• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Pelaksanaan intervensi keperawatan kepada An.N dilakukan secara

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Pelaksanaan intervensi keperawatan kepada An.N dilakukan secara

komprehensif, baik pada aspek fisik maupun psikologis. Terkait masalah gangguan rasa nyaman nyeri yang dialami klien, maka salah satu intervensi yang dilakukan oleh penulis terkait aplikasi tesis yaitu penggunaan terapi relaksasi nafas dalam dengan bermain meniup baling-baling yang merupakan salah satu manajemen nyeri nonfarmakologi yang dapat diterapkan pada anak. Tesis yang penulis adaptasi berjudul “Efektivitas Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dengan Bermain Meniup Blaing-baling untuk Menurunkan Intensitas Nyeri pada Anak Post Perawatan Luka Operasi di Dua Rumah Sakit di Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam” oleh Syamsuddin (2009).

Anak prasekolah mempersepsikan rasa nyeri sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif, seperti menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Dachi, 2009). Pengalaman anak selama periode usia prasekolah umumnya lebih menakutkan dibandingkan dengan periode usia lainnya, rasa takut yang umumnya terjadi antara lain adalah; kegelapan, ditinggal orang tua atau orang terdekat terutama saat menjelang tidur, binatang terutama binatang yang besar, hantu, nyeri, dan objek serta orang-orang yang berhubungan dengan pengalaman yang menyakitkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kotzer (1996) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri paska operasi spinal fusion pada anak dan remaja. Penelitian tersebut menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap nyeri post operasi. Hal tersebut sesuai dengan perilaku An.N yang sangat intolerir nyeri yang dirasakannya. An.N tidak kooperatif saat dilakukan perawatan luka paska operasi. An.N cenderung melindungi area luka paska operasi untuk tidak disentuh orang lain termasuk perawat dan menangis

36   

Universitas Indonesia

 

karena menolak untuk disentuh area luka paska operasi akibat nyeri luka tersebut. Tanpa disadari, anak akan sering merasa ketakutan dan marah seiring dengan seringnya dilakukan tindakan invasif oleh perawat atau petugas kesehatan lainnya tanpa mempertimbangkan psikososial anak. Seringnya anak marah dapat berdampak buruk pada perkembangan psikososialnya yaitu dapat menyebabkan temper tantrum. Temper tantrum merupakan luapan emosi yang telah hingga puncaknya dan tak terkontrol dan seringkali muncul pada anak usia 15 bulan hingga 6 tahun. Pada anak usia 5 tahun, temper tantrum dimanifestasikan oleh anak dalam perilaku, seperti memukul ibu atau keluarga terdekat, berteriak, merengek, dan menendang atau menghentakkan kaki (Zaviera, 2008).

An.N sulit menyukai situasi dan orang-orang baru, serta sulit dialihkan perhatiannya. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri anak yang lebih mudah mengalami tantrum menurut Ferdinand (2008) yaitu memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tak teratur; sulit menyukai situasi, makanan, ataupun orang-orang baru; lambat beradaptasi terhadap perubahan; suasana hatinya lebih sering negatif; mudah terprovokasi, mudah merasa marah; serta sulit dialihkan perhatiannya. Temper tantrum memang normal terjadi pada tahap perkembangan anak, namun bila kondisi ini terus berlanjut dan dibiarkan tanpa ada penanganan lebih lanjut, maka dikhawatirkan akan terjadi perkembangan yang negatif pada diri anak. Oleh sebab itu diperlukan penanganan terhadap nyeri serta pencegahan dan penanganan masalah psikososial pada anak prasekolah.

Penanganan nyeri dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu farmakologi dan nonfarmakologi pada anak (Potter & Perry, 2005). Metode relaksasi merupakan salah satu jenis penanganan nyeri secara nonfarmakologis yang dapat diterapkan pada usia anak prasekolah (Wong, 2008). Menurut Hockenberry (2011), anak usia prasekolah sudah dapat menerima penjelasan dan mengikuti instruksi yang diberikan oleh orang dewasa. Hal ini sesuai dengan sikap dan perilaku An.N yang dapat menerima

Universitas Indonesia

penjelasan dan mengikuti instruksi perawat dengan baik, walaupun hal tersebut terjadi setelah terbina hubungan saling percaya yang cukup.

