• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 PENGEMBANGAN PERIKANAN GIOB SECARA

7.3.3 Alternatif strategi pengembangan

Penentuan alternatif strategi mengacu pada konsep pengembangan menurut Saaty (1991) dengan mempertimbangkan kondisi perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan maka berbagai kriteria dan pembatas ditetapkan sebagai berikut:

a) Kriteria pengembangan perikanan giob 1) sumberdaya ikan lestari

2) tersedianya unit penangkapan giob

3) keuntungan dan kesejahteraan meningkat, dan 4) pendapatan asli daerah meningkat

b) Pembatas pengembangan perikanan giob 1) potensi sumberdaya ikan

2) teknologi alat tangkap giob 3) kualitas sumberdaya manusia 4) sarana dan prasarana, dan 5) modal.

Alternatif strategi pengembangan perikanan giob dikembangkan dari hasil analisis SWOT. Penetapan alternatif strategi berdasarkan jumlah nilai bobot dari komponen setiap alternatif. Alternatif yang terpilih jika memiliki jumlah bobot 0,50 (Tabel 44).

Tabel 44 Penetapan alternatif strategi pengembangan perikanan giob di Kayoa

Rumu-san

No Strategi Komponen Jumlah

bobot

SO 1 Mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya ikan julung-julung

(S1, S3, S4, S5, O1,

O2, O3, O4) 0,62

2 Peningkatan jaringan pemasaran

lokal dan regional untuk mempermudah pemasaran produksi

(S4,S5, S6, O5) 0,38

ST 3 Menerapkan teknologi yang

ramah lingkungan

(S2, S6, T3, T4, T5) 0,55

4 Mendirikan stasiun pengisian BBM di Kayoa

(S3, S6, T5) 0,29

WO 5 Melakukan penyuluhan terhadap

nelayan giob seputar pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob

(W1, W2, W3, W4, W5, O4, O5) 0,50 6 Menggalang terbentuknya koperasi nelayan (W1,W4,W5, O1,O2, O6) 0,50 WT 7 Mengefektifkan waktu penangkapan (W3, W4, W5, T5) 0,23

8 Merintis resor untuk pengawasan

dan pencatatan

(W1, W7, T1, T3, T4, T5)

0,74

Berdasarkan Tabel 44, alternatif strategi terpilih adalah: 1) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung dengan jumlah bobot 0,62, selanjutnya disebut optimalisasi tangkapan; 2) menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dengan jumlah bobot 0,55, selanjutnya disebut inovasi teknologi; 3) melakukan pelatihan dan penyuluhan terhadap nelayan giob seputar pengetahuan tentang keberlajutan usaha giob dengan jumlah bobot 0,50, selanjutnya disebut pelatihan; 4) menggalang terbentuknya koperasi nelayan dengan jumlah bobot 0,50, selanjutnya disebut kerjasama, 5) merintis resor untuk pengawasan dan pencatatan dengan jumlah bobot 0,74 selanjutnya disebut pengawasan.

Strategi pengembangan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan dikembangkan berdasarkan interaksi dalam bentuk struktur hirarki AHP (Gambar 25). Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka berbagai komponen yang terkait dengan pengembangan perikanan giob dijadikan kriteria dan pembatas pengembangan.

Gambar 24 Stuktur hirarki pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan.

(1) Perbandingan kepentingan kriteria-kriteria dalam upaya pengembangan perikanan giob

Berdasarkan hasil analisis perbandingan, menunjukkan bahwa sumberdaya ikan lestari merupakan kriteria yang memiliki rasio tertinggi (0,340) pada inconsistency terpercaya 0,08. Tersedianya unit penangkapan giob merupakan kriteria dengan rasio terendah yaitu sebesar 0,121 pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 26).

Keterangan: SDIL = Sumberdaya Ikan Lestari, TPUPG = Tersedia Unit Penangkapan Giob, KKM = Keuntungan dan Kesejahterasan Meningkat, PADM = Pendapatan Asli Daerah Meningkat.

Gambar 25 Rasio kepentingan kriteria dalam upaya pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan.

Tingginya rasio kriteria sumberdaya ikan lestari ini terlihat dari akomulasi perbandingan berpasangan diantara kriteria terkait (Tabel 45). Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa kriteria sumberdaya ikan lestari 2 kali lebih penting daripada kriteria tersedianya unit penangkapan giob, 2 kali lebih penting daripada kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat, dan 1 kali lebih penting daripada kriteria pendapatan asli daerah meningkat.

