• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan

Kepemimpinan di dalam kelembagaan musholla yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pengurus Musholla Khoirus Subban. Gaya kepemimpinan pengurus tersebut dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, dalam hal ini adalah pengaruh dari tokoh agama dan tokoh masyarakat. Gaya kepemimpinan dapat diketahui melalui cara pengurus mengambil keputusan, baik dalam menyusun program, kegiatan, maupun keputusan-keputusan lainnya.

Berdasarkan observasi dan wawancara, keputusan-keputusan yang diambil oleh pengurus Musholla Khoirus Subban tidak semata-mata diputuskan begitu saja, namun terlebih dahulu dibicarakan dengan jamaah musholla lainnya. Bahkan dalam kegiatan rehab musholla ide dari kegiatan tersebut berasal dari jamaah yang bukan pengurus musholla. Proses pengambilan keputusan oleh pengurus dapat dibedakan menjadai dua, yaitu melalui rapat bersama jamaah , dan rapat pengurus yang selanjutnya ditawarkan pada jamaah.

Rapat bersama antara pengurus dan jamaah dilaksanakan apabila membahas kegiatan rutin dan kegiatan insidental yang bersifat kecil, seperti pembagian jadwal bagi jamaah yang harus menyediakan konsumsi dalam kegiatan rehab musholla, jadi kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar. Pengambilan keputusan dengan cara ke dua dilaksanakan apabila diperlukan perincian dalam keputusan tersebut dan menyangkut kegiatan yang cukup besar, misalnya dalam menyusun kebutuhan bahan-bahan bangunan dalam rehab musholla. Keputusan sementara yang telah dibuat oleh pengurus tersebut selanjutnya ditawarkan kepada jamaah lainnya untuk mendapatkan masukan lainnya dan mendapatkan persetujuan. Proses tersebut dinilai oleh jamaah lebih efektif karena tidak membutuhkan waktu panjang, dan pada umumnya jamaah lebih banyak menyetujui keputusan-keputusan tersebut, karena sebelum pengurus melaksanakan rapat, mereka sudah berdiskusi dengan jamaah secara personal. Proses pengambilan keputusan dengan cara kedua inilah yang lebih sering digunakan.

Tokoh agama juga mempunyai andil dalam keputusan tersebut. Sebelum keputusan ditetapkan, biasanya pengurus meminta pendapat tokoh agama, apalagi tokoh agama merupakan pembina bagi pengurus musholla dalam strukturnya. Tokoh agama juga selalu diundang untuk mengikuti rapat pengurus dan rapat bersama jamaah.

Pengambilan keputusan internal pengurus sendiri tidak didominasi oleh ketua saja. Tiap pengurus mempunyai hak yang sama untuk mengutarakan pendapat dan menentukan keputusan meskipun dua dari pengurus tersebut dipandang mempunyai kelebihan pengetahuan dan menjadi imam dalam sholat berjamaah di Musholla Khoirus Subban . Contoh dari bukti tersebut adalah ketika pelaksanaan rehab musholla, dimana usul dari salah satu imam tersebut untuk membuat tempat penampungan air dari ”drum” besar ditolak oleh pengurus lainnya, dan imam tersebut pun tidak keberatan usulannya ditolak.

Perencanaan Program

Proses perencanaan program telah tergambar pada sub bab Kepemimpinan di atas. Ide dari program-program tidak hanya datang dari pengurus, namun juga dari jamaah lain. Artinya aspirasi dari jamaah juga diperhatikan oleh pengurus. Penyusunan program dilaksanakan melalui cara pengambilan keputusan kedua, yaitu rapat pengurus terlebih dahulu dan selanjutnya rapat bersama jamaah. Baik pengurus maupun jamaah lainnya mempunyai andil dalam penyusunan program tersebut.

