• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.4 Analisa Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, dapat dilihat bahwa pengaruh minum air putih hangat terhadap konstipasi pada pasien imobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan dengan menggunakan Uji Statistik Non Parametrik atau Wilcoxon Test.

Tabel 4.4 Pengaruh minum air putih hangat terhadap konstipasi pada pasien immobilisasi di RSUP HAM Medan.

No Variabel Mean Ranks p value

1 Sebelum Intervensi 0.00

0.000

2 Setelah Intervensi 11.20

Dari hasil analisis statistic Wilcoxon Test dapat dilihat pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan konstipasi pasien immobilisasi sebelum dan setelah intervensi minum air putih hangat di RSUP HAM dengan nilai mean ranks sebelum dan sesudah > 10 dengan nilai p value

<0.05 dimana nilai α = 0.05

BAB 5 PEMBAHASAN

Eliminasi adalah proses pengeluaran sisa-sisa pembakaran (metabolisme) yang berupa zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui anus, agar tidak terjadi penimbunan sisa metabolisme di dalam tubuh sehingga tubuh tetap dalam keadaan seimbang (Niman, 2013).

Pergerakan usus atau yang dikenal dengan istilah peristaltik usus terdiri dari dua bagian, yaitu peristaltik propulsif dan peristaltik massa. Peristaltik propulsif merupakan kontraksi usus yang lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra.

Peristaltik massa merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu (Black & Hawks, 2009).

Konstipasi adalah defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tidak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Konstipasi adalah keadaan dimana individu mengalami stasis usus besar, yang mengakibatkan eliminasi jarang atau keras, feses kering. Menurut American College of Gastroenterology (2010), konstipasi adalah suatu keadaan dimana frekuensi feses yang tidak teratur dan

konsistensi feses kadang kering dan keras, keadaan ini ditimbulkan oleh karena absorbsi air oleh feses sebagai dampak dari passase feses yang lambat di kolon.

Kolon mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi kolon yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon mengabsorbsi sekitar 600 ml air per hari. Kapasitas absorbsi kolon adalah sekitar 2000 ml/ hari (Black & Hawks, 2009).

Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot abdomen (Valsalva’s maneuver).

Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk defekasi menghilang. Rata-rata frekuensi defekasi pada manusia adalah sekali sehari, tetapi frekuensi bervariasi di antara individu (Smeltzer & Bare, 2010).

5.1. Sebelum dilakukan minum air putih hangat

Imobilisasi dikatakan sebagai tidak mampu secara mandiri memindahkan atau mengubah posisi atau gerakan dibatasi untuk alasan medis. Hal ini umumnya lebih mudah untuk mencegah komplikasi dari pada mengobati atau menyembuhkan mereka (Potter & Perry, 2013). Imobilitas secara luas didokumentasikan dalam literatur sebagai penyebab peningkatan mortalitas dan komplikasi (Butcher, 2012).

Pergerakan usus atau yang dikenal dengan istilah peristaltik usus terdiri dari dua bagian, yaitu peristaltik propulsif dan peristaltik massa. Peristaltik propulsif merupakan kontraksi usus yang lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra.

Peristaltik massa merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu (Smeltzer & Bare, 2010)

Konstipasi adalah suatu keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya) atau jarang buang air besar. Perubahan pola atau frekuensi buang air besar yang menetap, di sertai keluhan perut terasa penuh dan kembung (Herawati, 2012).

Menurut Hamidin, (2010) konstipasi yaitu kurang dari buang air besar, penurunan jumlah buang air besar, kotoran lebih keras daripada biasanya, usus masih merasa kenyang setelah buang air besar, merasa kembung, tegang selama buang air besar, gerakan usus tidak membaik setelah mengubah diet dan mendapatkan cukup latihan, sakit perut atau dubur sembelit bergantian dengan diare, berat badan menurun.

Kurangnya konsumsi cairan juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan dan pemulihan yang lama. Hampir semua reaksi tubuh memerlukan air, dan kurangnya cairan akan mengganggu reaksi tersebut.. Air dapat membantu

dan meredakan keluhan beberapa penyakit, yaitu antara lain : diabetes, penyakit kulit, konstipasi, kolesterol, obesitas, maag, jerawat, anti-penuaan, glukoma, jantung, kanker, kulit kerut kering, radang sendi, asam urat, liver kerutan dini, edema, darah kental, ginjal, asma, darah tinggi dan disentri (Handoyo, 2014).

