• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH DI INDONESIA"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH

DI INDONESIA

SKRIPSI NOVY HERVIYANI H34050010

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

NOVY HERVIYANI. Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Kubis dan bawang merah merupakan jenis sayuran unggulan yang banyak ditanam oleh petani sayuran di Indonesia. Akan tetapi kedua komoditas tersebut seringkali mengalami harga yang berfluktuasi. Fluktuasi harga pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah penawaran dan jumlah permintaan yang terjadi di pasar dimana hal ini seringkali terjadi dalam jangka pendek. Harga komoditas yang berfluktuasi merupakan salah satu indikator adanya risiko yang menyebabkan terjadinya kerugian yang harus ditanggung terutama oleh petani selaku produsen yang mengusahakan kedua komoditas tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis besarnya risiko harga kubis dan bawang merah serta menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series harga jual dan pasokan harian dari komoditas kubis dan bawang merah sebanyak 1147 data dari Januari 2006 sampai Februari 2009 yang diperoleh dari Kantor Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani kubis dan bawang merah untuk mengurangi risiko harga. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dengan menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan VAR (Value at Risk).

Berdasarkan hasil analisis ARCH-GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga kubis dan risiko harga bawang merah adalah model GARCH (1,1) yang menunjukkan bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Artinya peningkatan risiko harga kubis dan bawang merah periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga kubis dan bawang merah pada periode berikutnya.

Selanjutnya, dilakukan perhitungan VaR (Value at Risk) dan didapatkan hasil bahwa risiko harga kubis sebesar 13,86 persen dari total investasi (biaya tunai) yang dikeluarkan petani setelah menjual hasil panennya dalam jangka waktu penjualan satu hari, sedangkan risiko harga bawang merah sebesar 9,80 persen dalam jangka waktu periode penjualan satu hari. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan risiko harga bawang merah. Hal ini disebabkan karakteristik dari komoditas kubis yang merupakan jenis sayuran daun yang dapat lebih cepat busuk dan mengalami penyusutan sehingga kubis tidak dapat disimpan lebih lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, permintaan konsumen terhadap kubis relatif stabil karena kubis bukanlah jenis sayuran yang sering digunakan masyarakat setiap harinya seperti halnya cabe dan bawang merah Disamping itu, komoditas kubis juga umumnya masih belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan. Hal ini mengakibatkan harga

(3)

kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar.

Untuk menghadapi besarnya risiko harga yang harus ditanggung petani, maka salah satu tindakan yang dilakukan oleh petani adalah melakukan diversifikasi usahatani pada lahannya. Diversifikasi dilakukan untuk mengurangi risiko yang mungkin dihadapi petani jika hanya menanam komoditas tunggal. Petani kubis melakukan diversifikasi usahatani dengan tanaman lainnya seperti kentang dan bawang merah yang dilakukan secara monokultur serta cabe, tomat, sawi, wortel, dan sebagainya yang dilakukan dengan cara tumpangsari. Sementara itu, petani bawang merah umumnya melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari dengan tanaman cabe, kedelai, kacang tanah, kacang merah, jagung dan sebagainya serta melakukan pergiliran tanam dengan tanaman padi.

Diversifikasi usahatani yang dilakukan petani selama ini dirasakan belum cukup efektif untuk mengurangi fluktuasi harga kubis maupun bawang merah. Hal ini dikarenakan umumnya petani melakukan diversifikasi usahatani sesuai dengan selera, keahlian dan keinginan petani terhadap komoditas tertentu tanpa memperhitungkan dan menyesuaikannya dengan jumlah kebutuhan konsumen. Selain itu, dalam melakukan diversifikasi, petani cenderung lebih banyak menanam suatu komoditas relatif terhadap komoditas lain yang ditanam dalam satu lahan dengan pertimbangan harga produk pada masa panen sebelumnya. Jika harga kubis maupun bawang merah pada masa tanam sebelumnya tinggi, maka petani akan berlomba-lomba ikut menanam komoditas tersebut lebih banyak relatif terhadap komoditas lain sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan harga jatuh dan menyebabkan petani rugi.

Berdasarkan besarnya risiko harga kubis dan bawang merah, maka alternatif solusi yang dapat dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah yakni (1) petani sebaiknya melakukan pengaturan pola tanam sesuai dengan saran yang direkomendasikan oleh pemerintah daerah setempat. Adanya pengaturan pola tanam antar daerah sentra produksi, diharapkan dapat mengatur jumlah produksi agar sesuai dengan kebutuhan pasar. (2) Mengaktifkan dan mengefektifkan peran kelembagaan kelompok tani yang secara tidak langsung dapat mengurangi risiko harga kubis maupun bawang merah karena petani dapat melakukan kontrak dengan pihak lain atau membuat suatu usaha kecil yang berbahan baku kubis maupun bawang merah, jika terjadi kelebihan produksi dan harga jual produknya rendah. Disamping itu, adanya kelompok tani juga dapat dijadikan wadah untuk diskusi dan berbagi pengalaman antar petani khususnya dalam pengaturan penanaman suatu komoditas diantara anggota kelompok tani di suatu daerah. Lebih lanjut, adanya kelompok tani juga dapat mempermudah aksesibilitas petani terhadap lembaga permodalan terutama bantuan-bantuan pendanaan dari pemerintah yang lebih ditujukan kepada kelompok-kelompok tani dan bukan kepada petani secara perorangan dan (3) petani sebaiknya menjalin kemitraan dengan pedagang maupun perusahaan pengolahan untuk mendapatkan jaminan kepastian dalam memasarkan hasil panennya terutama jaminan harga produk ketika terjadi kelebihan hasil produksi saat panen raya.

(4)

RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH

DI INDONESIA

NOVY HERVIYANI H34050010

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia

Nama : Novy Herviyani

NIM : H34050010

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP 19640921 199003 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Novy Herviyani H34050010

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hartono dan Ibunda Sugiarti Johariyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK. Islam Bhakti V pada tahun 1993 dan SDN. Cilandak Barat 20 pagi pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Al-Hikmah Brebes yang diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan menengah atas di SMA Darul Ma’arif Jakarta diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif sebagai pengurus FORMASI Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) periode 2007-2008 dan Bina UKM tahun 2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Ekonomi Umum pada semester ganjil dan genap periode tahun 2007-2008.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, yang telah membimbing hambanya menuju kebahagian melalui Rasul-Nya dan Al-Quran al Karim. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia”. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis besarnya risiko harga kubis dan bawang merah serta menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani kubis dan bawang merah selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kedua komoditas tersebut. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus2009 Novy Herviyani

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Ridho-Nya kepada penulis sehingga dengan izin-Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam proses menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtuaku tersayang, Bapak Hartono dan Ibu Sugiarti Johariyah atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya pada penulis. Adik-adikku tersayang Evi Yulianti dan Atika Indriyani atas semangat, motivasi dan doanya.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi, saran, kesabaran, waktu dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan dan masukannya dalam ujian sidang skripsi penulis. 4. Dra. Yusalina, MSi sebagai dosen penguji komdik yang telah memberikan

kritik serta saran yang membangun bagi perbaikan skripsi penulis.

