• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISA DATA

1. Analisa Data

a. Identitas Diri Responden A

Tabel 1. Gambaran Umum Responden A

Keterangan Responden A

Nama Nazwa

Usia 71 tahun

Agama Islam

Suku Mandailing

Pekerjaan Pensiunan Guru Sekolah Dasar

Pendidikan Terakhir Sarjana Muda Bahasa Inggris

Jumlah Anak 8 orang

Lama menjadi caregiver 5 tahun

Responden A dalam penelitian ini bernama Nazwa sebagai primary caregiver yang merupakan istri dari penderita penyakit Alzheimer. Nazwa berusia 71 tahun dan bertempat tinggal di Kota Medan. Responden yang berkulit putih ini memiliki tinggi badan 153 cm dan

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

berat badan 65 kg. Nazwa sudah menjadi primary caregiver suaminya yang menderita penyakit Alzheimer semenjak tahun 2004 hingga sekarang tahun 2009.

Responden menikah dengan Raffi yang bersuku Aceh selama 54 tahun sejak tahun 1955 hingga saat ini tahun 2009. Nazwa memiliki delapan orang anak yaitu lima orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Keempat orang anak Nazwa bertempat tinggal di Medan, dua orang di Jakarta, satu orang di Amerika, dan satu orang lagi di Kalimantan. Anak-anak Nazwa sudah menikah dan telah memiliki anak kecuali putra keenamnya yang memiliki keterbelakangan mental dan bertempat tinggal bersama responden hingga saat ini.

Responden merupakan pensiunan guru Sekolah Dasar di Sumatera Utara. Ia mulai pensiun semenjak tahun 1980 karena harus pindah ke Jakarta bersama suaminya yang pindah kerja di sana. Responden pernah menjadi guru di Kota Medan, Tapanuli, Siantar, dan daerah Sumatera Utara lainnya. Nazwa merupakan Sarjana Muda Bahasa Inggris. Semenjak ia pensiun, ia mengisi waktu luangnya dengan mengikuti kursus seperti kursus menjahit, memasak, dan lainnya. Ia juga beberapa kali melanjutkan sekolah di Perguruan Tinggi dalam bidang pendidikan di Jakarta.

Nazwa sudah bertempat tinggal di Medan selama 48 tahun semenjak ia lahir. Ia pindah ke Jakarta dan tinggal bersama keluarganya selama 13 tahun karena tuntutan pekerjaan suaminya. Ia juga pernah tinggal di Aceh tempat kelahiran suaminya selama 10 tahun. Sekarang ia bertempat tinggal di rumah yang bersebelahan dengan rumah salah satu anaknya di Medan.

Saat ini Nazwa banyak menghabiskan waktunya di Rumah Sakit Permata Bunda di Medan selama beberapa hari karena suaminya yang harus diopname. Ia hanya pulang jika pakaiannya yang di Rumah Sakit sudah habis dan harus diganti. Selama di sana ia selalu bercerita pada perawat dan hampir mengenal semua perawatnya. Untuk mengisi waktu

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

luangnya ia sering ke kantin di Rumah Sakit tersebut dan bercerita dengan keluarga pasien lainnya yang juga dirawat di Rumah Sakit tersebut.

b. Identitas Diri Penderita Alzheimer

Tabel 2. Gambaran Umum Suami Responden A

Keterangan Responden A

Nama Raffi

Usia 75 tahun

Lama menderita Alzheimer 5 tahun

Kategori Stadium Alzheimer Stadium Akhir

Raffi merupakan suami dari Responden yang menderita penyakit Alzheimer semenjak lima tahun lalu dari tahun 2004 hingga saat ini. Raffi yang bersuku Aceh saat ini berusia 75 tahun dan merupakan pensiunan dari salah satu perusahaan perminyakan di Indonesia.

