• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KONSEP MANUSIA MENURUT PANGESTU DAN SUMARAH

B. Analisa Perbedaan

Ada beberapa hal yang berbeda tentang konsep manusia di Pangestu dengan Sumarah. Perbedaannya antara lain;

1. Perbedaan mengenai konsep manusia pertama di dunia ini.

Pangestu secara jelas dan gamblang menyatakan bahwa manusia pertama di dunia ini diciptakan bukan hanya sepasang Adam dan Hawa saja, tetapi banyak pasangan Adam dan Hawa yang ditempatkan di tiap pulau besar. Penyebutan yang tunggal tentang Adam dan Hawa, disebabkan banyak pasangan tersebut memiliki kesamaan asal, kesamaan bakal, hingga penyebutannya hanya satu. Pendapat ini didasarkan oleh perbedaan kulit dan watak manusia yang berbeda-beda di bangsa-bangsa, yang menurut Pangestu, disebabkan berbedanya pula kekuatan empat anasir di tiap tempat. Bila tempat tertentu memiliki unsur api yang lebih besar dibandingkan unsur airnya, maka keturunan Adam dan Hawa di tempat itu berwarna gelap, hitam atau gosong, seperti di Afrika dan Negara Arab. Bila tempat itu memiliki unsur air yang lebih kuat dibandingkan unsur apinya, seperti Eropa, maka keturunan Adam dan Hawa di tempat itu, berkulit putih sekaligus dengan watak kepribadian yang secara umum berbeda, dengan keturunan Adam dan Hawa di Afrika atau Arab. Sedang konsep manusia pertama menurut Sumarah, tidak dijelaskan secara gamblang. Sumarah hanya menyatakan bahwa Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang diciptakan Tuhan dengan perantaraan Iblis yang melahirkan empat macam nafsu itu saja, tanpa penjelasan mengenai berapa jumlah pasangan, satu pasangan atau banyak pasangan. Adam adalah Roh Suci yang yang berasal dari Dzat Yang Maha Esa, dan badan nafsu yang berasal dari Iblis. Keduanya hanya memiliki kesamaan pemahaman, bahwa ketika penciptaan Adam dan Hawa di surga, itu bersifat alegoris mistis, bukan secara jasmaniah diciptakan

di surga. Tetapi di Sumarah, terdapat konsep reinkarnasi, yaitu, bila manusia itu mati tidak sempurna, maka jasmaninya menjadi hancur (baik dibakar, atau dikubur) maka rohnya mengembara dan tersesat di kehidupan duniawi, hal ini biasanya disebabkan orang itu meninggal tetapi segala nafsu duniawiahnya belum lenyap (apakah itu disebabkan dosa, atau ketidakpuasan hidup). Roh yang mengembara itu, jika dalam pengembaraannya itu menemukan pasangan yang sedang berkasih-kasihan, maka roh itu akan masuk ke dalam rahim wanita yang sedang berkasih-kasihan itu, dan mencampurkan diri ke dalam sperma dan sel telur kedua sejoli tersebut. Dengan cara inilah ia dilahirkan kembali.

2. Perbedaan tentang manusia dengan segala kelengkapannya, baik jasmani maupun rohani.

Menurut Pangestu manusia terdiri dari; tiga ke-ada-an. Pertama, keadaan jasmani kasar (wadag kasar), yaitu dunia ini yang dapat dihayati dengan panca indera. Keadaan ini dapat disamakan dengan keadaan biologis, kasat mata. Kedua, keadaan jasmani halus (wadag halus), keadaan ini terdiri dari empat nafsu (amarah, lawwamah, sufiah dan muthmainnah) dan tiga yang berpusat di angan-angan sebagai bayangan-angan Tripurusa (pangaribawa, prabawa, dan kemayan). Kesemuanya disebut saudara tujuh. Ketiga, keadaan tanpa jasad, yang disebut dengan Alam Sejati, tempat bersemayamnya Tri Purusa (Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci) dengan Rahsa Sejati sebagai pintu masuknya. Sedang Sumarah, membagi menjadi tiga bagian pula, yaitu, pertama, dunia yang tampak ini, yang terdiri dari, angan-angan dengan panca indera, pemikir, nyawa,

nafsu dan suksma, kedua, alam gaib dalam sanubari, yaitu sanubari, rasa, jiwa,

ketiga, alam gaib yang lebih luas, terdiri dari: qalbu, masjidil haram, baitullah dan budi, nur, urip.

Pada dua konsep di atas ada perbedaannya, pada bagian kedua dunia ini (wadag halus), Pangestu, menggunakan konsep “Ego” atau “Aku”, sebagai pusat vitalitas wadag halus. “Ego” di sini bermakna kecakapan intelektuil manusia yang berpusat di angan-angan (sebagai bayangan Tri Purusa), untuk mengontrol kekuasaan empat macam nafsu yang ada, sehingga manusia menempuh jalan yang benar. Dalam arti, bahwa dengan kecakapan intelektuilnya manusia dapat menangkap pesan Tuhan, walaupun sebenarnya pula, kecakapan intelektuil manusia juga bersumber dari angan-angan, yang merupakan bayangan Tri Purusa. Bila kecakapan intelektuil manusia disebut “Ego”, maka roh suci disebut Super Ego. “Ego” atau “Aku” (dalam Sasangka Jati, Ingsun-nya Manusia), yang memegang kontrol segala nafsu, pemikir, angan-angan. Sedang di Sumarah, pusat segala nafsu disebut suksma. Pusat segala nafsu ini disebut Suksma, yang harus dibedakan dari pada Jiwa, yaitu jiwa manusia tak berjasad. Hal ini berbeda dengan kebatinan Jawa pada umumnya. Suksma dipandang lebih dalam dari jiwa, sedang menurut Sumarah sebaliknya. Jiwalah yang lebih dalam dibandingkan dengan suksma. Sedangkan pusat pemikir, angan-angan, nafsu dan suksma disebut Nyawa, yaitu jiwa dalam arti psikologis. Bila di Pangestu “Ego”lah yang menguasai dan menuntun nafsu, di Sumarah, “jiwa” lah yang menjadi penuntun. Apakah “Ego” atau Jiwa, memiliki kesamaan makna, hal ini perlu dikaji lebih

