BAB III DIAGNOSIS TB PADA ODHA DEWASA
E. ALUR DIAGNOSIS
1. Diagnosis TB Paru pada ODHA
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA, antara lain:
Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi •
Penggunaan antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu diagnosis seperti alur diagnosis TB pada orang dewasa dapat menyebabkan diagnosis dan pengobatan TB terlambat sehingga dapat meningkatkan risiko kematian ODHA. Oleh karena itu, pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi.
Namun antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan IO yang mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri lain bersama atau tanpa M.tuberculosis. Jadi, maksud pemberian antibiotik
tersebut bukanlah sebagai alat bantu diagnosis TB tetapi sebagai pengobatan infeksi bakteri lain. Hindarilah penggunaan antibiotik golongan luorokuinolon karena memberikan respons terhadap M.tuberculosis dan dapat menimbulkan resistensi terhadap obat tersebut.
Pemeriksaan foto toraks •
Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada ODHA dengan BTA negatif. Namun perlu diperhatikan bahwa gambaran foto toraks pada ODHA umumnya tidak spesiik terutama pada stadium lanjut.
Pemeriksaan biakan dahak •
Jika sarana pemeriksaan biakan dahak tersedia maka ODHA yang BTA negatif, sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat membantu untuk konirmasi diagnosis TB.
Alur diagnosis TB Paru BTA negatif pada ODHA di bawah ini merupakan langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam penegakan diagnosis TB di daerah dengan prevalens HIV tinggi dengan sarana terbatas. Alur diagnosis ini hanya untuk ODHA yang dicurigai menderita TB. Perlu diperhatikan, alur diagnosis TB pada ODHA rawat jalan (tanpa tanda bahaya) berbeda dengan pada ODHA rawat inap (dengan tanda bahaya). Alur diagnosis dimaksud dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4.
Keterangan:
a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda berikut: frekuensi pernapasan > 30 kali/menit, demam > 390C, denyut nadi > 120 kali/menit, tidak dapat berjalan tanpa
bantuan.
b. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan hasilnya positif; BTA Negatif = bila 2 sediaan hasilnya negatif.
c. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol = PPK.
d. Termasuk penentuan stadium klinis (clinical staging), pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia fasilitas) dan rujukan untuk layanan HIV.
e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara bersamaan (bila memungkinkan) supaya jumlah kunjungan dapat dikurangi sehingga mempercepat penegakan diagnosis.
f. Pemberian antibiotik (jangan golongan luorokuinolon) untuk mengatasi bakteri tipikal dan atipikal. g. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP.
h. Anjurkan untuk kembali diperiksa bila gejala-gejala timbul lagi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA rawat jalan adalah sebagai berikut:
Kunjungan pertama:
• Pemeriksaan mikroskopis dahak harus dikerjakan pada kunjungan pertama. Jika hasil pemeriksaan dahak BTA positif maka pengobatan TB dapat diberikan kepada pasien tersebut.
Kunjungan kedua:
• Jika hasil pemeriksaan dahak BTA negatif maka pada kunjungan kedua perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya foto toraks, ulangi pemeriksaan mikroskopis dahak, lakukan pemeriksaan biakan dahak dan pemeriksaan klinis oleh dokter. Pemeriksaan pada kunjungan kedua ini sebaiknya dilakukan pada hari kedua dari kunjungan pasien di Fasyankes tersebut. Hasil pemeriksaan dari kunjungan kedua ini sangat penting untuk memutuskan apakah pasien tersebut perlu mendapat pengobatan TB atau tidak. Penentuan stadium klinis HIV harus dikerjakan dan pemberian PPK harus diberikan sesuai pedoman nasional.
Kunjungan ketiga:
• dilakukan secepat mungkin setelah ada hasil pemeriksaan pada kunjungan kedua. Pasien yang hasil pemeriksaannya mendukung TB (misalnya gambaran foto toraks mendukung TB) perlu diberi OAT. Pasien dengan hasil yang tidak mendukung TB perlu mendapat antibiotik spektrum luas (jangan menggunakan golongan luorokuinolon) untuk mengobati infeksi bakteri lain atau pengobatan untuk PCP. Juga perlu dilakukan penentuan stadium klinis HIV dan PPK harus diberikan sesuai pedoman nasional.