Saat Raffi masih menikah dengan Nazwa, ia pernah menyakiti hati Nazwa karena ia sering berpacaran dengan wanita lain. Istrinya mengetahui hal ini dan membuat Nazwa merasa kesal dan marah. Tetapi mereka masih menikah hingga sekarang dan tidak bercerai. Hubungan Raffi dan Nazwa kurang harmonis dan banyak masalah karena perilaku Raffi yang sering berpacaran.

Awal Raffi terkena penyakit Alzheimer ketika ia selesai makan tape yang sangat banyak di sebuah pesta saudaranya di Jakarta. Setelah acara itu, Raffi mulai berbicara-bicara yang tidak jelas dan berulang-ulang. Kemudian Raffi dibawa ke Rumah Sakit di Jakarta untuk diperiksa dan Raffi dikatakan oleh dokter menderita penyakit Alzheimer dan memorinya akan hilang semua.

Semenjak itu Raffi sudah tidak ingat lagi dengan istri dan anak-anaknya yang dikatakan sebagai teman baiknya dan saudaranya kecuali pada anak pertama yang tinggal di

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Amerika ia masih mengingatnya. Ketika anak pertamanya datang ke Jakarta Raffi masih ingat dengannya dan menyebutkan nama anaknya. Raffi juga selalu berbicara bahasa Inggris dan Aceh kepada semua orang di Rumah Sakit tersebut tetapi pembicaraanya tidak pernah sesuai dengan tujuannya.

Raffi juga sudah tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-harinya seperti mandi atau berpakaian secara sendiri. Semua aktivitasnya harus dibantu oleh orang lain. Selama delapan bulan terakhir ini, Raffi sudah tidak dapat melakukan aktivitas lain selain di tempat tidur karena ia tidak dapat bergerak lagi dan hanya di tempat tidur. Ia juga susah untuk melakukan pembicaraan dengan orang lain. Raffi sudah beberapa kali dirawat di Rumah Sakit karena harus opname dimana kondisi Raffi sudah kurang membaik. Menurut laporan dokter yang memeriksa Raffi, saat ini Raffi pada stadium akhir dari stadium penyakit Alzheimer.

2. Observasi Umum Responden A

Tabel 3. Waktu Wawancara Responden A

No. Responden Hari/Tanggal

Wawancara

Waktu Wawancara Tempat

Wawancara

1. Nazwa 12 Januari 2009 14.00 – 16.00 WIB Di Rumah Sakit

Permata Bunda

2. Nazwa 29 Januari 2009 11.45 – 13.00 WIB Di Rumah Sakit

Permata Bunda

Peneliti mengenal Nazwa dari Ayah peneliti yang merupakan dokter dari suami Responden yang menderita penyakit Alzheimer. Nazwa juga merupakan nenek kandung dari teman peneliti sejak Sekolah Dasar sehingga peneliti juga sudah mengetahui tentang keluarga responden sejak dahulu. Tetapi peneliti dengan responden belum pernah bertemu dan berkenalan.

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Sebelum melakukan wawancara pertama, peneliti telah bertemu dengan Responden bersama dengan Ayah peneliti yang sedang melakukan pemeriksaan pada suami Responden di Rumah Sakit Permata Bunda. Sebelumnya Ayah peneliti telah membicarakan tentang penelitian ini dan meminta izin untuk memperkenalkan peneliti dengan responden. Peneliti datang ke ruang Rawat Inap dan dikenalkan oleh Ayah peneliti kepada Responden. Responden menyambut dengan baik dan langsung bercerita mengenai cucunya yang merupakan teman peneliti sejak Sekolah Dasar.

Peneliti melakukan perkenalan terlebih dahulu dan meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian ini setelah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian ini. Perkenalan ini juga bermaksud untuk membangun rapport dengan responden dan mengetahui apakah responden sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang diinginkan. Setelah responden bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini, peneliti mengatur jadwal yang sesuai untuk bisa melakukan wawancara pertama. Pertemuan ini berlangsung selama 20 menit pada pukul 11.00 WIB.

Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 12 Januari 2009 dan pada pukul 14.00-16.00 WIB di ruang yang sama pada pertemuan pertama di Rumah Sakit Permata Bunda. Pertemuan ini sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan pada pertemuan pertama dan sebelumnya peneliti melakukan telepon dulu ke rumah responden untuk mengetahui apakah responden pada saat itu berada di Rumah Sakit. Saat itu Nazwa sedang sendiri di ruang Rawat Inap tersebut sedang menunggu suaminya yang sedang tidur. Saat peneliti memasuki ruang tersebut, responden sedang membaca sebuah tabloid di kursi samping tempat tidur suaminya. Televisi yang berada di depan tempat tidur dan terletak di atas juga sedang menyala saat peneliti datang.

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Saat peneliti datang, Responden langsung menutup tabloid yang sedang dibacanya dan mempersilahkan peneliti duduk di sampingnya. Di tempat peneliti duduk terdapat satu meja di depan dan tiga kursi yang dekat dengan jendela. Depan tempat peneliti duduk terdapat satu kulkas dan meja kecil yang berisi dengan makanan.

Awal wawancara peneliti menjelaskan lagi tentang tujuan dari penelitian ini dan hasil wawancara yang diterima akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk tujuan dari penelitian ini. Setelah responden mengerti, peneliti bertanya mengenai awalnya suami Nazwa terkena Alzheimer dan gejala apa saja yang muncul. Nazwa menceritakan dengan suara kuat bagaimana awal suaminya terkena penyakit Alzheimer dan gejala yang timbul seperti berbicara yang tidak jelas, berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris dan tidak ingat dengan istri dan anak-anaknya. Ketika Nazwa menceritakan suaminya yang berbicara selalu menggunakan bahasa Inggris dan sudah tidak ingat dengan dirinya, ia tertawa saat mengingat dirinya dibilang sebagai teman baik suaminya.

Kemudian setelah menceritakan gejala penyakit yang muncul pada suaminya, peneliti bertanya tentang pengalaman Nazwa dalam memberikan perawatan kepada suaminya yang menderita penyakit Alzheimer. Responden bercerita bagaimana ia memberikan perawatan, hal-hal apa saja yang membuat ia stres dan bagaimana ia mengatasinya, bentuk bantuan apa saja yang ia berikan, dan bagaimana hubungannya dengan suaminya yang kurang harmonis dan mempunyai masalah sejak dulu. Ia bercerita bagaimana perilaku suaminya yang suka berpacaran dan membuat Nazwa kesal hingga sekarang. Ketika ia bercerita hubungannya dengan suaminya yang kurang harmonis terkadang ia tertawa dan mengatakan bahwa tidak masalah bagi dirinya untuk menceritakan dan mengingat pengalaman pahit yang dialaminya. Saat wawancara, responden selalu melakukan kontak mata dengan peneliti.

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Wawancara kedua dilakukan 17 hari setelah wawancara pertama dilakukan pada tanggal 29 Januari 2009 pada pukul 11.45-13.00 WIB. Pertemuan ini dilakukan setelah peneliti menelepon responden ke rumah dan bertanya waktu yang sesuai untuk bertemu. Peneliti datang ke Rumah Sakit dan ruangan yang sama pada wawancara pertama. Saat peneliti datang, Nazwa duduk di luar depan ruang Rawat Inapnya dan sedang membaca tabloid. Peneliti dipersilahkan masuk dalam kamar dan melakukan wawancara di ruangan tersebut. Dalam ruangan terdapat seorang laki-laki yang sedang duduk di samping suami Nazwa. Peneliti berkenalan dan mengetahui bahwa lelaki tersebut merupakan kerabat suami Nazwa dan bertugas untuk menjaga dan membantu Nazwa dalam memberikan perawatan.

