• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TRANSFORMASI DAN PENTAHAPANNYA. Konsep Tranformasi

Dalam dokumen tni-ad (Halaman 37-42)

DARI SURAT KEPUTUSAN BERSAMA (SKB) MENJADI PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK)

KONSEP TRANSFORMASI DAN PENTAHAPANNYA. Konsep Tranformasi

Sebagai langkah persiapan didalam menyusun konsep transformasi pengelolaan anggaran maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, melakukan kajian dan memberikan masukan terhadap konsep revisi SKB Nomor 630/ KMK.06/2004 dan MOU/04/M/XII/2004. Pada saat ini masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kemhan dan TNI. Secara garis besar, ada tiga pendapat yang mengemuka yaitu (1) dari pihak Kemhan menginginkan

melaksanakan revisi SKB dengan penambahan belanja barang khususnya belanja barang operasional, setelah itu, baru melangkah kepada draf DIPA sebagai otorisasi; (2) pihak Mabes TNI menginginkan mengganti SKB menjadi PMK dengan sedikit perubahan rumusan dalam pengelolaan anggaran yaitu ada DIPA Umum dan DIPA Khusus; dan (3) TNI Angkatan Darat pada intinya menginginkan segera diterapkan mekanisme DIPA sebagai otorisasi, kecuali dalam hal-hal khusus yang memang masih perlu diatur di tingkat Kemhan.

Kedua, sebagai antisipasi pelaksanaan transformasi dari SKB menjadi PMK, perlu segera menyiapkan konsep penyempurnaan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diterapkan di lingkungan Kemhan dan TNI dengan mengacu kepada PMK Nomor 171/PMK.05/2007, antara lain mencakup rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKPB; sistem mekanisme pencatatan dan pelaporan secara berjenjang atas utang, piutang, kas dan setara kas, PNBP hasil pemanfaatan aset, dan penyesuaian pencatatan transaksi dana terpusat. Dibidang pengelolaan BMN, mengadakan penatausahaan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi (SIMAK) dan mencatat seluruh aset serta permasalahan-permasalahan yang disampaikan BPK dengan melibatkan Kotama, mengenai pencatatan persediaan dan Alutsista secara intensif dengan tetap mengakomodasikan keunikan proses bisnis dan kodifikasi di lingkungan Kemhan dan TNI khususnya TNI Angkatan Darat.

Ketiga, melakukan koordinasi dengan Kemenkeu cq. Direktur Jenderal (Dirjen) terkait pengelolaan anggaran dan BMN untuk melakukan inventarisasi serta penilaian ulang di seluruh Satker, termasuk menyelaraskan metodologi dan standard penilaian dalam pelaksanaan Inventarisasi Penilaian (IP), serta mempertajam pemahaman atas sistem pencatatan dan pelaporan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian dan penyempurnaan IP. Di lingkungan internal, perlu meningkatkan koordinasi antara KPA dalam hal ini Kasad dengan para Pangkotama dan para Kasatker mengenai rekonsiliasi hasil IP serta memberikan petunjuk dan pedoman yang jelas atas tindak lanjut serta pemanfaatan hasil IP.

Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan transformasi pengelolaan anggaran TNI Angkatan Darat dari SKB menjadi PMK, perlu dilakukan langkah-langkah srategis sebagai berikut:

Pertama, penataan kembali struktur organisasi yang ada saat ini, diarahkan agar dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan. Seperti telah disinggung sebelumnya, keberadaan Satker di lingkungan TNI Angkatan Darat cukup banyak

dan tersebar sampai ke tingkat daerah, perlu segera ditata ulang sesuai dengan kebutuhan. Demikian juga penataan Banggar sebagai fungsi anggaran dan Baku yang melaksanakan fungsi pembiayaan perlu segera divalidasi karena sebagian besar kewenangannya sudah beralih ke Kemenkeu. Disamping itu, penataan gelar Satker dan Baku (Pekas) perlu mendapat perhatian guna memudahkan koordinasi utamanya didalam melaksanakan kegiatan rekonsosiliasi antara bidang anggaran dan keuangan.