Hasil studi Pedro et al, (2014), jumlah banyaknya mengkonsumsi cairan kurang dari 3 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 27%, individu yang minum 3-5 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 15%, dan persentase individu yang mengalami konstipasi semakin berkurang dengan meminum cairan 6 gelas per hari, yakni menjadi 11%.

Hasil penelitian Murakami et al (2007), kejadian konstipasi meningkat pada individu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional dan kognitif dan pada usia lanjut. Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi kronis adalah peningkatan usia, obat-obatan, kurangnya asupan serat dan cairan sehari-hari, gangguan fungsional dan kognitif.

Hasil penelitian yang dilakukan Harrari et al, (2010), kejadian konstipasi sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4 - 6% pada individu yang berusia 70 tahun dan terjadi konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut.

Kejadian konstipasi meningkat seiring dengan peningkatan usia, wanita dilaporkan lebih sering mengalami konstipasi daripada laki-laki. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kejadian konstipasi meningkat sebesar 17 – 15%

pada usia dewasa yang mengalami penurunan kemampuan fisik seperti pasien fraktur.

Menurut hasil penelitian Monmai et al (2011), pasien fraktur tulang pinggul dan ekstremitas bawah akan berisiko tinggi dengan konstipasi diakibatkan imobilisasi. Penurunan gerakan usus atau peristaltik akibat, penurunan pergerakan otot diafragma dan penurunan otot panggul dasar. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan tekanan intra-abdominal untuk memaksa usus untuk bergerak. Imobilisasi merupakan faktor yang dapat menyebab konstipasi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap pasien yang telah dijadikan sampel, bahwa pasien yang mengalami imobilisasi mengkonsumsi air putih kurang dari pada 8 gelas atau 2 liter sehingga pasien mengalami susah buang besar. Pasien yang imobilisasi merupakan pasien yang risiko tingi mengalami konstipasi sehingga pasien imobilisasi membutuhkan terpai tambahan yaitu pemberian air putih hangat sebanyak 2 liter dan pemberian dilakukan selama setiap hari agar pasien tidak mengalami konstipasi.

5.2 Setelah dilakukan minum air putih hangat

Pada hasil penelitian ini diperoleh dari 30 responden yang telah diberikan intervensi minum air putih hangat bahwa sebanyak 28 orang yang nengalami konstipasi telah defekasi setelah pemberian air putih hangat sebanyak 2000 ml dengan frekuensi pemberian yang telah ditentukan.

Hasil penelitian ini diperoleh karakteristik pasien konstipasi dengan mayoritas usia ≥ 56 Tahun 9 orang, mayoritas jenis kelamin perempuan 19 orang, mayoritas tingkat pendidikan SMA sebanyak 19 orang, lama (-) buang air besar sebelum intervensi mayoritas ≥ 4 hari sebanyak 21 orang, lama (-) buang air besar

setelah intervensi mayoritas ≤ 4 hari sebanyak 28 orang dengan perincian keberhasilan buang air besar pada hari I 3 orang, hari ke II 18 orang, hari ke III tidak ada, hari ke IV 7 orang dan lama imobilisasi sebelum intervensi mayoritas ≥ 3 hari 30 orang. Penulis menemukan konstipasi pada pasien dengan diagnosa medis post craniectomy atas indikasi tumor removal 10 orang, stroke 4 orang, Anemia 3 orang, TB paru sebanyak 3 orang, fraktur lumbal 2 orang, fraktur tibia 2 orang, tumor hati 1 orang, post thyroidectomy 1 orang, abses mammae 1 orang, ICH 1 orang .

Hasil penelitian Popkin et al (2010), rata-rata intake cairan sehari-hari untuk usia dewasa adalah 30 ml/kg BB. Jumlah minimum cairan yang dikonsumsi sehari-hari 1.500 – 2.000 ml untuk kebutuhan sehari-hari. Pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan seperti konstipasi dianjurkan untuk mengkonsumsi air putih sebanyak 2.000 ml – 3.000 ml, sehingga pasien yang mengalami gangguan pencernaan seperti konstipasi mengkonsumsi 1.000 ml air tambahan diluar dari pada normalnya.

Menurut hasil studi Robson et al, (2010), bahwa individu yang minum kurang dari 3 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 27%, individu yang minum 3-5 gelas per hari mengalami konstipasi sebanyak 15%, dan persentase individu yang mengalami konstipasi semakin berkurang dengan meminum cairan 6 gelas per hari, yakni menjadi 11%.

Hasil penelitian Folden et al (2011), kotoran akan bereaksi dengan asam dipecah dan diserap oleh instetine lebih cepat daripada makanan padat. Kotoran akan berbaris dalam usus besar dengan cepat akan berubah menjadi lemak dan

menjadi pemicu kanker. Dianjurkan untuk meminum air putih hangat untuk memperlancar pencernaan.

Hasil penelitian yang dilakukan William (2011), kejadian konstipasi sebesar 18% pada usia diatas 30 tahun, sebesar 30 - 40% pada individu yang berusia 60 tahun dan terjadi konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut.

Kejadian konstipasi serin terjadi pada usia lanjut, wanita dilaporkan lebih sering mengalami konstipasi dari pada laki-laki. Bahwa dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa kejadian konstipasi meningkat sebesar 20 – 25% pada usia dewasa yang mengalami penurunan kemampuan fisik seperti pasien imobilisasi.

Penatalaksanaan yang dapat membantu mengatasi konstipasi adalah penggunaan air putih dapat membantu memperkuat kembali otot-otot dan ligamen serta memperlancar sistem peredaraan darah. Air putih dapat meningkatkan sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan, sehingga mencegah kekakuan otot, menghilangkan rasa nyeri serta menenangkan pikiran (Diwanto, 2009).

Pentingnya asupan air setiap hari dilihat dari banyaknya air yang pasti dikeluarkan oleh tubuh setiap hari melalui beberapa mekanisme. Ada yang melalui urine, feses, keringat dan pernapasan. Jumlah air yang dikeluarkan pada orang sehat melalui urine sekitar 1 l/hari. Jumlah feses yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50-400gr/hari, kandungan airnya 60-90% dari berat fesesnya, air melalui keringat dan saluran pernafasan dalam sehari maksimal 1 liter/hari (Savitri, 2011).

Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Air sangat penting bagi nutrisi tubuh dan air juga termasuk

sebagai zat gizi yang ke enam setelah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Potter & Perry, 2013). Air berfungsi untuk transportasi mineral, vitamin, protein dan zat gizi lainnya ke seluruh tubuh serta keseimbangan tubuh dan temperature bergantung pada air (Yuanita, 2011) selain itu air juga berperan dalam proses pembuangan sisa-sisa produksi makanan, menyediakan struktur molekul yang besar, membantu proses metabolisme, sebagai pelarut zat-zat gizi, sebagai pelumas jaringan tubuh dan bantalan sendi, tulang dan otot serta mengatur suhu tubuh dan menjaga serta mempertahankan volume darah (Potter &

Perry, 2013).

Air putih memiliki pengaruh untuk melembutkan dan menenangkan tubuh.

Salah satu manfaat air putih adalah memperlancar sistem pencernaan. Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali.

Konstipasi sebagai salah satu keluhan pada gangguan gastrointestinal sering dianggap sebagai masalah yang tidak serius, karena umumnya hanya bersifat temporer (APEC, 2008).

Masuknya cairan dalam jumlah yang banyak ke dalam lambung akan menimbulkan efek gastrokolik yang kemudian merangsang terjadinya peristaltik usus (Black & Hawks, 2009). Air mengisi lambung, mengalir ke usus dan membersihkan rongga usus. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa metabolisme ini bergerak di sepanjang kolon (Guyton & Hall, 2010).

Mengkonsumsi air putih yang hangat dalam jumlah yang cukup dapat menyebabkan pencernaan bekerja dengan kapasitas yang maksimal. Air hangat dapat bekerja dengan melembabkan feses dalam usus dan mendorongnya keluar sehingga memudahkan untuk defekasi. Memberikan pasien minum air putih hangat yang cukup merupakan intervensi keperawatan yang mandiri. Dalam penelitian ini memberikan pasien minum air putih hangat yang dimaksud adalah memberikan minum air hangat dengan frekuensi dan volume yang telah ditentukan oleh peneliti berdasarkan teori sebanyak 2000 ml secara rutin untuk mengatasi konstipasi selama 3 hari (Hamidin, 2010).

5.3 Keterbatasan peneliti

Penelitian ini dirasakan masih memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan diantaranya yaitu: 1) ketersediaan calon partisipan menjadi partisipan, dan 2) keterbatasan pada diri peneliti sendiri, dikarenakan peneliti harus profesional terhadap pekerjaan dan menyelesaikan penelitian ini dengan waktu yang bersamaan dan 3) tidak adanya kelompok kontrol pada penelitian ini.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh minum air putih hangat terhadap konstipasi, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sebelum dilakukan minum air putih hangat dan setelah dilakukan minum air putih hangat terhadap konstipasi pasien yang immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

B. Saran

6.1. Pendidikan Keperawatan

Disarankan bagi pendidikan dapat menerapkan proses pemberian asuhan keperawatan tidak hanya berfokus kepada pengkajian hingga evaluasi tetapi dapat meningkatkan pemberian air putih hangat agar dapat membantu kerja peristaltik usus dalam mengeluarkan sisa-sisa metabolisme usus.