5. Bapak Khaerul, Bapak Suminto dan Bapak Siswo serta para karyawan Kantor PIKJ Jakarta yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini.

6. Kepala Desa Marga Mekar dan Kepala Desa Lamajang di Kecamatan Pangalengan serta beberapa petani kubis di Desa Marga Mekar yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu

7. Beberapa petani bawang merah di Desa larangan, Kabupaten Brebes.

8. Beberapa pedagang grosir kubis dan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta.

9. Seluruh staf sekretariat dan Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis.

10. Ratna MS sebagai teman satu bimbingan dan pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

11. Kak Yusni dan Kak Fajar yang telah bersedia mengajari penulis mengenai cara menggunakan Eviews.

(10)

12. Teman-teman kosanku di Pondok Assalamah (Ita, Intan, Ventri, Teh Nia, Nisa, Niken) yang telah memberikan lingkungan kostan yang kondusif dan lebih hidup.

13. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Mba Anis, Gita dan Ratna MS). 14. Teman-teman Agribisnis angkatan 42 yang tidak saya sebutkan satu per satu,

atas semangat dan persaudaraannya selama ini.

15. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi di IPB (Institut Pertanian Bogor) yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009 Novy Herviyani

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 7 1.3. Tujuan Penelitian ... 10 1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Tinjauan Penawaran, Permintaan, Harga dan Pemasaran ... 12

2.2. Tinjauan Risiko ... 15

2.3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1. Permintaan, Penawaran dan Harga ... 20

3.1.2 Fluktuasi Harga ... 21

3.1.3. Konsep Risiko ... 24

3.1.4. Sumber-Sumber Risiko ... 27

3.1.5. Strategi Mengurangi Risiko dalam Bidang Pertanian ... 27

3.1.6. Alat Analisis Risiko ... 30

3.1.6.1 Metode ARCH-GARCH ... 30

3.1.6.2 Perhitungan VaR ... 33

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

IV. METODE PENELITIAN ... 36

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 36

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 37

4.3.1. Analisis Deskriptif ... 37

4.3.2. Analisis Risiko ... 38

4.3.2.1. Metode ARCH-GARCH ... 38

4.3.2.2. Perhitungan VAR (Value at Risk) ... 44

4.4. Definisi Operasional ... 45

V. GAMBARAN UMUM ... 48

5.1. Gambaran Umum Kubis ... 48

5.1.1. Perkembangan Produksi Kubis ... 48

5.1.2. Perkembangan Konsumsi Kubis ... 50

(12)

xii

5.2. Gambaran Umum Bawang Merah ... 54

5.2.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah ... 54

5.2.2. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah ... 56

5.2.3. Aspek Pemasaran Komoditas Bawang Merah ... 57

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

6.1. Perkembangan Harga Kubis dan Bawang Merah ... 59

6.2. Peramalan Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah ... 64

6.2.1. Model ARCH/GARCH untuk Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah ... 64

6.2.2. Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah ... 68

6.3. Alternatif Solusi yang Dilakukan Petani untuk Mengurangi Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah ... 72

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

7.1. Kesimpulan ... 80

7.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (dalam miliar rupiah) di Indonesia,

Tahun 2003-2007 ... 1 2. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik

Bruto Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor

Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2003 – 2007 2 3. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan

Harga yang Berlaku di Indonesia Tahun 2003-2008 ... 3 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kubis dan

Bawang Merah, serta Perkembangannya di Indonesia

Tahun 2003-2007 ... 4 5. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Kubis dan

Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003 – 2007 ... 5 6. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis

di Indonesia, Tahun 2000 – 2007 ... 49 7. Perkembangan Konsumsi Kubis di Indonesia, Periode

Tahun 2003-2007 ... 50 8. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Bawang Merah di Indonesia, Tahun 2000 – 2007 ... 55 9. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia,

Periode Tahun 2003-2007 ... 56 10. Ringkasan Statistik Model Persamaan Harga Kubis

dan Bawang Merah ... 63 11. Ringkasan Hasil Uji White Heteroscedasticity ... 65 12. Model ARCH-GARCH Terbaik untuk Model Persamaan

Harga Kubis dan Bawang Merah ... 66 13. Uji Kenormalan Galat Terbakukan ... 67 14. Hasil Pendugaan Persamaan Harga Jual kubis periode

Januari 2006- Februari 2009 ... 68 15. Hasil Pendugaan Persamaan Harga Jual Bawang Merah

periode Januari 2006 - Februari 2009 ... 69 16. Besar Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah Periode

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fluktuasi Harga Kubis dan Bawang Merah Periode

Januari 2006 – Februari 2009 ... 9

2. Saluran Pemasaran Bawang Merah di Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes, 2004 ... 14

3. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran ... 21

4. Pergeseran Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran ... 22

5. Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian ... 25

6. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan ... 25

7. Hubungan Antara Varian dan Expected Return ... 26

8. Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

9. Rantai Pemasaran Kubis di Lokasi Penelitian Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karo, 2005 ... 53

10. Rantai Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah, 2005 ... 57

11. Plot Harga Jual Kubis Periode Januari 2006 hingga Februari 2009 ... 59

12. Plot Harga Jual Bawang Merah Periode Januari 2006 hingga Februri 2009 ... 61

13. Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2009 ... 69

14. Varian Harga Bawang Merah Periode Januari 2006 hingga Februari 2009 ... 71

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 86 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kol/Kubis Menurut

Provinsi di Indonesia Tahun 2007 ... 87 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah

Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2007 ... 88 4. Pasokan Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2009 ... 89 5. Pasokan Bawang Merah Periode Januari 2006

hingga Februari 2009 ... 89 6. Hasil Olahan Analisis Regresi Persamaan Harga Kubis ... 90 7. Hasil Olahan Analisis Regresi Persamaan Harga

Bawang Merah ... 90 8. Deskripsi Statistik Model Persamaan Harga Kubis ... 91 9. Deskripsi Statistik Model Persamaan Harga Bawang Merah .. 91 10. Pengujian Autokorelasi Erorr Kuadrat Persamaan Harga

Kubis ... 92 11. Pengujian Autokorelasi Erorr Kuadrat Persamaan Harga

Bawang Merah ... 92 12. Hasil Uji White Heteroskedasticity Model Persamaan Harga

Kubis ... 93 13. Hasil Uji White Heteroskedasticity Model Persamaan Harga

Bawang Merah ... 93 14. Pemilihan Model Ragam yang Terbaik untuk Model Risiko

Harga Kubis ... 94 15. Pemilihan Model Ragam yang Terbaik untuk Model Risiko

Harga Bawang Merah ... 95 16. Uji Jarque-Bera terhadap Galat Terbakukan untuk Persamaan