Teknik relaksasi melibatkan pergerakan anggota badan secara mudah dan dapat dilakukan dimana saja. Salah satu jenis teknik relaksasi yang umum digunakan adalah kontrol pernafasan (Indriarti, 2009). Teknik relaksasi pernafasan dapat menghilangkan nyeri paska operasi karena aktivitas-aktivitas di pembuluh darah besar dirangsang oleh tindakan ini, sehingga gerbang untuk aktivitas ini pembuluh darah berdiameter kecil (nyeri) tertutup (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik tersebut telah diaplikasikan pada An.N dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai relaksasi pernafasan pada An.N dan orang tua. Setelah orang tua memahami teknik tersebut, perawat menjelaskan cara relaksasi pernafasan tersebut yang nanti dapat diterapkan pada An.N saat adanya nyeri atau perawatan luka paska operasi. Awalnya An.N memang tidak kooperatif, namun setelah beberapa kali perawat mengunjungi dan terbina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga, khususnya orang tua, perawat juga dibantu oleh orang tua dalam penerapan teknik relaksasi pernafasan dan distraksi ini.

Penerapan teknik relaksasi pernafasan yang dilakukan pada An.N dengan menggunakan baling-baling mainan. Perawat menggunakan baling-baling tersebut karena menyesuaikan karakteristik anak usia prasekolah yang suka bermain. An.N memang sudah dapat menerima penjelasan, namun dirasa akan lebih menarik klien bila penerapannya tak lepas dengan karakteristik bermain tersebut. hal tersebut tidak hanya mengaplikasikan teknik relaksasi pernafasan, tapi juga teknik distraksi. Hal tersebut sesuai dengan tujuan teknik distraksi yaitu mengalihkan fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain dengan berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri (Tamsuri, 2007 dalam Rabi’al, 2010). Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak, sehingga nyeri

38   

Universitas Indonesia

 

berkurang atau tidak dirasakan oleh klien (Priharjo, 2003 dalam Rabi’al, 2010).

Setelah melakukan teknik relaksasi pernafasan dan distraksi dengan menggunakan baling-baling mainan saat perawatan luka paska operasi, An.N cukup teralihkan fokus perhatiannya, walaupun hanya beberapa waktu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jihan (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara terapi relaksasi dan distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri dan kedua terapi sama efektif dalam menurunkan intensitas nyeri. Kedua metode ini sama-sama merupakan jenis terapi yang dapat mengendalikan nyeri dengan aktivitas-aktivitas tertentu sehingga membuat klien dapat mengendalikan rasa nyeri yang dialaminya (Stewart, 1996 dalam Rabi’al, 2010).

Berbeda dengan An.I yang sama-sama mengalami apendiktomi dengan usia yang tak beda jauh yaitu 3 tahun, yang menjadi kelompok pembanding. Saat dilakukan perawatan luka paska operasi dengan tidak menerapkan teknik relaksasi dan distraksi dengan menggunakan baling-baling mainan, An.I sangat fokus pada nyeri selama dilakukan perawatan luka. Berdasarkan pengkajian nyeri selama perawatan luka sebelum diberikan intervensi dengan menggunakan faces pain rating scale, An.N memiliki skala nyeri 4, sedangkan An.I memiliki skala nyeri 4. Namun, setelah dilakukan intervensi pada An.N, skala nyeri yang didapatkan berubah yaitu menjadi skala 2, sedangkan pada An.I memiliki skala nyeri yang tak berbeda dengan skala nyeri awal. Hal tersebut terjadi karena anak memiliki respon stimulasi sensori yang cukup tinggi (Hockenberry & Wilson, 2009). Anak usia prasekolah mudah teralihkan fokus dan perhatiannya, walaupun terkadang untuk mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan anak cukup sulit. Namun, hal tersebut tergantung bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh perawat terhadap klien anak tersebut. Perawat juga tetap melibatkan orang tua dalam membantu mengalihkan fokus rasa nyeri yang dirasakan oleh anak.

Universitas Indonesia

Dokumen terkait