• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas musholla meliputi faktor kepemimpinan, proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Kapasitas musholla tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor internal berupa fasilitas musholla, pengurus, dukungan jamaah, dan kegiatan musholla. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kerjasama dan dukungan dari pihak luar. Musholla mempunyai potensi yang meliputi faktor-faktor sekaligus kondisi riil Musholla Khoirus Subban yang dapat dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah Musholla Khoirus Subban. Potensi tersebut dapat disimpulkan melalui analisa kapasitas musholla tersebut.

Analisa kapasitas musholla tersebut dilakukan bersama-sama antara penulis dengan tujuh orang jamaah melalui FGD pertama, dua puluh tiga orang jamaah dalam FGD kedua dan berdasarkan wawancara mendalam. Analisa dilakukan dengan menggunakan alat analisis SWOT.

Kekuatan (Strength)

Kekuatan (strength) merupakan faktor-faktor yang oleh jamaah menjadi kekuatan internal musholla yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan kesejahteraan jamaah. Kekuatan tersebut adalah adanya modal manusia berupa kepemimpinan yang cocok dengan jamaah, proses perencanaan program, semangat kerja, dan kinerja dari pengurus musholla. Faktor lainnya adalah adanya modal finansial berupa adanya sumber dana tetap, adanya modal fisik berupa sarana dan prasarana, serta modal sosial berupa solidaritas seagama.

Kepemimpinan dinilai sebagai kekuatan yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban karena dengan kepemimpinan yang cocok tersebut bisa menjadi lebih efektifnya pelaksanaan sebuah program. Demikian juga halnya dengan proses penyusunan program yang demokratis dan aspiratif . Inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan, sedangkan proses perencanaan program melibatkan pengambilan keputusan juga, sehingga kepemimpinan memiliki keterkaitan atau dapat tergambar dari proses perencanaan program. Kepemimpinan yang dilakukan oleh pengurus dalam kelembagaan musholla Khoirus Subban dirasakan cocok oleh jamaah

musholla lainnya. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis dengan melibatkan jamaah lainnya dalam pengambilan keputusan akhir. Keputusan awal diambil oleh pengurus secara internal dengan tetap memperhatikan aspirasi jamaah dengan pertimbangan efisiensi, sehingga proses pengambilan keputusan akhir tidak berlarut-larut. Demikian juga halnya dalam proses penyusunan program maupun kegiatan, sebagian besar dilakukan melalui dua mekanisme tersebut. Kegiatan yang aspiratif dapat secara jelas terlihat dalam rehab musholla, dimana gagasan awal rehab berasal dari jamaah.

Pengurus Musholla Khoirus Subban baru dibentuk Tahun 2005 yang lalu, namun telah mampu melaksanakan rehab musholla yang secara fisik membuktikan kinerja pengurus . Oleh karena itu jamaah menilai kinerja pengurus masih baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bu Hh (55 th) berikut : ”Pengurus sakniki ketingal kerjane. Langgare saged sae. Lha dibandingke wingi-wingi langgar ora keurus”. (artinya: pengurus sekarang kelihatan kerjanya. Musholla bisa bagus. Lha dibandingkan kemarin- kemarin musholla tidak terurus.)

Kinerja yang baik tersebut menimbulkan kepercayaan dari jamaah lainnya kepada pengurus, sehingga menjadi modal yang dapat mendukung terlaksananya program yang direncanakan. Kinerja pengurus tersebut dilandasi oleh semangat dari pengurus itu sendiri dalam melaksanakan program, apalagi kepengurusan belum lama dibentuk. Semangat tersebut dinilai merupakan salah satu faktor juga yang menciptakan modal manusia dalam rangka pelaksanaan program kesejahteraan secara lebih komprehensif.

Adanya sumber dana tetap juga menjadi kekuatan bagi Musholla Khoirus Subban. Sumber dana tetap yang berasal dari wakaf dan donatur tetap tersebut merupakan modal finansial yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban dalam menunjang program-program yang direncanakan, apalagi dengan adanya sumber dana tidak tetap, seperti kotak amal (kencleng), maupun penarikan iuran insidental baik kepada jamaah Musholla Khoirus Subban maupun jamaah musholla lain seperti yang terjadi pada rehab musholla. Adanya sumber dana tersebut menjadikan pengeluaran- pengeluaran finansial dapat didanai, sehingga program maupun kegiatan dapat dilaksanakan.