Kunjungan keempat:
• Pada kunjungan ke empat ini haruslah diperhatikan bagaimana respons pasien pada pemberian pengobatan dari kunjungan ketiga. Untuk pasien yang mempunyai respons yang baik (cepat) terhadap pengobatan PCP atau pengobatan dengan antibiotik, lanjutkan pengobatannya untuk menyingkirkan terdapatnya juga TB
(superimposed tuberculosis). Bagi pasien yang mempunyai respons yang kurang baik atau tidak baik pada pengobatan PCP atau pengobatan pneumonia karena bakteri lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan ulang untuk TB baik secara klinis maupun pemeriksaan dahak.
Pasien dengan sakit berat dan batuk lebih 2 minggu disertai tanda kegawatana
Dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap
Tidak mungkin untuk segera dirujuk
Antibiotik suntikan untuk infeksi bakterib,d Sputum BTA dan kulturb
Foto toraksb
Antibiotik suntikan untuk infeksi bakterib,d Dipertimbangkan pengobatan untuk
PCPeSputum BTA dan kulturb
Bukan TB Diobati TB Periksa ulang h Tidak ada perbaikan Perbaikan setelah 3-5 hari
Periksa ulang untuk penyakit-penyakit lain yg
berhubungan dgn HIV
Tidak mendukung TB
BTA positifg BTA negatifg
Mulai pengobatan TB Selesaikan antibiotik Rujuk ke unit layanan Mendukung TB
Gambar 3. Alur Diagnosis TB Paru pada ODHA dengan Sakit Berat
Keterangan:
a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda berikut: frekuensi pernapasan > 30 kali/menit, demam > 390C, denyut nadi > 120 kali/menit, tidak dapat berjalan bila
tdk dibantu.
b. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara bersamaan (bila memungkinkan) untuk mengurangi jumlah kunjungan sehingga dapat mempercepat penegakan diagnosis.
c. Untuk daerah dengan angka prevalens HIV pada orang dewasa > 1% atau prevalens HIV di antara pasien TB > 5%, pasien suspek TB yang belum diketahui status HIV-nya maka perlu ditawarkan untuk
tes HIV. Untuk pasien suspek TB yang telah diketahui status HIV-nya maka tidak lagi dilakukan tes HIV.
d. Pemberian antibiotik (jangan golongan luorokuinolon) untuk mengatasi bakteri tipikal dan atipikal. e. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP.
f. Bila tidak tersedia test HIV atau status HIV tidak diketahui (misalnya pasien menolak untuk diperiksa) penentuan tingkat klinis HIV tergantung kebijakan nasional.
g. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan hasilnya positif; BTA Negatif = bila 2 sediaan hasilnya negatif.
h. Periksa kembali untuk TB termasuk pemeriksaan BTA dan penilaian klinis.
Jika di Puskesmas dijumpai ODHA yang menderita sakit berat (mempunyai salah satu dari tanda bahaya) maka pasien tersebut harus segera dirujuk ke Fasyankes yang mempunyai sarana lebih lengkap. Jika rujukan tidak dapat segera dilaksanakan, upaya berikut harus dilakukan:
Segera berikan antibiotik spektrum luas suntikan selama 3 – 5 hari untuk mengatasi infeksi bakteri •
kemudian lakukan pemeriksaan mikroskopis dahak (BTA).
Bila diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis dahak (BTA positif), mulailah •
pengobatan TB dengan pemberian OAT. Pengobatan dengan antibiotik tetap terus dilanjutkan sampai selesai.
Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif maka harus diperhatikan bagaimana respons pemberian •
antibiotik suntikan setelah pengobatan 3 – 5 hari. Jika tidak ada perbaikan maka pengobatan TB dapat dimulai dengan pertimbangan dokter, misalnya kemungkinan terdapatnya TB ekstraparu. Penentuan stadium klinis HIV harus dilakukan dan selanjutnya pasien perlu dirujuk ke Fasyankes yang lebih lengkap untuk penegakan diagnosis TB maupun untuk layanan HIV. Bila tetap tidak memungkinkan untuk dirujuk maka pengobatan TB diteruskan sampai selesai.
Bila rujukan ke Fasyankes yang lebih lengkap memungkinkan maka unit penerima rujukan harus •
memberikan tatalaksana pasien tersebut sebagai pasien gawat darurat dan semua pemeriksaan harus segera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan untuk mendiagnosis TB.
2. Diagnosis TB Ekstraparu pada ODHA
Diagnosis pasti TB ekstraparu sulit ditegakkan karena harus didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis, bakteriologi dan atau histologi spesimen yang didapat dari lesi. Tuberkulosis ekstraparu yang sering ditemukan diantaranya adalah TB Kelenjar limfe, TB Susunan saraf pusat, TB Abdomen, TB Pleura dan TB Perikard. Pemeriksaan spesimen untuk penegakan diagnosis TB ekstraparu dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, pemeriksaan biakan maupun histopatologi. Hasil biakan spesimen yang diperoleh dari TB ekstraparu jarang memberikan hasil positif. Untuk kasus yang hasil biakannya negatif atau kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diagnosis TB ekstraparu hanya dilakukan secara presumtif berdasarkan bukti klinis yang kuat atau dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.
Untuk pasien yang dicurigai TB ekstraparu yang pengobatan TB-nya sudah dimulai tanpa konirmasi bakteriologi atau histopatologi (diagnosis secara presumtif), respons klinis dari pengobatan tersebut harus dinilai setelah 1 bulan. Jika tidak terjadi perbaikan maka harus dilakukan penilaian klinis ulang dan harus dipikirkan alternatif diagnosis lainnya.
a. Tuberkulosis Kelenjar limfe
Tuberkulosis kelenjar limfe dicurigai pada pasien dengan pembesaran kelenjar limfe, tidak simetris, kenyal, berdiameter > 2 cm, teraba luktuasi atau terbentuk istula dalam beberapa bulan. Pada umumnya menyerang kelenjar limfe di leher dan sulit dibedakan secara klinis dengan penyebab- penyebab lain pembesaran kelenjar limfe, misalnya pembesaran kelenjar limfe terkait HIV, keganasan dan infeksi kelenjar limfe lainnya.
Aspirasi dengan jarum halus (Fine Needle Aspiration = FNA) perlu dilakukan segera saat ditemukan terdapatnya pembesaran kelenjar limfe. Spesimen yang didapat dari aspirasi ini dilakukan pemeriksaan bakteriologi dan sitologi karena mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan spesiisitas lebih dari 85%.
b. Tuberkulosis Perikard, Tuberkulosis Pleura, Tuberkulosis Abdomen
Infeksi TB dapat terjadi pada rongga tubuh yang mengandung cairan serosa seperti: rongga pleura, perikardial atau peritoneal. Hal ini lebih sering terjadi pada orang dewasa dengan HIV positif dibandingkan dengan HIV negatif.
Penegakan diagnosis
Tanda dan gejala klinis umumnya bersifat sistemik dan lokal. Pada pemeriksaan cairan aspirasi secara mikroskopis jarang ditemukan BTA karena cairan berasal dari reaksi peradangan.
Tuberkulosis Perikard •
Bentuk TB ini lebih sering dijumpai pada ODHA dibandingkan pada orang dewasa dengan HIV negatif.
