• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan antara Skor Monofilamen dan Derajat Ulkus Diabetika di Klinik RUMAT

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara skor monofilamen dan derajat ulkus diabetika (p = 0.002, r = −0.504). Koefisien korelasi dalam penelitian ini bernilai negatif, arinya hubungan antara variabel skor monofilamen dan variabel derajat ulkus diabetika merupakan hubungan yang terbalik, yaitu semakin tinggi skor monofilamen maka semakin rendah derajat ulkus diabetika dan semakin rendah skor monofilamen maka semakin tinggi derajat ulkus diabetika.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2012) menggunakan monofilamen 10g sebagai instrumen dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara neuropati sensorik dan kejadian ulkus diabetika (p=0.001Penelitian lain yang dilakukan oleh Supriyanto (2001) dengan menggunakan EMG dan monofilamen 10g sebagai instrumen untuk menilai neuropati responden, penelitian ini menyimpulkan bahwa semua pasien ulkus diabetika derajat 2 dan 3 memiliki kelainan neuropati perifer berat, sedangkan hasil normal dan neuropati ringan hanya dimiliki pada pasien dengan ulkus diabetika derajat 0, serta terdapat hubungan bermakna antara neuropati perifer dan derajat ulkus diabetika (p=0.001), yang berarti semakin berat neuropati perifer semakin berat derajat ulkus diabetika.

Ulkus merupakan salah satu keadaan yang terjadi akibat adanya komplikasi makroangiopati dan neuropati diabetik (Boulton, 2004). Dengan adanya neuropati perifer pasien akan mengalami gangguan sensorik, yang menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki sehingga pasien mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan ulkus pada kaki. Umumnya ulkus diabetika diakibatkan oleh trauma ringan pada kaki yang tidak sensitif (Boulton, 2004).

Menurut peneliti, berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada pasien-pasien dengan neuropati perifer, pengurangan maupun hilangnya sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak diperhatikannya trauma akibat pemakaian sepatu, trauma-trauma kecil, dan kuku jari kaki yang cacat. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki. Sehubungan dengan hal tersebut sebaiknya pasien-pasien neuropati diabetik harus menjaga kesehatan kaki dengan melakukan perawatan dan pemeriksaan kaki secara rutin. Apabila ada ulkus yang sulit disembuhkan dengan segala pengobatan, maka tenaga kesehatan dapat meminta pemeriksaan X-Ray dan melakukan pemeriksaan laboraturium untuk melihat leukosit pasien agar dapat meniadakan kemungkinan osteomielitis, gangren, atau tertahannya benda asing yang tidak dirasakan oleh pasien.

2. Hubungan antara Skor Monofilamen dan Frekuensi Ulkus di Klinik RUMAT

Hasil uji statisik menunjukkan bahwa ada hubungan moderat antara skor monofilamen dan frekuensi terjadinya ulkus (p = 0.019, r = −0.393 ). Koefisien korelasi dalam penelitian ini bernilai negatif, artinya hubungan antara variabel skor monofilamen dan variabel frekuensi ulkus diabetika merupakan hubungan yang terbalik, dimana semakin tinggi skor monofilamen maka semakin rendah frekuensi terjadinya ulkus dan semakin rendah skor monofilamen maka semakin tinggi frekuensi terjadinya ulkus diabetika.

Penelitian lain yang dilakukan oleh McGill et al (2005) didapatkan hasil bahwa 55% ulkus terjadi akibat dari trauma karena penggunaan alas kaki. Faktor resiko terjadinya ulkus diabetika yaitu pasien yang memiliki riwayat ulkus sebelumnya atau riwayat amputasi sebelumnya dengan nilai P<0.0001 dan pasien DM dengan masalah neuropati dengan nilai P = 0.03 (P<0.005). Dapat disimpulkan bahwa pasien dengan riwayat ulkus sebelumnya dan memiliki masalah neuropati memiliki resiko terjadinya kekambuhan ulkus atau kejadian ulkus berulang. Responden dengan neuropati diabetik juga mengalami ulkus lebih cepat dari pada rresponden yang tidak memiliki masalah neuropati saat dilakukan observasi selama 12 bulan.

Penelitian yang dilakukan oleh Crawford et al (2010) menyatakan bahwa insiden terjadinya ulkus kaki diabetika di dalam cohort study ini adalah <2%, hasil penelitian ini lebih rendah dari pada hasil penelitian lain (8-19%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama satu tahun ini didapatkan hasil bahwa beberapa faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian ulkus adalah riwayat amputasi sebelumnya, ketidakmampuan membedakan

temperatur, kegagalan mempertahan tekanan darah normal, ketidakmampuan merasakan sentuhan monofilamen, dengan masing-masing item memiliki nilai P<0.001, yang berarti bahwa penelitian yang dilakukan oleh Crawfard sejalan dengan penelitian yang saya lakukan, yaitu terdapat hubungan antara hasil test monofilamen dan kejadian ulkus berulang.

Lebih dari 50% amputasi non traumatik merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetika, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan dan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan ulkus diabetika diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%, hal tersebut erat kaitannya dengan masalah neuropati pada pasien DM (Frykberb, 2002; Jones, 2007).

Beberapa faktor resiko untuk penyakit vaskuler dan neuropati perifer pada pasien diabetes tidak dapat diobati, misalnya usia dan lamanya menderita diabetes, tetapi banyak pula faktor resiko yang dapat ditangani, misalnya merokok, hipertensi, hiperlipidemia, hiperglikemia, dan obesitas. Dengan mendorong seorang pasien diabetes untuk berhenti merokok dan menuruti nasehat ahli gizi dapat sangat mengurangi komplikasi jangka panjang secara signifikan. Perawat mempunyai peranan khusus dalam memperkuat nasehat yang diberikan kepada pasien dalam upaya mencegah perburukan ulkus dan kejadian ulkus berulang, sama baiknya seperti dalam penatalaksaan luka setempat (Moya J, 2004).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetika dan kekambuhan ulkus menurut Canadian Diabetic Association (2013) adalah

perawatan kaki harian, pencucian kaki, pengeringan kaki, kelembutan kaki, penggunaan alas kaki, pemotongan kuku dan pencegahan cedera kaki. Aspek yang memiliki pengaruh secara signifikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dena (2014) yaitu perawatan kaki harian, pengeringan kaki, kelembutan kaki, penggunaan alas kaki, dan pencegahan cedera kaki pasien ulkus diabetika memiliki self care kaki yang buruk terhadap aspek-aspek tersebut. Sedangkan aspek pencucian kaki dan pemotongan kuku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian ulkus diabetika dan kejadian ulkus berulanng.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan diperkuat oleh beberapa penelitian lain, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara skor monofilamen yang mengindikasikan neuropati dan frekuensi terjadinya ulkus diabetika, hal ini dikarenakan jika pasien telah mengalami masalah neuropati maka pasien tidak dapat merasakan sensasi pada kaki atau mengalami penurunan terhadap sensasi proteksi pada kaki sehingga beresiko tinggi terjadinya trauma berulang yang tidak dirasakan oleh pasien dan dapat mengakibatkan terjadinya kekambuhan ulkus.

Menurut peneliti, masalah neuropati didukung oleh beberapa faktor lain yang berperan terhadap peningkatan frekuensi terjadinya ulkus diabetika yaitu kontrol gula darah yang buruk dan perawatan kaki yang tidak tepat.

Dokumen terkait