• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Peramalan Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

6.2.2 Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

harga kubis dan bawang merah dapat dikatakan baik. Selain itu, hasil uji ARCH (Lampiran 20 dan 21) juga menunjukkan bahwa nilai LM dari model risiko harga kubis dan bawang merah adalah lebih kecil dari nilai kritik χ22 (0,05) sebesar 5,99 dan nilai p adalah lebih besar dari 0,05 atau tolak H0, yang berarti sudah tidak terdapat efek ARCH.

6.2.2 Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

Hasil akhir dari analisis ARCH-GARCH diperoleh peramalan model persamaan risiko harga untuk kubis yang akan digunakan untuk menghitung besarnya risiko harga kubis. Hasil pendugaan risiko harga kubis dengan pendekatan GARCH (1,1) dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pendugaan Persamaan Varian Harga Kubis periode Januari 2006

hingga Februari 2009

Variabel Parameter Std. Error z-Statistik Peluang

Konstanta 0,000831 0,000235 3,544563 0,0004

Volatilitas periode

sebelumnya (ε2t-1) 0,088677 0.022829 3,884463 0,0001 Varian periode

sebelumnya (ht-1) 0,797574 0.048880 16,31709 0,0000 Hasil pendugaan persamaan varian harga kubis menunjukkan bahwa bahwa parameter volatilitas dan varian harga kubis periode sebelumnya bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kubis periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual kubis periode berikutnya. Artinya peningkatan risiko harga jual kubis periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga jual kubis pada periode berikutnya.

Berdasarkan hasil pendugaan persamaan varian harga kubis, kemudian dapat digambarkan perubahan volatilitas, dimana terlihat volatilitas kubis tertinggi sebesar 0,022 pada periode antara 764 - 767 dan 0,021 pada periode antara 798 - 801. Artinya risiko harga kubis tertinggi adalah pada periode ke 764-767 dan periode ke 798-801. Berdasarkan data harga kubis Januari 2006 sampai Februari 2009 diketahui bahwa periode tersebut berada pada bulan Februari 2008 dan periode ke 798 – 801 berada pada bulan Maret 2008. Berdasarkan hasil

69 wawancara diketahui bahwa risiko harga kubis yang tinggi pada bulan tersebut terjadi karena kelebihan pasokan yang masuk ke pasar akibat panen raya yang terjadi secara bersamaan di daerah sentra produksi kubis yakni di daerah Padang dan Jawa. Sementara itu, permintaan terhadap kubis relatif stabil atau mengalami peningkatan namun tidak melebihi jumlah pasokannya, maka hal ini akan berdampak pada menurunnya harga jual komoditas kubis. Apalagi ditambah dengan daya tahan kubis yang relatif singkat sehingga petani umumnya tidak dapat menahan kubis hingga harga jualnya kembali normal. Plot volatilitas harga kubis dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)

Sementara itu, hasil pendugaan persamaan varian harga bawang merah dengan pendekatan GARCH (1,1) dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Pendugaan Persamaan Harga Jual Bawang Merah periode

Januari 2006- Februari 2009

Variabel Parameter Std. Error z-Statistik Peluang

Konstanta 0,000154 3,54E-05 4,343670 0,0000

Volatilitas periode

sebelumnya (ε2t-1) 0,092313 0.015169 6,085759 0,0000 Varian periode

sebelumnya (ht-1) 0,868887 0.021027 41,32190 0,0000 Hasil pendugaan persamaan varian harga bawang merah menunjukkan bahwa parameter volatilitas dan varian harga bawang merah periode sebelumnya

Plot Varian Harga Kubis

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 1 77 153 229 305 381 457 533 609 685 761 837 913 989 1065 1141 Hari V a ri a n

70 bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga bawang merah periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual bawang merah periode berikutnya. Artinya peningkatan risiko harga jual bawang merah periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga jual bawang merah pada periode berikutnya.