Umumnya ditemukan gejala-gejala seperti: nyeri dada, sesak napas, batuk dan fatigue.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan diantaranya adalah: Takikardia, tekanan darah rendah, pulsus paradoksus, meningkatnya tekanan vena jugular (JVP), bunyi jantung jauh dan tanda tanda gagal jantung kanan (seperti, hepatomegali, asites, edema tungkai)
PETUNJUK PRAKTIS
Tanda-tanda tersebut sering sulit dinilai. Lakukan pemeriksaan seksama pada setiap pasien dengan edema tungkai atau asites dengan kemungkinan efusi perikard.
Perikardiosentesis
Perikardiosentesis diperlukan jika terdapat tamponade jantung (cardiac tamponade) dan harus dilakukan oleh pakar/dokter spesialis terkait.
Tuberkulosis Pleura •
Gambaran klinis dapat bersifat sistemik dan lokal (nyeri dada; sesak napas; pergeseran trakea, pernapasan dangkal, penurunan pergerakan dada). Pada pemeriksaan isis ditemukan terdapatnya fremitus yang melemah pada palpasi, redup pada perkusi dan penurunan suara pernapasan pada auskultasi).
Gambaran foto toraks menunjukkan radiopaque pada satu atau dua sisi. Tuberkulosis pleura biasanya unilateral.
Jika tersedia pemeriksaan ultrasonography (USG) dan terdapat penebalan pleura serta efusi yang terlokalisir dapat dilakukan pengambilan cairan dengan bantuan USG. Untuk membedakan apakah bayangan opaque tersebut cairan atau penebalan pleura atau massa maka dapat dilakukan foto dekubitus lateral.
Sifat cairan aspirat TB pleura dapat dilihat pada tabel 8. Diagnosis dan Tatalaksana segera kasus suspek TB Ekstraparu
Diagnosis Banding
Diagnosis banding efusi pleura eksudat termasuk diantaranya adalah efusi pada pneumonia, keganasan dan abses amuba pada hati.
Tuberkulosis Abdomen •
Tuberkulosis abdomen dapat bermanifestasi sebagai TB peritoneal atau TB intestinal. Gejala utama TB peritoneal berupa asites disertai pembesaran kelenjar limfe para-aorta dan mesenterik. Gejala TB abdomen umumnya bersifat kronik dan sebagian kecil menimbulkan keadaan akut abdomen. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa distensi abdomen, nyeri perut, mual, muntah, diare, konstipasi, perdarahan gastrointestinal (haemato-schezia lebih sering dibandingkan dengan hematemesis). Selain gejala TB peritoneal, ditemukan pula gejala sistemik TB.
Cara penyebaran TB Abdomen adalah sebagai berikut: a) dari KGB yang terdapat di sepanjang mesenterium b) melalui darah
c) secara perkontinuitatum (melalui organ terinfeksi yang terdekat)
d) dari TB intestinal (pasien TB Paru dapat berkembang menjadi TB Usus karena tertelannya dahak yang infeksius)
Penegakan diagnosis
Pada aspirasi asites, cairan aspirasi biasanya berwarna keruh atau berdarah. Cairan ini merupakan eksudat, biasanya mengandung 300 leukosit per mm3 dan didominasi limfosit. Pemeriksaan foto
toraks dapat dilakukan untuk mencari kemungkinan terdapatnya TB Paru. Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan gambaran TB berupa pembesaran KGB mesenterik atau paraaorta dan ditemukannya cairan asites yang terlokalisir.
Diagnosis
Diagnosis biasanya bersifat presumtif. Diagnosis deinitif berdasarkan pada biopsi peritoneal yang hanya tersedia pada beberapa RS. Biopsi peritoneal melalui kulit mempunyai nilai diagnostik yang rendah sedangkan melalui laparoskopi mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Diagnosis TB kolitis melalui biopsi kolon. Pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis terkait.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding TB abdomen tergantung pada jenis cairan asites:
Transudat:
• gagal jantung, gagal ginjal, sirosis, hepatosplenic schitisomiasis, hipoproteinaemia, sindrom nefrotik;
Eksudat:
• infeksi lain yang menyebabkan peritonitis.
c. TB Susunan saraf pusat
TB Susunan saraf pusat (SSP) dapat bermanifestasi menjadi 3 bentuk yaitu meningitis (paling banyak), tuberkuloma dan arakhnoiditis spinalis. Gejala klinis meningitis dibagi menjadi fase prodromal (selama 2-3 minggu berupa malaise, sefalgia, demam tidak tinggi, muntah, deisit neurologis) dan fase meningitis (gejala prodromal makin hebat) dan fase paralitik (penurunan kesadaran).
Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk tanda Kernig’s positif dan kelumpuhan saraf kranial yang disebabkan oleh karena terdapatnya eksudat di dasar otak. Tuberkuloma dan penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gangguan neurologi. Dapat juga terjadi penyumbatan pada aliran cairan serebrospinal yang menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Lesi TB pada spinal meningeal dapat menyebabkan paraplegia (spastic atau laccid).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis dan pemeriksaan analisis cairan serebrospinal (CSS). Pada pemeriksaan cairan serebrospinal memberikan gambaran khas berupa penurunan kadar glukosa kurang dari 50% glukosa darah, peningkatan kadar protein > 100 mg/dL, hitung sel 10-1000 atau ditemukan M. tuberculosis.
Tabel 5. Diagnosis banding TB meningen
Kelainan pada CSS
Penyakit Sel putih Protein Glukosa Mikroskopis
TB meningen Meningkat L > PMN
Meningkat Menurun BTA
Meningitis Kriptokokkus*
meningkat L > PMN
Meningkat Menurun Indian ink spot positif Perawatan
parsial meningitis bakterial*
Meningkat Meningkat Menurun Ditemukan bakteri pada pewarnaan Gram (jarang)
Meningitis virus Meningkat L > PMN
Meningkat Normal (rendah pada parotitis atau H. simplex)
Siphilis akut Meningkat L > PMN Meningkat Tripanosomiasis stadium akhir Meningkat L > PMN
Meningkat Menurun Motile trypanosomes
Tumor (Karsinoma/ limfoma)
Meningkat L > PMN
Meningkat Menurun Pemeriksaan sitologi menunjukkan terdapatnya sel ganas Leptospirosis Meningkat
L > PMN
Meningkat Menurun Leptospira Meningitis
Amuba
Meningkat L > PMN
Meningkat Menurun Amuba
PMN = polymorphonuclear leukocytes; L = lymphocytes *perbedaan diagnosis umum
d. Tuberkulosis Tulang
Dapat bermanifestasi sebagai TB tulang belakang/spondilitis (paling sering), TB sendi panggul/koksitis dan TB sendi lutut/ghonitis. Selain gejala sistemik TB, dapat ditemukan gejala spesiik berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Perjalanan penyakit bersifat kronik, sering ditemukan setelah terjadi trauma. Tuberkulosis tulang belakang disebut gibbus, berupa tonjolan pada tulang belakang berupa abses dingin. Tuberkulosis sendi panggul umumnya menunjukkan gejala berjalan pincang atau kesulitan berdiri. Tuberkulosis sendi lutut ditandai dengan sulit berjalan dan berdiri serta atroi otot paha dan betis.
Diagnosis banding
Tuberkulosis tulang belakang adalah keganasan dan Infeksi bakteri lain.