Tabel 45 Perbandingan berpasangan setiap kriteria pengembangan perikanan giob

(2) Perbandingan kepentingan pembatas dalam upaya pengembangan perikanan giob

Pencapaian pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan juga memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas tersebut meliputi: 1) potensi sumberdaya ikan, 2) teknologi alat tangkap yang giob, 3) kualitas sumberdaya manusia, 4) sarana dan prasarana, dan 5) modal. Perbandingan tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria sumberdaya ikan lestari menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,232), pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 27a). Demikian juga pada tingkat kepentingan faktor pembatas berdasarkan kriteria tersdianya unit penangkapan giob menunjukkan bahwa, kualitas sumberdaya manusia memiliki rasio tertinggi (0,254), pada inconsistency terpercaya 0,058 (Gambar 27b). Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat menunjukkan bahwa, sarana dan prasarana memiliki rasio tertinggi (0,297), pada inconsistency terpercaya 0,08 (Gambar 27c). Perbandingan faktor pembatas berdasarkan kriteria pendapatan asli daerah meningkat menunjukkan bahwa, potensi sumberdaya ikan memiliki rasio tertinggi (0,325), pada inconsistencyterpercaya 0,06 (Gambar 27d).

Keterangan: PSDI = Potensi Sumberdaya Ikan Lestari, TATG = Teknologi Alat Tangkap Giob, KSDM = Kualitas Sumberdaya Meningkat, SP = Sarana dan Prasarana, MD = Modal.

Gambar 26 Rasio pembatas pengembangan perikanan giob secara berkelanjutan. b a

c

(3) Strategi pengembangan perikanan giob

Prioritas strategi pengembangan ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria yang perlu dicapai dalam upaya pengembangan perikanan giob, setiap kriteria dilakukan pertimbangan terhadap semua jenis pembatas yang berkaitan dengan perikanan giob, dan setiap strategi alternatif dipertimbangkan untuk setiap pembatas pada setiap kriteria untuk ditentukan prioritas masing-masing dalam pengembangnnya. Pertimbangan tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio kepentingan kriteria, rasio kepentingan pembatas, dan rasio kepentingan opsi (alteratif strategi yang dikembangkan). Hasil akhir SWOT menjadi dasar utama dalam penentuan prioritas pengembangan strategi perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan.

Rasio kepentingan setiap strategi pengembangan perikanan giob disajikan pada Gambar 28. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pengawasan mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan empat alternatif strategi lainnya, yaitu mencapai 0,241 padanconsistencyterpercaya 0,08.

Keterangan: PGWN = Pengawasan, PLTN = Pelatihan, IN-TEK = Inovasi Teknologi, KJSM = Kerjasama, OP-TGKP = optimalisasi Tangkapan. Gambar 27 Perioritas strategi pengembangan perikanan giob.

Prioritas strategi pengembanagn perikanan giob secara berkelanjutan merupakan output akhir dari analisis AHP dalam penelitian ini. Untuk memudahkan implementasinya di alam nyata, prioritas strategi ini kemudian diuji sensitivitasnya terhadap berbagai kemungkinan perubahan nyata yang terjadi di

masa mendatang. Prioritas strategi pengembangan perikanan giob ditentukan secara terstruktur dengan mempertimbangkan semua kriteria, semua faktor pembatas pengelolaan yang ada saat ini, dan alternatif strategi yang ditawarkan. Hasil analisis kombinasi terstruktur semua pertimbangan tersebut dan rasio kepentingan setiap strategi yang ditawarkan adalah:

(1) Pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,241

(2) Pelatihan terhadap nelayan perikanan giob dengan rasio kepentingan 0,226 (3) Inovasi teknologi alat tangkap giob dengan rasio kepentingan 0,222

(4) Kerjasama untuk membentuk wadah pengelaolaan dengan rasio kepentingan 0,180

(5) Optimasi tangkapan ikan julung-julung dengan rasio kepentingan 0,132 Semua alternatif strategi tersebut mempunyai inconsistency terpercaya 0,08, sehingga terpercaya dan valid secara statistik karena batas inconsistency yang diperbolehkan adalah < 0,1.

