• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN DISKUSI

Dalam dokumen tni-ad (Halaman 30-34)

TRANSFORMASI DOKTRIN TNI AD

ANALISA DAN DISKUSI

Meski Indonesia tidak bisa disamakan dengan China, namun apa yang dilakukan oleh PLA tentunya bisa menjadi inspirasi dalam melakukan perubahan doktrin dalam tubuh TNI. Jika perwira PLA pada awalnya amat sulit untuk meninggalkan dokrin perang rakyat warisan Mao, situasi dalam TNI juga demikian, masih banyak pandangan yang meyakini bahwa perang rakyat, perang dengan mengandalkan peran aktif rakyat sebagai kompensasi lemahnya sistem senjata yang dimiliki diyakini masih valid.14 Keampuhan perang gerilya memang tidak diragukan apalagi gerilya dilakukan dalam konteks perang kemerdekaan, perang revolusi atau perang pembebasan (war of liberation) dari belenggu penjajahan. Rakyat semua bangkit mengangkat senjata dan ikut berjuang dengan tentara reguler maka kombinasi antara semangat untuk merdeka dan strategi gerilya diyakini sebagai key ingredient untuk menang perang adalah benar. Tetapi meski Indonesia pernah sukses mengusir penjajah dengan, salah satunya strategi gerilya, ada baiknya pokok-pokok gerilya yang pernah ditulis oleh Jendral A.H. Nasution untuk diingat yaitu bahwa perang gerilya tidak bisa secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa karena hanya dengan tentara demikianlah yang dapat melakukan ofensif yang dapat menaklukkan musuh.15 Lebih lanjut lagi, Jenderal Nasution mengatakan bahwa gerilya bukan berarti bertempur asal berani-beranian dan sesuka hatinya saja. Hanya menggempur atau menghancurkan musuh. Gerilya memang strategi yang hebat, dapat mengikat dan melemahkan musuh yang berpuluh-puluh kali kekuatannya. Namun pada hakekatnya perang gerilya adalah sama dengan bertahan, dan tidak mampu mengalahkan musuh. Musuh hanya bisa dikalahkan hanya dengan ofensif oleh unit-unit tentara reguler.16 Lalu bagaimana apabila perwira TNI masa kini masih menginginkan bahwa doktrin gerilya masih ingin

dilestarikan dikarenakan masih adanya kelemahan dalam kualitas sistem persenjataan yang ada, sehingga gerilya masih dipandang sebagai solusi murah untuk menutup kelemahan tersebut. Sebetulnya hal ini tampak sebagai ironi, karena para pendahulu yang juga merupakan pelaku perang gerilyapun menyiratkan untuk tetap mengembangkan satuan reguler [baca: konvensional].

Dari gambaran situasi antara China dan Indonesia dapat diambil pelajaran yang berharga tentang bagaimana posisi doktrin perang warisan pendahulu ditempatkan. Doktrin militer tentu tidak bisa disamakan seperti ajaran agama yang tidak bisa dirubah. Di China sendiri terjadi perdebatan antara menghormati doktrin warisan pendahulu yang terbukti sukses dihadapkan dengan situasi modern yang sama sekali sudah berbeda dalam banyak hal. Sejak awal, baik Mao maupun Jenderal Nasution sudah menyadari bahwa perang rakyat dengan strategi gerilya hanya bisa bersifat temporer yang memang pada waktu itu sesuai. Namun keduanya mempunyai visi peperangan di masa mendatang yang sama yaitu keduanya menginginkan generasi mendatang untuk mengembangkan peperangan dalam kondisi dimasa mendatang. Tampak jelas antara Nasution dan Mao sebagai visioner ulung, mereka tidak menginginkan bahwa perang gerilya tetap dipertahankan dalam kondisi modern era dimasa depan. Situasi di Indonesia memang mempunyai banyak kemiripan dengan China pada waktu dipimpin Mao Zedong. Mao mengembangkan kekuatan antara rakyat dan tentara, yang secara berangsur-angsur bergerak dari daerah pedalaman ke kota dengan menggunakan taktik gerilya. Secara gradual perlawanan menjadi membesar dan mengubah balance of power (perimbangan kekuatan). Ini digunakan untuk menutupi kelemahan dalam hal persenjataan guna menghadapi musuh, tentara imperial Jepang yang powerful. Meluasnya perlawanan yang didukung seluruh rakyat ini adalah kunci untuk sukses.17