e. TB ekstra paru yang jarang ditemukan
Tabel 6.Tampilan klinis yang biasa muncul dan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis bentuk lain TB ekstraparu yang jarang ditemukan
Area penyakit Tampilan klinis Diagnosis
Tulang belakang Sakit punggung Gibbus
Abses psoas Sakit pada radikular
Kompresi saraf tulang belakang
Foto toraks
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Biopsi jaringan
Tulang Osteomielitis kronik Biopsi jaringan
Peripheral joints Biasanya monoartritis khususnya pinggul atau lutut
Foto toraks Biopsi sinovial
Gastrointestinal Abdominal mass Diare
Pemeriksaan barium
Liver Nyeri kuadran kanan bagian atas
USG Biopsi
Area penyakit Tampilan klinis Diagnosis Sistem ginjal dan
urine
Urinary frequency Disuria
Hematuria
Pinggang terasa sakit
Piuria steril Biakan urine Intravena Pielogram USG Kelenjar adrenal Gambaran hipoadrenal
(hipotensi, hiponatremia, hiperkalemia/ normal, uremia, hipoglikemia)
Foto polos (kalsiikasi) USG
Sistem pernapasan bagian atas
Hoarseness dan stridor. Sakit pada telinga, sakit ketika menelan
Biasanya akibat komplikasi penyakit paru
Sistem kelamin wanita
Ketidak suburan
Penyakit peradangan pelvis Kehamilan ektopik
Pemeriksaan pelvis Foto rontgen pada saluran genitalia wanita
Ultrasound pelvis Biopsi jaringan Sistem kelamin
laki-laki
Epididimitis Seringkali terdapat bukti dari TB ginjal/TB saluran kemih
Tabel 7. Ringkasan petunjuk untuk suspek TB ekstraparu dan tanda utama TB ekstraparu untuk membantu diagnosis
Suspek TB ekstraparu pada pasien-pasien dengan
Pembesaran kelenjar limfe •
leher / aksila yang terkadang disertai batuk 2 minggu atau lebih atau
Berat badan menurun dengan •
Berkeringat malam dan •
Suhu badan > 37,5
• 0C atau
merasa demam atau
Sesak napas (efusi pleura/ •
perikarditis) Foto toraks: •
Bayangan milier atau difus •
Jantung besar (terutama •
jika simetris dan bundar) Efusi pleura
•
Pembesaran kelenjar limfe •
dalam toraks atau
Sakit kepala kronik atau •
gangguan mental
Curigailah TB desiminata pada semua ODHA yang mengalami penurunan berat badan yang cepat dan nyata, demam dan berkeringat malam.
Carilah:
Terdapatnya pembengkakan •
kelenjar limfe pada leher atau aksila.
Ini kemungkinan TB kelenjar limfe
Tanda terdapatnya cairan di dada •
Hilangnya suara pernapasan •
Berkurangnya pergerakan dada •
Suara pekak pada perkusi •
Ini kemungkinan TB Pleuritis
Tanda terdapatnya cairan di •
sekitar jantung
Bunyi jantung menjauh •
Edema kaki dan/atau perut •
Pelebaran pembuluh darah •
vena pada leher dan lengan
Ini kemungkinan TB Perikarditis
Tanda dari meningitis •
Kaku kuduk •
Kesadaran menurun •
Gerakan mata yang abnormal •
Pada tabel berikut diuraikan penatalaksanaan sederhana TB ekstraparu pada ODHA sehingga petugas kesehatan diharapkan tidak terlambat mendiagnosis dan mengobati TB ekstraparu.
Tabel 8. Diagnosis dan Tatalaksana segera kasus suspek TB Ekstraparu
TB Kelenjar Limfe Efusi Pleura TB Diseminata
(TB Milier) Efusi Perikardium Meningitis TB
Pemeriksaan penting
Test HIV (Rapid • Test) Periksa dahak • jika batuk Aspirasi Jarum • Halus (FNAB) Pemeriksaan penting
Test HIV (Rapid •
Test) Foto toraks •
Periksa dahak jika •
batuk
Lakukan aspirasi, •
amati sifat cairan aspirat (jernih, keruh, membeku) Hitung jenis sel • leukosit dan kandungan protein aspirat tersebut Pemeriksaan penting
Test HIV (bila • tersedia Rapid Test) Foto toraks • Periksa darah • malaria Periksa dahak • jika batuk Biakan darah, •
hitung sel darah lengkap, dan tes antigen Cryptococcus
Pemeriksaan penting
Test HIV (bila • tersedia Rapid Test) Foto toraks • Periksa dahak • jika batuk USG jantung • (ideal) EKG jika USG •
tidak ada.