Harga Kubis ... 96 17. Uji Jarque-Bera terhadap Galat Terbakukan untuk Persamaan

Harga Bawang Merah ... 96 18. Hasil Uji Ljung Box Galat Terbakukan Model Persamaan

Harga Kubis ... 97 19. Hasil Uji Ljung Box Galat Terbakukan Model Persamaan

(16)

xvi 20 Uji ARCH untuk Model ARCH-GARCH Terbaik pada

Model Persamaan Harga Kubis ... 98 21 Uji ARCH untuk Model ARCH-GARCH Terbaik pada

Model Persamaan Harga Bawang Merah ... 98 22 Biaya Tunai Usahatani Kubis di Desa Cimenyan pada Awal

dan Pertengahan Musim Hujan ... 99 23. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah per Hektar

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terus berupaya meningkatkan pembangunan di sektor pertanian karena peranannya sebagai salah satu sektor penggerak perekonomian nasional terutama sebagai sumber penerimaan negara, mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja. Hal ini ditunjukkan dari besarnya kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada tahun 2003 hingga tahun 2007 yang masih cukup besar yakni sekitar 13 hingga 15 persen dari total PDB nasional (Tabel 1).

Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (dalam Miliar Rupiah) di Indonesia, Tahun 2003-2007

Lapangan Usaha (Sektor)

Kontribusi PDB (dalam miliar rupiah)

2003 2004 2005 2006* 2007** Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 240.387,3 329.124,6 (36,9) 364.169,3 (10,7) 433.223,4 (19,0) 547.235,6 (26,3) Pertambangan dan penggalian 167.603,8 205.252,0 (22,5) 309.014,1 (50,6) 366.505,4 (18,6) 440.826,2 (20,3) Industri pengolahan 441.754,9 644.342,6 (45,9) 760.361,3 (18,0) 919.532,7 (20,9) 1.068.806,4 (16,2) Listrik, gas dan air

bersih 10.349,2 23.730,3 (129,3) 26.693,8 (12,5) 30.354,8 (13,7) 34.762,2 (14,5) Konstruksi 89.621,8 151.247,6 (68,8) 195.110,6 (29,0) 251.132,3 (28,7) 305.215,7 (21,5) Perdagangan, hotel, dan

restoran 256.516,6 368.555,9 (43,7) 431.620,2 (17,1) 501.542,1 (16,2) 590.822,3 (17,8) Pengangkutan dan komunikasi 85.458,4 142.292,0 (66,5) 180.584,9 (26,9) 231.808,6 (28,4) 265.256,9 (14,4) Keuangan, real estat

dan jasa perusahaan

140.374,4 194.410,9 (38,5) 230.522,7 (18,6) 269.121,4 (16,7) 305.216,0 (13,4) Jasa-jasa 145.104,9 236.870,3 (63,2) 276.204,2 (16,6) 336.258,9 (21,7) 399.298,6 (18,8) Keterangan : *) Data Sementara

**) Data Sangat Sementara

Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dalam persen Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 (diolah)

(18)

2 Kontribusi nilai (dalam miliar rupiah) sektor pertanian selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun persentase pertumbuhannya cenderung berfluktuasi dengan persentase peningkatan yang semakin menurun dimana pada tahun 2004 pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 36,9 persen menjadi 26,3 persen pada tahun 2007. Kendati demikian kontribusi sektor pertanian masih tergolong besar yaitu pada urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

Besarnya kontribusi pertanian terhadap PDB nasional tidak terlepas dari kontribusi subsektor pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasilnya, subsektor kehutanan, serta subsektor perikanan. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian, dimana persentase kontribusinya mencapai sekitar 49 persen hingga 50 persen dari kontribusi PDB Pertanian secara keseluruhan. Kemudian diikuti oleh subsektor tanaman perkebunan dan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa peranan subsektor tanaman bahan makanan sangat penting terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Tabel 2. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2003-2007

Subsektor Kontribusi PDB Pertanian (dalam miliar rupiah)

2003 2004 2005 2006* 2007** Tanaman Bahan Makanan 119.164,8 165.558,2 (38,9) 181.331,6 (9,5) 214.346,3 (18,2) 268.124,4 (25,1) Tanaman Perkebunan 38.693,9 49.630,9 (28,3) 56.433,7 (13,7) 63.401,4 (12,3) 84.459,2 (33,2) Peternakan dan

hasil-hasilnya 30.647,0 40.634,7 (32,6) 44.202,9 (8,8) 51.074,7 (15,5) 62.095,8 (21,6) Kehutanan 17.213,7 20.290,0 (17,9) 22.561,8 (11,2) 30.065,7 (33,3) 35.734,1 (18,9) Perikanan 34.667,9 53.010,8 (52,9) 59.639,3 (12,5) 74.335,3 (24,6) 96.822,1 (30,3) Lapangan usaha pertanian 240.387,3 329.124,6 (36,9) 364.169,3 (10,6) 433.223,4 (19,0) 547.235,6 (26,3) Keterangan : *) Data sementara

**) Data sangat sementara

Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dalam persen Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 (diolah)

(19)

3 Hortikultura merupakan salah satu bagian dari subsektor tanaman bahan makanan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia terutama sebagai sumber vitamin dan mineral. Tanaman hortikultura terdiri dari komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan (biofarmaka). Fokus dalam penelitian ini adalah komoditas hortikultura sayuran. Dilihat dari sisi ekonomi makro, sayuran menjadi produk hortikultura yang penting karena kontribusinya terhadap PDB hortikultura yang menempati urutan kedua setelah buah-buahan (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku di Indonesia Tahun 2003-2008

No. Kelompok

Komoditas

Nilai PDB (dalam Milyar Rupiah)

2003 2004 2005 2006 2007 2008* 1. Buah-buahan 28.246 30.765 (8,92) 31.694 (3,02) 35.448 (11,84) 42.362 (19,50) 42.660 (0,70) 2. Sayuran 20.573 20.749 (0,86) 22.630 (9,07) 24.694 (9,12) 25.587 (3,62) 27.423 (7,18) 3. Tanaman Hias 565 722 (27,79) 2.806 (288,64) 3.762 (34,07) 4.105 ( 9,12) 4.118 (0,32) 4. Bofarmaka 4.501 4.609 (2,40) 4.662 (1,15) 4.734 (1,54) 4.741 (0,15) 6.091 (28,48) Total Hortikultura 53.885 56.844 61.792 68.639 76.795 80.292

Keterangan : *) Angka Ramalan PDB berdasarkan harga berlaku

Angka dalam kurung menunjukkan nilai pertumbuhan dalam persen Sumber : Ditjen Hortikultura dan Departemen Pertanian 2008 (diolah)

