• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

4. Anak Tunarungu

Istilah tunarungu atau gangguan pendengaran tidak terbatas pada individu-individu yang kehilangan pendengaran sangat berat saja, melainkan mencakup seluruh tingkat kerusakan pendengaran. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari tunarungu.

commit to user

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) tunarungu adalah “anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus” (hlm. 11).

Menurut Somantri (2006) tunarungu adalah “mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki fungsional di dalam kehidupan sehari-hari” (hlm. 94).

Menurut Efendi (2006):

Tunarungu atau kelainan pendengaran adalah kondisi dimana dalam proses mendengar terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik (hlm.57).

Menurut Hallahan dan Kauffman dalam Wardani, dkk (2007) menyatakan bahwa tunarungu (hearing impairmrnt) merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing) (hlm. 5.3).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran baik sebagian atau seluruh pendengarannya.

b. Penyebab

Banyak informasi tentang sebab-sebab terjadinya kerusakan organ pendengaran yang menyebabkan penderitanya mengalami ketunarunguan. Berikut dijelaskan beberapa penyebab ketunarunguan.

Somad dan Hernawati (1995) mengelompokkan faktor-faktor penyebab ketunarunguan sebagai berikut:

commit to user

a) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtuanya yang mengalami ketunarunguan.

b) Ibu yang mengandung menderita penyakit campak jerman

(rubella).

c) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau toxaminia.

2) Faktor luar diri anak

a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. b) Meningitis atau radang selaput otak.

c) Otitis media (radang telinga bagian tengah).

Sedangkan menurut Efendi (2006) penyebab ketunarunguan adalah sebagai berikut:

1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal) disebabkan oleh: a) Heredites atau keturunan,

b) Maternal rubella,

c) Pemakaian antibiotika over dosis,

d) Toxoemia.

2) Ketunarunguan saat lahir (neonatal) disebabkan oleh: a) Lahir prematur,

b) Rhesus factors, c) Tang verlossing.

3) Ketunarunguan setelah lahir (postnatal) disebabkan oleh: a) Penyakit meningitis cerebralis,

b) Infeksi,

c) Otitis media kronis.

Somantri (2006) menjelaskan penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu:

1) Pada saat sebelum dilahirkan

a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain.

commit to user

b) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain. c) Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu

meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan. 2) Pada saat kelahiran

a) Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga

persalinan dibantu dengan penyedotan (tang).

b) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. 3) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

a) Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.

b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh (hlm.94-95). Wardani, dkk (2007) menjelaskan penyebab terjadinya tunarungu: 1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif

a) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan, antara lain oleh hal-hal berikut:

b) Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (traesia meatus akustikus externus) yang dibawa sejak lahir (pembawaan).

c) Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa). 2) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat

disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:

a) Ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti jatuh, tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.

b) Terjadinya peradangan/ inspeksi pada telinga tengah (otitis media). c) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang

stapes.

d) Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.

commit to user

e) Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak

terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.

f) Disfungsi tuba eustachius (saluran yang menghubungkan rongga tellinga dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.

3) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural a) Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). b) Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:

(1) Rubella (Campak Jerman)

(2) Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak (3) Meningitis (radang selaput otak)

(4) Trauma akustik.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab ketunarunguan adalah:

1) Pada saat sebelum dilahirkan

a) Keturunan.

b) Ketika mengandung ibu menderita penyakit seperti rubella.

c) Pada saat hamil ibu mengkonsumsi obat secara berlebihan, minum

alkohol, minum obat penggugur kandungan, dll. 2) Pada saat kelahiran

a) Kelahiran dibantu dengan alat bantu kelahiran seperti tang, dll. b) Prematuritas.

3) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

a) Anak terkena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.

b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

commit to user

c. Karakteristik

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda begitu pula dengan anak tunarungu, mereka memiliki beberapa karakteristik yang berbeda anatara tunarungu satu dengan yang yang lain. Berikut penjelasan tentang karakteristik anak tunarungu dari beberapa ahli.