Namun kini, seperti yang juga dikatakan oleh Letjen Suryo Prabowo, bahwa efektivitas perang gerilya sudah berakhir. Meskipun TNI awalnya merupakan kelompok-kelompok gerilya yang berjuang bersama-sama dengan rakyat mengusir penjajah, namun gerilya dimasa mendatang sudah tidak bisa lagi dilakukan oleh militer konvensional seperti TNI. Hal ini adalah konsekwensi Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan telah meratifikasi aneka hukum internasional, termasuk hukum perang internasional. Status sebagai tentara konvensional yang harus taat kepada hukum perang internasional pada saat perang dengan sendirinya telah menegaskan status konvensional yang inherent kepada TNI.18

Tunduknya TNI terhadap hukum perang internasional yang ditegaskan dalam undang-undang TNI telah mencegah TNI menjadi gerilyawan seperti era perang kemerdekaan. Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi TNI selain mengembangkan kekuatan konvensional karena TNI adalah militer konvensional, sehingga harus dikembangkan dengan kaidah-kaidah konvensional. Perang dengan strategi gerilya dalam konteks perang pembebasan, perang revolusi atau perang kemerdekaan lepas dari cengkeraman kolonial sudah tidak lagi valid sebagai justifikasi untuk tetap mempertahankan doktrin gerilya di era kini. Hal ini dikarenakan adanya introduksi konsep self-determination dalam hukum internasional didalam kurun waktu tidak lama setelah Perang Dunia II usai.19 Dengan demikian era kolonialisme seperti di masa lalu tidak akan ditemui lagi dimasa mendatang. Oleh sebab itu transformasi TNI untuk menjadi militer modern, lepas dari bayangan doktrin gerilya masa lalu, memang suatu keharusan yang harus dilakukan oleh generasi TNI masa kini.

KESIMPULAN.

Sebagai negara terbesar di wilayah Asia Tenggara adalah wajar apabila tujuan pembangunan kekuatan TNI yaitu mencapai dampak deterrence minimal di wilayah regional seperti diisyaratkan dalam Buku Putih Pertahanan 2008, salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah modernisasi sistem senjata. Karena semua militer modern beroperasi berdasarkan apa yang tertuang dalam diktat doktrin, maka bagaimana cara militer dilatih, dilengkapi, diberi tugas, dialokasikan dana, dan banyak pertimbangan lainnya didasarkan atas doktrin operasional militer. Dalam contoh PLA, evolusi doktrin telah melalui setidaknya lima tahap yaitu: Perang Rakyat (1935-1979), Perang Rakyat dibawah Kondisi Modern (1979-1985), Perang Terbatas (1985-1991), dan Perang Terbatas dibawah Kondisi Teknologi Modern (1991-2004). Evolusi tahap akhir yang ingin mereka capai hingga kini adalah PLA mampu berperang dalam “perang terbatas dibawah kondisi informasi dan teknologi tinggi.”20 Telah menunjukkan bahwa PLA mampu melepaskan bayangan doktrin perang rakyat warisan Mao. Di sini terlihat bahwa “software” berupa doktrin amat ditekankan daripada “hardware.” Pelajaran dari peperangan di seluruh dunia telah dipelajari, disesuaikan dangan kondisi modern dan aneka hukum internasional agar tercipta kemampuan militer modern. Dengan kata lain modernisasi membutuhkan profesionalisme yang pada gilirannya memerlukan banyak kemampuan yang dapat diklasifikasikan sebagai software yaitu kekuatan yang terlatih dan terdidik dengan baik, disiplin tinggi, struktur organisasi yang efisien, latihan yang keras,

mampu dideploy dengan cepat, mobilitas tinggi, mampu melaksanakan operasi gabungan, intelijen yang canggih, kodal mumpuni (“total battlefield awareness”), pendidikan militer profesional yang tertata rapi, sistem anggaran yang efisien dan rasional, sistem logistik yang terpadu, serta mempunyai kompleks industri militer yang canggih dan kompetitif. Kesemuanya adalah kunci PLA mentransformasikan dirinya menjadi militer modern yang kelak amat mungkin menyandang sebutan superpower.

Dengan demikian amat layak bagi TNI khususnya TNI AD untuk memetik pelajaran dari apa yang telah di lakukan oleh PLA, meski dengan tujuan akhir yang berbeda. Dalam upaya transformasi dan modernisasi

military hardware yang dilakukan oleh TNI AD, perlu

dibarengi dengan transformasi software yaitu doktrin. TNI-AD perlu mentransformasikan dirinya dari tentara rakyat yang bergerilya untuk merebut kemerdekaan menjadi tentara konvensional modern yang mampu menjaga kemerdekaan yang pernah diraih oleh para pendahulu tanpa harus lagi melakukan gerilya yang melibatkan rakyat nonkombatan yang jelas tidak sesuai dengan status militer konvensional yang ditegaskan dalam undang-undang. Dengan cara demikian maka upaya modernisasi untuk memperoleh dampak

deterrence di wilayah regional akan tercapai sesuai

rencana strategis yang sudah ditetapkan. End Notes.

1. Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, Dephan RI, halaman 65.

2. Sesuai Perpres Nomor 41 tahun 2010 Prioritas pertama perwujudan MEF adalah peningkatan kemampuan mobilitas TNI Angkatan Udara (TNI AU), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Darat (TNI AD) untuk mendukung penyelenggaraan tugas pokok TNI di seluruh wilayah nasional. Prioritas MEF selanjutnya adalah pada peningkatan kemampuan satuan tempur khususnya pasukan pemukul reaksi cepat (striking force) baik satuan di tingkat pusat maupun satuan di wilayah, serta penyiapan pasukan siaga (standby force) terutama untuk penanganan bencana alam serta untuk tugas-tugas misi perdamaian dunia dan keadaan darurat lainnya.

3. People’s Liberation Army (PLA), meskipun menggunakan nama “army” terdiri dari lima cabang angkatan yaitu angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, Korps Artileri II, dan Cadangan.

4. Lihat Hideaki Kaneda, A View from Tokyo; China’s

Growing Military Power and Its Significance for Japan’s National Security, dalam China’s Growing Military Power: Perspectives on Security, Ballistic Missiles, and Conventional Capabilities, diedit oleh Andrew Scobell

dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002, hal 65-66.

5. Lihat Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare,

1795-1989, New York, Routledge, 2001, hal 274-275.

6. Lihat Office of the Secretary of Defense, Annual

Report to Congress, Military and Security Development Involving the People’s Republic of China 2010, US

Departement of Defense, 2010, hal 29.

7. Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987, hal 71-77.

8. Lihat Letjen TNI J. S. Prabowo, TNI Dalam Menyikapi

Perubahan Lingkungan Strategis, Jakarta, Penerbitasn

Internal Terbatas, 2012, hal 25-39. Juga bisa dilihat, Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution

in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic

Studies Institute, 1996.

9. Lihat You Ji, Armed Forces of China, New York, I.B Tauris & Co Ltd, 1999, hal 3.

10. Lihat David Shambaugh, Modernizing China’s

Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley,

University of California Press, 2004, hal 63. Juga lihat Ulric Killion, A Modern Chinese Journey to the West:

Economic Globalization and Dualism, New York, Nova

Science Publisher, 2006, hal 224-225.