Kedua, pembentukan Satker yang akan ditunjuk sebagai pemegang DIPA yang nantinya harus menyajikan LK. Jumlah Satker yang ada pada saat ini sebanyak 604 buah, sedangkan konsep yang diajukan sebanyak 466 buah. Jumlah ini diharapkan mampu menyelenggarakan pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien dan dapat memenuhi kebutuhan satuan.

Ketiga, menginventarisasi pengelompokan anggaran sesuai Sumber Anggaran (SA), Jenis Dana (JD) dan Belanja, serta akun yang akan didistribusikan kepada satuan pemegang DIPA sekaligus selaku KPA.

Keempat, membuat piranti lunak yang mengatur tentang tugas-tugas dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan; dan Kelima, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang pengelolaan anggaran maupun pembiayaan melalui pendidikan dan latihan baik formal maupun informal. PENTAHAPAN TRANFORMASI.

Agar transformasi pengelolaan anggaran dari SKB manjadi PMK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu ditetapkan adanya masa transisi dengan pentahapan sebagai berikut:

Pertama, Masa Transisi-I. Seperti telah diuraikan di atas, pada pasca terbitnya Kepres Nomor 42 Tahun 2002 yang ditandai dengan ditandatanganinya SKB, maka ditetapkan tata cara pelaksanaan anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain di lingkungan Kemhan dan TNI. Pada masa ini penyaluran anggaran ditentukan sebagai berikut Belanja Pegawai khususnya gaji dilayani langsung oleh KPPN Wilayah dimana satuan berada, dan Belanja Pegawai (selain gaji), Belanja Barang, dan Belanja Modal masih dikelola oleh Kemhan dan TNI, dimana penyalurannya tetap menggunakan mekanisme penerbitan otorisasi.

Pada masa transisi-I ini, sebagai tahap pertama terdapat 35 Jenis (belanja gaji) yang dikelola langsung oleh Kemenkeu dalam hal ini. KPPN adalah Belanja Gaji Pokok PNS TNI, Belanja Pembulatan Gaji PNS TNI, Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS TNI, Tunjangan Anak PNS TNI, Belanja Tunjangan Struktural PNS TNI, Belanja

Tunjangan Fungsional PNS TNI, Belanja Tunjangan PPh PNS TNI, Belanja Tunjangan Beras PNS TNI, Belanja Uang Makan PNS TNI, Belanja Tunjangan Daerah Terpencil/ Sangat Terpencil PNS TNI, Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS TNI, Belanja Tunjangan Medis PNS TNI, Belanja Tunjangan Umum PNS TNI, Belanja Tunjangan Kompensasi Kerja Bidang Persandian PNS TNI, Belanja Gaji Pokok TNI, Belanja Pembulatan Gaji TNI, Belanja Tunjangan Suami/Istri TNI, Belanja Tunjangan Anak TNI, Belanja Tunjangan Struktural TNI, Belanja Tunjangan Fungsional TNI, Belanja Tunjangan PPh TNI, Belanja Tunjangan Beras TNI, Belanja Tunjangan Lauk Pauk TNI, Belanja Tunjangan Kowan TNI, Belanja Tunjangan Babinkamtibmas TNI, Belanja Tunjangan Khusus Papua untuk TNI, Belanja Tunjangan Kompensasi Kerja Bidang Persandian TNI, Belanja Tunjangan Operasi Pengamanan pada Pulau Terluar dan Wilayah Perbatasan TNI, Belanja Tunjangan Medis TNI, Belanja Tunjangan lain-lain termasuk Uang Duka TNI, Belanja Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil TNI, Belanja Tunjangan Umum TNI, Belanja Tunjangan Pegawai Transito, Belanja Pegawai Transito, Belanja Uang Lembur, dan Belanja Vakasi.

Masa transisi-I ini, secara umum dapat berjalan dengan baik, namun dalam hal pengendalian dan pengawasan ada kelemahan karena hanya dilakukan oleh Satker dan Badan Keuangan (Baku) tingkat IV Pekas. Satuan diatasnya tidak melaksanakannya karena tidak mendapat tembusan arsip (arsip pertanggungjawaban/ Wabku gaji hanya berada di Satker dan Pekas). Hal ini menyebabkan pengendalian maupun fungsi pengawasan internal (Itjenad) tidak berjalan secara maksimal.