Somad dan Hernawati (1995) melihat karakteristik anak tunarungu dari berbagai segi:

1) Karakteristik dalam segi intelegensi

Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti anak yang normal lainnya. Ada yang tinggi, rata-rata, dan rendah. Akan tetapi perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar terutama dalam hal bahasa. Prestasi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal dalam mata pelajaran yang diverbalisasikan. Untuk aspek inelegensi yang bersumber pada penglihatan dan yang berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan, bahkan dapat berkembang dengan cepat.

2) Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal.

Bicara dan bahasa anak tunarungu pada awalnya seringkali sukar ditangkap, akan tetapi bila bergaul lebih lama dengan mereka kita akan terbiasa dengan cara bicara mereka sehingga akan mempermudah kita dalam memahami maksud bicara anak tunarungu itu.

commit to user

Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasing dari pergaulan sehari-hari. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif seperti:

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal.

b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas. c) Ketergantungan terhadap orang lain.

d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

e) Mereka pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tanpa banyak masalah.

f) Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) karakteristik siswa tunarungu adalah sebagai berikut:

1)Secara nyata tidak mampu mendengar,

2)Terlambat perkembangan bahasa,

3)Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 4)Kurang/ tidak tanggap bila diajak berbicara,

5)Ucapan kata tidak jelas, 6)Kualitas suara aneh/ monoton,

7)Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

8)Banyak perhatian terhadap getaran,

9)Keluar cairan nanah dari kedua telinga (hlm.11).

Sedangkan menurut Wardani, dkk (2007) karakteristik anak tunarungu meliputi 3 aspek:

1) Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik adalah

sebagai berikut.

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat nonverbal dengan anak normal seusianya.

2) Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut.

a) Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

b) Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri,

commit to user

serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego” sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

c) Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.

d) Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.

e) Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam

keadaan ekstrem tanpa banyak nuansa.

f) Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya

mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

3) Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.

Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya cepat/ lincah; dan pernapasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumya sama dengan orang normal lainnya (hlm.5.23-5.24).

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karateristik anak tunarungu meliputi segi intelektual, segi bahasa dan bicara, segi sosial-emosional, dan segi kesehatan.

d. Klasifikasi

Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam satuan bunyi deci-Bell (disingkat dB). Pengunaan satuan tersebut untuk membantu dalam interpretasi hasil tes pendengarn dan mengelompokkan dalam jenjangnya. Untuk menetapkan seseorang dalam kelompok tunarungu tertentu berdasarkan kehilangan ketajaman pendengaran, jika dicermati sangat bervariasi. Antara ahli satu dengan yang lain berbeda, biasanya didasarkan pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan tujuan tertentu. Berikut klasifikasi anak tunarungu dari beberapa ahli.

Menurut Efendi (2006) ditinjau dari kepentingan tujuan

pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

commit to user

1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight

losses),

2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses),

3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB

(moderate losses),

4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe

losses),

5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas

(profoundly losses).

Dwidjosumarto dalam Somantri (2006) mengklasifikasikan tunarungu menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB.

2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB.

3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.

4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas

(hlm.95).

Sedangkan Wardani, dkk (2007) ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

a) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB (mild hearing loss).

b) Tunarungu sedang, mengalami kehilangan pendengaran antara

41-55 dB (moderate hearing loss).

c) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 56-70 dB (moderately severe hearing loss).

commit to user

d) Tunarungu berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90

dB (severe hearing loss).

e) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB (profound hearing loss).

2) Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

b) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,

ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Tunarungu tipe konduktif, kehilangan pendengaran yang

disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah.

b) Tunarungu tipe sensorineural, kehilangan pendengaran yang

disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran.

c) Tunarungu tipe campuran, gabungan dari tipe konduktif dan sensorineural.

4) Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Tunarungu endogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor

genetik (keturunan).

b) Tunarungu eksogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor non genetik (keturunan).

Berdasarkan pendapat diatas klasifikasi tunarungu untuk kepentingan dalam pembelajaran berdasarkan tingkatannya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB (mild

commit to user

2) Tunarungu sedang, mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55 dB (moderate hearing loss).

3) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara

56-70 dB (moderately severe hearing loss).

4) Tunarungu berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB

(severe hearing loss).

5) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB (profound hearing loss).

5. Anak Tunagrahita

Dokumen terkait