Pemeriksaan penting
Test HIV (bila • tersedia Rapid Test) Pungsi lumbal • Pemeriksaan • mikroskopis (pengecatatan Gram dan BTA)/ pemeriksaan protein dan gula pada cairan serebrospinal. Antigen • Cryptococcus/ pengecatan Cryptococcus Periksa dahak • jika batuk
TB Kelenjar Limfe Efusi Pleura TB Diseminata
(TB Milier) Efusi Perikardium Meningitis TB
Sangat curiga TB, jika Pembesaran > • 2cm Asimetris • Tidak nyeri • Kenyal/ • luktuasi/istula Daerah leher • (servikal) BB menurun, • keringat malam, demam Sangat curiga TB, jika Efusi unilateral • Cairan aspirat: •
Jernih dan warna kuning-coklat seperti jerami (straw coloured) Membeku jika • dibiarkan dalam tabung tanpa anti-koagulan BB menurun, • keringat malam, demam Terdapatnya TB di • organ lain Sangat curiga TB, jika BB menurun, • demam dan batuk Foto toraks • abonormal (termasuk gambaran milier) Pembesaran • limpa/hati Keringat malam • Anemia • Sangat curiga TB, jika Gambaran paru • bersih (tapi mungkin ada efusi pleura bilateral) BB menurun, • keringat malam, demam Terdapatnya TB •
pada organ lain
Sangat curiga TB, jika BB menurun, • keringat malam, demam Cairan • serebrospinal jernih dengan protein tinggi, glukosa rendah dan limfosit rendah Antigen • Cryptococcus negatif di cairan serebrospinal Terdapatnya TB • di organ lain
TB Kelenjar Limfe Efusi Pleura TB Diseminata
(TB Milier) Efusi Perikardium Meningitis TB
Curiga bukan TB, jika Sarkoma • Kaposi di kulit atau mulut Simetris • (mungkin limfoma atau limfadenitis HIV=PGL) Nyeri, • meradang, bernanah (mungkin infeksi bakteri atau jamur) Lokasi selain • dari daerah leher Curiga bukan TB, jika Efusi bilateral • (gagal jantung atau pneumonia?) Klinis sarkoma • kaposi atau keganasan lain Cairan aspirat • Keruh/pus • (empiema?) Gagal • membeku (tidak menyingkirkan TB tetapi kirim aspirat tersebut utk pemeriksaan protein dan hitung jenis sel leukosit dan pikirkan gagal jantung) Kemungkinan bukan TB Pada HIV positif, pikirkan Salmonela, Pneumokokus, malaria, Cryptococcus kalau terdapat gejala/ tanda berikut: Kekakuan • Sesak napas • (frekuensi > 30 kali per menit) Diare berat • Feses berdarah • Antigen • Cryptococcus positif, malaria positif atau kultur darah positif untuk kuman patogen Curiga bukan TB, jika Bayangan • bercorak (streaky) pada paru dan/atau bentuk jantung tidak simetris (kemungkinan gagal jantung) Tekanan darah • tinggi EKG menunjukan • pembe-saran jantung oleh sebab lain (misalnya hipertensi, penyakit katup, kardiomiopati) Bising jantung • (kemungkinan penyakit katup) Kekakuan • (kemungkinan perikarditis bakteri) Sangat curiga bukan TB, jika
Test HIV positif • (lebih mungkin Penyakit Cryptococcus daripada TB) Cairan • serebrospinal keruh atau pada pemeriksaan mikroskopis ada neutroil (kemungkinan infeksi bakteri) Tes • Cryptococcus positif Mulainya cepat • Tekanan cairan • serebrospinal sangat tinggi (mungkin infeksi Cryptococcus)
TB Kelenjar Limfe Efusi Pleura TB Diseminata
(TB Milier) Efusi Perikardium Meningitis TB
Tatalaksana segera Lakukan • aspirasi untuk sitologi atau pemeriksaan BTA Lakukan biopsi • bila aspirat tidak bernilai diagnostik, kecuali: HIV positif dengan kemungkinan TB milier, misalnya kli-nis cepat memburuk