Kedua, Masa Transisi-II. Setelah lebih dari 10 (sepuluh) tahun berjalannya masa transisi-I, maka sudah waktunya diadakan evaluasi atau revisi. Namun, melihat beberapa kekhususan seperti (1) terdapat 5 Unit Organisasi (UO) yang mengelola anggaran yaitu: UO Kemhan, UO Mabes TNI, UO TNI AD, UO TNI AL, dan UO TNI AU); (2) jalur komando yang dianut dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah; dan (3) kebutuhan pemenuhan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang mempunyai spesifikasi khusus, dan lain sebagainya, maka perlu persiapan-persiapan khusus sebelum melangkah kepada DIPA sebagai otorisasi.

Pada masa transisi-II ini, dalam rangka pengendalian program seperti telah disinggung sebelumnya, Mabes TNI mengusulkan sebuah konsep dengan sedikit perubahan yaitu pola pelaksanaan pengelolaan anggaran melalui dua cara yaitu “DIPA Umum” dan “DIPA Khusus”. DIPA Umum adalah DIPA yang program kegiatannya dilaksanakan langsung oleh Satker yang ditunjuk pada DIPA, dan mereka

berhubungan langsung dengan KPPN sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan, DIPA khusus adalah DIPA yang program kegiatannya dilaksanakan berdasarkan perintah Menhan, Panglima TNI dan Kas Angkatan secara berjenjang. Dalam hal pembiayaan, untuk DIPA Umum masing-masing Satker berhubungan langsung dengan KPPN dengan mekanisme sebagaimana yang berlaku di kementerian/lembaga lain. Sedangkan, DIPA Khusus dibiayai dengan penyaluran dana dari KPPN berupa Uang Persediaan (UP) kepada Kapusku Kemhan. Selanjutnya disalurkan dengan mekanisme penyaluran dana dengan Nota Pemindah Bukuan (NPB).

Sehubungan dengan itu, Kemhan telah menyusun konsep dengan menambahkan beberapa jenis belanja untuk dimasukkan kedalam DIPA Umum yaitu Belanja Barang Operasional yang dapat disalurkan langsung kepada Satker seperti Belanja Keperluan Perkantoran, Belanja Pengadaan Bahan makanan, Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh, Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat, Honor Opersional Satuan Kerja, Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya, Belanja Jasa Profesi, Belanja Jasa Lainnya, dan Belanja Peralatan dan Mesin untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda.

Ketiga, Transformasi Pengelolaan Anggaran

dari SKB menjadi PMK (DIPA sebagai otorisasi). DIPA

sebagai otorisasi artinya didalam penyaluran anggaran tidak perlu lagi melalui penerbitan otorisasi (KOM/ KOP), melainkan DIPA disalurkan secara langsung ke masing-masing Satker, pendanaannya dilayani oleh KPPN wilayah. Satuan-satuan penerima DIPA ditetapkan menjadi 5 UO (seperti telah diuraikan di atas). Pentahapannya dapat dimulai dari DIPA sebagai Otorisasi secara terbatas, yaitu tidak semua jenis belanja diberlakukan DIPA sebagai otorisasi, melainkan masih ada belanja yang tetap menggunakan mekanisme penyaluran melalui penerbitan otorisasi seperti Belanja Modal khususnya untuk pengadaan Alutsista, dan belanja yang lainnya yang dianggap perlu. Setelah

itu dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012) tentang kekhususan-kekhususan didalam pengadaan Alutsista, maka DIPA sebagai otorisasi secara penuh dapat mulai diterapkan. DAMPAK TRANFORMASI.

Tranformasi pengelolaan anggaran seperti diuraikan di atas, sudah tentu akan berdampak pada beberapa hal seperti organisasi, piranti lunak, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang perlu segera disesuaikan.

Dibidang Organisasi.

Pelaksanaan pengelolaan anggaran Angkatan Darat dengan pola penyaluran anggaran DIPA sebagai Otorisasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, maka akan memangkas organisasi yang ada sekarang ini, paling tidak pada organisasi yang berkaitan dengan penerbitan otorisasi dan pendanaan. Misalnya, fungsi dibidang pelaksanaan anggaran yang berada di Mabes TNI AD, Kotama/Balakpus harus divalidasi, demikian juga bagian yang menangani bidang pendanaan yang diemban oleh Seksi Anggaran dan Pembiayaan (Garbia) di Baku I sampai dengan Baku IV (dengan pola DIPA sebagai otorisasi semuanya langsung ditangani oleh KPPN). Demikian juga, gelar Satker dan gelar Baku harus ditata ulang disesuaikan dengan kebutuhan Satker guna memudahkan koordinasi dalam penyusunan LK.

Dibidang Piranti Lunak.

Piranti lunak yang telah ada seperti Peraturan Menteri (Permen), Buku Petunjuk Pembinaan (Bujukbin), Buku Petunjuk Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknik (Bujuknik) yang mengatur tentang bidang perencaan dan anggaran serta pendanaan/ pembiayaan yang telah dikuasai dan diaplikasikan dengan baik di jajaran Banggar maupun Baku harus segera divalidasi. Hal ini, tentu akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyusun piranti lunak yang dibutuhkan, mengingat banyaknya piranti lunak yang harus divalidasi. Termasuk juga waktu untuk menyosialisasikan piranti lunak yang baru disusun. Dibidang Sumber Daya Manusia (SDM).

Dengan adanya kebijakan baru yang berdampak kepada perubahan organisasi dan revisi piranti lunak, maka secara tidak langsung akan berdampak kepada SDM yang mengawaki organisasi maupun yang menerapkan piranti lunak tersebut. Karena itu, perlu mendapat perhatian melalui pembinaan SDM dalam

rangka mewujudkan Good Governance dan Clean

Government. Dalam kontek ini, Kemhan dan TNI telah

menyikapinya dengan komitmen pengelolaan dan penyelenggaraan program pemerintah yang bersih dan transparan melalui kerja sama dengan BPKP, BPK RI, Kemenkeu dan Bappenas dengan mengadakan pendidikan dan latihan seperti kursus perencanaan, keuangan, pengadaan dan auditor ahli yang diselenggarakan oleh Kemhan diikuti oleh personel pengelola anggaran dan pembiayaan. Dengan demikian, semua instansi yang mengawaki bidang pengelolaan anggaran dan pembiayaan mempunyai pandangan, persepsi dan standard kompetensi yang memadai. PENUTUP.

Kesimpulan.

Pertama, transformasi penglolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Kedua, perlu dilakukan langkah-langkah persiapan sebelum transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi secara penuh) dilakukan seperti penataan organisasi, piranti lunak dan penyiapan SDM yang memiliki kompetensi dibidangnya.

Ketiga, belum ada kesepakatan antara Kemenkeu, Kemhan dan TNI dalam pemilihan bentuk transformasi, apakah dengan merevisi SKB atau membuat PMK atau yang lainnya.

Saran.

Pertama, pengelolaan anggaran DIPA sebagai otorisasi menuntut setiap Satker penerima DIPA wajib menyampaikan Laporan Keuangan (LK), karena itu gelar Satker dan jumlahnya hendaknya menyesuaikan dengan gelar badan keuangan (Pekas) agar rekonsiliasi laporan antara bidang anggaran dan pembiayaan dapat dilaksanakan dengan baik.

Kedua, sebagai jalan tengah, pilihan bentuk transformasi pengelolaan anggaran disarankan menggunakan Peraturan Menteri Bersama (PMB) antara Kemenkeu dengan Kemhan. Hal ini perlu segera diputuskan di level pimpinan Kemhan dan TNI serta Kemenkeu agar segera dapat ditindaklanjuti di tingkat pelaksana.

End Notes.

1. Ditjen Renumgar adalah singkatan dari Direktorat Perencanaan Umum dan Anggaran yang berkedudukan di bawah Departemen Pertahan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Dephankam/ABRI).