Peneliti duduk di kursi yang sama ketika melakukan wawancara pertama sebelumnya. Pada wawancara ini, peneliti bertanya tentang metode coping apa yang digunakan oleh responden. Saat wawancara berlangsung, dua orang perawat masuk ke dalam ruangan dan bertugas untuk memandikan suami Nazwa saat jam 12.30 WIB. Tempat wawancara pindah ke luar di depan ruangan dan duduk di kursi deret yang telah ada. Setelah 15 menit, peneliti dan responden kembali melanjutkan wawancara ke kamar karena tugas perawat Rumah Sakit telah selesai dilakukan. Peneliti juga bertanya mengenai hal-hal apa saja yang membuat Nazwa stres ketika ia menjadi caregiver suaminya yang menderita penyakit Alzheimer.

Nazwa menceritakan bagaimana ia mengatasi stresnya dengan memukul suaminya ketika ia sedang kesal saat memberikan perawatan. Responden menunjukkan bagaimana tangannya memukul suaminya dan mengeluarkan kata “Pam..!” saat ia memukul suaminya.

3. Data Wawancara Responden A

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Ketika di Jakarta, Responden meminta dokter agar suaminya dipindahkan dari Rumah Sakit Pertamina untuk ke rumah responden dan dirawat oleh dirinya. Ia ingin agar ketika Hari Raya Lebaran dapat dilakukan di rumahnya. Pemberian perawatan kepada suaminya di rumah ia lakukan sendiri tanpa bantuan dari anak-anaknya.

“Terus kan,pas mau Hari Raya setelah dah 22 hari di Rumah Sakit..saya minta tolong ma dokter supaya pulang aja la..cemmana saya mau Hari Raya pas puasa gak pa-pa la..saya juga bilang,dah la gak usah dirawat di rumah sakit lagi biar saya aja yang rawat di rumah..”

(R1. W1/b.69-78/hal 6)

“Iya,saya yang lakukan la..siapa lagi..anak-anak juga dah kawin semua gak ada satupun yang tinggal sama saya..paling-paling orang tu datang sekali trus tengok..yang ngerawat di rumah juga gak ada..”

(R1. W1/b.213-219/hal 7)

Selama lima tahun Nazwa telah memberikan perawatan dan melaksanakan tugas perawatan yang diberikan kepada suaminya. Tugas tersebut ia lakukan sendiri dan anak-anaknya terkadang datang ke rumah untuk menjenguk dirinya. Kadang anak-anak-anaknya membawa Nazwa dan suaminya jalan-jalan ke luar dan makan di luar. Ia merasa lelah dengan tugas yang dilakukannya dan merasa tidak pernah bisa bebas dari ia muda dulu hingga sekarang.

“Anak-anak juga dah kawin semua gak ada satupun yang tinggal sama saya..paling-paling orang tu datang sekali trus tengok..yang ngerawat di rumah juga gak ada..paling-paling nanti,ayok bu kita bawa keluar aja..kita makan di luar..”

(R1. W1/b.214-221/ hal 7-8)

“Pokoknya makan dimana-mana..capek,tu lah..saya bilang udah tersiksa masa mudanya tersiksa pula masa tuanya..jadi kapan lagi saya bebas tu saya belum tau..”

(R1. W1/b. 225-230/ hal 8)

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Ketika masa mudanya responden merasa tidak pernah bebas dan pernah disakiti oleh suaminya dan sampai sekarang ia merasa tidak bebas lagi karena harus merawat suaminya. Nazwa merasa kesal dan bodoh untuk menjalankan kehidupan seperti ini. Ia tidak ingin mengingat pengalamannya ketika muda dulu tetapi terkadang muncul ingatan tentang pengalamannya dulu dan membuat ia merasa kesal. Nazwa berpikir tidak pernah bebas hidupnya dari masa muda dulu hingga sekarang. Masa mudanya dulu yang pernah disakiti oleh suaminya yang berperilaku selalu berpacaran dengan wanita lain membuat ia kesal hingga sekarang. Ketika ia merasa kesal bahwa hidupnya sekarang masih harus merawat suaminya membuat ia sering marah dan memukul badan suaminya.