Rehab Musholla Khoirus Subban menjadikan musholla tersebut lebih bagus dari pada sebelumnya, dan musholla tersebut mudah diakses oleh jamaahnya, sehingga dari

sudut sarana dan prasarana menjadi kekuatan bagi Musholla Khoirus Subban. Adanya musholla tersebut menjadikan terlaksananya keiatan-kegiatan keagamaan yang telah diprogramkan. Musholla pun menjadi wadah berkumpulnya jamaah dalam melaksanakan suatu kegiatan, sehingga program kesejahteraan pun diharapkan lebih terlaksana dengan adanya sarana dan prasarana tersebut sebagai sebuah modal fisik.

Modal sosial yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban adalah adanya solidaritas seagama dalam diri jamaah. Solidaritas tersebut memunculkan kemauan untuk kerjasama dan bergotong royong. Salah satu contoh bukti nyata dari kerjasama dan gotong royong tersebut adalah terlaksananya kegiatan rehab musholla, dimana jamaah mau berkorban baik materi maupun non materi untuk merehab musholla. Mempunyai musholla yang baik diinginkan oleh semua jamaah . Keinginan jamaah untuk memiliki musholla yang lebih baik dari sebelumnya juga merupakan bentuk rasa keagamaan dari jamaah. Adanya modal sosial tersebut menkjadikan program peningkatan kesejahteraan yang memang membutuhkan kerjasama (khususnya antar jamaah) tersebut dapat terlaksana lebih optimal,

Kelemahan (Weakness)

Kelemahan merupakan hal-hal dari dalam diri kelembagaan musholla yang dapat menghambat terlaksananya program-program untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah. Hal-hal dari dalam diri musholla tersebut dapat berasal dari pengurus, jamaah lainnya, maupun fisik musholla. Kelemahan Musholla Khoirus Subban pada dasarnya terletak pada kurangnya sumber daya manusia berupa kurangnya pengetahuan dan pengalaman jamaah (baik pengurus maupun bukan pengurus) tentang fungsi musholla secara komprehensif. Kelemahan tersebut berderivasi terjadinya kekurangan partisipasi jamaah dalam mengikuti kegiatan rutin, kurangnya keteladanan, alokasi sumber daya yang kurang tepat, sikap jamaah yang menganggap tidak lazim terhadap fungsi musholla tersebut serta kurangnya kerjasama dengan pihak luar, dan dapat menghambat program-program untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah melalui musholla. Kelemahan-kelemahan tersebut berimbas pada kurang optimalnya peran musholla bagi kesejahteraan jamaah, serta tergambar dalam program-program yang selama ini kurang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan jamaah.

Kurangnya partisipasi dari jamaah dalam pelaksanaan kegiatan rutin merupakan hal yang secara menonjol merupakan kelemahan dari Musholla Khoirus Subban. Berkumpulnya jamaah secara rutin di musholla sangat diperlukan guna mentransfer nilai-nilai untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satu contohnya adalah untuk memberikan penmahaman agama secara lebih komprehensif. Kurangnya partisipasi jamaah dalam kegiatan rutin menjadikan rencana program dan kegiatan peningkatan kesejahteraan menjadi kurang optimal. Jamaah secara aktif berpartisipasi di luar kegiatan rutin, dan transfer nilai memang bisa dilakukan melalui kegiatan tidak rutin tersebut, namun hasilnya tentu kurang optimal jika dibandingkan dengan transfer nilai dengan frekuensi lebih sering. Kurangnya partisipasi jamaah dalam kegiatan rutin tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran jamaah akan pentingnya kegiatan tersebut. Upaya untuk meningkatkan kesadaran jamaah belum dilakukan secara khusus, pengurus hanya berharap dari pengajian rutin selasa malam dan pengajian dalam peringatan hari besar Islam .