6.2. Praktik Keperawatan

Disarankan bagi praktik keperawatan untuk memperhatikan kondisi pasien sehingga dapat memberikan terapi non farmakologi dan mencegah terjadinya komplikasi selama pasien mengalami imobilisasi.

6.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian pengaruh pemberian minum air putih hangat terhadap konstipasi dapat menjadi acuan perawat untuk diaplikasikan di rumah sakit sehingga besar manfaat dari penelitian ini.

6.4. Penelitian Selanjutnya

Disarankan bagi penelitian selanjutnya hasil penelitian pengaruh minum air putih hangat dapat menjadi referensi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang berhubungan kebiasaan mengkonsumsi air putih sebelum dirawat dan sedang dirawat selama masa pengobatan berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Gastroenterology. (2010). Digestive disease specialist committed to quality in patient care. http://www.acg.gi.org. Diakses 10 juni 2016

Amirta, Y. (2007). Sehat murah dengan air. Purwokerto Utara: Keluarga Dokter.

APEC. (2008). Water and constipation. Diambil pada 06 Mei 2010 dari 1, http://www.freedrinkingwater.com/water-education/medical-water

constipation.htm.

Anti, M., Pignataro, G., Armuzzi, A., Valenti, A., Iascone, E., Marmo, R., et al.

(1998). Water supplementation enhances the effect of high-fibre diet on stool frequency and laxative consumption in adult patients with function constipation. Hepato-Gastroenterol.

Batmanghelidj. 2007. Air : Untuk Menjaga Kesehatan, Penyembuhan &

Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical - surgical nursing: Clinical management for positive outcomes. Eighth Edition, Volume 1 & 2.

Missouri: Saunders Elsevier.

Burn, N., & Grove S. K., (2010). Understanding nursing research: Building an evidence based practice. 5th Edition. Riverport Lane: Elseiver Saunders.

Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) sixth edition.United States of America. Elsevier.

Carpintero, Pedro., Caeiro,Jose Ramón., Carpintero,Rocío., Morales,Angela., Silva, Samuel., Mesa, Manuel., 2014. Complications of hip fractures: A review. World J Orthop 2014 September 18; 5(4): 402-411.

CiteHR Human Resource Management Community. (2007). Water therapy. 8, http://www.citehr.com/water-therapy-vt67776.html, diperoleh diperoleh 17 Juli 2016

Djojoningrat, D. (2006). Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal, dalam Sudoyo, A.W., dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Diananda, R. (2007). Mengenal seluk beluk kanker. Jogjakarta: Katahati.

Diwanto, Masde Al. (2009). Stroke : Hipertensi & Serangan Jantung.

Yogyakarta: Paradigma Indonesia

Folden, Susan L., et al. (2002). Practice guidelines: for the management of constipation in adults. Article of Rehabilitation Nursing Foundation.

http://www.rehabnurse.org/pdf/BowelGuidefor.pdf. Diakses 10 juni 2016.

Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes Neurulogi Edisi 8. Jakarta : Erlangga.

Grabber, M.A. (2003). Terapi Cairan dan Metabolisme. Jakarta : Starmedia Guyton C. Arthur M.D and Hall E John Ph.D. 2007, Fisiologi Gangguan

Gastrointestinal. In: Rachman Yanuar Luqman. ed. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC:

Guyton, A. C & Hall, J E. (2010). Buku Saku Fisiologi Kedokteran, editor Bahasa Indonesia : Brahm U. Pendit Edisi 11. Jakarta: EGC

Hamidin, A.S. (2010). Kebaikan Air Putih Terapi Air untuk Penyembuhan, Diet, Kehamilan, dan Kecantikan. Yogyakarta : Media Pressindo

Indiarti, M.T. (2007). Cesar Kenapa Tidak. Yogyakarta : Elmatera

Kasdu, D. (2003). Operasi Caesar Masalah Dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). Buku ajar: Fundamental

keperawatan: Konsep, proses, & praktik. Jakarta: EGC.