“apa namanya, kesel… yah,kesel rasanya kita pernah hidupnya gak tenang..pertama aku muda pernah diinikannya trus kenapa waktu tua aku diginikannya lagi.. rasanya “Pam..!” kupukulkan..panas sendiri..sebetulnya yang manasinnya bukan orang lain,kita sendiri..yah itu la dia..kalo kita sendiri yang bikin kek gitu seharusnya gak boleh..yang harus diatasi kadang gak teratasi saya..yah,kadang keluar la kumat saya marah gitu..”

(R1. W1/b. 274-287/ hal 9-10)

“perasaan saya kesel gitu..kenapa saya begini,kenapa saya begini aja..terus kepikir apakah saya salah pilih dulu..sampe kesitu..saya kok pilih yang ini,kok saya ni bodoh kali dulu ya sampe sekarang masih tolol ya pikir saya..ya itu,datang itu..padahal sudah kita bunuh itu dalam-dalam jangan sampe timbul lagi tapi saya gak bisa..timbul juga,macem stress kalo kata orang gitu..”

(R1. W1/ b. 290-302/ hal 10)

Untuk mengatasi rasa kesalnya terhadap hidupnya yang harus dijalani sekarang, Nazwa berusaha untuk tidak mendekati Raffi dulu agar ia tidak memukul suaminya. Ketika Nazwa emosi dan marah terkadang ia langsung memukul suaminya sehingga untuk mengatasinya ia menjauhi suaminya dulu dan mengatur emosi yang dirasakannya kemudian ia membaca terus majalah yang ada di dekatnya. Pembantu di rumahnya juga membantunya

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

untuk tidak dekat dengan Raffi dan menggantikan tugas caregiving yang sedang dikerjakan oleh Nazwa pada saat itu.

“Yah,jangan la saya deket bapak lama-lama..kalo lagi emosi,jangan deket la..nanti saya puku l..nanti teriak-teriak saya..paling nanti saya baca majalah gitu la..baca aja terus..”

(R1. W2/b. 107-117/hal 4)

“Iya..ntar pun pembantu saya bilang,udah ibu kesana aja dulu..” (R1. W2/b. 115-116/hal 4)

“Iya..saya tahan aja la dulu emosi ini..jangan deket bapak..nanti saya teriak kalo emosi..yah,gimana ya..kadang otak ini mikir sampe mana..jadinya emosi saya..”

(R1. W2/b. 119-123/hal 4-5)

Ketika suami Nazwa sedang diopname di Rumah Sakit Permata Bunda di Medan, Nazwa pernah meminta agar suaminya dirawat di rumah saja agar Raffi meninggal di rumah. Nazwa juga minta kepada dokternya agar tidak memberikan lagi obat-obat yang bagus kepada suaminya. Hal ini dilakukan untuk mengatasi stress Nazwa karena perubahan hidupnya dan ia merasa bahwa sudah cukup ia memberikan perawatan kepada suaminya selama lima tahun.

“maksudnya kan manatau dia minta mati di rumah..hehe..saya bilang ma dokter,manatau dok mau mati di rumah dia..ditunggu-tunggu ya sama aja gitu-gitu aja..ya jangan la dikasih obat paten-paten itu..macemmana la kalo biar cepet mati aja..hah,dokternya kaget..dokternya bilang kan saya dokter,gak boleh gitu..abisnya saya bingung..ceplas ceplos aja saya bilang gitu..”

(R1. W2/b. 007-019/hal 15)

“abisnya gimana ya..dah 5 tahun lebih Ibu nungguin terus..ngerawat dia aja..apa gak capek,jenuh..dah cukup la saya membantu..”

(R1. W2/ b.022-027/hal 16)

Selain itu cara Nazwa untuk mengatasi stres yang dialami terhadap perubahan hidupnya yang masih harus memberikan perawatan kepada suaminya yang terkena Alzheimer

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

dengan cara ia melihat apa yang orang lain alami di Rumah Sakit. Raffi sudah beberapa kali dirawat di Rumah Sakit yang berbeda dan Nazwa selalu menemaninya. Ia melihat seorang istri yang merawat suaminya dan istri disebut dipukul oleh suaminya menggunakan tongkat. Nazwa melihat bahwa apa yang dialaminya masih lebih baik dan masih banyak yang lebih parah daripada apa yang ia alami.