Aspek yang selanjutnya dianggap lemah adalah keteladanan. Kurangnya keteladanan disini karena pengurus musholla sendiri belum sepenuhnya melaksanakan sholat berjamaah dan mengikuti pengajian rutin di musholla, lebih-lebih dalam pelaksanaan agama secara komprehensif. Jamaah sangat memerlukan keteladanan, terutama dalam hal pelaksanaan ajaran agama secara lebih komprehensif. Aspek keteladanan yang kurang dapat menghambat pelaksanaan program karena menyebabkan kurangnya motivasi dari jamaah untuk melaksanakan program tersebut.

Alokasi sumber daya yang dimiliki oleh Musholla Khoirus Subban selama ini lebih banyak pada kegiatan-kegiatan seremonial, terutama peringatan hari besar Islam. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Di samping itu, sumber daya juga banyak dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan fisik, sedangkan kegiatan ekonomi produktif dan bersifat pelatihan dirasakan kurang oleh jamaah. Jika alokasi sumber daya yang ada tidak diarahkan kepada kesejahteraan secara lebih komprehensif, maka program tersebut tentu saja menjadi sulit untuk dilaksanakan, sehingga dibutuhkan kesadaran tentang alokasi sumber daya ke arah ini.

Kurangnya pemahaman jamaah tentang fungsi musholla secara komprehensif menimbulkan sikap menganggap tidak lazim apabila musholla melakukan kegiatan- kegiatan kesejahteraan. Sikap menganggap tidak lazim tersebut dibarengi pula dengan ketidak tahuan tentang bagaimana pengurusan musholla untuk meningkatkan

kesejahteraan jamaah. Sikap ini sangat berpengaruh pada terlaksananya program atau kegiatan-kegiatan kesejahteraan. Jamaah dapat menjadi kurang bersemangat dalam melaksanakan program atau kegiatan tersebut.

Kerjasama antar Musholla Khoirus Subban dengan pihak luar dinilai oleh jamaah memang sangat kurang. Kerjasama selama ini hanya bersifat insidental dan hanya bersifat charity yang tidak terorganisir, seperti meminta bantuan dari jamaah musholla lain pada pelaksanaan rehab musholla. Kerjasama secara lebih terorganisir dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan belum dilaksanakan. Kurangnya kerjasama tersebut menyebabkan pelaksanaan program untuk meningkatkan kesejahteraan terasa lebih berat, padahal dengan adanya kerjasama maka musholla akan diuntungkan.

Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan yang dimaksud adalah faktor-faktor di luar musholla yang menjadi peluang bagi peningkatan kapasitas musholla dalam rangka meningkatkan kesejahteraan jamaah. Kesempatan tersebut berupa adanya stakeholders yang dapat diajak bekerja sama oleh musholla dalam melaksanakan program-program kesejahteraan. Stakeholders yang ada antara lain partai-partai, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi massa Islam, masjid, dan jamaah musholla lain. Stakeholders tersebut dapat diajak kerjasama karena memiliki kepentingan terhadap jamaah musholla. Kerjasama musholla dengan pihak-pihak tersebut akan menguntungkan musholla karena kegiatan atau program kesejahteraan akan lebih ringan dilaksanakan dengan dukungan pihak-pihak luar tersebut.

Partai-partai memang merupakan sebuah organisasi politik, namun justru dari segi politiknya tersebut partai-partai memiliki kepentingan dengan musholla. Partai membutuhkan suara dukungan (konstituen), untuk mendapatkan konstituen tersebut maka partai harus mampu menarik hati masyarakat agar mendukungnya. Salah satu cara untuk menarik hati masyarakat adalah dengan berkarya nyata membantu masyarakat. Oleh karena itu, partai-partai merupakan peluang untuk diajak kerjasama bagi Musholla Khoirus Subban dalam rangka meningkatkan kesejahteraan jamaah. Peran partai dalam kerjasam bisa mencakup materi dan non materi, tergantung kemampuan partai tersebut. Partai bisa saja memberikan bantuan dana, bantuan tenaga, maupun pikiran dalam kerjasama tersebut.

