PERSPEKTIF KRIMINOLOGI
B. Dalam Perspektif Kriminologi
2. Aliran Lingkungan
Aliran ini semula berkembang di Negara Perancis dengan tokohnya Lamark, Tarde dan Manourier serta A. Laccasagne. Menurut aliran ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitarnya/lingkungan ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan serta kebudayaan termasuk perkembangan dengan dunia luar serta penemuan penemuan teknologi baru. Dengan maksudnya barang-barang dari luar negeri, seperti televisi, buku serta film dengan berbagai macam reklame, seperti promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan. Di negara kita dilarang perjudian serta acara siaran niaga yang kebanyakan lebih
68 Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta: 2014, halaman 26.
kurang 95% menyiarkan mempromosikan barang barang kosmetik dan barang lux lainnya , namun hal ini nyatanya tidak bermanfaat bahkan menambah utang dan beban ekonomi keluarga. Promosi barang kosmetik serta barang barang mewah lainnya hampir membudaya dalam masyarakat, padahal barang-barang kosmetik telah ditemukan pada abad XV sebelum masehi, digunakan oleh para pelacur atau prostitusi untuk menutup wajah yang sudah keriput serta bibir yang tebal kehitaman. Anak di negara kita sangat dibanggakan dengan penggunaan barang-barang sejenis lainnya.
Penggunaan kosmetik yang kelewat batas bukan lagi memberikan ketampanan wajah/keanggunan, tetapi menampilkan manusia ukiran atau buatan, ironinya boneka hidup. Selanjutnya pemakaian barang-barang lux lainnya, seperti mobil, kulkas ,TV dan lainnya dianggap hebat dan berkualitas tinggi, namun bila dibaca dalam majalah News Week dinyatakan bahwa barang-barang Jepang yang dikirim ke Indonesia dan Negara Eropa walaupun dianggap sama-sama nomor satu, tetapi kualitasnya berbeda sehingga tidak heran bila dalam waktu 5 tahun sudah diganti dengan yang baru. Semua gambaran diatas menunjukkan betapa keterikatan manusia kepada faktor lingkungan. Oleh karena itu, menurut aliran lingkungan lingkungan perbaikan lingkungan sangatlah penting bila ingin mengurangi maupun memberantas timbulnya kejahatan di dalam masyarakat.
3. Aliran Biososiologi
Tokoh dari aliran ini adalah A.D Prins, Van Humel, D.Simons dan Fern.
Aliran Bio Sosiologi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran Antropologi dan aliran Sosiologi, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena:
a. Faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Faktor individu yang diperoleh sebagai warisan dari orangtuanya, keadaan badannya, kelamin, umur, intelek, tempramen, kesehatan dan minuman keras.
b. Faktor keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis) keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu Negara, misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum atau menghadapi siding MPR dan lain lain.
4. Aliran Spiritualisme
Tokoh aliran ini adalah F.A.K Krauss dan M. De Baets. Menurut para tokoh aliran tersebut bahwa tidak beragamanya seseorang (tidak termasuk sebuah agama) mengakibatkan salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan, dalam arti seseorang menjadi jahat karena tidak beragama, atau kurang beragama, jadi terdapat hukum sebab akibat dalam aliran ini.
Mengenai kejahatan, jenis kejahatan dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Kejahatan secara praktis (Practical Interpretation) adalah suatu perbuatan yang dilkaukan oleh seseorang yang melanggar ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan dan terhadap pelakunya dikenakan sanksi pidana.
b) Kejahatan secara religious (Religious Interpretation) adalah suatu pengertian mengidentikkan jahat dengan dosa. Jahat dan dosa dalam arti religious itu merupakan sinonim. Berbuat jahat adalah dosa, sebaliknya berbuat dosa adalah kejahatan.69
c) Kejahatan secara yuridis (Juridical Interpretation) adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum atau dilarang oleh undang-undang. Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.70
b) Faktor psikologis kriminil (pelaku)71 1) Mental Disorder
Meskipun perkiraannya berbeda-beda, namun berkisar antara 20 hingga 60 persen penghuni lembaga pemasyarakatan mengalami satu tipe mental disorder (kekacauan mental). Pada dewasa ini penyakit mental tadi disebut
69 G.W. Bawengan, Pengantar Pyschologi Kriminal, PT. Pradyna Paramita, Jakarta : 1997, halaman 5.
70 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Universitas Trisakti, Jakarta : 2009, halaman 14.
71 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, PT Rajagrafindo Parsada, Jakarta : 2012, halaman 50.
sebagai psychopathy atau antisocial personality , yaitu suatu kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman, kurang kehangatan/keramahan, dan tidak merasa bersalah/
Psikiater Hervey Clecky memandang Psychopathy sebagai suatu penyakit serius meski si penderita tidak kelihatan sakit. Menurutnya, para psychopath terlihat mempunyai kesehatan mental yang sangat bagus; tetapi apa yang kita saksikan itu sebenarnya hanyalah suatu topeng kewarasan. Para psychopath tidak menghargai kebenaran, tidak lulus, tidak merasa malu, bersalah atau terhina. Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan dan melakukan pelanggaran verbal maupun fisik tanpa perencanaan.
2) Teori Psikoanalisa
Teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.
Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani, atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego-nya (yang berperan sebagai penengah antara superego dan id (bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi). Karena superego intinya merupakan suatu citra orang tua yang begitu mendalam, terbangun ketika si anak menerima sikap-sikap dan
nilai-nilai moral orang tuanya, maka selanjutnya apabila ada ketiadaan citra seperti itu mungkin akan melahirkan id yang tak terkendali dan berikutnya delinquency.
3) Personality Traits/ Inherited Criminality
Menurut Dugdale, kriminalitas merupakan sifat bawaan yang diwariskan melalui gen-gen.
4) Moral Development Theory
Psikolog Lawrence Kohlberg, menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahap. Pertama, preconventional stage atau tahap pra-konvensional. Di sini aturan moral dan nilai-nilai moral anak terdiri atas
“lakukan” dan “jangan lakukan” untuk menghindari hukuman. Menurut teori ini, anak-anak dibawah umur 9 hingga 11 tahun biasanya berfikir pada tingkatan pra-konvensional ini. Remaja biasanya berfikir pada convention level (tingkatan konvensional). Pada tingkatan ini, seorang individu meyakini dan mengadopsi nilai-nilai dan aturan masyarakat. Lebih jauh lagi, mereka berusaha menegakkan aturan-aturan itu. Akhirnya, pada postconventional level (tingkayan poskonvensional) individu-induvidu secara kritis menguji kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan sosial sesuai dengan perasaan mereka tentang hak-hak asasi universal, prinsip-prinsip moral, dan kewajiban-kewajiban. Tingkat pemikiran moral seperti ini umumnya dapat dilihat setelah usia 20 tahun. Menurut Kohlberg, kebanyakan delinquent dan penjahat berpikir pada tingkatan pra-konvensional. Akan tetapi perkembangan moral
yang rendah atau tingkatan pra-konvensional saja tidak menyebabkan kejahatan. Faktor-faktor lainnya, seperti situasi atau tiadanya ikatan sosial yang penting, mungkin ambil bagian.
BAB IV