• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baku Mutu = 0.001 ppm

2.1. Anadara granosa (Kerang darah)

Klasifikasi kerang darah (Anadara granosa) (Gambar 2) berdasarkan Dance (1974) adalah sebagai berikut :

Filum : Moluska Kelas : Bivalvia Ordo : Euxodontidae Superfamili : Arcacea Famili : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa Linnaeus

Gambar 2. Anadara granosa (Kerang darah)

Kerang darah (Anadara granosa) hidup pada lahan pantai yang berada di daerah rataan pasang dan daerah rataan surut, tetapi tidak ditemukan di atas garis rataan pasang (Broom 1985). Menurut Pathansali (1996) in Broom (1985) populasi kerang darah tertinggi pada umumnya ditemukan di daerah pasang surut berlumpur lunak yang berbatasan dengan hutan bakau. Kepadatan tertinggi A. granosa terdapat pada hamparan lumpur pantai tetapi tidak terletak di daerah mulut atau muara sungai. Salinitas pada daerah ini bervariasi yang dipengaruhi oleh musim. Selama musim hujan salinitas pada daerah ini berkisar antara 5 ppt sampai 10 ppt, sedangkan pada musim kemarau berkisar 28 ppt sampai 31 ppt (Pathansali 1963 ; Broom 1980 in Broom 1985).

Anadara granosa (kerang darah) termasuk ke dalam kelas bivalvia. Kelas bivalvia atau pelecypoda memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki tubuh pipih lateral dan seluruh tubuhnya tertutup dua keping cangkang (bivalvia) yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya “hinge ligament” yang merupakan pita

plastik yang terbuat dari zat tanduk (Barnes 1987 in Prawuri 2005) Berdasarkan cara hidupnya kerang darah (A. granosa) termasuk ke dalam benthos. Benthos (benthic organism) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap, merayap maupun membenamkan dirinya di pasir atau lumpur (Odum 1996).

Kerang memilki sifat bioakumulatif terhadap logam berat. Logam berat dalam perairan akan masuk ke dalam siklus rantai makanan atau berflokulasi dalam senyawa “metal-humate”, sehingga terakumulasi dan mengalami peningkatan kadar secara biologis (biomagnifikasi) dalam tubuh hewan maupun substrat. Pada kadar tertentu logam yang terkandung dalam tubuh hewan dapat mengganggu organ tubuh atau menjadi racun dan dapat berakibat fatal bagi hewan tersebut (Waldbott 1973 in

Tetelepta 1990).

2.2. Logam Berat

Logam berat merupakan unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen 1977 in Marganof 2003). Logam berat biasanya termasuk dalam elemen metalik dengan berat atom lebih dari 40, akan tetapi logam alkalin bumi, logam alkali, lanthanides dan actinides tidak termasuk ke dalamnya. Logam berat paling penting untuk melihat polusi perairan adalah zink, timbal, kadmium, merkuri, nikel dan kromium. Beberapa logam tersebut merupakan elemen penting bagi kehidupan organisme, namun dalam konsentrasi yang sangat tinggi dapat menjadi racun (Abel 1989). Sebagian logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas logam berat yang tinggi terhadap unsur S dapat menyebabkan logam-logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan 1977 in Marganof 2003).

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan cobalt

(Co) (Sutamihardja dkk 1982 in marganof 2003). Keberadaan logam berat di perairan sangat berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun efek tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat berdasarkan PPLH-IPB (1997) ; Sutamihardja et al. (1982) in

Marganof (2003) yaitu :

1. Sulit terdegradasi, sehingga mudah terkumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut 3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi

dari konsentrasi logam dalam air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga menjadi sumber pencemar dalam skala waktu tertentu.

2.2.1. Merkuri (Hg)

Merkuri (Hg) merupakan unsur renik pada kerak bumi. Merkuri terdapat di lingkungan sebagai senyawa anorganik dan organik (Lu 1995). Logam ini biasanya disebut air raksa, biasanya bersenyawa dengan sulfid membentuk HgS, akan tetapi logam ini tersebar luas dalam bentuk gabungan pada batu dan tanah (Moriber 1974). Berdasarkan Darmono (1995), merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25°C) dan memiliki titik beku yang rendah dibanding logam lainnya, yaitu -39ºC.