LSM, dan organisasi massa Islam juga berpeluang untuk diajak kerjasama oleh musholla dalam meningkatkan kesejahteraan jamaah. LSM yang mempunyai kepentingan tentu saja LSM yang bergerak di bidang tersebut, seperti LSM yang bergerak dibidang pendidikan, sosial, maupun religi. Organisasi massa (ormas) Islam terlebih lagi, karena musholla merupakan tempat melaksanakan ibadah yang berkaitan erat dengan ormas Islam tersebut. LSM dan ormas Islam dapat berperan dalam memberikan bantuan dana, namun kemungkinan akan lebih banyak memberikan bantuan tenaga pendamping dan pelatih untuk lebih mengembangkan kegiatan kesejahteraan musholla.

Masjid merupakan pihak luar yang sangat erat hubungannya dengan musholla. Masjid dan musholla mempunyai fungsi yang hampir sama, hanya saja masjid digunakan untuk melakukan sholat Jum’at dan sholat-sholat jamaah berskala besar seperti sholat Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga secara fisik masjid pun cenderung lebih besar dari pada musholla. Masjid bisa menjadi penghubung antara musholla yang satu dengan musholla yang lain, karena di masjid itu secara berkala jamaah-jamaah dari musholla-musholla berkumpul. Masjid juga bisa menjadi pendamping dalam pengembangan musholla secara komprehensif.

Jamaah musholla lain merupakan pihak luar yang paling erat hubungannya dengan Musholla Khoirus Subban, oleh karena itu peluang kerjasama lebih lebar dibandingkan dengan pihak luar lainnya. Jamaah musholla lain mempunyai kepentingan yang sama terhadap Musholla Khoirus Subban dengan kepentingan jamaah dengan mushollanya. Kerjasama dengan jamaah musholla lain dapat memperluas sasaran dan lebih meramaikan program atau kegiatan kesejahteraan. Dukungan dana pun dapat diperoleh dari jamaah musholla lain tersebut, seperti yang terjadi pada rehab Musholla Khoirus Subban.

Ancaman (Threat)

Ancaman (threat) yang dihadapi oleh Musholla Khoirus Subban adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap musholla, baik pemerintah desa, pemerintah kecamatan, maupun pemerintah kabupaten. Kurangnya perhatian tersebut lebih khusus berkaitan dengan fungsi musholla yang sebenarnya. Adanya arus sekularisasi juga

merupakan ancaman yang dapat mengancam upaya peningkatan kesejahteraan jamaah melalui musholla.

Pemerintah dinilai jamaah kurang perhatian terhadap kegiatan-kegiatan musholla. Pemerintah desa pun hanya berperan sampai tataran masjid dengan kepala desa menjadi pelindung dalam struktur organisasi masjid. Perhatian pemerintah memang tidak harus dalam bentuk struktur tersebut, namun kebijakan-kebijakannya belum ada yang memperhatikan musholla. Contoh kebijakan yang memperhatikan musholla misalnya dengan mengatur pembinaan musholla oleh masjid setempat. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum dirasakan oleh musholla, Musholla Khoirus Subban khususnya hanya menerima bantuan yang bersifat insidental karena telah mengajukan proposal bantuan sebesar satu setengah juta rupiah dari permohonan sepuluh juta rupiah. Kebijakan yang bersifat intensif belum dirasakan oleh jamaah musholla. Kurangnya perhatian pemerintah tersebut tentu saja mengurangi dukungan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan jamaah melalui musholla- musholla.

Sekularisasi yang terjadi di Negara Indonesia turut memperngaruhi kehidupan masyarakat Desa Banjaran. Akibat yang terjadi (yang berkaitan dengan musholla) adalah sikap masyarakat yang memandang musholla hanya bisa dipergunakan untuk melakukan ibadah ritual saja, sedangkan melakukan kegiatan kesejahteraan secara lebih luas dianggap sebagai ketidak laziman. Akibat lebih lanjut adalah pelaksanaan kehidupan sehari-hari yang tidak secara komprehensif berlandaskan agama. Misalnya jamaah Musholla Khoirus Subban yang belum mengetahui bagaimana cara berdagang yang Islami, maupun etos bekerja yang Islami. Arus sekularisasi bersama dampak- dampaknya tersebut tentu saja akan mempersulit terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan melalui musholla.

RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN