• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Solusi yang Dilakukan Petani Untuk Mengurangi Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah Harga Kubis dan Bawang Merah

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Alternatif Solusi yang Dilakukan Petani Untuk Mengurangi Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah Harga Kubis dan Bawang Merah

Kubis dan bawang merah merupakan jenis komoditas sayuran unggulan di Indonesia yang mengalami fluktuasi harga yang relatif tinggi. Fluktuasi harga yang tinggi merupakan salah satu indikator dari tingginya risiko harga yang harus ditanggung oleh petani. Risiko harga yang tinggi jelas tidak menguntungkan bagi petani karena hal itu menyebabkan ketidakpastian penerimaan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya. Meskipun demikian, petani tetap berkeinginan menanam kembali komoditas tersebut pada musim tanam berikutnya dengan harapan harga jual yang lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani kubis dan bawang merah, diketahui bahwa alasan petani tetap menanam komoditas kubis dan

73 bawang merah meskipun harganya cenderung berfluktuasi, karena komoditas tersebut merupakan mata pencaharian utama dan sudah menjadi kebiasaan yang secara turun temurun dilakukan oleh petani. Selain itu bagi petani kubis, usahatani kubis relatif lebih mudah dilakukan dan membutuhkan modal yang relatif kecil dibandingkan dengan menanam komoditas sayuran lainnya. Sementara itu bagi petani bawang merah, menanam bawang merah dapat lebih cepat menghasilkan penerimaan dan keuntungan. Hal ini disebabkan masa tanam bawang merah yang relatif pendek hanya memerlukan waktu dua bulan.

Harga produk merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan petani dalam memutuskan untuk menanam suatu komoditas. Pada umumnya, harga pada musim sebelumnya menjadi salah satu indikator bagi petani dalam mengambil keputusan untuk menanam suatu komoditas tertentu. Jika harga panen periode sebelumnya relatif tinggi atau paling tidak memberikan tingkat keuntungan yang layak maka petani akan meningkatkan skala usahanya dengan melakukan berbagai cara seperti menyewa lahan, meningkatkan luas areal tanam atau menambah populasi tanaman, dan meningkatkan frekuensi tanam. Namun tidak semua petani dapat melakukan hal tersebut karena berbagai keterbatasan seperti keterbatasan modal dan keterbatasan tenaga kerja keluarga. Sebaliknya dimana harga jual rendah, biasanya petani kubis dan bawang merah akan tetap menanam komoditas tersebut dengan cara mengurangi luas areal tanam dan mengurangi populasi tanaman.

Apabila dilihat dari perkembangan harga kubis dan bawang merah di pasar, pada umumnya petani menyatakan bahwa perubahan harga kubis dan bawang merah relatif labil dengan terjadinya fluktuasi setiap hari. Kenaikan harga yang terjadi relatif lambat sementara itu dalam hal penurunan harga relatif cepat. Perubahan harga ini sangat tergantung pada kondisi pasar yang diindikasikan oleh jumlah permintaan dan penawaran yang tidak seimbang dari kedua komoditas tersebut. Dalam jangka pendek, perubahan harga yang terjadi pada komoditas kubis dan bawang merah lebih dipengaruhi oleh terjadinya fluktuasi produksi (pasokan) antar bulan. Fluktuasi produksi yang terjadi sangat terkait dengan perilaku petani dalam mengatur volume dan waktu produksinya.

74 Petani kubis dan bawang merah seringkali menghadapi fluktuasi harga yang relatif tinggi akibat ketidakmampuan petani dalam mengatur volume dan waktu produksi kubis dan bawang merah. Hal ini mengakibatkan petani kubis dan bawang merah menerima harga yang rendah pada saat panen akibat terjadinya kelebihan pasokan yang masuk ke pasar, karena masa panen yang bersamaan antar daerah sentra produksi. Sementara itu, harga jual kubis dan bawang merah yang tinggi justru terjadi ketika pasokan kubis dan bawang merah berkurang yang diakibatkan karena petani belum panen, gagal panen akibat serangan hama, cuaca yang tidak mendukung dan transportasi yang terhambat.