Komoditas sayuran yang ditanam dan dikembangkan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah kubis dan bawang merah yang merupakan jenis komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis. Hal ini dapat dilihat dari luas panen maupun jumlah produksi yang dihasilkan dari kedua komoditas tersebut. Luas panen kubis sebesar60.711 ha atau sekitar 6,06 persen dari luas panen sayuran secara keseluruhan, sedangkan luas panen bawang merah sebesar 93.694 ha atau sekitar 9,35 persen dari luas panen sayuran secara keseluruhan pada tahun 2007 (Ditjen Hortikultura 2008). Kendatipun demikian jumlah produksi yang dihasilkan dari kedua komoditas ini tergolong besar dimana pada tahun 2007 jumlah produksi kubis menempati posisi terbesar pertama yaitu

(20)

4 sebesar 13,63 persen dari jumlah produksi sayuran di Indonesia, sedangkan bawang merah menempati posisi terbesar ketiga setelah kentang dimana jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 8,49 persen dari jumlah produksi sayuran di Indonesia (Lampiran 1). Secara rinci mengenai luas panen, produksi, dan produktivitas kubis dan bawang merah dari tahun 2003 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kubis dan Bawang Merah, serta Perkembangannya di Indonesia pada Tahun 2003-2007

Tahun Perkembangan Luas Panen Perkembangan Produksi Perkembangan Produktivitas (Ha) Persen (%) (Ton ) Persen (%) (Ton/Ha) Persen (%) I. Kubis 2003 64.520 - 1.348.433 - 20,90 - 2004 68.029 5,44 1.432.814 6,26 21,06 0,77 2005 57.765 -15,09 1.292.984 -9,76 22,38 6,27 2006 57.732 -0,06 1.267.745 -1,95 21,96 -1,88 2007 60.711 5,16 1.288.738 1,66 21,28 -3,1

II. Bawang Merah

2003 88.029 - 762.795 - 8,67 -

2004 88.707 0,77 757.399 -0,71 8,54 -1,5

2005 83.614 -5,74 732.610 -3,27 8,76 2,58

2006 89.188 6,67 794.929 8,51 8,91 1,71

2007 93.694 5,05 802.810 0,99 8,57 -3,82

Sumber : Ditjen Hortikultura 2008 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah produksi kubis dan bawang merah pada periode 2003-2007 berfluktuasi setiap tahunnya dimana jumlah produksi rata-rata kubis mengalami penurunan sebesar 0,95 persen per tahun sedangkan jumlah produksi rata-rata bawang merah mengalami peningkatan sebesar 1,38 persen per tahun. Penurunan produksi kubis dan kenaikan produksi bawang merah lebih dipengaruhi oleh luas panen dari masing masing komoditas dimana terjadi penurunan luas panen kubis rata-rata sebesar 1,14 persen per tahun dan peningkatan luas panen bawang merah rata-rata sebesar 1,69 persen per tahun. Penurunan luas panen kubis dikarenakan hasil panen banyak dirintangi oleh

(21)

5 gangguan atau hambatan yang menyebabkan hasil panen pada umumnya di bawah prediksi saat tanam. Salah satunya disebabkan akibat adanya serangan hama yang dapat mengakibatkan gagal panen1. Sementara itu, luas panen bawang merah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen akan komoditas tersebut2.

Kubis dan bawang merah merupakan komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Kedua komoditas tersebut memiliki banyak kegunaan terutama dalam memenuhi konsumsi rumah tangga. Komoditas kubis biasanya dikonsumsi sebagai sayuran atau bahan campuran masakan yang dapat direbus atau dimakan mentah (lalapan). Sedangkan komoditas bawang merah digunakan antara lain sebagai bumbu masakan guna menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan bagi penyakit tertentu. Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat setiap tahunnya merupakan pasar yang sangat besar bagi kedua komoditas tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Kubis dan Bawang Merah di Indonesia Periode Tahun 2003-2007

Tahun Produksi (ton) Penduduk ( x1000 orang) Konsumsi Perkembangan Konsumsi (%) Per kapita (kg/th) Total/th (ton) 1 2 3 4 = 2 x 3 Per kapita Total/th I. Kubis 2003 1.348.433 215.276 1,87 402.566,12 - - 2004 1.432.814 216.382 2,03 439.255,46 8,56 9,11 2005 1.292.984 219.852 2,03 446.299,56 - 1,60 2006 1.267.745 222.747 1,82 405.399,54 -10,34 -9,16 2007 1.288.738 225.642 1,87 421.950,54 2,75 4,08

II. Bawang Merah

2003 762.795 215.276 2,22 477.912,72 - -

2004 757.399 216.382 2,19 473.876,58 -1,35 -0,84

2005 732.610 219.852 2,21 485.872,92 0,91 2,53

2006 794.929 222.747 2,08 463.313,76 -5,88 -4,64

2007 802.810 225.642 3,01 679.182,42 44,71 46,59

Sumber : Ditjen Hortikultura 2008 (diolah) 1

Si Nugrohati da Kasumbogo Untung. 1986. Pestisida dalam Sayuran. www.deptan.go.id. [15 Maret 2009]

(22)

6 Tabel 5 menunjukkan bahwa konsumsi untuk kubis dan bawang merah berfluktuasi dengan trend yang cenderung meningkat saat ini. Konsumsi kubis per kapita rata-rata meningkat sebesar 0,24 persen per kapita per tahun, sedangkan secara total konsumsi mengalami peningkatan sebesar 1,41 persen per tahun. Sementara itu, konsumsi terhadap bawang merah juga mengalami peningkatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan konsumsi kubis dimana konsumsi bawang merah rata-rata per kapita meningkat sebesar 9,6 persen per tahun atau secara total konsumsi sebesar 10,91 persen per tahun. Peningkatan konsumsi terhadap kubis maupun bawang merah akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun, peningkatan konsumsi terhadap komoditas bawang merah akan jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan konsumsi kubis. Hal ini dikarenakan hampir semua rumah tangga di Indonesia setiap harinya menggunakan bawang merah sebagai bumbu dalam masakannya sedangkan tidak demikian dengan penggunaan kubis.

Apabila dilihat pada Tabel 5, diketahui bahwa jumlah produksi kubis dan bawang merah setiap tahunnya masih dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi dalam jangka pendek yakni ketidakseimbangan antara jumlah produksi dengan permintaannya. Hal ini menyebabkan terjadinya fluktuasi harga jangka pendek pada komoditas kubis dan bawang merah yang pada umumnya terkait dengan fluktuasi produksi kedua komoditas tersebut. Biasanya ini terjadi pada saat panen raya dimana terdapat kelebihan produksi yang menyebabkan harga turun dan terjadi pula sebaliknya.