dalam lagi, sebab perbedaan istilah dalam kebatinan bukan berarti pula berbeda makna. Hal ini disebabkan oleh perbedaan wadah yang menerima wahyu, ilham, wangsit, pepadang ataupun istilahnya, maka hal ini bisa bersifat subjektif.

3. Perbedaan dalam penggunaan istilah tentang alam ketiga yang meliputi manusia.

Pangestu menggunakan istilah Alam Sejati, sedang Sumarah menggunakan istilah alam gaib yang meliputi alam kasar dan alam sanubari manusia. Pada bagian alam ini, Pangestu menggunakan konsep tempat bersemayamnya Tri Purusa (manunggalnya Suksma Kawekas, Suksma Sejati, dan Roh Suci) berpusat di qalbu manusia sambil mengutip keterangan “Qalbu Mukmin Baitullah”. Sedang Sumarah, pada bagian ini, menempat kan istilah Qalbu, di dalam Qalbu ada Masjidil Haram, di dalam Masjidil Haram ada Baitullah, di dalam Baitullah ada Budi, Nur, Urip. Walaupun Budi, Nur dan Urip terpisah, hakikatnya satu juga, yaitu Urip (Hidup). Konsep istilah keduanya (Tri Purusa - Urip) walau berbeda, sebenarnya karena memiliki dimensi yang hanya bisa di “rasa”kan, bahwa pada tempat inilah Tuhan bertakhta dalam tubuh manusia, maka hakikatnya adalah sama, menjelaskan kerajaan Tuhan di dalam tubuh manusia, sebagai locus untuk menerima wahyu, ilham, wangsit, pepadang, atau bahkan tempat “pertemuan” dengan Tuhan.

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada Bab IV, dapat diambil kesimpulan mengenai konsep manusia, menurut Pangestu dan Sumarah terdapat kesamaan pemahaman dan perbedaan. Kesamaan pemahamannya antara lain;

1. Bahwa hakikat manusia adalah Roh Suci yang berasal dari Dzat Tuhan, oleh sebab demikian Roh yang terselubung jasmani ini memiliki kesamaan sifat dengan Dzat Tuhan, kekal dan tidak musnah.

2. Penciptaan Adam dan Hawa di surga, menurut keduanya, harus ditafsirkan secara alegoris mistis ( kiasan ), bukan secara jasmaniah.

3. Manusia menurut keduanya berasal dari empat anasir: udara, api, air dan tanah. 4. Roh Suci turun ke dunia melalui manusia pertama, dengan Adam sebagai alat turunnya Roh, dan Hawa sebagai wadah (rahim) tempat bersemayam Roh, sebelum masuk ke alam materi.

Baik Pangestu dan Sumarah juga terdapat perbedaan pemahaman pendapat tentang konsep manusia dalam beberapa hal, antara lain;

1. Keduanya memiliki perbedaan pemahaman mengenai konsep manusia pertama di dunia ini, satu pasangan atau banyak pasangan Adam dan Hawa.

2. Perbedaan tentang manusia dengan segala kelengkapannya, baik jasmani maupun rohani.

3. Perbedaan dalam penggunaan istilah tentang alam ketiga manusia yang meliputi manusia.

B.

Saran-saran

Baik Pangestu maupun Sumarah sebenarnya hanya menawarkan pilihan pemahaman yang sedikit berbeda (variatif), walaupun sebenarnya pemahaman tersebut sudah ada ratusan tahun, sepanjang sejarah manusia mencari Tuhannya, mencari jati dirinya, atau mencari jalan baik untuk kembali. Pemahaman yang ditawarkan keduanya baik tentang manusia ataupun Tuhan, menambah khazanah pemahaman manusia secara umumnya. Yang harus kita sikapi hanyalah, seandainyapun berbeda dengan keyakinan kita sendiri, memahami apa yang dimaksud tentang konsepsi manusia menurut kedua aliran ini dengan pemahaman yang benar, sehingga menjadi jelas dan tak bias, yang dapat menimbulkan justifikasi negatif terhadap keyakinan ataupun kepercayaan yang lain. Keduanya juga mengajak manusia secara umum, untuk membina budi baik, dengan jalan

menguasai nafsu yang negatif dan membiarkan nafsu baik menjadi penuntun dalam hidup.

Akhirnya, penulis yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan, dan akan bermuara ke hadirat Tuhan jua. Tugas manusia hanya mencoba untuk menangkap pesan-pesan Tuhan sebaik mungkin, dan sedekat mungkin dengan jalan Kebenaran. Kepada-Nyalah kita berserah dan memohon petunjuk.

Dokumen terkait