• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Hukuman

Dalam dokumen FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN (Halaman 140-146)

FILSAFAT PENDIDIKAN BEHAVIORISME A Pengertian Behaviorisme

1) Keefektifan Hukuman

Hukuman hendaknya diberikan untuk perilaku yang sesuai. Terkadang hukuman diberikan terlalu berat, terlalu ringan, bahkan bentuk hukuman yang tidak ada kaitan dengan pperilaku yang ingin dihilangkan. Contoh: peserta didik yang tidak mengerjakan PR harus keliling lapangan 10 X (hukuman tidak sesuai), mungkin hukuman yang cocok, peserta didik diberikan PR yang lebih banyak daripada temannya, dan lain-lain.

3. Thondike

Teori belajar Thondike di kenal dengan istilah koneksionisme (connectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara kesan indera (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori ini juga di kenal istilah selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di lingkungan melalui proses mencoba-coba dan gagal (trial &error). Setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan tindakan yang sifatnya coba-coba. Jika dalam mencoba itu secara kebetulan ada tindakan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, tindakan yang kebetulan cocok itu akan “di pegang”. Karena latihan yang terus menerus, waktu yang digunakan untuk coba-coba itu semakin lama semakin efisien. Dalem teori ini, proses tersebut terjadi secara mekanistik, tanpa penalaran, tidak melihat situasi keseluruhan, dan terjadinya secara bertahap.

Percobaan Thorndike adalah sebagai berikut. Seekor kucing yang lapar dimasukkan ke dalam kandang tertutup yang ada pintunya, tetapi pintu tersebut di beri pedal, apabila pedal di injak, pintu terbuka. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Apa reaksi kucing/ Mula-mula kucing bergerak ke sana ke mari ml pintu mencoba-coba hendak keluar dari kandang. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan terinjak pedal pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka dan kucing keluarlah menuju makanan.

Percobaan di ulangi lagi. Tingkah laku itu meskipun sama seperti pada percobaan pertama, hanya waktu yang dibutuhkan untuk bergerak ke sana ke mari lebih singkat. Setalah diadakan percobaan berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kesana kemari, tetapi langsung menginjak pedal pintu dan terus keluar menuju makanan. Dalam teori koneksionisme, di kenal dengan hukum-hukum Thorndike, yaitu hukum akibat (low of effect), hukum kesiapan(law of readiness), dan hukum latihan (law of exercise)

a. Hukum Akibat (Low of Effect)

Suati tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang menyenangkan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diulangi, di ingat, dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.

Suatu tindakan/tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan situasi) akan dihilangkan atau dilupakan. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Contoh: Jika dapat membuat lampion dengan rapi, peserta didik merasa sangat puas karenamendapat pujian. Tindakan tersebut akan diulangi, di ingat, dan depelajari dengan sebaik-baiknya bahkan berusaha menjadi lebih baik lagi.

b. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)

Kesiapan untuk bereaksi terhadapsuatu stimilus yang di hadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan. Pernyataan tersebut dapa dijabarkan sebagai berikut:  Jika individu siap melakukan tindakan, melakukan tindakan itu akan menimbulkan

kepuasan. Contoh: Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ulangan dengan belajar keras, mengikuti ulangan merupakan suatu tindakan yang menyenangkan karena dapat mengerjakan dengan benar.

 Individu siap melakukan tindakan, tidak melakukan tindakan akan menimbulakan kesalahan. Contoh: Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ulangan dengan belajar keras, maka tidak mengikuti ulangan dengan belajar keras, maka tidak mengikuti ulangan karena ulangan dibatalkan akan menimbulkan rasa tidak puas, mungkin jengkel karena usahanya percuma.

 Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan akan menimbulkan kekesalan. Contoh: Peserta didik tidak siap (tidak belajar) untuk menghadapi ulangan yang mendadak , maka tindakan mengikuti ulangan akan menimbulkan kekesalan (merasa tidak menyenangkan-khawatir nilai jelek). Jadi dalam melakukan suatu perbuatan (belajar), sering akan di capai hasil yang memuaskan apabila individu siap menerima dan melakukan sesuatu dengan tidak ada hambatan.

c. Hukum Latihan (Law of Exercise)

Prinsip dalam latihan ini adalah tingkat frekuensi untuk mempraktikkan (seiringnya menggunakan hubungan stimulus-respon), sehingga hubungan tersebut semakin kuat. Praktik tersebut lebih efektif jika disertai reward. Hukum ini mengenai istilah law of use dan low of disuse.

