• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

3. Anak Tunanetra

Penglihatan adalah sumber penyerapan informasi. Kita bergantung pada penglihatan untuk menjaga diri, mengenal orang dan objek, mengendalikan kemampuan motorik, dan tingkah laku sosial. Penglihatan juga penting dalam perkembangan anak-anak karena 80% dari yang dipelajari anak-anak adalah melalui penglihatan. Pada kenyataannya tidak semua manusia diberi indra penglihatan yang normal atau yang biasa disebut tunanetra. Masyarakat umumnya mengartikan bahwa tunanetra sama dengan orang buta yaitu orang yang tidak bisa melihat sama sekali. Hal ini kurang benar karena yang disebut tunanetra tidak semuanya buta. Berikut dijelaskan beberapa pengertian tentang tunanetra.

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994) anak tunanetra adalah “mereka yang meskipun sudah mengalami perbaikan penglihatannya masih rusak sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam materi visual dan metode-metode khusus dalam pengajaran” (hal.54).

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) tunanetra adalah “anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan

commit to user

menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus” (hlm. 6-7).

Menurut Somantri (2006) anak tunanetra adalah “individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas” (hlm. 65). Menurut Barraga dalam Wardani, dkk (2007) anak yang mengalami ketidakmampuan melihat adalah “anak yang mempunyai gangguan atau kerusakan dalam penglihatannya sehingga menghambat prestasi belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam metode-metode penyajian pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang digunakan, dan/ atau lingkungan belajar” (hlm. 4.5).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak tunanetra adalah individu yang memiliki gangguan dalam penglihatannya baik berupa buta total atau hanya sebagian dari penglihatannya.

b. Penyebab

Banyak kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur jaringan penglihatan, dan kerusakan pada struktur ini setidak-tidaknya dapat menyebabkan fungsi penglihatan menjadi lebih terbatas.

Somantri (2006) Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena

commit to user

racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri, ataupun virus.

Menurut Efendi (2006) etiologi timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh faktor endogen dan faktor eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen, seperti keturunan (herediter), atau karena faktor eksogen seperti penyakit, kecelakaan, obat-obatan dan lain-lainnya.

Sedangkan menurut Wardani, dkk (2007) faktor penyebab tunanetra didasarkan pada faktor internal dan eksternal.

1) Faktor internal

Merupakan penyabab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri individu, yang sering disebut juga faktor keturunan.

2) Faktor eksternal

Merupakan penyebab ketunanetraan yang berasal dari luar diri individu. Penyebab ketunanetraan yang dikelompokkan pada faktor eksternal ini, antara lain sebagai berikut:

a) Penyakit rubella dan syphilis,

b) Glaukoma (tekanan yang berlebihan pada bola mata), c) Retinopati diabetes,

d) Retinoblastoma (tumor ganas yang terjadi pada retina),

e) Kekurangan vitamin A,

f) Terkena zat kimia,

g) Kecelakaan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ketunanetraan disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri individu atau keturunan dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu yang dikarenakan penyakit atau kecelakaan.

c. Karakteristik

Karakteristik anak tunanetra dapat dilihat dari beberapa segi karena tidak semua anak tunanetra memiliki karakteristik yang sama.

commit to user

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) karakteristik tunanetra adalah sebagai berikut:

1) Tidak mampu melihat,

2) Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,

3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

4) Sering meraba-raba/ tersandung waktu berjalan,

5) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, 6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/ besisik/ kering, 7) Peradangan hebat pada kedua bola mata,

8) Mata bergoyang terus. Menurut Wardani, dkk (2007):

1) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek akademis Tilman & Osborn menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.

a) Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus,

seperti halnya anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.

b) Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas, dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan persamaan.

c) Kosakata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.

2) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek pribadi dan sosial

a) Ketunanetraan tidak secara langsung menyebabkan timbulnya

masalah kepribadian. Masalah kepribadian cenderung diakibatkan oleh sikap negatif yang diterima anak tunanetra dari lingkungan sosialnya.

b) Anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai ketrampilan

sosial karena ketrampilan tersebut biasanya diperoleh individu melalui model atau contoh perilaku dan umpan balik melalui penglihatan.

c) Beberapa karakteristik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya adalah curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung, dan ketetergantungan pada orang lain.

3) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek fisik/indera dan

motorik/perilaku

a) Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tunanetra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku.

b) Anak tunanetra umumnya menunjukkan kepekaan yang lebih baik

pada indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas.

commit to user

c) Dalam aspek motorik/perilaku, gerakan anak tunanetra terlihat agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering melakukan perilaku stereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk tangan.

Suran & Rizzo; Johnson, Christie, &Yawkey dalam Hildayani, dkk, (2010) membagi karakteristik anak yang mengalami gangguan penglihatan dari beberapa segi:

1) Perkembangan motorik

Anak yang mengalami gangguan penglihatan memperlihatkan keterlambatan awal dalam perkembangan motorik dibandingkan dengan anak yang dapat melihat. Keterlambatan itu seperti mengangkat diri sendiri dengan lengan (posisi tiarap), mengangkat diri sendiri ke posisi duduk, berdiri dengan bantuan furniture, serta berjalan sendiri.

2) Faktor bahasa

Karena anak yang buta kurang memiliki pengalaman mengenai asosiasi visual, pengolahan kosa kata berlangsung secara lambat. Anak yang buta juga mengalami kesulitan untuk memahami komunikasi nonverbal.

3) Kemampuan konseptual

Kelemahan kemampuan konseptual atau kognitif pada anak buta lebih disebabkan oleh kurangnya pengalaman belajar yang tepat daripada disebabkan oleh kelemahan yang bersifat bawaan.

4) Kegiatan bermain

Anak yang buta jarang terlibat dalam permainan yang mengandalkan keterampilan motorik kasar dan halus. Dalam bermain pura-pura, tema yang ditampilkan juga kurang imajinatif.

5) Faktor personal dan sosial

Masalah kepribadian bukanlah kondisi bawaan dari orang buta.

Masalah-masalah muncul lebih karena cara masyarakat

commit to user

yang menentukan apakah penyesuaian diri mereka kurang atau tidak (hlm. 8.6-8.9).

Meskipun pendapat tentang karakteristik anak tunanetra bermacam-macam tetapi dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik anak tunanetra dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu:

1) Aspek akademis/konseptual/kognitif.

2) Aspek motorik.

3) Aspek pribadi dan sosial.

d. Klasifikasi

Untuk memudahkan dalam pemberian pelayanan sesuai kebutuhannya maka anak tunanetra perlu diklasifikasikan sesuai tingkat ketunaannya.

Kirk dalam Abdurrachman dan Sudjadi (1994) mengklasifikasikan anak tunanetra untuk keperluan pembelajaran dibedakan menjadi dua kategori yaitu anak buta dan lemah penglihatan. Anak buta hanya dapat dididik dengan menggunakan indera-indera yang lain sedangkan anak lemah penglihatan sisa penglihatannya masih dapat dimanfaatkan dalam memperoleh keterampilan-keterampilan (hlm.45)

Menurut Efendi (2006) klasifikasi anak tunanetra ditinjau dari ketajaman untuk melihat bayangan benda dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

1) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai

kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu.

2) Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi

dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas reguler sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti kekurangannya.

3) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun, karena anak tidak mampu lagi memanfaatkan indra penglihatannya.

commit to user

Somantri (2006) anak tunanetra juga dapat dikelompokkan menjadi dua macam:

1) Buta

Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya=0).

2) Low vision

Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar (hlm.66).

Menurut Wardani, dkk (2007) tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1) Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatannya tunanetra dapat

dibedakan menjadi:

a)Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70

feet-20/200 feet, yang disebut kurang lihat;

b)Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feet atau kurang, yang disebut buta;

c)Tunanetra yang memiliki visus 0 atau yang disebut buta total (totally blind).

2) Berdasarkan saat terjadinya, tunanetra diklasifikasikan menjadi tunanetra sebelum dan sejak lahir, tunanetra batita, tunanetra balita, tunanetra pada usia sekolah, tunanetra remaja, dan tunanetra dewasa.

3) Berdasarkan adaptasi pendidikannya, tunanetra diklasifikasikan

menjadi:

a)Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability); b)Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability); c)Ketidakmampuan melihat taraf sangant berat (profound visual

disability) (hlm.4.16).

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan anak tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi low vision dan buta.

4. Anak Tunarungu

Dokumen terkait