• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah yang Dapat Dilakukan

Berbagai alternatif penanganan nyeri dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada anak selain menggunakan relaksasi pernafasan. Banyak teknik nonfarmakologis seperi distraksi, guided imagery, stimulasi kulit memberikan strategi koping yang membantu menurunkan tingkat nyeri, sehingga nyeri dapat ditolerir, cemas menurun, dan efektivitas pereda nyeri meningkat (Wong, 2008). Teknik nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah salah satunya dengan teknik distraksi. Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian anak dari nyeri, salah satunya dengan terapi musik.

Terapi musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan beragam kondisi. Terapi ini juga digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun rasa percaya diri, mengurangi stres, mendukung latihan fisik dan memfasilitasi berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan (Ariestia, 2006). Terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir klien yang menjalani berbagai operasi atau serangkaian perawatan penyakit berat di rumah sakit. Terapi musik dapat dijadikan alternatif dalam meminimalkan nyeri dan kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi sebagai bagian dari program bermain pada anak.

Selain terapi musik, terapi seni juga dapat diterapkan dalam penanganan nyeri pada anak. Terapi seni didefinisikan sebagai fasilitas komunikasi pada anak dengan cara menggambar dan kegiatan seni lainnya (McCloskey & Bulechek, 1996 dalam Purwandari, 2009). Trauma seni dibedakan dengan terapi bermain, karena terapi bermain didefinisikan sebagai pengguanaan alat-alat atau mainan kesukaan anak untuk membantu klien dalam berkomunikasi sesuai dengan persepsinya dan agar dapat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak. Walaupun terapi

40   

Universitas Indonesia

 

seni dibedakan dengan terapi bermain, praktik di lapangannya seni dan bermain telah menjadi suatu kesatuan dan tetap efektif untuk membantu anak mengatasi trauma selama dirawat (Malchiodi, 1999 dalam Purwandari, 2009).

Selain itu, terapi bermain sekaligus dapat menjadi alternatif lain mengatasi temper tantrum pada anak. Keluarga atau petugas kesehatan dapat mengajak anak untuk membacakan buku cerita/ dongeng atau bermain mainan kesukaan anak. Namun, jika temper tantrum terjadi terus menerus, hal utama yang dilakukan perawat adalah menjauhkan anak dari benda-benda, baik yang dapat membahayakan dirinya maupun yang tidak membahayakan. Jika perilaku temper tantrum dari menit ke menit bertambah buruk dan tidak berakhir, maka perlu diberikan pelukan rasa cinta dari keluarga terdekat, selama anak tidak memukul-mukul.

BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan

Apendisitis merupakan salah satu penyakit yang dapat terjadi di masyarakat perkotaan, khususnya anak-anak. Berdasarkan angka kejadian kasus apendisitis di RSUP Fatmawati di ruang rawat bedah anak lantai III Utara selama 3 bulan terakhir dari bulan Maret - Mei 2014 yaitu sebanyak 36 kasus, kebanyakan kasus cedera kepala dan fraktur, dengan 8 kasus apendisitis tersebut terjadi pada anak usia prasekolah. Pada anak dengan apendisitis pra operasi, masalah keperawatan yang muncul ialah nyeri akibat proses inflamasi, sehingga anak prasekolah lebih rewel dari biasanya. Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan apendisitis. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi apendisitis pun beragam, salah satunya dengan pembedahan atau apendiktomi.

Paska pembedahan, gangguan rasa nyaman nyeri masih dirasakan oleh anak walaupun nyeri tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Paska operasi, klien anak diarahkan pada menstabilkan kembali fisiologis klien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi. Masalah keperawatan lain yang dapat muncul pada anak paska operasi apendiktomi adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka dengan prinsip steril. Selain itu, masalah keperawatan lainnya juga rentan terjadi pada anak paska operasi, seperti risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, pemantauan kondisi umum dan adanya tanda-tanda dehidrasi pada anak, seperti anak selalu rewel, turgor kulit buruk, capillary refill time > 3 detik, nilai hematokrit yang di bawah normal perlu dilakukan secara kontinu. Begitu pula dengan tanda-tanda adanya kelebihan cairan pada anak, seperti adanya edema dan nilai albumin yang tinggi. Oleh karena itu, pemantauan pada hasil laboratorium juga harus

42   

Universitas Indonesia

 

dilakukan oleh perawat guna menjadi data pendukung untuk masalah keperawatan yang kemungkinan muncul pada anak.

Perawatan kepada anak diberikan secara komprehensif di rumah sakit. Tindakan keperawatan yang secara umum telah dilakukan kepada anak mencakup tindakan pemantauan tanda-tanda vital, manajemen hidrasi, dan pemberian obat. Tindakan perawatan luka paska operasi dan prosedur invasif lain dilakukan hanya beberapa kali selama anak masih dirawat di rumah sakit. Salah satu tindakan yang secara kontinu dilakukan oleh perawat pada klien paska apendiktomi adalah perawatan luka. Dampak dari perawatan luka tersebut ialah nyeri yang dirasakan oleh klien selama proses. Tindakan ini merupakan salah satu prosedur invasif yang menyakitkan bagi klien anak khususnya.

Manajemen nyeri dengan teknik relaksasi menggunakan baling-baling mainan kurang efektif dilakukan pada anak usia pra sekolah sehingga perlu dipikirkan cara lain yang sesuai dengan usia anak prsekolah, misalnya dengan terapi musik atau terapi seni mewarnai karena salah satu karakteristik anak usia pra sekolah adalah suka dengan gambar-gambar yang berwarna-warni. Hal tersebut terjadi karena anak usia pra sekolah masih cukup sulit untuk mengikuti instruksi dari petugas kesehatan, dimana anak tersebut masih memiliki rasa ketakutan dan kegelisahan sendiri saat petugas kesehatan melakukan tindakan apapun. Namun, teknik distraksi dengan menggunakan baling-baling mainan dirasa cukup efektif dilakukan pada anak usia pra sekolah, walaupun efektif dalam beberapa menit. Penerapan teknik relaksasi pernafasan dan distraksi sama-sama efektif dalam mengatasi nyeri khususnya pada klien anak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dengan apendisitis.

Universitas Indonesia

5.2.1 Di Bidang Pendidikan Keperawatan

Saran untuk bidang pendidikan keperawatan agar dapat memperkaya informasi mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan apendisitis sehingga dapat dijadikan referensi bagi penelitian tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dengan apendisitis selanjutnya.

5.2.2 Di Bidang Pelayanan (Aplikatif)

Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar asuhan keperawatan yang diberikan tidak hanya sebatas masalah fisik saja, namun juga dapat diberikan asuhan keperawatan psikososial pada pasien di ruang rawat sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan saran untuk perawat ruangan agar dapat terus memotivasi dan melibatkan anak dan keluarga dalam setiap pemberian asuhan keperawatan. Selain itu, diharapkan agar perawat dapat meningkatkan komunikasi terapeutik dan menerapkan prinsip atraumatic care pada anak agar pemberian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan tepat. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi tantangan bagi pelayanan keperawatan untuk membangun dan mempertahankan budaya dalam pemberian teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri.

5.2.3 Karya Ilmiah Berikutnya

Saran untuk karya ilmiah berikutnya terkait pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan apendisitis adalah diharapkan asuhan keperawatan yang diberikan dapat lebih mengkaji terkait penyebab dan dampak apendisitis secara lebih spesifik, khususnya pada masyarakat perkotaan.

 

Universitas Indonesia

Dokumen terkait