• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Pasien di Klinik RUMAT a.Jenis kelamin

METODE PENELITIAN

A. Analisa Univariat

1. Gambaran Karakteristik Pasien di Klinik RUMAT a.Jenis kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda yaitu 1:1.06, jenis kelamin laki-laki-laki-laki lebih sedikit (48.6%) di bandingkan jenis kelamin perempuan (51.4%). Peneliti lain, Osei dkk di Amerika mendapatkan pasien ulkus diabetika dengan perbandingan laki-laki : wanita adalah 1:2.2 dimana wanita lebih dari dua kali lipat.

Hal tersebut dikarenakan perubahan hormonal pada perempuan menopause akan meningkatkan resiko DM tipe 2 dan diikuti pula berbagai komplikasi baik akut maupun kronis, salah satunya neuropati dan angiopati perifer yang dapat mengakibatkan ulkus diabetika (Mayasari, 2012). Perempuan yang telah mengalami menopause, kadar gula darah menjadi tidak terkontrol karena terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron. Hormon-hormon tersebut mempengaruhi bagaimana sel-sel tubuh merespon

insulin. perempuan lebih beresiko menderita DM karena secara fisik memiliki peluang peningkatan BMI lebih besar (Irawan, 2010).

Hasil penelitian lain yang tidak sejalan, seperti Suyono (2006) mendapatkan hasil perbandingan laki : wanita adalah 1.7 : 1 dimana laki-laki lebih banyak dan di Amerika Serikat diperkirakan bahwa laki-laki-laki-laki secara signifikan beresiko lebih tinggi memiliki ulkus diabetika dari pada wanita (Moya J, 2004). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Hastuti bahwa jenis kelamin bukan termasuk ke dalam salah satu faktor terjadinya ulkus diabetika (Hastuti, 2008).

Perbedaaan hasil tersebut diatas kemungkinan disebabkan oleh proporsi responden dan lebih banyak wanita yang melakukan perawatan luka secara rutin di klinik RUMAT, serta menurut pendapat peneliti wanita memiliki kontrol gula darah yang buruk dan jarang melakukan olahraga sehingga lebih mudah terjadi neuropati diabetik yang dapat menyebabkan ulkus diabetika.

b. Usia

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa usia responden terbanyak berada pada rentang usia 51-60 tahun yaitu sebesar 51.4% sedangkan responden yang berada pada rentang usia 61-70 tahun sebesar 22.9%. Hasil penelitian ini sejalan oleh hasil penelitian Hastuti (2008) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia >60 tahun dengan kejadian ulkus diabetika.

WHO menjelaskan bahwa setelah usia 30 tahun kadar glukosa darah puasa akan naik 1-2 mg/dL/tahun dan gula darah 2 jam setelah makan akan naik 5,6

– 13 mg/dL/tahun (WHO, 2000). Waspadji (2006) menegaskan bahwa proses penuaan menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai bawah sehingga lebih mudah terjadi neuropati dan angiopati diabetik yang beresiko tinggi terjadinya ulkus diabetika.

Penelitian lain yang tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yaitu penelitian kasus kontrol di Lowa oleh Robert (2002) yang menunjukkan bahwa usia pasien ulkus diabetika pada usia tua >60 tahun 3 kali lebih banyak dari udia muda <55 tahun. Singh, Armstrong & Lipsky (2005) menjelaskan bahwa usia >60 tahun merupakan faktor resiko ulkus diabetika, karena pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses penuaan sehingga terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin yang menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah kurang optimal dan secara berkelanjutan akan terjadi berbagai komplikasi kronis termasuk ulkus diabetika.

Hasil analisa logistik regresi yang dilakukan oleh Teguh (2005) dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur pasien maka resiko untuk terjadinya neuropati diabetika adalah 1.136 kali lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda (p=0.002). Menurut peneliti perbedaan hasil dalam penelitian ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan pola makan yang dilakukan oleh pasien DM belakangan ini, menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan kondisi

fisik seseorang dapat terjadi pada usia yang lebih muda sehingga rentan untuk terjadinya neuropati diabetik yang kaitannya dengan kejadian ulkus diabetika.

c. Riwayat DM

Riwayat DM dalam analisis dikategorikan menjadi lama DM <10 tahun dan lama DM ≥10 tahun untuk mengetahui faktor resiko terjadinya ulkus diabetika. Proporsi responden yang memiliki lama DM ≥10 tahun sebesar 37.1% sedangkan proporsi responden yang memiliki lama DM < 10 tahun sebesar 62.9%, hasil analisis ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki lama DM < 10 tahun lebih besar dari pada jumlah responden yang memiliki lama DM ≥10 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Boulton (2002) yang menjelaskan bahwa lama menderita DM >5 tahun akan menyebabkan berbagai komplikasi kronis seperti neuropati dan angiopati yang disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tidak terkendali.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini yang mengatakan bahwa lama memiliki DM ≥10 merupakan faktor resiko terjadinya ulkus diabetika dan penelitian yang dilakukan di USA oleh Boyko (1999) pada 749 pasien DM dengan hasil bahwa lama DM ≥10 tahun merupakan faktor resiko terjadi ulkus diabetika (Hastuti, 2008 dan Boyko, 1999). Waspadji (2006) menegaskan bahwa ulkus diabetika terjadi pada pasien DM yang telah mencapai 10 tahun atau lebih.

Apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan atau luka pada kaki pasien DM yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neuropati perifer (Waspadji, 2006). Hal ini diperkuat oleh Frykberb (2002) yang mengatakan bahwa neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah menderita DM, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetika dapat terjadi setelah itu.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan banyak penelitian lain dan teori-teori yang telah diungkapkan diatas, bisa saja dikarenakan perbedaan proporsi responden dan sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kontrol gula darah yang buruk serta tidak melakukan perawatan kaki dengan baik sehingga lebih cepat terjadi neuropati perifer dan berbagai komplikasi lainnya. Selain itu, di Negara berkembang seperti Indonesia penanganan terhadap penyakit kronis belum sebaik di Negara maju, program pencegahan dan pendidikan kesehatan yang diberikan juga belum optimal.

Dokumen terkait