2. Memiliki kisaran suhu yang luas dalam bentuk cair, yaitu 396°C. 3. Memiliki volatilitas yang tinggi dibandingkan dengan logam lainnya.

4. Merupakan konduktor yang baik karena memiliki ketahanan listrik yang rendah.

5. Mudah dicampur dengan logam lain membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).

6. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat toksik terhadap semua makhluk hidup.

Sumber merkuri dapat berasal dari pelapukan batuan dan erosi tanah yang melepas merkuri ke dalam perairan. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar merkuri di lingkungan. Aktivitas tersebut antara lain adalah penambangan, peleburan (untuk menghasilkan logam dari bijih tambang sulfidnya), pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja, semen serta fosfat (Lu 1995)

Bentuk merkuri di alam dapat dklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik dan anorganik. Merkuri anorganik terdiri dari logam merkuri (Hg), (Hg+) atau (Hg++), serta garam-garamnya yaitu merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO). Sedangkan merkuri organik terdiri dari fenil merkuri, metoksi merkuri, dan alkil merkuri (Laws 1945).

Merkuri anorganik dapat mengalami transformasi menjadi dimetil merkuri dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk dimetil merkuri sedangkan pada kadar merkuri anorganik yang tinggi akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuri dan dimetil akan dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar merkuri anorganik, metal merkuri dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi pada biota perairan (Effendi 2003). Tingkat kestabilan merkuri dalam perairan tergantung pada keadaan pH di lingkungan perairan tersebut.

Kadar merkuri pada perairan laut berkisar antara < 10 ng/liter sampai 30 ng/liter. Untuk melindungi kehidupan organisme laut merkuri yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 0,3 µg/liter (Moore 1991 in effendi 2003). Pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutan yang rendah dalam air dan kemudahan diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui food chain

2.2.2. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) merupakan logam dan termasuk ke dalam elemen transisi dengan dua elektron pada kulit terluar dan pada kulit kedua dari terluar diisi dengan delapan elektron. Pada sistem periodik Cd termasuk dalam golongan II B.

Adapun sifat dan kegunaan dari kadmium (Darmono 1995) ialah :

1. Tahan terhadap panas, sehingga sangat baik jika digunakan dalam campuran bahan-bahan keramik, enamel dan pastik.

2. Tahan terhadap korosi, sehingga baik dalam pelapisan pelat besi dan baja. Kadmium banyak digunakan dalam industri metalurgi, industri cat, pelapisan logam, pigmen, baterai, keramik, tekstil, dan plastik (Darmono 1995). Kadar kadmium pada perairan alami berkisar antara 0.29-0.55 ppb dengan rata-rata 0.42 ppb (Sanusi 2006).

Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap grup sulfhidrid daripada enzim dan meningkat kelarutannya dalam lemak. Perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun inorganik, yaitu: Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd-organik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda: Cd2+ > CdSO4 > CdCl+ > CdCO3 > Cd(OH)+ (Sanusi 2006).

Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau pengendapan. pH dan kesadahan merupakan faktor yang mempengaruhi toksisitas kadmium. Selain itu, keberadaan seng dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. menyatakan bahwa sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup dalam air laut berkisar antara 10-100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan cairan tubuh hewan bersangkutan (Laws 1993).

2.2.3. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah satu-satunya logam yang terdapat pada kelompok IVA dalam tabel periodik (Sorensen 1948). Pb merupakan sejenis logam lunak berwarna cokelat kehitaman dan mudah dimurnikan dari pertambangan. Adapun sifat dan kegunaan dari logam ini (Darmono 1995) ialah :

1. Memiliki titik lebur yang rendah, sehingga mudah digunakan dan murah biaya operasinya.

2. Lunak sehingga mudah dibentuk.

3. Memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan.

4. Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murni lainnya.

5. Kepadatannya melebihi logam lain.

Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, dan kadar oksigen. Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Tingkat toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu), akan tetapi lebih tinggi daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), seng (Zn). Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 -25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1- 60 μg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar (Sudarmaji et al. 2006).

Penggunaan timbal terbesar berada dalam produksi baterai yang memakai timbal metalik dan komponen-komponennya. Selain itu, timbal juga digunakan untuk produk-roduk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa, solder, bahan kimia dan pewarna (Lu 2006).

Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organisme akuatik, dan

selanjutnya dapat mengakibatkan sufokasi. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing- pusing (Iqbal et al. 1990; Pallar 1994 in Marganof 2003).

2.3. Sedimen

Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir. Sedimen terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka-rangka dari organisme. Ukuran partikel yang ada di lautan bervariasi tergantung pada lokasi partikel tersebut berada. Pada dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel- partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus, sedangkan hampir semua pantai-pantai ditutup jenis partikel-partikel yang berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar (Hutabarat & Evans 1985).

Ukuran partikel sedimen laut dangkal sangat beragam, mulai dari batuan kerikil (> 1 mm), pasir (1/16 – 1 mm), lumpur (1/256 – 1/32 mm) dan lempung atau liat (1/4069 – 1/640 mm). Sedimen non pelagik termasuk laut dangkal pada umumnya terdiri atas campuran komponen lithogenous, hydrogenous dan biogenous dan mengandung C-organik tinggi, terutama karena pengaruh interaksi dengan daratan (Chester 1990 in Sanusi 2006). Sedimen lithogenous berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Partikel batu-batuan diangkut dari daratan ke laut oleh sungai- sungai. sedimen biogenous merupakan sisa-sisa rangka dari organisme yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang biasanya mengendap pada daerah- daerah yang letaknya jauh dari pantai. Sedangkan sedimen hydrogenous merupakan hasil reaksi kimia dalam air laut (Hutabarat & Evans 1985).

Pada umumnya logam-logam berat pada sedimen tidak terlalu membahayakan bagi makhluk hidup perairan. Kondisi perairan yang bersifat dinamis seperti perubahan pH akan menyebabkan logam-logam yang mengendap dalam sedimen terionisasi ke perairan. Hal inilah yang merupakan bahan pencemar dan akan memberikan sifat toksik terhadap organisme hidup bila ada dalam jumlah yang berlebih (Connel dan Miller 1995).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di perairan Teluk Lada Kabupaten Pandeglang, Banten, Jawa Barat. Lokasi tersebut merupakan tempat pengambilan contoh kerang. Pengujian logam berat pada daging kerang darah (Anadara granosa) dilakukan di Laboratorium Produktivitas Perairan dan Lingkungan (Proling) MSP FPIK (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan) IPB. Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan mulai dari Desember 2009 sampai Juli 2010, yaitu pada bulan Desember, April, Mei dan Juli. Penentuan lokasi pengambilan didasarkan pada penelitian pendahuluan pada bulan Desember dan April. Penelitian ini dilakukan di tiga point sources

(perkebunan, muara sungai dan PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Labuan) secara horizontal (sepanjang pantai) untuk mengetahui keberadaan dan kandungan logam berat kerang darah (Anadara granosa)di perairan. Pada ketiga lokasi tersebut hanya terdapat satu pengambilan titik contoh. Hasil dari penelitian pendahuluan menunjukkan kerang darah hanya terdapat di lokasi perairan yang dekat dengan PLTU Labuan. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya hanya dilakukan pada lokasi perairan sekitar PLTU Labuan.

Pengambilan contoh dilakukan secara horizontal dan temporal. Pengambilan contoh temporal dilakukan pada titik yang sama seperti penelitian pendahuluan dengan penambahan waktu pengambilan (Mei dan Juli). Pengambilan contoh horizontal dilakukan pada tempat yang sama (sekitar PLTU) dengan penambahan titik pengambilan, yaitu ke arah laut (2000 m dari garis pantai) dan ke arah pantai (1000 m dari garis pantai). Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu Mei dan juli. Lokasi penelitian di perairan Teluk Lada ditunjukkan pada gambar di bawah ini (gambar 3). Adapun titik koordinat lokasi pengambilan contoh adalah sebagai berikut :

- Stasiun 1 (1000 m dari garis pantai) : 6° 24’ 21,9” LS dan 105° 49’ 4.7” BT - Stasiun 2 (1500 m dari garis pantai) : 6° 24’ 19.1” LS dan 105° 48’ 46.3” BT - Stasiun 3 (2000 m dari garis pantai) : 6° 24’ 32.2” LS dan 105° 48’ 34.1” BT

Gambar 3. Lokasi penelitian di perairan Teluk Lada, Kabupaten Pandeglang, Banten Metode Pengambilan Data dan Penelitian

Metode pengambilan data

Pengambilan data berupa data sekunder dan primer. Data primer diperoleh dari hasil analisa di laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur.

