• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

KERANGKA TEORI

2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan

2.3.4 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975:39) mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel:

1. Ukuran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui

dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan, Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsure yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijaka yakni:

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses dalam badan-badan pelaksana

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota legislative dan eksekutif)

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan”

4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

5. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adlah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderunanpara pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan

kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang dapat dislesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga Negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan di mobilisasi untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program. 6. Kecenderungan (disposition) dari para pelaksana/impelemntor

Sikap penerimaan atau penolaan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down)

yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

2.4. Perizinan

Perizinan atau izin merupakan salah satu instrument hukum administrasi Negara yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Meskipun Syahran Basah mengakui betapa sulitnya memberikan defenisi perihal tetapi kata kunci yang dapat menjadi pegangan dari pada izin menurut hemat penulis, bahwa pada dasarnya perbuatan itu berangkat memang pada dasarnya dibolehkan oleh sesutau ketentuan hukum. Di bawah ini dikutip beberapa defenisi perizinan dari beberapa ahli diantaranya:

1. Utrecht, Perizinan adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih jua memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

2. Prins, Perizinan adalah pada izin memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan syarat atau bebas dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas.

3. Ateng Syarifuddin,Perizinan adalah bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh atau als opheffing van een algemen

verbodsregel in het concrete geval (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum

dalam peristiwa konkret).

4. Bagir Manan mengatakan Perizinan adalah bahwa izin dalam arti luas, suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

5. N.M Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Perizinan adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-perundangan.

Jenis perizinan dapat dibagi berdasarkan sifanya diantaranya terbagai dalam beberapa bagian: Izin yang bersifat bebas adalah izin yang sebagai KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin. Izin bersifat terikat adalah izin sebagai KTUN yang penerbitannya terikat pada aturan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya. Misalnya Izin Memdirikan Bangunan, izin HO (gangguan), izin usaha industri.

Perizinan yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan, misalnya SIM. SIUP, SITU.

Izin yang bersifat memberatkan merupakan izin yang isinya mengandung unsur-unsur yang memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya. Misalnya Perizinan pendirian perusahaan.

Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya bersifat pendek, misalnya izin mendirikan bangunan yng hanya berlaku pada saat bangunan didirikan dan berakhir pada saat bangunan selesai didirikan.

Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama, misalnya izin usaha industri dan izin yang berhubungan dengan lingkungan.

kulitas pribadi dan pemohon izin, misalnya izin mengemudi.

Izin yang bersifat kebendaan adalah izin yang tergantung pada sifat dan objek izin misalnya izin HO (Hinderordonnantie atau izin gangguan), SITU (Surat Izin Tempat Usaha).

Pembedaan antara izin yang bersifat pribadi dan kebendaan adalah penting karena hal itu menyangkut kemungkinan mengalihkannya kepada pihak lain, izin yang bersifat pribadi jelas tidak dapat dialihkan kepada lain mislanya SIM. Sedangkan yang dapat dialihkan kepada pihak lain misalnya jika terjadi penjualan perusahaaan maka izin HO-nya dapat saja secara otomatis beralih pada pihak lain dengan syarat nama perusahaan tidak berubah.

2.5.2 Perizinan yang ada di DPMPTSP Kota Medan

Dokumen terkait