11. Mel Gurtov and Byong-Moo Hwang, China’s Security,

the New Roles of the Military, Boulder, Lynne Rienner

Publishers, Inc, 1998, hal 94-95.

12. Mao Tse-tung, On Guerilla Warfare, diterjemahkan oleh Samuel B. Griffith II, Champaign, University of Illinois Press, 1961, hal 8.

13. Lihat selengkapnya, Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, China’s Search for Security, New York, Columbia University Press, 2012, hal 281-282.

14. Lihat Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan

Negara, Penerbit Dephan RI, 2007. Pada halaman79

menyatakan: “Kerangka perang rakyat semesta diwujudkan dalam Perang Gerilya dengan perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sebagai satu kesatuan perjuangan. Perang gerilya dengan perlawanan fisik bersenjata dilaksanakan oleh pertahanan militer sebagai kekuatan inti dan diselenggarakan dalam unit-unit perlawanan dalam satuan kecil dan terbesar [tersebar?] untuk menguras kekuatan lawan sampai akhirnya dapat melancarkan serangan yang menentukan untuk menghancurkan dan mengusir lawan dari bumi Indonesia.” Di halaman 85: “Konsep penangkalan dengan pembalasan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan perang berlarut dengan keunggulan pada perlawanan gerilya yang efektif untuk menguras kekuatan lawan yang unggul teknologi persenjataan sehingga membuatnya frustrasi dan pada akhirnya tidak mampu lagi melanjutkan tindakannya. Indonesia

pada masa perjuangan merebut kemerdekaan berhasil menggunakan strategi penangkalan dengan pola pembalasan dengan memadukan perlawanan secara bersenjata dan perlawanan tanpa senjata dengan taktik perang gerilya...”

15. Kutipan kata-kata Jendral A.H. Nasution dalam buku

Pokok-Pokok Perang Gerilya juga tercantum dalam

hal 112, Himpunan Catatan Tentang Perang Gerilya,

Mao, Nasution, Che, Carlos, & Crabtree, dengan kata

pengantar oleh Letjen TNI J.S Prabowo. 16. Ibid. Lihat sampul belakang.

17. J. L. S. Girling, China People’s War, J.L.Girling,

Oxfordshire, Roudledge, 2005, hal 12.

18. Undang-Undang TNI no. 34/2004 Pasal 7 ayat (2) huruf a yang menyatakan,”. . . melawan kekuatan negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik dengan suatu negara atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang Internasional.

19. Lihat J. S Prabowo, Pokok-Pokok Pikiran Perang

Semesta cetakan ke-2, Jakarta, PPSN, 2012, Kata

Pengantar.

20. David Shambaugh, China’s Military Modernization,

dalam Military Modernization, in an Era of Uncertainty,

diedit oleh Ashley J. Tellis dan Michael Wills, Washington, DC, The National Bureau of Asian Research, 2005, hal 85.

Works Cited.

Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, China’s Search

for Security, New York, Columbia University Press, 2012.

Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution

in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic

Studies Institute, 1996.

Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare,

1795-1989, New York, Routledge, 2001.

David Shambaugh, Modernizing China’s Military,

Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University

of California Press, 2004.

David Shambaugh, Modernizing China’s Military,

Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University

of California Press, 2004

Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan

Negara, Penerbit Dephan RI, 2007.

Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987.

Hideaki Kaneda, A View from Tokyo; China’s Growing

Military Power and Its Significance for Japan’s National Security, dalam China’s Growing Military Power: Perspectives on Security, Ballistic Missiles, and Conventional Capabilities, diedit oleh Andrew Scobell

dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002.

Letjen TNI J. S. Prabowo, TNI Dalam Menyikapi

Perubahan Lingkungan Strategis, Jakarta, Penerbitan

Internal Terbatas, 2012.