Fluktuasi harga tersebut seringkali lebih merugikan petani daripada pedagang karena petani umumnya tidak dapat mengatur waktu penjualannya untuk mendapatkan harga jual yang lebih menguntungkan. Disamping itu fluktuasi harga yang tinggi juga memberi peluang kepada pedagang untuk memanipulasi informasi harga di tingkat petani. Hal ini mengakibatkan transmisi harga dari pasar konsumen kepada petani cenderung bersifat asimetris dalam pengertian jika terjadi kenaikan harga di tingkat konsumen maka kenaikan harga tersebut tidak diteruskan kepada petani secara cepat dan sempurna, sebaliknya jika terjadi penurunan harga (Simatupang 1999).

(23)

7 Harga komoditas yang berfluktuasi merupakan salah satu indikator adanya risiko yang menyebabkan terjadinya kerugian yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kedua komoditas tersebut, terutama petani yang mengusahakan komoditas kubis dan bawang merah. Mengingat pentingnya peranan dari komoditas kubis dan bawang merah, maka perlu dilakukan penelitian mengenai risiko harga kubis dan bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko harga yang harus ditanggung oleh petani selaku produsen yang membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam komoditas tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Sayuran memiliki sifat yang berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, yaitu mudah rusak atau cepat mengalami pembusukan. Akibatnya petani sayuran tidak dapat menahan atau menyimpan sayurannya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi, karena hal itu dapat menyebabkan penurunan harga jual akibat penurunan kualitas produk. Selain itu seringkali terjadi fluktuasi produksi yang disebabkan oleh iklim atau musim, dimana pada musim-musim tertentu (musim panen) terjadi kelebihan produksi dan sebaliknya pada masa paceklik terjadi kekurangan produksi. Hal inilah yang menyebabkan komoditas sayuran memiliki risiko harga yang cukup tinggi.

Salah satu indikator adanya risiko harga adalah terjadinya fluktuasi harga. Harga produk yang berfluktuasi secara tajam tidak menguntungkan bagi petani karena hal itu akan menyebabkan ketidakpastian penerimaan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya. Risiko usaha yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga produk yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar dimana tingkat harga meningkat jika jumlah permintaan melebihi penawaran dan akan terjadi juga sebaliknya.

Fluktuasi harga sayuran umumnya relatif tinggi dibandingkan buah, padi dan komoditas palawija. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada komoditas sayuran. Kondisi demikian dapat terjadi karena tiga faktor yaitu : (1) daerah produsen sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu sehingga

(24)

8 jika terjadi anomali produksi (gagal panen atau lonjakan produksi) di salah satu daerah produsen maka pengaruhnya terhadap keseimbangan pasar relatif besar, (2) sinkronisasi produksi antara daerah produsen sayuran relatif lemah sehingga produksi sayuran cenderung terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu, dan (3) konsumen umumnya menginginkan sayuran segar, sedangkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran sayuran secara efisien sangat terbatas sehingga kegiatan penyimpanan dengan tujuan mengatur pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen tidak mudah dilakukan (Irawan 2007).

Kubis dan bawang merah merupakan jenis sayuran yang banyak diusahakan oleh petani yang memiliki bentuk dan daya tahan yang berbeda. Kubis adalah jenis sayuran daun yang umumnya tidak tahan lama, mudah busuk dan mengalami penyusutan. Hal ini menyebabkan petani harus menjual kubis dengan segera setelah masa panen. Sementara itu bawang merah termasuk jenis sayuran umbi yang mempunyai daya tahan yang cukup tinggi dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama asalkan penanganan pasca panennya benar, sehingga petani dapat mengatur penjualannya untuk mendapatkan harga jual yang lebih menguntungkan. Meskipun demikian, umumnya petani bawang merah cenderung tetap menjual hasil panennya saat panen raya walaupun harga pada saat itu relatif rendah. Hal ini dikarenakan desakan kebutuhan seperti membayar input produksi yang dipinjam saat musim tanam, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan modal untuk masa tanam berikutnya.

Perbedaan karakteristik dari sayuran kubis dan bawang merah menyebabkan terjadinya perbedaan dalam menentukan harga jual dan fluktuasi harga. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 mengenai fluktuasi harga kubis dan bawang merah periode Januari 2006 – Februari 2009 .

(25)

9 Hari H ar ga (R p/ k g) 1035 920 805 690 575 460 345 230 115 1 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Variable harga k ubis harga bawang merah

Fluktuas i Harga Kubis dan Bawang Me rah

Gambar 1. Fluktuasi Harga Kubis dan Bawang Merah Periode Januari 2006 – Februari 2009

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)

Gambar 1 menunjukkan bahwa harga kubis cenderung berfluktuasi setiap harinya. Harga kubis tertinggi dapat mencapai Rp.4.200,00 per kg, sedangkan harga kubis terendah adalah Rp.700,00 per kg. Perbandingan antara harga tertinggi dengan harga terendah mencapai 600 persen atau enam kali dari harga terendah. Sementara itu pada komoditas bawang merah, harga juga cenderung berfluktuasi dimana harga bawang merah tertinggi dapat mencapai Rp.14.000,00 per kg, sedangkan harga bawang merah terendah dapat mencapai Rp.2.800,00 per kg. Perbandingan antara harga tertinggi dengan harga terendah yang pernah dicapai pada periode Januari 2006 sampai Februari 2009 sebesar 500 persen atau lima kali dari harga terendah. Besarnya perbedaan antara harga tertinggi dengan harga terendah yang terjadi, akan menimbulkan kerugian yang besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas kubis dan bawang merah terutama bagi petani yang mengusahakan kedua komoditas tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa kubis dan bawang merah merupakan komoditas yang memiliki harga yang sangat fluktuatif. Harga yang berfluktuatif menunjukkan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama petani yang mengusahakan kedua

(26)

10 komoditas tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis seberapa besar tingkat risiko harga komoditas kubis dan bawang merah ? dan bagaimana alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis tingkat risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah. 2. Menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk

mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi petani kubis dan bawang merah, sebagai bahan masukan mengenai alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko harga kedua komoditas tersebut.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan mengenai komoditas kubis dan bawang merah mulai dari produksi hingga pemasaran, sehingga nantinya diharapkan dapat mengurangi risiko harga kedua komoditas tersebut.

3. Bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

4. Pihak peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat, masukan, serta perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko harga kubis dan bawang merah yang termasuk dalam jenis komoditas sayuran unggulan di Indonesia. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai besarnya tingkat risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah melalui analisis kuantitatif terhadap fluktuasi harga dan pasokan harian dari komoditas kubis dan bawang merah, dengan menggunakan

(27)

11 model ARCH-GARCH dan perhitungan nilai VaR (Value at Risk). Sementara itu, variabel lain yang juga berpengaruh terhadap risiko harga dari kubis dan bawang merah (seperti harga input, pasokan dan harga produk subtitusi atau komplementer dari kubis dan bawang merah, harga dan pasokan bawang merah impor yang mungkin juga mempengaruhi besarnya risiko harga bawang merah, dan sebagainya) tidak dianalisis dan dimasukkan ke dalam model persamaan risiko. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan dan kesulitan dalam memperoleh data harian dalam jumlah besar dari variabel lain yang juga berpengaruh terhadap besarnya risiko harga kedua komoditas tersebut.