Pengaturan volume dan waktu produksi yang dilakukan oleh petani kubis dan bawang merah sangat terkait dengan pola tanam. Pola tanam yang dominan diusahakan oleh petani kubis adalah kentang-kubis-kentang atau kubis-kentang-kubis. Selain komoditas kentang, petani juga memvariasikan tanaman kubis dengan tanaman lainnya seperti tomat, cabe, bawang merah, sawi, wortel, dan sebagainya tergantung pada selera petani. Pengaturan waktu tanam untuk komoditas kubis juga bervariasi, tergantung pada selera dan kalkulasi petani. Pada umumnya petani menanam kubis antara satu sampai dua kali dalam setahun. Pada komoditas bawang merah, pola tanam yang dominan diusahakan oleh petani adalah padi - bawang merah - bawang merah atau padi-bawang merah dan tumpangsari dengan tanaman lainnya seperti cabe, kedelai, kacang tanah, kacang merah dan jagung. Biasanya petani menanam dan memanen bawang merah dalam setahun antara satu sampai tiga kali. Pengaturan waktu tanam untuk bawang merah bervariasi antar satu petani dengan petani lainnya.

Namun, pola tanam yang dilakukan oleh petani kubis maupun petani bawang merah belum cukup efektif untuk mengatasi fluktuasi harga kubis dan bawang merah yang terjadi. Hal ini diindikasikan dari masih seringnya petani kubis dan bawang merah mendapatkan harga jual produk yang rendah akibat pasokan yang berlebih saat panen raya yang terjadi hampir bersamaan di berbagai daerah sentra produksi. Sementara itu, sebagian besar petani pada umumnya belum melakukan kemitraan dengan pihak manapun (baik pedagang maupun perusahaan pengolahan) untuk menampung kelebihan jumlah produksi yang dihasilkannya. Kendatipun demikian, ada beberapa petani bawang merah yang

75 sudah melakukan kemitraan dengan perusahaan yang memproduksi bawang goreng, seperti petani bawang merah di Kabupaten Kuningan dengan PO Mekar Wangi (Sumiati 2009). Sementara itu bagi petani kubis, kemitraan dengan perusahaan pengolahan belum dilakukan karena kubis belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan dan umumnya konsumen masih mengkonsumsi kubis dalam keadaan segar. Hal ini mengakibatkan harga kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar.

Perbedaan karakteristik antara komoditas kubis dan bawang merah juga mempengaruhi besarnya fluktuasi harga yang harus ditanggung petani. Pada komoditas kubis, karakteristik kubis yang mudah busuk dan mengalami penyusutan menyebabkan kubis harus segera dijual setelah panen sehingga saat panen raya umumnya petani kubis tidak dapat menahan kubis tersebut hingga harga jualnya tinggi. Disamping itu, konsumen umumnya juga menginginkan kubis dalam keadaan segar sedangkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran komoditas kubis secara efisien sangat terbatas sehingga kegiatan penyimpanan setelah panen dengan tujuan mengatur pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen tidak mudah untuk dilakukan.

Sementara itu pada komoditas bawang merah, seharusnya saat panen raya petani dapat menahan atau menyimpan bawangnya hingga harga jualnya kembali meningkat. Namun pada kenyataannya, umumnya petani bawang merah langsung menjual bawang merah setelah panen atau dijual sebelum panen dengan cara ditebas. Hal ini dilakukan petani (terutama bagi petani yang memiliki lahan yang sempit) karena tingginya biaya tenaga kerja pada saat panen dan pasca panen, desakan untuk membayar biaya input produksi yang dipinjam sebelum masa tanam, desakan kebutuhan sehari-hari, dan modal untuk melakukan usahatani berikutnya.

Lebih lanjut mengenai komoditas bawang merah, dimana harga bawang merah yang berfluktuasi juga dipengaruhi oleh masuknya pasokan bawang merah impor dari Vietnam, India, Filipina, Thailand, dan sebagainya yang terkadang masuk ke daerah sentra produksi bawang merah ketika petani panen raya. Hal ini

76 menyebabkan rendahnya harga jual bawang merah yang diterima petani saat panen raya. Apalagi bawang merah impor yang masuk umumnya memiliki harga yang lebih rendah daripada bawang merah lokal. Keadaan ini dapat menyebabkan petani rugi hingga tidak dapat menutupi biaya produksinya akibat harga jual bawang merah lokal yang tidak dapat bersaing dengan harga bawang merah impor. Ditambah lagi jika bawang merah impor yang masuk dalam keadaan masih ada daunnya. Hal ini akan menyebabkan bawang merah impor akan dapat tahan lebih lama dan jika tidak laku terjual sebagai bawang konsumsi, maka dapat dijual untuk bibit dengan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan bawang merah konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap masuknya bawang merah impor ke daerah sentra produksi terutama pada saat petani bawang merah panen raya.