Penyusunan program sejak dibentuk kepengurusan baru sampai bulan Juni 2006 baru dilaksanakan satu kali, selebihnya merupakan proses perencanaan kegiatan- kegiatan yang telah diprogramkan. Program-program yang telah direncanakan adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan sholat berjamaah secara rutin;

2. Pengajian rutin yang dilaksanakan setiap selasa malam selepas Sholat Maghrib; 3. Pembacaaan Barzanzi ibu-ibu yang dilaksanakan setiap sabtu malam selepas

Sholat Isya;

4. Peringatan hari-hari besar Islam;

6. Perbaikan tempat wudhu; dan 7. Pemeliharan musholla.

Dana dari program-program tersebut sebagian besar diprogramkan berasal dari internal jamaah Musholla Khoirus Subban. Dana tersebut bersifat langsung habis, tidak ada yang bersifat produktif. Satu-satunya program pembinaan intensif hanya pengajian rutin selasa malam, sedangkan program pembinaan lainnya dilaksanakan berupa ta’lim (ceramah agama) pada saat peringatan hari-hari besar agama Islam. Materi pembinaan baik dalam pengajian rutin maupun ta’lim tersebut diserahkan sepenuhnya kepada penceramah, bukan berdasarkan permintaan dari pengurus, sehingga terkadang materi yang sama diulang kembali oleh penceramah lainnya. Ceramah pun bersifat umum, tidak berdasarkan kebutuhan dari jamaah.

Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program-program yang telah direncanakan tersebut melibatkan seluruh jamaah, baik yang menjadi pengurus maupun yang tidak menjadi pengurus musholla. Berdasarkan observasi dan wawancara, jamaah sangat bersemangat dan berpartisipasi aktif dalam program-program yang bersifat insidentil dan berskala cukup besar, seperti dalam pelaksanaan rehab musholla dan peringatan Maulud Nabi tahun 2006.

Program yang bersifat rutin tampak kurang diikuti oleh jamaah. Hal tersebut sangat terlihat dalam kegiatan pengajian rutin selasa malam, dimana jumlah jamaah yang hadir sangat sedikit (baik jamaah laki-laki maupun perempuan masing-masing berjumlah kurang dari 10 orang). Kegiatan lain yang sangat tampak adalah sholat berjamaah. Jumlah jamaah yang melaksanakan pun sangat sedikit (jamaah laki-laki kurang dari 10, dan jamaah wanita kurang dari 15), kecuali pada hari kamis malam dan awal bulan puasa.

Hari kamis malam atau dalam perhitungan agama Islam sudah merupakan hari Jumat memang merupakan hari yang lebih istimewa dibandingkan dengan hari-hari lainnya, dalam bahasa agama disebut sebagai sayidul ayyam (rajanya hari), sehingga jamaah yang datang untuk sholat di musholla lebih banyak. Akan tetapi hal tersebut hanya berlangsung saat pelaksanaan Sholat Maghrib saja, pada saat sholat Isya jumlah jamaah sama dengan hari-hari lainnya. Hal tersebut disebabkan batas waktu sholat Isya

yang panjang, sehingga jamaah sering menunda Sholat Isya. Awal puasa biasanya seluruh jamaah melaksanakan sholat di musholla, semangat jamaah untuk menyambut bulan puasa demikian ramai, namun jumlah jamaah semakin hari semakin menyusut.

Kegiatan barzanzi ibu-ibu berjalan rutin, namun tidak semua jamaah wanita aktif mengikutinya . Jumlah jamaah wanita yang aktif mengikuti rata-rata hanya sepuluh orang. Hal tersebut lebih di sebabkan karena minat yang belum muncul dari jamaah wanita lainnya. Perbaikan tempat wudu sampai sekarang baru dalam tahap pengumpulan dana melalui donatur tetap. Adapun pemeliharaan musholla yang bersifat perbaikan diatur oleh pengurus, termasuk listrik, dan alat komunikasi.

Partisipasi yang dilaksanakan oleh jamaah bersifat sukarela, artinya jamaah berpartisipasi karena kesadaran pribadi, bukan merupakan mobilisasi. Partisipasi tersebut secara kuantitas ternyata tidak konsisten, hal tersebut dapat dilihat sesuai dengan pemaparan di atas.

Alokasi Sumberdaya

Sumberdaya yang dimiliki Musholla Khoirus Subban dialokasikan untuk melaksanakan program-program yang telah ditentukan. Pengalokasian sumberdaya yang ada secara manajemen dilaksanakan oleh pengurus dengan persetujuan dan aspirasi jamaah. Pelaksanaan peringatan Maulud Nabi misalnya yang diisi dengan kegiatan barzanzi selama satu minggu berturut-turut, dimana pengurus membagi jadwal keluarga yang bertanggungjawab terhadap konsumsi kegiatan tersebut yang selanjutnya disetujui dan dilaksanakan oleh jamaah. Hal yang sama juga berlangsung pada kegiatan rehab, dan kegiatan lainnya.