Prosedur pengambilan contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan perahu nelayan untuk menuju lokasi pengambilan contoh. Contoh yang diambil adalah air, sedimen dan kerang darah (A. granosa). Pengambilan contoh air dilakukan menggunakan botol

vandorn water sampler. Jumlah contoh air yang diambil berjumlah ± 500 ml kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol contoh yang sudah disterilkan dan ditambahkan asam nitrat (HNO3) sebagai pengawet dan disimpan dalam coolbox. Contoh sedimen diambil dengan menggunakan ekman grab dan dimasukan ke dalam plastik dan diberi kertas label dengan menggunakan spidol permanen pada setiap

contoh, selanjutnya disimpan dalam coolbox. Kerang darah (A. granosa) diambil dengan alat tangkap garok kemudian dimasukan ke dalam plastik. Kemudian contoh air, sedimen, dan kerang darah dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Parameter fisika-kimia perairan

` Pengukuran parameter fisik dan kimiawi dilakukan dengan dua cara, yaitu,

insitu dan analisa laboratorium. Pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan (insitu) dilakukan terhadap parameter suhu, salinitas, pH, DO. Analisa laboratorium untuk parameter, kekeruhan dan logam berat dilakukan di Laboratorim Produktivitas Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Parameter fisik dan kimia serta alat dan metoda disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter, alat dan lokasi yang digunakan untuk analisa kualitas air perairan Teluk Lada, Banten

Parameter Satuan Alat Lokasi

Fisika

1. Kekeruhan NTU Turbidimeter Lab

2. Suhu oC Termometer Air Raksa In Situ Kimia

1. pH - kertas pH indikator In situ

2. DO mg O2/l titrasi winkler In Situ

3. Salinitas ppt refraktometer In Situ Logam Berat

1. Hg ppm Spektrofotometer Lab

2. Cd ppm Spektrofotometer Lab

3. Pb ppm Spektrofotometer Lab

Penanganan Contoh

Analisis logam berat baik pada air, sedimen, maupun kerang darah (A. granosa) ukuran besar (>2.5 cm) dan kecil (<2.5 cm) dilakukan dengan cara langsung untuk contoh air dan cara kering (pengabuan) untuk contoh sedimen. Penanganan contoh dilakukan tiga tahap, yaitu preparasi, ekstraksi dan injeksi. Tahap preparasi dilakukan pada sedimen dan daging kerang darah. Sebelum di analisis sedimen dan daging kerang dikeringkan terlebih dahulu selama satu hari di dalam oven dengan suhu 105º. Kemudian dilakukan penggerusan dengan menggunakan mortar dan cawan petri, setelah itu dilakukan pemanasan kembali dengan penambahan bahan H2SO4 dan HNO3. Hasil dari pemanasan tersebut

dilarutkan kembali dengan etanol 37%

Tahap ekstraksi dilakukan pada ketiga contoh, yaitu air laut, sedimen dan daging kerang (setelah tahap preparasi) dengan menggunakan bantuan alat corong pemisah dengan penambahan Kalium Natrium Tartarat, Hydroxylamin dan KCN (Kalium Sianida) serta larutan ditizhon. Setelah tahap ekstraksi selesai dilakukan tahap injeksi dengan menggunakan bantuan alat spektrofotometer. Penanganan ini dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Analisis Data

Faktor bioakumulasi atau biokonsentrasi

Untuk mengetahui nilai konsentrasi logam pada kerang maka digunakan indeks faktor konsentrasi (Van Esch 1977 in Suprapti 2008) :

IFK (indekis faktor konsentrasi):

IFK < 100 = Sifat akumulatif rendah IFK 100-1000 = Sifat akumualif sedang IFK > 1000 = Sifat akumulatif tinggi

Koefisien korelasi

Keeratan hubungan antara kandungan logam berat pada air-sedimen-kerang darah dianalisa dengan menggunakan koefisien korelasi dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Keeratan tersebut dapat dihitung dengan formula (Matjik & Sumertajaya 2000) :

Sy

Sx

Sxy r 2 2 = Keterangan :

r : Koefisien rata-rata korelasi Sxy : Sebaran nilai pengamatan x dan y Sx2 : Keragaman nilai x

3.5.3. Analisa deskriptif

Kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb yang terdapat pada air di Perairan Panimbang Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut tahun 2004 untuk mengetahui tingkat pencemarannya. Sedangkan untuk baku mutu logam berat pada sedimen digunakan baku mutu yang berasal dari standar kualitas Belanda, yaitu IADC/CEDA (1997). Baku mutu tersebut disajikan secara berturut-turut pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (dalam ppm).