Berdasarkan pendugaan persamaan varian harga bawang merah dapat digambarkan perubahan volatilitas, dimana terlihat bahwa volatilitas bawang merah tertinggi sebesar 0,019 pada periode antara 408 - 416. Artinya risiko harga bawang merah tertinggi adalah pada periode ke 408 - 416. Berdasarkan data harga bawang merah periode Januari 2006 sampai Februari 2009 diketahui bahwa periode 408 - 416 berada pada bulan Februari 2007 (Gambar 14).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tingginya risiko harga bawang merah pada bulan tersebut disebabkan karena jumlah produksi bawang merah di dalam negeri (lokal) relatif sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi permintaan konsumen. Pasokan bawang merah lokal yang rendah disebabkan karena pada bulan tersebut, umumnya kebanyakan petani bawang merah menggunakan lahannya untuk menanam padi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen maka dilakukan impor. Masuknya bawang merah impor yang memiliki harga relatif lebih rendah daripada bawang merah lokal, menyebabkan konsumen lebih memilih untuk membeli bawang merah impor. Hal ini akan berdampak pada permintaan bawang merah dimana konsumen cenderung membeli bawang merah impor dan petani lokal yang seharusnya dapat menerima harga tinggi karena kurangnya pasokan bawang merah, justru harus bersaing dengan harga bawang merah impor yang lebih rendah dibandingkan dengan bawang merah lokal. Plot varian harga bawang merah dapat dilihat pada Gambar 14.

71

Gambar 14. Varian Harga Bawang Merah Periode Januari 2006 – Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)

Setelah dilakukan pendugaan varian pada harga jual kubis dan bawang merah maka selanjutnya dilakukan perhitungan besarnya risiko harga yang dihadapi petani dengan adanya fluktuasi harga kubis dan bawang merah melalui pendugaan varian sebelumnya dengan melakukan perhitungan VaR. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, 60 hari dan 90 hari. Berikut ini adalah ilustrasi penggunaan VaR dengan selang kepercayaan 95 persen. Misalkan seorang petani kubis mengeluarkan biaya tunai untuk usahataninya sebesar Rp. 6.590.231 per hektar luas lahannya sedangkan petani bawang merah mengeluarkan biaya tunai untuk usahataninya sebesar Rp. 17.760.960 per hektar luas lahannya. Biaya tunai yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rifqie (2008) dan Damanah (2008) yang dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Namun, jumlah pengeluaran petani yang disebutkan diatas bukanlah jumlah mutlak dari biaya tunai yang dikeluarkan oleh setiap petani. Besar risiko harga yang akan ditanggung petani kubis dan bawang merah dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Besar Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah Periode Januari 2006

Februari 2009

Komoditas

Besarnya Risiko

1 Hari 7 Hari 60 Hari 90 Hari * % * % * % * % Kubis 0,91 13,86 2,42 36,67 7,08 107,37 8,67 131,5 Bawang Merah 1,74 9,80 4,61 25,94 13,49 75,95 16,52 93,01 Keterangan : * dalam jutaan rupiah

Plot Varian Harga Bawang Merah

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 1 77 153 229 305 381 457 533 609 685 761 837 913 989 1065 1141 Hari V a ri a n

72 Pada Tabel 16 terlihat bahwa nilai risiko (Value at Risk) semakin besar seiring dengan lamanya waktu penjualan. Tingkat risiko harga tertinggi dimiliki oleh komoditas kubis yakni sebesar 13,86 persen dari total investasi (biaya tunai) yang dikeluarkan petani setelah menjual hasil panennya dengan jangka waktu penjualan satu hari. Sementara itu, risiko terendah dimiliki oleh komoditas bawang merah yaitu sebesar 9,80 persen dalam jangka waktu periode penjualan satu hari.

Berdasarkan perhitungan VaR diperoleh hasil bahwa risiko harga kubis lebih besar dibandingkan dengan risiko harga bawang merah. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari komoditas kubis yang merupakan jenis sayuran daun yang dapat lebih cepat busuk dan mengalami penyusutan sehingga kubis tidak dapat disimpan lebih lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, permintaan konsumen terhadap kubis relatif stabil karena kubis bukanlah merupakan jenis sayuran yang sering digunakan masyarakat setiap harinya seperti halnya cabe dan bawang merah Disamping itu, komoditas kubis juga umumnya masih dikonsumsi dalam keadaan segar dan masih belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan. Hal ini mengakibatkan harga kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar.

6.3 Alternatif Solusi yang Dilakukan Petani Untuk Mengurangi Risiko

Dokumen terkait