Berdasarkan program Musholla Koirus Subban yang telah direncanakan di atas, alokasi sumberdaya untuk pembangunan fisik terdiri dari rehab tempat wudu dan pemeliharaan musholla, baik berupa pembayaran listrik, memperbaiki kerusakan- kerusakan kecil, dan membayar tukang pel. Kegiatan fasilitasi berupa sholat berjamaah rutin, dan pembacaan barzanzi, kegiatan seremonial dan pembinaan umum adalah khaul dan peringatan hari-hari besar Islam, sedangkan kegiatan pembinaan adalah pengajian rutin setiap selasa malam.

Alokasi sumberdaya tersebut lebih banyak ditujukan kepada yang bersifat fisik, dan seremonial. Jamaah sendiri mengaku kurang mendapatkan manfaat dari

pembinaan yang dilaksanakan, jumlah jamaah yang mengikuti pengajian rutin sedikit, sedangkan pembinaan umum dalam kegiatan peringatan hari-hari besar Islam hanya bersifat umum, tidak sesuai kebutuhan jamaah, dan karena tidak intensif maka kurang mengesankan bagi jamaah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Pak Do (50th) berikut : ”Ngajine be ngaji jiping, karo setengah ngantuk. Angger lubar ya wis klalen mau ngaji apa”.(artinya: ngajinya saja ngaji jiping [Cuma mendengar], sambil setengah ngantuk. Kalo sudah selesai ya sudah lupa tadi mengaji apa.)

Hubungan dengan Pihak Luar

Hubungan dengan pihak luar dapat dilihat pada saat pelaksanaan rehab musholla. Hubungan tersebut berupa ikut sertanya jamaah musholla lain dalam rehab tersebut dalam bentuk pemberian sumbangan baik secara material maupun secara finansial. Kerjasama seperti itu memang telah berlangsung di Desa Banjaran. Apabila ada musholla lain yang mengadakan rehab, maka jamaah dari musholla lain juga ikut menyumbang, namun selama ini kerjasama tersebut baru berlangsung pada tataran pembangunan fisik musholla atau masjid, sedangkan kerjasama untuk kesejahteraan dalam bidang lain belum dilaksanakan kecuali berupa zakat fitrah dan ibadah korban.

Dukungan dari pihak pemerintah pun telah diusahakan dalam kegiatan tersebut dengan mengajukan proposal kepada Bupati Pemalang, namun proposal tersebut tidak mendapatkan respon apapun dari Bupati. Latar belakang pengajuan proposal tersebut adalah berkaitan dengan masa kampanye pemilihan bupati saat itu, di mana bupati periode sebelumnya mencalonkan diri, sehingga pengurus berpandangan akan mudah ”cair” sebagaimana musholla-musholla lainnya. Proposal tersebut akhirnya ”cair” sebesar satu setengah juta rupiah dari pengajuan sepuluh juta rupiah, namun hal tersebut baru terjadi setelah sembilan bulan lamanya, sehingga masa merehab musholla dengan masa merehab tempat wudu menjadi terpisah beberapa bulan. Dana tersebut memang akhirnya dipergunakan untuk melakukan rehab tempat wudu.

Kerjasama dengan selain pihak-pihak selama ini belum pernah dilaksanakan. Pengurus menjelaskan hal itu memang belum terpikirkan, karena kepengurusan baru terbentuk pada tahun 2005 lalu, sedangkan kepengurusan lama tidak efektif, karena personil yang sebagian besar telah meninggal, dan masih didominasi oleh keluarga pendiri musholla. Selain alasan tersebut, pengurus merasa sulit untuk mencari pihak-

pihak yang bersedia untuk bekerjasama dengan musholla. Ketidaklaziman melakukan kerjasama antara musholla dengan pihak-pihak luar seperti partai-partai, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan organisasi massa (ormas) Islam juga mempengaruhi belum terjalinnya kerjasama. Menurut jamaah musholla-musholla di Desa Banjaran memang belum ada yang melakukan kerjasama seperti itu, sehingga kerjasama tersebut dinilai tidak lazim.

ANALISA KAPASITAS