Selain itu, pada penelitian ini juga lebih difokuskan kepada petani sebagai salah satu pihak yang menanggung risiko harga kubis dan bawang merah dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pihak lain (selain petani), yang mungkin juga menanggung besarnya risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai kubis dan bawang merah yang telah dilakukan dari segi aspek penawaran, permintaan, harga dan pemasaran serta tinjauan mengenai risiko adalah sebagai berikut.

2.1 Tinjauan Penawaran, Permintaan, Harga dan Pemasaran

Tentamia (2002) meneliti mengenai penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia dengan menggunakan model ekonometrika penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan. Pendugaan model menggunakan metode two stages least squares dengan data sekunder (time series triwulanan) periode 1992-2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan upah tenaga kerja. Perubahan harga pupuk akan mengakibatkan perubahan produksi terutama melalui perubahan luas arealnya, sedangkan produktivitas bawang merah tidak responsif baik terhadap perubahan harga pupuk maupun harga output dan upah tenaga kerja. Sementara itu, permintaan bawang merah di Indonesia dipengaruhi sangat nyata dan bersifat responsif terhadap perubahan jumlah penduduk. Namun permintaan tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan pendapatan. Respon permintaan bawang merah terhadap perubahan pendapatan akan lebih elastis apabila didukung oleh peningkatan industri pengolahan bawang merah.

Lebih lanjut, penelitian Tentamia menunjukkan bahwa harga bawang merah di tingkat produsen Jawa Tengah dan Luar Jawa Tengah dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen Indonesia namun dengan respon yang bersifat inelastis. Hal ini disebabkan antara lain oleh marjin pemasaran bawang merah yang cukup tinggi. Faktor lain yang berpengaruh sangat nyata terhadap harga bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia adalah penawaran. Dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Hal

(29)

13 ini merupakan indikasi bahwa fluktuasi harga dapat dikurangi melalui upaya mengurangi fluktuasi produksi.

Stato (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dan peramalannya di Pasar Induk Kramatjati Jakarta (PIKJ). Penelitian ini menggunakan metode peramalan time series dan data sekunder berbentuk time series sebanyak 214 data yang diambil dari minggu ke 1 bulan Januari tahun 2003 hingga minggu ke 3 bulan Februari tahun 2007. Datanya terdiri dari data harga pupuk, harga impor bawang merah, pasokan impor bawang merah nasional, dan pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga Mei yang berulang tiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan pola produksi bawang merah. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor bawang merah serta harga pupuk.

Rosantiningrum (2004) melakukan penelitian tentang analisis produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang merah adalah luas lahan dengan nilai elastisitas sebesar 0,2766 sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh terkecil adalah pestisida dengan nilai elastisitas sebesar 0,01251.

Selain itu, berdasarkan penelitian Rosantiningrum juga dapat diketahui bahwa ada tiga pola saluran pemasaran bawang merah yang berasal dari 30 petani responden di Desa Banjaranyar dapat dilihat pada Gambar 2.

(30)

14 Pola I (2 orang = 6,67 %)

Pola II (26 orang = 86,67 %)

*

Pola III (2 orang = 6,67 %) Keterangan : *calo desa

Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah di Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes, 2004

Sumber : Rosantiningrum (2004)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pola II (pola saluran yang terpanjang). Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani dengan pedagang pengumpul dan karena modal yang dimiliki petani responden rendah sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar. Selain itu, petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke padagang besar harus dalam jumlah yang besar agar menguntungkan. Disamping itu dari tingkat efisiensi teknis, pemasaran bawang merah belum efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang tinggi karena dipengaruhi oleh tingginya tingkat keuntungan pedagang besar dan besarnya penyusutan.

Rifqie (2008) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa usahatani kubis layak dan menguntungkan dilakukan pada dua periode tanam di musim hujan. Usahatani kubis di awal musim hujan berada pada kondisi constant return to

Petani

Pedg.besar Pedg.pengecer Konsumen

non lokal Pedg.besar/ Grosir Pedg.pengecer Pedg.pengumpul Konsumen non lokal Konsumen lokal Pedg.pengecer

(31)

15 scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja dan pestisida cair.

Sementara itu, usahatani kubis dipertengahan musim hujan pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Dan Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit, sedangkan benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan.

Agustina (2008) meneliti tentang tataniaga dan keterpaduan pasar kubis di Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat tiga saluran tataniaga kubis di Desa Cimenyan yaitu :

1). Petani Pedagang Pengumpul I Grosir Pengecer Konsumen 2). Petani Pedagang Pengumpul II Grosir Pengecer Konsumen Saluran dua dibagi menjadi dua bagian yaitu pemasaran di daerah produksi (lokal) dan pemasaran diluar daerah produksi.

3) Petani Grosir Pengecer Konsumen.

Struktur pasar yang dihadapi petani kubis dan pedagang pengumpul I adalah pasar oligopsoni. Pedagang pengumpul II, grosir dan pengecer menghadapi pasar oligopoli. Saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran ketiga dengan nilai total margin sebesar Rp. 1.681,87, farmer’s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28.

2.2 Tinjauan Risiko

Iskandar (2006) meneliti mengenai risiko investasi saham rokok terpilih di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan model ARCH-GARCH untuk mendapatkan model peramalan dan Value at Risk (VaR) untuk mengukur tingkat risiko. Penelitian dilakukan pada tiga perusahaan rokok terpilih yaitu PT.Gudang Garam (GGRM), PT. HM Sampoerna (HMSP) dan PT. Bentoel International

(32)

16 Investama (RMBA). Data yang digunakan adalah data fluktuasi harga saham dari waktu ke waktu yang berjumlah 1032 dari bulan Januari 2002 sampai akhir Maret 2006. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saham PT. Bentoel International Investama (RMBA) memiliki tingkat risiko yang tertinggi pada perusahaan agribisnis rokok terpilih di BEJ dan risiko terendah adalah saham PT. HM Sampoerna (HMSP). Sedangkan, tingkat risiko saham PT.Gudang Garam (GGRM) berada diantara keduanya.

Sabriani (2008) menganalisis mengenai risiko investasi pada tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit terpilih di Bursa Efek Indonesia yakni PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP), PT. Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Data yang digunakan adalah data timeseries harga penutupan saham harian ketiga perusahaan tersebut dari tanggal 1 Januari 2005 sampai 29 Februari 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko saham PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI) memiliki tingkat risiko yang paling kecil dibandingkan saham PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP) dan PT. Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA). Hal ini dikarenakan fundamental perusahaan yang kuat dalam pengembangan usahanya. Sedangkan tingkat risiko tertinggi dimiliki oleh PT. Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) yang disebabkan karena investor yang pesimis terhadap perusahaan ini sebab masih memiliki beban hutang yang tinggi, memiliki lahan kelas tiga, dan faktor cuaca yang kering didaerah Lampung sehingga dapat menghambat produktivitas kelapa sawit. Sementara itu, saham PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP) berada diantara keduanya.