Jendral A.H. Nasution dalam buku Pokok-Pokok Perang

Gerilya juga tercantum dalam hal 112, Himpunan Catatan Tentang Perang Gerilya, Mao, Nasution, Che, Carlos, & Crabtree, dengan kata pengantar oleh Letjen

TNI J.S Prabowo.

J. L. S. Girling, China People’s War, J.L.Girling,

Oxfordshire, Roudledge, 2005.

J. S Prabowo, Pokok-Pokok Pikiran Perang Semesta

cetakan ke-2, Jakarta, PPSN, 2012

Mao Tse-tung, On Guerilla Warfare, diterjemahkan oleh Samuel B. Griffith II, Champaign, University of Illinois Press, 1961.

Mel Gurtov and Byong-Moo Hwang, China’s Security,

the New Roles of the Military, Boulder, Lynne Rienner

Publishers, Inc, 1998.

Office of the Secretary of Defense, Annual Report to

Congress, Military and Security Development Involving the People’s Republic of China 2010, US Departement of

Defense, 2010.

Perpres Nomor 41 tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.

Ulric Killion, A Modern Chinese Journey to the West:

Economic Globalization and Dualism, New York, Nova

Science Publisher, 2006.

Undang-Undang Nomor 34/2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.

You Ji, Armed Forces of China, New York, I.B Tauris & Co Ltd, 1999.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

I. Data Pokok.

1. Nama : Joko P. Putranto, M.S.c. 2. Pangkat/NRP : Kolonel Inf/

3. Tempat/Tgl. Lahir : Magelang/2-10-1966 4. Agama : Islam

5. Status : Kawin 6. Sumber Pa/Th : AKABRI/1990 7. Jabatan : Sespri Kasum TNI

II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. AKABRI : 1990 2. Sussarcab Inf : 1991 3. Sussar Para : 1991 4. Suslapa Inf : 2000 4. Seskoad : 2004 B. Dikbangspes. 1. Lat Komando : 1992 2. Sus Gumil : 1993 3. Jump Master : 1995 4. Gultor : 1997 5. Suspa Intel Analis : 1998 6. Sus Bahasa Inggris : 2002 7. Sus Danyon : 2005

III. Riwayat Jabatan. 1. Pama Pussenif

2. Danton Yonif Dam IX/Udy

3. Danton-1Ki C Yon-742 Dam IX/Udy 4. Danton-1/D Yon-742 Dam IX/Udy 5. Pama Kopassus

6. Dan Unit-1/1/1/21 Grup-2 7. Wadantim-2/2/2 Yon-21 Grup-2 8. Dantim-2/2/21 Grup-2

9. Pajas Grup-3 Kopassus 10. Wadanden-512/51 Grup-5 11. Danki-1 Yon-21 Grup-2 12. Kasiops Yon-21 Grup-2/Parako 13. Wadanden-512/51 Grup-5 14. Pasi Intelops Yon-51 Grup-5 15. PS. Kasi-1 Grup-5 Kopassus 16. Wadanyon Ban Sat-81/Gultor 17. Kasi-1 Grup-5 Kopassus

18. Danden Bannik Grup-5 Kopassus 19. Wadanyonban Grup-5 Kopassus 20. Kasi Intel Sat-81/Gultor

21. Pamen Kopassus (Dik Seskoad) 22. PS. Dansatdik Sespes Pusdikpassus 23. PS. Danyonif-134/Tuah Sakti 24. Danyonif-134/TS Rem-031/WB 25. Pabandyalat Sops Dam I/BB 26. Pamen Kodam I/BB (Dik LN) 27. Kaspri Pangdam I/BB

28. Dosen Muda Kardos Seskoad 29. Kasbrigif-17/1 Kostrad 30. Aslog Danjen Kopassus

31. Pamen Mabes TNI (Utk. Sespri Kasum TNI) 32. Sespri Kasum TNI

PENDAHULUAN.

Dalam dokumen tni-ad (Halaman 30-34)