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

I. Data Pokok.

1. Nama : DR. I Nengah Kastika, S.H., M.H. 2. Pangkat : Brigjen TNI

3. Tmp/Tgl. Lahir : Bali/16-07-1956 4. Agama : HIndu

5. Status : Kawin

6. Sumber Pa/Th : Sepa PK/Sejenis/1982 7. Jabatan : Irku Itjen Kemhan RI II. Riwayat Pendidikan Militer.

A. Dikbangum. 1. Sepamilwa : 1981 2. Sekalihpa : 1989 3. Suslapa Ku : 1993 4. Seskoad : 1997 B. Dikbangspes. 1. Suspabewan Hankam : 1982 2. Suspabuk Hankam : 1988 3. Susfungren Hankam : 1994 4. Suspadnas Hankam : 1999 5. Susjemen Hankam : 2000 6. Suskatjemen Hankam : 2000 7. Diksar Para : 2001

III. Riwayat Jabatan.

1. Paurbia Kudam III/Slw 2. Pekas Yon Arhanudse-13

3. Pekas Kodim Kepri 4. Kaursil Pekas Gab-7 5. Pekas Kodim Agam

6. Pekas Korem-031/Wrb 7. Kasiev Bagrik Ditkuad

8. Kabag Wasbannis Ditkuad

9. Pamen Ditkuad (Dik Seskoad) 10. Pekas Gabpus-8/Ditkuad

11. Kaku Kopassus 12. Kakudam IX/Udy 13. Kakudam V/Brw

14. Danpusdikku Kodiklatad 15. Paban IV/Lakgar Srenad 16. Irku Itjen Kemhan RI 2. Pasal 56 Ayat (1) Kepres Nomor 42 Tahun 2002

tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

3. Jumlah Satker di lingkungan TNI Angkatan Darat lebih kurang 604 buah, jumlah yang cukup besar.

4. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap LK Kemhan/TNI diberikan oleh BPK RI lima kali berturut-turut sejak tahun 2007 hingga tahun 2011.

5. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cetakan ke. 2, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hal1209. 6. Surat Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor : Skep/1590/XII/2003 tanggal 1 Desember 2003 tentang Petunjuk Pembinaan Keuangan di Lingkungan Dephan dan TNI.

7. Untuk lebih jelasnya secara rinci dapat dilihat pada surat BPK Nomor 54/SIII-VIV.1/06/2012 tanggal 5 Juni 2012 tentang Hasil Pemeriksaan atas LK Kemhan Tahun 2011.

Referensi:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara.

3. Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Nelanja Negara (APBN).

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).

7. Keppres Nomor 42 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

8. Petunjuk Pembinaan Keuangan di Lingkungan Dephan dan TNI.

9. SKB Nomor 630/KMK.06/2004 dan MOU/04/M/ XII/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-Lain.

10. Draf SKB Menkeu dan Menhan Nomor: .../ KMK.../2012, MOU/.../M/..../2012 tentang Perubahan atas SKB Menkeu dan Menhan Nomor: 630/ KMK.06/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain di Lingkungan Dephan dan TNI.

PENDAHULUAN.

P

embinaan personel merupakan bagian integral dari sistem pembinaan TNI Angkatan Darat secara keseluruhan, diarahkan untuk memeroleh kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai dalam mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat. Sebagai unsur utama yang mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat, setiap prajurit dituntut untuk memiliki kemampuan

mengemban tugas serta senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga selalu siap dan mampu melaksanakan tugas.

Pembinaan personel tidak terlepas dengan penerapan kebijakan Zero Growth of Personnel (ZGP)

dan Right Sizing dalam kerangka Minimum Essential Force (MEF), dimana peningkatan kemampuan

anggaran pertahanan diprioritaskan pada peningkatan Alutsista. Anggaran pertahanan negara tidak hanya terserap untuk anggaran rutin, tetapi dapat didayagunakan untuk penambahan dan pemeliharaan Alutsista sesuai dengan hakikat ancaman yang dihadapi.

Sejalan dengan kebijakan tercapainya Minimum

Essential Force (MEF) dengan sasaran tingkat kekuatan

yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis, maka pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel. Transformasi bidang personel pada hakikatnya merupakan perubahan konsep pembinaan personel, namun tetap dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel. Pembinaan personel Angkatan Darat selama ini telah berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, namun demikian kegiatan tersebut perlu ditingkatkan secara optimal untuk memperoleh kualitas prajurit yang diharapkan. Dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan tugas kedepan, Angkatan Darat perlu melaksanakan transformasi dalam pembinaan personel, sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas.

Dalam dokumen tni-ad (Halaman 37-42)