Saat ini sudah ada Peraturan Menteri Pertanian No.18/Permentan /OT.140 /2/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 26 Februari 2008. Namun ternyata pelaksanaannya belum efektif, karena masih di temui masuknya bawang merah kosumsi impor yang belum di protol (bawang merah tanpa daun) secara ilegal6.

Selain harga produk, ketersediaan modal juga merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan petani dalam memutuskan untuk menanam suatu komoditas. Menurut hasil wawancara dengan beberapa petani kubis yang menyatakan bahwa modal usahatani kubis relatif kecil dibandingkan dengan menanam komoditas sayuran lainnya seperti kentang, tomat, bawang merah dan sebagainya. Berbeda halnya dengan petani kubis, petani bawang merah membutuhkan modal yang relatif besar untuk melaksanakan usahataninya karena terkait dengan biaya pembelian bibit bawang merah. Harga bibit bawang merah per kilogram selalu lebih mahal dari harga produk bawang merah per kilogram. Adanya kendala anggaran menyebabkan petani bawang merah umumnya menggunakan bibit bawang merah dari hasil panen sebelumnya. Namun tidak semua petani melakukan hal tersebut dikarenakan ketika harga jual bawang merah

77 tinggi petani cenderung menjual seluruh hasil panennya. Alasan lain yang mendasari petani untuk menjual seluruh hasil panennya adalah untuk membayar hutang kepada toko penjual input, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan desakan kebutuhan modal usahatani berikutnya.

Risiko harga yang relatif tinggi pada komoditas kubis dan bawang merah menyebabkan petani harus menanggung kerugian yang cukup besar ketika harga jual kubis dan bawang merah rendah, apalagi jika harga jualnya tidak dapat menutupi biaya produksinya. Hal ini akan membuat petani rugi dan tidak dapat berproduksi. Supaya petani dapat tetap berproduksi maka petani yang memiliki keterbatasan dana biasanya meminjam modal kepada koperasi, bank, maupun pedagang pengumpul/pedagang besar. Selain itu, terkadang petani juga melakukan hutang untuk membeli input produksi seperti pupuk dan obat-obatan yang baru dibayar setelah petani panen dan memperoleh uang dari hasil penjualannya yang dikenal dengan sebutan “yarnen” atau bayar setelah panen. Hal ini menyebabkan adanya keterikatan antara petani dengan lembaga/pihak yang meminjamkan dana tersebut, sehingga membuat petani harus segera menjual hasil panennya meskipun harga jual saat panen rendah. Ditambah lagi jika ada keterikatan dan perjanjian untuk menjual hasil panen tersebut kepada pihak yang meminjamkan dana seperti pedagang pengumpul/pedagang besar sehingga mengakibatkan petani tidak dapat memilih untuk menjual hasil panennya kepada pihak yang menawarkan harga lebih tinggi.

Untuk menghadapi besarnya risiko harga, maka salah satu tindakan yang selama ini dilakukan oleh petani adalah melakukan diversifikasi usahatani pada lahannya. Diversifikasi dalam kegiatan usahatani dapat diartikan dalam dua pengertian yaitu pertama, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara monokultur pada waktu yang sama di lahan yang berbeda dan pengertian kedua, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara tumpangsari pada setiap lahan yang sama. Diversifikasi dilakukan untuk mengurangi risiko yang mungkin dihadapi petani jika hanya menanam komoditas tunggal.

Petani kubis melakukan diversifikasi usahatani dengan tanaman lainnya seperti kentang dan bawang merah yang dilakukan secara monokultur serta cabe, tomat, sawi, wortel, dan sebagainya yang dilakukan dengan cara tumpangsari.

78 Sementara itu, petani bawang merah umumnya melakukan tumpang sari dengan tanaman cabe, kedelai, kacang tanah, kacang merah, jagung dan sebagainya serta melakukan pergiliran tanam dengan tanaman padi.

