• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode ARCH-GARCH

IV. METODE PENELITIAN

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.3.2 Analisis Risiko

4.3.2.1 Metode ARCH-GARCH

Pengukuran risiko harga kubis dan bawang merah dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model ARCH-GARCH. Dalam mengaplikasikan model ARCH-GARCH, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :

39 1. Identifikasi efek ARCH.

Dalam permodelan ARCH-GARCH didahului dengan identifikasi apakah suatu data atau model persaman rataan yang diamati mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Ini dilakukan antara lain dengan mengamati beberapa ringkasan statistik dari persamaan rataan tersebut. Sebagai contoh bila data atau model persamaan rataan memiliki nilai kurtosis lebih dari tiga menunjukkan gejala awal adanya heteroskedastisitas (Davidson dan MacKinnon, 2004 dalam Firdaus, 2006).

Selain itu, pengujian adanya efek ARCH pada suatu model persamaan dapat dilakukan dengan mengamati nilai autokorelasi kuadrat residual dari model persamaan tersebut. Fungsi autokorelasi kuadrat residual digunakan untuk mendeteksi keberadaan efek ARCH. Jika nilai autokorelasi kuadrat residual dari suatu persaman signifikan, maka nilai tersebut mengindikasikan bahwa pada model persamaan tersebut terdapat efek ARCH. Keberadaan efek ARCH ditunjukkan dengan nilai autokorelasi kuadrat residual yang signifikan pada 15 beda kala pertama yang diperiksa dari perilaku ACF dan PACFnya. Selain itu, cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error adalah dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity.

2. Estimasi model

Pada tahapan ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan pendugaan parameter model. Pendugaan parameter dimaksudkan untuk mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iteratif. Dengan menggunakan Software Eviews 4.1, estimasi nilai-nilai parameter dapat dilakukan. Selanjutnya dilakukan pemilihan model terbaik. Kriteria model terbaik adalah memiliki ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Terdapat dua bentuk pendekatan yang dapat digunakan sebagai ukuran kebaikan model yaitu :

40 a. Akaike Information Criterion (AIC)

AIC = Ln (MSE) + 2*K/N b. Schwarz Criterion (SC)

SC = Ln (MSE) + [K*log (N)]/N dimana, MSE = Mean Square Error

K = Banyaknya parameter yaitu (p+q+1) N = Banyaknya data pengamatan

SC dan AIC merupakan dua standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menemukan keseimbangan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model yang terlalu hemat. Nilai ini dapat membantu untuk mendapatkan seleksi model yang terbaik. Model yang baik dipilih berdasarkan nilai AIC dan SC yang terkecil dengan melihat juga signifikansi koefisien model.

3. Evaluasi model

Pemeriksaan kecukupan model dilakukan untuk menguji asumsi, sehingga model yang diperoleh cukup memadai. Jika model tidak memadai, maka harus kembali ke tahap identifikasi untuk mendapatkan model yang lebih baik. Evaluasi model dilakukan dengan memperhatikan beberapa indikator, yaitu apakah residual sudah terdistribusi normal; keacakan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi kuadrat residual dan pengujian efek ARCH-GARCH dari residual.

Langkah awal yang dilakukan adalah memeriksa kenormalan galat baku model dengan uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera digunakan untuk mengukur perbedaan antara Skewness (kemenjuluran) dan Kurtosis (keruncingan) dari data sebaran normal, serta memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

H0 : Sisaan baku menyebar normal H1 : Sisaan baku tidak menyebar normal

Statistik uji Jarque-Bera (JB) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

dimana, S : kemenjuluran JB = N- K 6 [S 2 + 1 4 (k - 3) 2 ]

41 K : keruncingan

k : banyaknya koefisien penduga N : banyaknya data pengamatan

Pada kondisi hipotesis nol, JB memiliki derajat bebas 2. Tolak H0 jika JB > χ22 (α) atau jika P (χ22> JB) kurang dari α = 0,05 yang berarti bahwa data sisaan terbakukan tidak menyebar normal.

Model ARCH/GARCH menunjukkan kinerja yang baik jika dapat menghilangkan autokorelasi dari data. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien autokorelasi sisaan baku, dengan uji Ljung Box. Uji Ljung Box (Q*) pada dasarnya adalah pengujian kebebasan sisaan baku. Untuk data deret waktu dengan N pengamatan, statistik Ljung Box diformulasikan sebagai :

Q* = n (n+2)

Dimana r1t) adalah autokorelasi contoh pada lag 1 dan k adalah maksimum lag yang diinginkan. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai χ22 (α) dengan derajat bebas k-p-q atau jika P(χ2(k-p-q) >Q*) lebih kecil dari taraf nyata 0,05 maka model tidak layak.