Mundy. (2005). Pemulihan Pasca Operasi Caesar. Erlangga : PT Gelora Aksara Pratama

Monmai, Poungpaka., Aree-Ue, Suparb., Putwatana, Panwadee, Kawinwonggowit, Viroj, , 2011. The Effects of a Constipation Prevention Program on Incidence and Severity of Constipation in Hospitalized Elderly undergoing Hip Surgery. J Nurs Sci Vol 29 No 4 October-December 2011 NANDA North American Nursing Diagnosis Association Nursing Diagnoses.

(2010): Definitions and Classification Retrieved from http://www.nanda.org on juni 22, 2016.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing reseach: Generating and assessing evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Potter. P. A. & Perry,A.G. (2013). Fundamental of Nursing; Eighth Editionst.

Louis: Mosby Elsevier, Inc.

Sakthi Foundation. (2007). One simple cleansing method for both body and mind.

Diambil pada 11 juni 2016. 1, 3, 4, & 5, http://www.sakthifoundation.org/WaterHow-to-do-2.htm

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.

Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto.

Simadibrata, M. (2006). Gangguan motilitas saluran cerna bagian bawah, dalam Sudoyo,A.W, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Smeltzer & Bare, (2010). Textboox of medical surgical nursing. 12th ed.

Lippincott Williams & Wilkins.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2010).

Buku ajar ilmu penyakit dalam, (edisi ke-4). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Edisi 7), Jakarta : EGC.

William, S. (2007) Beneficial water therapy, 5, http://www.admin@

wonderfulinfo.com, diperoleh 17 Juli 2016

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mindaria Tarigan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 25 Nopember 1973 Alamat : Jalan Pales III No 11 Linkg VII

Kel. Simp Selayang, Kec. Medan Tuntungan No. Telepon / HP : 082167119473

Email : mindaria.tigan@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 060891 Medan 1986

Ners Pendidikan Profesi Ners 2007

S2 Prodi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU Medan

2017

Kegiatan Akademik Penunjang studi:

1. Peserta Workshop: “CAQDAS”, Medan, 06 November 2014, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Peserta Seminar: “Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana”, Medan, 22 Februari 2016, Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI).

3. Peserta Seminar Nasional Keperawatan: “Sistem Jenjang Karir Perawat”

dalam rangka Dies Natalis Fakultas Keperawatan, 28 April 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Peserta Kuliah Tamu Disaster Nursing “The Roles of Nurse in Disaster”, 24 Maret 2016, Aula Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Peserta Seminar Nasional Keperawatan: “Nursing is Caring and Continuting Profesional Development” dalam rangka International Day Nurse, 21 Mei 2016, Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

6. Peserta Seminar : Writing for Publication in International Journals” 20 juli 2016, Aula Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan:

Nama Institusi Tahun

Staff Rumah Sakit Methodist Medan 1992 – 1994

Staff RSUP Haji Adam Malik Medan 1994 – Sekarang

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Judul Penelitian :

“Pengaruh Minum Air Putih Hangat terhadap Konstipasi pada Pasien Imobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan”

Peneliti : Mindaria Tarigan No Handphone : 082167119473

Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, ingin melakukan penelitian untuk mengetahui “Pengaruh Minum Air Putih Hangat terhadap Konstipasi pada Pasien Imobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan “. Peneliti akan memberikan air putih sebanyak 2000 ml selama 16 jam dan akan diberikan setiap 2 jam sekali sebanyak 250 ml selama 3 hari.

Hasil penelitian ini akan dijadikan sebagai masukan untuk dapat menjadi salah intervensi keperawatan terhadap keluarga agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien konstipasi sehingga dapat membantu pasien konstipasi dalam proses eliminasi. Peneliti menjamin bahwa penelitian bahwa ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi siapapun.

Peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak partisipan dengan cara : 1) menjaga kerahasiaan data yang di peroleh, baik dalam proses pengumpulan data, pengolahan data, maupun penyajian hasil penelitian tersebut. 2) menghargai keinginan responden untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Melalui penjelasan singkat ini, peneliti menharapkan respon saudara.

Terimakasih atas kesediaan dan partisipasinya.

LEMBAR PERSETUJUAN

Setelah membaca penjelasan tujuan penelitian diatas dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian tersebut, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai calon partisipan.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif atau merugikan bagi saya dikemudian hari. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya sebagai partisipan dalam penelitian ini sangat basar manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya.

Persetujuan yang saya tanda tangani menyatakan bahwa saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan,...2017 Partisipan,

Tanda tangan

Kuesioner Data Demografi

“Pengaruh Minum Air Putih Hangat terhadap Konstipasi pada Pasien Imobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan”

Petunjuk pengisian:

Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas partisipan

Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas partisipan

Dokumen terkait