Fariyanti (2008) selanjutnya meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Komoditi sayuran yang difokuskan dalam penelitian ini adalah kentang dan kubis. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) sedangkan analisis risiko harga menggunakan perhitungan nilai varian. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah daripada kubis. Besarnya risiko produksi kentang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang

(33)

17 disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi. Sementara itu, pada komoditas kubis justru sebaliknya dimana lahan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko sedangkan benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani kentang dan kubis dapat dilakukan untuk memperkecil risiko produksi (portofolio) dibandingkan jika petani melakukan spesialisasi usahatani kentang atau kubis.

Perilaku rumahtangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga produk termasuk risk aversion. Hal ini dapat dilihat dari perilaku rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan baik untuk keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Keputusan produksi yang diambil oleh rumahtangga petani dalam menghadapi risiko produksi adalah mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Untuk keputusan konsumsi, rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, nonpangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Pengambilan keputusan tenaga kerja dilakukan dengan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm.

Siregar (2009) dalam penelitiannya mengenai risiko harga Day Old Chick (DOC) broiler dan layer pada PT. Sierad Produce Tbk dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko dengan menggunakan model GARCH (1,1) dan perhitungan VaR (value at risk) sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang manajemen perusahaan terkait dengan harga DOC pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler periode sebelumnya, sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya.

Risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. Hal ini dapat dilihat berdasarkan besarnya risiko DOC broiler dalam persen adalah 14,53 persen sedangkan DOC layer hanya sebesar 7,70 persen selama satu hari penjualan. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan

(34)

18 risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan dapat pula disebabkan oleh siklus layer yang lebih lama daripada broiler.

Manajemen risiko yang diterapkan oleh PT. Sierad Produce Tbk dalam penentuan harga DOC adalah berdasarkan keputusan GPPU (Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas) sehingga alternatif strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi risiko tersebut belum baik. Hal ini dilihat dari seringnya aborsi (pemusnahan) DOC dan telur tetas hingga mencapai 40 persen serta menjual DOC dengan harga yang sangat murah jika terjadi kelebihan pasokan. Strategi ini dapat menimbulkan biaya baru dan belum dapat menstabilkan harga jual DOC. Oleh karena itu, strategi yang sebaiknya dilakukan oleh PT. Sierad Produce Tbk dalam meminimalkan risiko adalah melakukan pencatatan data permintaan DOC dan meningkatkan kegiatan kemitraan dengan para peternak, mempelajari perilaku harga jual DOC periode sebelumnya dan menjadikan harga jual DOC sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga pada periode yang akan datang. Selain itu, PT. Sierad Produce sebaiknya mempunyai kebijakan dan prosedur sendiri baik yang terkait dengan harga dan penjualan DOC.

Tarigan (2009) menganalisis mengenai risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat. Analisis risiko produksi dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi. Komoditas yang dianalisis pada kegiatan spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting sedangkan untuk kegiatan portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Berdasarkan hasil analisis spesialisasi risiko produksi dari produktivitas pada empat komoditi tersebut, diperoleh hasil bahwa risiko produksi yang paling tinggi dan paling rendah adalah bayam hijau dan cabai keriting yaitu sebesar 0,225 dan 0,048. Tingginya risiko pada bayam hijau karena sangat rentan terhadap panyakit terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dan paling rendah untuk keempat komoditas tersebut adalah cabai keriting dan brokoli yakni sebesar 0,80 dan 0,16. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada

(35)

19 kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.

2.3 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil studi penelitian terdahulu, maka dapat dilihat persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan alat analisis yang sama seperti yang dilakukan oleh Siregar (2009) yaitu dengan menggunakan model ARCH-GARCH, meskipun ada perbedaan dalam pembuatan model persamaan harga dimana pada penelitian Siregar hanya menggunakan variabel harga sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel harga dan pasokan. Sementara itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni bahwa penelitian mengenai risiko harga komoditas pertanian masih jarang dilakukan. Penelitian mengenai risiko harga komoditas yang pernah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Fariyanti (2008) dan Siregar (2009).

Perbedaan penelitian ini dengan dua penelitian mengenai risiko harga terdahulu yaitu :

1) Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Fariyanti (2008) ialah obyek yang diteliti dan alat analisis yang digunakan. Pada penelitian ini obyek yang diteliti adalah kubis dan bawang merah, sedangkan pada penelitian terdahulu oleh Fariyanti adalah kentang dan kubis. Selain itu, alat analisis yang digunakan pada penelitian Fariyanti (2008) mengenai risiko harga menggunakan perhitungan variance sedangkan pada penelitian ini menggunakan model ARCH dan GARCH.

2) Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009) yakni berdasarkan obyek yang diteliti. Pada penelitian Siregar (2009) obyek yang diteliti adalah komoditas peternakan yakni DOC broiler dan layer sedangkan pada penelitian ini, obyek yang diteliti adalah komoditas sayuran yakni kubis dan bawang merah. Selain itu, pelaku yang menghadapi risiko harga pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Siregar. Pada penelitian ini, pelaku utama yang menghadapi risiko harga adalah petani kubis dan bawang merah sedangkan pada penelitian Siregar, pelaku yang menghadapi risiko harga adalah perusahaan yakni PT. Sierad Produce Tbk yang bergerak dalam penjualan Day Old Chick (DOC) broiler dan layer.

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga

Dalam teori ekonomi mikro dijelaskan bahwa permintaan dan penawaran merupakan dua kekuatan yang mempengaruhi proses terbentuknya harga. Menurut Lipsey et al. (1995), hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditi maka semakin sedikit jumlah yang diminta, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus), dan terjadi sebaliknya. Sementara itu hubungan antara harga suatu komoditi dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin tinggi harga suatu komoditi maka semakin besar jumlah komoditi yang ditawarkan dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus) dan terjadi sebaliknya.

Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditi pertanian (termasuk kubis dan bawang merah) dipengaruhi oleh harga produk tersebut, harga produk subtitusi atau harga produk komplemen, selera dan keinginan, jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan. Sedangkan penawaran suatu komoditi pertanian (termasuk kubis dan bawang merah) dipengaruhi oleh teknologi, harga input (seperti pupuk, benih, dan obat-obatan), harga produk yang lain, jumlah produsen, harapan produsen terhadap harga produksi dimasa yang akan datang, dan elastisitas produksi.

Lebih lanjut, Lipsey et al. (1995) menjelaskan bahwa kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran akan saling berinteraksi dalam menentukan harga yang terjadi dalam suatu pasar yang bersaing. Perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran akan membentuk suatu kondisi keseimbangan dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya kondisi keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3.