(4) Prioritas strategi pengembangan perikanan giob

Untuk menelaah lebih jauh kelebihan strategi pengawasan (PGWN) dibandingkan empat alternatif strategi lainnya untuk semu kriteria, maka dilakukan kroscek terhadap akumulasi pertimbngan terstruktur.

Pada Gambar 29, terlihat bahwa strategi pengawasan (PGWN)

mengakomodir kriteria sumberdaya ikan lestari (SDIL) lebih tinggi sekitar 2,2% dibandingkan kriteria keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM) dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM). Pada strategi pelatihan (PLTN) hanya mengakomodir tersedia unit penangkapan giob (TUPG) sekitar 2,0%. Gambar (30), strategi pengawasan (PGWN) mengakomudir kriteria sumberdaya ikan lestari (SDIL) dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM) masing-masing sebesar 2,20% dan 0,5%. Strategi inovasi teknologi hanya mengakomodir teknologi unit penangkapan giob (TUPG) dan keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM). Pada Gambar 31, strategi pengawasan mengakomodir semua kriteria dibandingkan dengan strategi kerjasama (KJSMA). Hal yang sama juga berlaku pada pebandingan strategi pengawasan dengan optimalisasi tangkapan (Gambar 32).

Gambar 28 Perbandingan strategi pengawasan dengan pelatihan untuk semua kriteria.

Gambar 29 Perbandingan strategi pengawasan dengan strategi inovasi teknologi untuk semua kriteria.

Gambar 30 Perbandingan strategi pengawasan dengan kerjasama untuk semua kriteria.

Gambar 31 Perbandingan strategi pengawasan dengan optimasi tangkapan untuk semua kriteria.

(5) Sensitivitas strategi pengembangan perikanan giob

Untuk mengetahui kestabilan/ketahanan strategi pengembangan perikanan gib secara berkelanjutan yang telah dipilih sebagai pilihan terbaik (prioritas pertama) terutama oleh pengaruh kebijakan pemerintah, interaksi sosial, dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin, maka perlu dilakukan uji sensitivitas terhadap strategi terpilih tersebut. Berdasarkan indentifikasi yang kemudian dituangkan dalam struktur hierarki, ada empat kelompok aspek/kriteria yang bisa

berubah rasio atau perhatiannya oleh pengaruh tersebut yaitu sumberdaya ikan lestari (SDIL), tersedianya unit penangkapan giob (TUPG), keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM), dan pendapatan asli daerah meningkat (PADM).

Tabel 46 Hasil uji sensitivitas terhadap strategi pengembangan perikanan giob terpilih

No Kriteria Rasio

kepentingan (RK)

Hasil uji sensitivitas terhadap pengawasan sebagai prioritas Rage RK stabil Rage RK sensitif 1 Sumberdaya ikan lestari (SDIL) 0,340 0,165 - 1 0 - 0,165 2 Tersedianya unit penangkapan giob (TUPG), 0,121 0 - < 0,225 0,225 1 3 Keuntungan dan kesejahteraan meningkat (KKM) 0,309 0 - < 0,763 0,763 1 4 Pendapatan asli daerah meningkat (PADM) 0,230 0 - 1 Tidak ada

Hasil uji sensitivitas terhadap strategi pengembangan perikanan giob terpilih (strategi pengawasan sebagai prioritas pertama) terlihat pada Tabel 46. Berdasarkan Tabel 45, RK range sensitif strategi terpilih terhadap kriteria pendapatan asli daerah meningkat (PADM) tidak ada. Hal ini mengandung pengertian bahwa posisi pengawasan sebagai prioritas pertama pengembangan tidak terpengaruh oleh perubahan perhatian terhadap pendapatan asli daerah meningkat meskipun dikurangi menjadi 0% (RK = 0) (Gambar 33.) maupun ditambah menjadi 100% (RK = 1). Hal ini karena akumulasi perhatian pengawasan terhadap semua kriteria yang masih lebih besar, meskipun kriteria pendapatan asli daerah meningkat tidak diperhatikan. Mengacu kepada hal ini, maka ada konsep yang bisa diacu dalam implementasi strategi pengawasan, yaitu upaya sosialisai tentang pentingya PAD bagi pembangunan khusunya sarana perikanan, dan penerapkan wajib bagi nelayan pemilik giob untuk memiliki izin.

Gambar 32 Perbandingan menyeluruh semua opsi strategi dalam mengakomodir semua aspek yang terkait di lokasi.

Dokumen terkait