“Yah,gimana ya..saya liat apa yang orang lain alami..saya kan banyak di rumah sakit,saya liat la orang-orang yang di sekitar saya..ternyata ada yang lebih parah lagi..yang istrinya dipukul la pake tongkat..yah saya bandingkan ma diri saya lagi sendiri ternyata saya masih mending,masih beruntung la daripada orang lain..bapak juga gak pernah ngeluh jadi ya gak terlalu parah dibanding orang lain..”

(R1. W1/b. 526-539/hal 14)

“Iya la..saya liat la orang-orang di sekitar saya..yang di rumah sakit ini..masih untung bukan saya yang kena pukul..eh,malah saya yang mukul..tapi ngeliat masih banyak yang lebih parah lagi..itu la yang bikin aku gak terlalu stres..”

(R1. W2/b. 241-247/hal 22)

Hidup yang dijalani Nazwa sekarang dalam memberikan perawatan kepada suaminya yang menderita penyakit Alzheimer sudah merupakan takdir yang memang harus dijalaninya. Nazwa menerima hidup yang dijalaninya sekarang sebagai suratan takdir yang sudah ada pada Nazwa.

“barangkali itu suratan takdir saya yang memang harus saya jalani..jadi saya gak berapa dendam la..udah gitu,dia sifatnya gak pernah ngeluh,baek..sakit pun ditahankannya..gak pernah ngeluh..”

(R1. W1/b. 504-510/hal 13-14)

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Bentuk perawatan yang Nazwa berikan pada suaminya seperti menyediakan makanan, memandikan, dan membantu memakaikan pakaian. Hal ini karena suami Nazwa yang sudah tidak mampu lagi untuk melakukan aktivitas sehari-harinya secara sendiri yang merupakan salah satu gejala penyakit Alzheimer. Ketidakmampuan Raffi yang sudah tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-harinya membuat Nazwa stres dan kesal. Ketika responden kesal, ia sering marah-marah kepada suaminya.

“ya,saya yang mandikan,nyediain makan,pakaikan bajunya bapak..tapi ada la yang bantu-bantu juga di rumah..”

(R1. W2/b. 187-190/ hal 6-7)

“Yah,kasian juga saya liatnya..bapak dah ingat lagi semuanya..ngomongnya pun tambah gak jelas..nanti ngomong bahasa Inggris,bahasa Aceh pun dibilangnya..saya juga harus ngerawat Bapak lagi sekarang..kadang pun saya marah-marah..kok mesti la lagi saya harus ngerawat bapak kayak gini..stres berat juga la saya..”

(R1. W2/ b. 195-205/ hal 7)

Saat ia memandikan suaminya kemudian ia tiba-tiba kesal dan langsung memukul suaminya dengan keras hingga badan Raffi menjadi biru dan ia berteriak dengan kuat di dalam rumah. Nazwa selalu berteriak di dalam rumah dari kamar hingga ke depan rumah. Teriakan Nazwa dapat didengar sampai ke tetangganya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi stresnya karena kondisi suaminya yang mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya.

“Gimana ya..kalo saya lagi emosi gitu,misalnya lagi kasih makan..tiba-tiba saya emosi,nanti saya bisa teriak sekuat-kuatnya la di rumah tu..teriak aja saya dari belakang ke depan..” (R1. W2/b. 67-72/hal 3)

“Yah,saya tekanan batin..waktu ganti bajunya,pakein pampersnya..trus kalo bandel gitu dia,saya pukul la..saya cubit gitu..kalo dia masih bandel juga,mulai saya teriak-teriak..daripada saya mukul dia ya bagusan saya teriak aja la..”

Rianti Widiastuti : Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, 2009. USU Repository © 2009

Nazwa juga memukul badan suaminya ketika ia sedang memandikan suaminya dan Raffi tiba-tiba melawan. Nazwa merasa kesal pada suaminya yang terkadang melawan saat

Dokumen terkait