(37)

21 Pa

Gambar 3. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Pada kondisi harga di titik Pa terjadi kelebihan penawaran dimana jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang diminta konsumen. Melihat kondisi ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi dalam keadaan excess supply akan terjadi suatu tekanan ke bawah terhadap harga.

Disisi lain jika harga berada pada titik Pb, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen maka akan terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran (excess demand). Pada kondisi ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga. Kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada titik Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi keseimbangan.

3.1.2 Fluktuasi Harga

Salah satu penyebab terjadinya fluktuasi harga dari komoditas kubis dan bawang merah adalah terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan. Hal ini dapat terjadi akibat adanya pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan

Penawaran Permintaan Harga Pe Pb Jumlah

(38)

22 penawaran akan mengakibatkan terjadinya harga disekuilibrium yaitu harga yang terjadi ketika jumlah yang diminta tidak sama dengan jumlah yang ditawarkan. Jika ada kelebihan permintaan atau kelebihan penawaran di dalam pasar, maka pasar itu dikatakan berada dalam keadaan disekuilibrium dan harga pasar akan terus berubah. Pada kondisi ini akan ada salah satu pihak yang merasa dirugikan (Lipsey et al. 1995).

Pergerakan sepanjang sebuah kurva permintaan atau kurva penawaran menunjukkan adanya perubahan dalam jumlah yang diminta atau jumlah yang ditawarkan sebagai respon terhadap perubahan harga dari komoditas tersebut (Lihat Gambar 3). Apabila terjadi kenaikan harga akan berakibat pada menurunnya jumlah permintaan dan meningkatnya jumlah penawaran. Dan juga terjadi sebaliknya ketika harga suatu komoditas turun maka penawaran akan cenderung menurun dan permintaan akan suatu komoditas akan cenderung meningkat. Selain pergerakan, terdapat pula pergesaran kurva penawaran dan permintaan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan harga, seperti terlihat pada Gambar (4a) dan (4b).

Gambar (4a) dan (4b). Pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran Sumber : Lipsey et al. (1995)

Berdasarkan Gambar (4a) dan (4b) dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan dan penawaran yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan harga dan jumlah komoditas yang diminta atau ditawarkan. Pergeseran kurva

P0 P1 Harga Jumlah S0 S1 D Q0 Q1 S P1 P0 Harga Jumlah D1 D0 Q0 Q1 (4a) (4b)

(39)

23 permintaan dan kurva penawaran merupakan akibat dari perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah yang diminta dan jumlah yang ditawarkan, kecuali harga komoditi itu sendiri.

Gambar (4a) menunjukkan bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan ke kanan atas (dari D0 ke D1) yang menyebabkan jumlah barang yang diminta meningkat (dari Q0 ke Q1) disertai dengan adanya peningkatan harga dari P0 ke P1. Dalam bidang pertanian, hal ini seringkali terjadi saat hari besar atau hari raya dimana permintaan akan komoditi pertanian meningkat melebihi penawarannya. Hal ini mengakibatkan harga melonjak tajam melebihi harga normal. Selain itu, dapat juga terjadi sebaliknya dimana permintaan konsumen akan suatu komoditi berkurang atau menurun sehingga menyebabkan kurva permintaan bergeser ke bawah (dari D1 ke D0) dan terjadi penurunan harga (dari P1 ke P0). Hal ini jelas akan merugikan pihak produsen karena akan mengurangi keuntungan, akibat dari penurunan jumlah produk yang diminta (dari Q1 ke Q0).

Pada Gambar (4b) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah penawaran atau produksi (dari Q0 ke Q1) yang menyebabkan terjadinya penurunan harga dari P0 ke P1 sehingga mengakibatkan pergeseran kurva penawaran ke kanan bawah (dari S0 ke S1). Hal ini terjadi pada saat panen raya dimana jumlah produksi yang dihasilkan petani melebihi jumlah yang diminta oleh konsumen sehingga mengakibatkan harga produk pertanian seperti kubis dan bawang merah menjadi jauh lebih rendah daripada harga normal. Keadaan ini jelas sangat merugikan petani. Akan tetapi, dapat juga terjadi keadaan sebaliknya dimana jumlah produksi yang direncanakan (Q1) maka harga yang akan diterima produsen (P1). Namun pada kenyataannya, seringkali produksi tidak sesuai dengan yang direncanakan akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi. Akibatnya harga keseimbangan akan naik ke P0 dan jumlah keseimbangan turun ke Q0. Dalam bidang pertanian, misalnya faktor cuaca yang buruk, serangan hama penyakit yang dapat menyebabkan produksi turun jauh dibawah produksi yang direncanakan sehingga menggeser kurva penawaran ke kiri atas (dari S1 ke S0).

Gambar

Tabel  1.    Produk  Domestik  Bruto  atas  Dasar  Harga  Berlaku  Menurut  Lapangan    Usaha (dalam Miliar Rupiah) di Indonesia, Tahun 2003-2007
Tabel  2.    Kontribusi  Subsektor  Pertanian  terhadap  Produk  Domestik  Bruto  Atas
Tabel  3.    Nilai  Produk  Domestik  Bruto  (PDB)  Hortikultura  Berdasarkan  Harga
Tabel  4.    Luas  Panen,  Produksi,  dan  Produktivitas  Tanaman  Kubis  dan  Bawang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada perancangan alat prototype ultrasonic anemometers menggunakan dua buah sensor jarak (SRF-04) yang akan memancarkan sinyal gelombang ultrasonik secara bergantian

Parameter utama dalam penelitian ini adalah histopatologi insang dan hepatopankreas udang windu ( Penaeus monodon Fab.) diinfeksi Vibrio harveyi yang menunjukkan

Raden Panji Subrata, menjawab kepada para bupati, di sini yang jadi ratu , Pangeran Panji Lara , yang jadi patih, bemama Panji.. Subrata , yang berani meminum

Hasil pengolahan data kelerengan pada penampang Stasiun 1 bentuk sungai curam pada sisi kanan sungai dan sisi kanan sungai lebih tinggi dari pada sisi kiri,

Untuk masyarakat yang memiliki sarana jamban sehat, harus membersihkan area jamban minimal seminggu sekali, dan untuk yang belum memiliki jamban (septic tank) ,

pembelajaran, tata nilai, industri kreatif, dan desain seni Kuliah& Brainstorming Ceramah Diskusi Penugasan Presentasi/ produk [TM : 2 x 50”] Portofolio Kinerja Produk

1. Pengaruh Atribut Produk terhadap Keputusan Pembelian adalah positif dan signifikan. Karena nilai rata-rata untuk nilai Atribut Produk yang didapat dari

Waskita Karya (Persero) Tentang Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Tahun 2007.. Risk Budgeting and The Art of Good Risk