Diversifikasi usahatani yang dilakukan petani selama ini dirasakan belum cukup efektif untuk mengurangi fluktuasi harga kubis maupun bawang merah. Hal ini dikarenakan petani umumnya melakukan diversifikasi usahatani sesuai dengan selera, keahlian dan keinginan petani terhadap komoditas tertentu tanpa memperhitungkan dan menyesuaikannya dengan jumlah kebutuhan konsumen. Selain itu dalam melakukan diversifikasi, petani cenderung lebih banyak menanam suatu komoditas relatif terhadap komoditas lain yang ditanam dalam satu lahan dengan pertimbangan harga produk pada masa panen sebelumnya. Jika harga kubis maupun bawang merah pada masa tanam sebelumnya tinggi, maka petani akan berlomba-lomba ikut menanam komoditas tersebut yang pada akhirnya mengakibatkan harga jatuh sehingga petani rugi. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk mengurangi besarnya risiko harga kubis dan bawang merah, diantaranya adalah :

1. Petani sebaiknya melakukan pengaturan pola tanam sesuai dengan saran yang direkomendasikan oleh pemerintah daerah setempat. Hal ini perlu dijadikan pertimbangan bagi petani mengingat selama ini harga komoditas kubis dan bawang merah mengalami fluktuasi harga yang relatif tinggi akibat pola tanam yang hampir bersamaan di beberapa daerah sentra produksi. Adanya pengaturan pola tanam antar daerah sentra produksi, diharapkan dapat mengatur jumlah produksi yang dihasilkan petani agar sesuai dengan kebutuhan pasar. Pengaturan pola tanam ini dapat dilakukan jika ada koordinasi antara pemerintah daerah setempat, petani di daerah tersebut, dan petani serta pemerintah daerah di daerah lain yang mengusahakan komoditas kubis dan bawang merah.

2. Mengaktifkan dan mengefektifkan peran kelembagaan kelompok tani. Adanya kelompok tani, secara tidak langsung dapat mengurangi risiko harga kubis maupun bawang merah karena petani dapat meningkatkan bargaining positionnya (posisi tawar) dihadapan lembaga tataniaga lainnya. Petani juga dapat melakukan kontrak dengan pihak lain (seperti pedagang besar, maupun

79 perusahaan pengolahan) untuk menampung kelebihan produksi yang seringkali terjadi pada saat panen raya. Selain itu, petani juga dapat membuat suatu usaha kecil yang berbahan baku kubis maupun bawang merah, jika terjadi kelebihan produksi dan harga jual produknya rendah. Disamping itu, adanya kelompok tani juga dapat dijadikan wadah untuk diskusi dan berbagi pengalaman antar petani khususnya dalam pengaturan penanaman suatu komoditas diantara anggota kelompok tani di suatu daerah. Lebih lanjut, adanya kelompok tani juga dapat mempermudah aksesibilitas petani terhadap lembaga permodalan terutama bantuan-bantuan pendanaan dari pemerintah yang lebih ditujukan kepada kelompok-kelompok tani dan bukan kepada petani secara perorangan.

3. Petani sebaiknya menjalin kemitraan dengan pedagang maupun perusahaan pengolahan. Hal ini perlu dilakukan agar petani mendapatkan jaminan kepastian dalam memasarkan hasil panennya terutama jaminan harga produk serta dapat menampung kelebihan hasil produksi yang terjadi saat panen raya. Petani bawang merah dapat menjalin kemitraan dengan pedagang besar maupun perusahaan pengolahan yang berbahan baku bawang merah seperti usaha bawang goreng maupun perusahaan mie instan. Seperti halnya petani bawang merah, petani kubis juga dapat melakukan kemitraan dengan pedagang besar yang menjual kubis baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

4. Khusus untuk komoditas bawang merah, perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap masuknya bawang merah impor ke daerah sentra produksi terutama pada saat petani panen raya. Hal ini perlu dilakukan agar harga bawang merah pada saat panen raya tidak mengalami penurunan secara tajam akibat masuknya bawang merah impor yang memiliki harga yang relatif lebih rendah dibandingkan bawang merah lokal. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi antara pemerintah pusat, pemda setempat, dan pedagang atau pengusaha yang melakukan impor bawang merah tersebut agar dapat mengendalikan jumlah impor bawang merah yang masuk ke Indonesia terutama saat petani panen raya.

Dokumen terkait