 Makin sering hubungan antara stimulus & respon dilakukan maka akan makin kuat koneksinya (law of use). Contoh: Guru melempar bola akan peserta didik harus menangkapnya bola (respon). Jika sering dipraktikan, hubungan stimulus-respon semakin kuat, yang akhirnya peserta didik menjadi terampil menangkap bola.  Jika hubungan antara stimulus & respon dihentikan untuk periode tertentu,

koneksinya akan melemah (law of dis-use). Contoh: Keterampilan peserta didik menangkap bola itu terjadi karena latihan. Jika latihan menangkap bola dihentikan dalam jangka waktu yang relative lama (tidak di latih), lama kelamaan keterampilan menangkap bola menjadi berkurang atau bahkan hilang (hubungan S- R melemah).

Tanpa informasi atau umpan balik yang memberi “reward” hanya terjadi perubahan kecil dalam distribusi respons.

4. E.RGuthrie

Menurur Guthrie,tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku yang terjadi atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respon-respon dari stimulus sebelumnya dan kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga merupakan deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi proses terbentuknya rangkaian tingkah laku

tersebut terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara nit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku lainya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan tingkah laku ini disebut law association.

Menurut Guthrie,untuk memperbaiki tingkah laku yang jelek harus dilihat dari rentetan unit-unit tingkah lakunya,kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau mengganti unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya.

Tiga metode mengubah tinhkah laku menurut tingkah laku ini,yaitu: I. Metode respon bertentangan.

II. Metode membosankan.

III. Metode mengubah lingkungan.

E. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran

Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran,perlu dipahami terlebih dulu,mengenai prinsip belajar menerut behaviorisme. Prinsip- prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Teori ini beranggapan bahwa yabg dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku.seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku tertentu. Perubahan perilaku itu bias negative atau positif bergantung apa yang ingin dipelajari.

2. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,yang terjadi karena hubungan stimulus dan respon,sedangkan proses yang terjadi antara stimulus respon,yang tidak dapat diamati itu tidak penting.

3. Perlunya Reinforcement untul memunculkan perilaku yang diharapkan. Respons akan semakin kuat jikareinforcement(baik positif maupun negative) ditambah.

Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan respon. Dengan demikian,agar pembelajaran dikelas menjadi efektif,hendakya guru perlu memperhatikan hal-hal berikut:

a. Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta dapat memberikan respon yang diharapkan.

b. Guru hendaknya menentukan jenis respon yang harus dimunculkan oleh peserta didik. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukan peserta didik benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan,guru harus mampu menetapkan bahwa respons itu dapat diamati dan diukur.

c. Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan muncul dari peserta didiknya.

d. Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung,sehingga sipelajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar tau belum.

F. Kesimpulan

Dari uraian di atas kiranya dapat di simpulkan bahwa Teori Belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoritik antara lain adalah :

 Pavlov  Skinner  E.L.Thorndke  dan E.R.Guthrie.

Adapun Aplikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran yaitu meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangu perilaku perilaku yang tidak diinginkan. Metode behavioristik ini sesuai untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, begitu definisi pendidikan yang terkandung dalam ketentuan umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas, kemudian akan menjadi agen perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire seorang tokoh pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang mempersepsikan manusia dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama melihat manusia sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan. Pandangan lainnya melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu melampaui dunianya.

Proses belajar pada dunia pendidikan dianggap sebagai transfer of knowledge, beranggapan bahwa peserta didik adalah botol kosong yang dapat diisi sesuai dengan kehendak pendidik. Pendidik dan anak didik terlihat seperti relasi antara penguasa dan yang dikuasai. Paradigma ini lebih dipengaruhi oleh teori behaviorisme. Behaviorisme memandang pengetahuan sebagai suatu yang eksternal dan proses belajar sebagai kegiatan internalisasi pengetahuan. Hasil dari proses belajar teori ini adalah perubahan tingkah laku, layaknya mesin yang dimasukkan program kemudian program itu berjalan sebagaimana program yang telah dibuat tersebut.

Dalam dokumen FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN (Halaman 140-146)