4. Peramalan

Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai volatilitas masa yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan memasukkan parameter ke dalam persamaan yang diperoleh. Hasil peramalan digunakan untuk pembahasan lebih lanjut seperti perhitungan VaR. pada analisis risiko. Tingkat risiko memiliki hubungan yang erat dengan metode ARCH-GARH yang sering digunakan jika terjadi ketidakhomogenan ragam atau varians dari data return dan menduga nilai volatility yang akan datang. Hal tersebut merupakan kelebihan metode ARCH-GARCH dibandingkan dengan penduga ragam atau varians biasa yang tidak mampu melakukan pendugaan ragam (varians) jika terjadi ketidakhomogenan data tidak terpenuhi.

∑ r2 1 t)

i =1 k

42 Model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) dikembangkan terutama untuk menjawab persoalan adanya volatilitas atau fluktuasi pada data ekonomi dan bisnis, khususnya dalam bidang keuangan. Volatilitas ini tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas (varians residual konstan sepanjang waktu).

Bollerslev pada tahun 1986 kemudian mengembangkan model ini menjadi GARCH, yaitu singkatan dari Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity. GARCH mengasumsikan data yang dimodelkan memiliki standar deviasi yang selalu berubah terhadap waktu. GARCH yang cukup baik untuk memodelkan data yang berubah standar deviasinya, tetapi tidak untuk data yang benar-benar acak. Langkah awal untuk mengidentifikasikan model ARCH-GARCH adalah dengan melihat ada tidaknya ARCH error dari data persamaan harga kubis dan bawang merah, dimana dalam penelitian ini persamaan harga kubis dan bawang merah didefinisikan sebagai berikut :

Ln Pti = Ln C +Ln α1 Pti-1 – Ln α2 Qti + εt ... (1) ht = C + γi ε2ti-1 + βi hti-1... (2)

Keterangan :

Pti = harga kubis atau bawang merah periode t

Pti -1 = harga kubis atau bawang merah pada periode t-1 C = konstanta

Qti = pasokan kubis atau bawang merah pada periode t α1 = koefisien variabel harga pada periode t-1 (Pt-1) α2 = koefisien variabel pasokan (Qt)

εt = error pada periode t

ht = ragam (varian) harga kubis dan bawang merah pada periode t γ = koefisien volatilitas pada periode sebelumnya

β = koefisien ragam (varian) periode sebelumnya ε2

ti-1 = volatilitas pada periode sebelumnya (t-1) hti-1 = ragam (varian) periode sebelumnya (t-1)

43 Kemudian dari model persamaan harga tersebut dilihat apakah residual sudah terbebas dari autokorelasi. Selain autokorelasi, asumsi lain yang sering digunakan adalah variabel pengganggu atau residual yang bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan, maka model persamaan harga tersebut masih mengandung masalah heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui adanya autokorelasi pada model persamaan harga kubis dan bawang merah maka dapat dilakukan dengan cara menguji nilai autokorelasi kuadrat residual. Fungsi autokorelasi kuadrat residual digunakan untuk mendeteksi keberadaan efek ARCH. Jika pada kuadrat residual terdapat autokorelasi, maka hal ini mengindikasikan bahwa terdapat unsur ARCH error. Pengujian autokorelasi pada model persamaan harga kubis dan bawang merah ditunjukkan dengan nilai probability pada 15 lag pertama yang telah signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya efek ARCH/ARCH error pada model persamaan harga kubis dan bawang merah. Apabila model persamaan harga kubis dan bawang merah tersebut mengandung unsur ARCH error maka dapat dilakukan analisis ARCH-GARCH. Selain itu, cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error adalah dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity.

Dalam model ARCH, varian residual data runtut waktu tidak hanya dipengaruhi oleh variabel independen, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai residual variabel yang diteliti. Sebab εt juga merupakan residual dari persamaan harga kubis dan bawang merah yang dapat berimplikasi bahwa proyeksi linier kuadrat residual dari persamaan harga (ln Pt) terhadap m kuadrat residual peramalan sebelumnya adalah sebagai berikut :

σ2

t = ξ + α1ε2

t-1 + α2ε2

t-2 + ……. + αm ε2

t-m ...………... (3) Proses white noise εt yang memenuhi persamaan di atas dikenal sebagai model Autoregressive Conditional Heteroschedasticity dengan orde m atau ARCH (m). Proses ini dinotasikan: εt ~ ARCH (m)

Persamaan ini sering ditulis sebagai berikut : ht = ξ + α1ε2

t-1 + α2ε2

t-2 + ……. + αm ε2 t-m

Dokumen terkait