Logam Berat Kepmen LH No 51 2004

Kadmium (Cd) 0,001

Timbal (Pb) 0,008

Merkuri (Hg) 0,001

Tabel 3. Baku mutu konsentrasi logam berat dalam sedimen IADC/CEDA (1997) Logam berat Level Level Level Level Level

target limit tes intervensi bahaya Merkuri (Hg) 0,3 0,5 1,6 10 15 Kadmium (Cd) 0,8 2 7,5 12 30 Timbal (Pb) 85 530 530 530 1000 Keterangan : dalam ppm

Keterangan :

1. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.

2. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem. 3. Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada pada

kisaran antara nilai level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai tercemar sedang.

4. Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen berada pada kisaran nilai level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai tercemar berat.

5. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus segera dilakukan pembersihan sedimen.

4.1. Kondisi Lingkungan Perairan 4.1.1. Temporal

Kondisi lingkungan perairan pada lokasi pengamatan secara temporal digambarkan melalui beberapa parameter fisika-kimia, yaitu suhu, kekeruhan, salinitas, pH, dan DO. Hasil pengamatan tersebut ditunjukkan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Parameter fisika-kimia perairan secara temporal di perairan Teluk Lada, Banten Waktu Pengamatan Parameter Suhu (°C) Kekeruhan (NTU) Salinitas (ppt) pH DO (mg/l) Desember 29 3.6 34 8 6.66 April 29 6.15 25 7.5 5.83 Mei 33 15 35 7.5 4.76 Juli 31 6.8 30 7.5 6.48

Baku Mutu* 28-30 <5 Alami 7-8.5 >5

*Baku Mutu Air Laut (KepMen LH No.51 Tahun 2004 untuk Biota Laut)

Hasil pengukuran suhu, kekeruhan, salinitas, pH dan DO di perairan Teluk Lada selama empat bulan pengamatan, yaitu pada bulan Desember, April, Mei, dan Juli masing-masing berkisar antara 29-33°C, 3.6-15 NTU, 25-35 ppt, 7.5-8, dan 4.76-6.66 mg/l. Perbedaan nilai di tiap parameter sangat tergantung pada kondisi lingkungan saat pengamatan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nontji (2007) bahwa kondisi perairan di permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah curah hujan, penguapan, intensitas radiasi matahari, dan masukan aliran sungai.

Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai tertinggi suhu, kekeruhan dan salinitas berada pada bulan Mei. Suhu yang tinggi disebabkan karena lokasi pengamatan berada dekat dengan PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Labuan, yang diduga membuang limbah air panas hasil dari proses pendinginan ke laut. Salinitas yang tinggi pada bulan Mei diduga karena adanya penguapan yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat pada kondisi suhu yang tinggi pada waktu pengamatan yang sama. Kekeruhan yang cukup tinggi diduga disebabkan karena lokasi pengamatan berdekatan dengan muara Sungai Cibama yang membawa berbagai

masukan bahan-bahan, baik organik maupun anorganik. Selain itu, kekeruhan yang tinggi diduga berasal dari PLTU Labuan yang sudah mulai beroperasi pada bulan April dan mengeluarkan limbah cair. Limbah cair yang dikeluarkan berupa air larian dari timbunan batubara dan air limbah pembangkit (Bilad 2010).

Nilai pH pada perairan Teluk Lada selama pengamatan cenderung tetap. Pada Tabel 4 dapat dilihat bulan April mulai terjadi penurunan nilai pH dari waktu pengamatan sebelumnya. Menurut Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) pH berkaitan dengan keberadaan karbondioksida di perairan. Semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Sebaliknya semakin rendah nilai pH maka kadar karbondioksida bebas makin tinggi. Hal ini dapat terlihat pada kandungan CO2 yang cukup tinggi dengan kandungan O2 yang cukup rendah (Tabel 4).

Kelarutan oksigen (DO) terendah di perairan Teluk Lada selama pengamatan

Dokumen terkait