
Contoh dalam pembelajaran adalah guru akan memberi nilai tambahan setiap peserta didik (dari 40 peserta didik di kelas) yang menjawab benar. Peserta didik akan mencoba untuk menjawab belum tentu benar berkalli-kali- VR ) dan tambahan nilai (penguat VR).
Jadwal Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI), pemberian
penguatan pada suatu perilaku, tetapi jumlah waktunya tidak tetap yaitu tidak dapat ditentukan kapan waktunya tidak tetap. Jika dalam VR, jumlah perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya tidak tetap. Contoh, guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di kelas terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri pujian setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak tahu kapan guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika jawabannya benar. Karena peserta didik tidak tahu kapan gurunyamenghampiri, peserta didik tersebut selalu berusaha mengerjakan dengan benar setiap saat. Peserta didik mengerjakan benarsetiap saat
(perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan memberi pujian pada waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).