• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Konsepsi Manusia Menurut Pangestu

2. Susunan Manusia

Kemudian tentang penciptaan manusia sekaligus penjelasan mengenai susunan manusia, terdapat keterangan seperti telah dikutip sebelumnya:

Adapun terciptanya manusia itu dari sinar bertunggalnya Tripurusa: Suksma Kawekas-Suksma Sejati-Roh Suci (menurut Islam, bagi para ahli makrifat, disebut: Allah-Rasul-Muhammad; atau menurut Kristen: Sang Bapa-Sang Putra-Roh Kudus) yang diberi busana sari empat macam anasir, seperti suasana, api, air dan tanah, yang kemudian terbabar menjadi bahan bakal kasar dan halus (lahir, batin). Adapun alat badan jasmani dianugerahi pancaindera, yaitu: penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Lagi pula diberi saudara, yang lazimnya disebut empat macam nafsu, seperti: lawwamah, amarah, sufiah, muthmainnah,

dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu di angan-angan, yaitu yang disebut pangaribawa, prabawa dan kamayan51.

Kutipan di atas menjelaskan bahwa manusia tercipta dari cahaya Tripurusa, diberi busana empat anasir, dilengkapi dengan pancaindera, yaitu; penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Oleh karena terjadinya jabang bayi itu dari tujuh keadaan, yaitu Tri Purusa dan empat anasir yang menjadi busananya, maka manusia juga mempunyai apa yang lazimnya disebut “tujuh saudara”, yang lahir bersama-sama dalam seketika, yaitu empat macam nafsu, lawwamah, amarah, sufiah, muthmainnah, dan tiga saudara yang menjadi satu di angan-angan, pangaribawa, prabawa dan kemayan.

Penjelasan mengenai empat macam nafsu ini terdapat dalam keterangan selanjutnya di Sasangka Jati, sebagai berikut:

Adanya empat anasir itu menyebabkan timbulnya nafsu empat macam, yaitu: lawwamah, tercipta dari anasir tanah berwarna ungu kehitam-hitaman, berada dalam daging manusia. Wataknya jahat, tamak, serakah, malas, tidak tahu kebaikan. Tetapi apabila sudah mau tunduk dan patuh dapat menjadi dasar kekuatan. Amarah tercipta dari unsur api, berwarna merah berada dalam darah, merata di sekujur manusia. Wataknya berhasrat kuat, mudah tersinggung, berangasan dan pemarah. Amarah menjadi jalan bagi saudara-saudara lainnya yang bertindak jahat atau baik, semua lewat amarah, amarah itu menjadi baku yang mempengaruhi daya kekuatan saudara-saudara lainnya agar dapat tercapai maksudnya. Sufiah tercipta dari air, berwarna kuning, berada dalam tulang sumsum. Adapun halusnya sufiah menjadi kehendak. Sufiah adalah nafsu yang menyebabkan adanya keinginan, kasmaran atau

51

R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006), cet. ke- 6, h. 40.

sengsem. Muthmainnah tercipta dari anasir suasana, berwarna putih, berada dalam nafas, wataknya terang, suci, bakti, kasih sayang52.

Sumantri menambahkan, bahwa kombinasi antara muthmainnah, amarah, dan sufiah akan mendatangkan bahagia umat manusia. Hubungan lawwamah, amarah, dan sufiah, dapat membawa kekuatan badan jasmani tetapi juga mendatangkan bencana bagi orang lain53. Dalam kehidupan manusia, muthmainnah dan lawwamah menetukan watak manusia, sedang sufiah dan amarah hanya menampilkan warna atau tampilan apakah muthmainnah atau lawwamah.

Selanjutnya mengenai saudara tiga lainnya, dalam Sasangka Jati: Pangaribawa, kasarnya berwujud pusar, yaitu daya kekuatan darah dari jantung ibu yang diterima pusar, dapat menghidupi jabang bayi ketika masih di rahim ibu, adapun halusnya berada di angan-angan. Prabawa, ketika bayi lahir, prabawa bertindak, wujudnya ibu lalu mengejan, sebab pengaruh daya perbawa darah, yaitu uap darah lazimnya disebut ejanan, ejanan itulah yang mendorong lahirnya jabang bayi. Setelah bayi lahir halusnya prabawa (ejanan) menyatu dalam angan-angan. Kemayan kasarnya berwujud jantung, halusnya juga menyatu mennjadi angan-angan, yang berada di pusat sanuabari54.

Keterangan tersebut kemudian ditambahkan oleh Dr. Sumantri, yang dikutip oleh Harun Hadiwijono, sebagai berikut:

52

R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 46. 53

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 1989), h. 12.

54

R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006), cet. ke-6, h. 47.

Karena adanya Tri Purusa di dalam pakaian jasmani, maka tampaklah bayangan dari Tripurusa itu. Bayangan Tri Purusa ini disebut angan-angan atau kecakapan intelektuil manusia, yaitu; logos. Logos ini juga terdiri dari tiga faset, yaitu; cipta sebagai bayangan Roh Suci, nalar sebagai bayangan Suksma Sejati, dan pangerti sebagai bayangan Suksma Kawekas. Cipta adalah pikiran atau fungsi yang membentuk gambaran, nalar atau pemikir adalah fungsi yang assiosiatif, yang mengasosiasikan atau menghubungkan pengertian yang bermacam-macam, yang satu dihubungkan dengan yang lain. Akhirnya pangerti, adalah fungsi untuk mengerti, untuk merangkumkan, untuk mengawasi dan merealisasi, pokoknya pangerti adalah fungsi transenden bagi pengawasan dan pengertian55.

Dalam kitab Sasangka Jati pula juga didapati kalimat bahwa angan-angan yang terdiri dari tiga saudara di atas, bayangan Tri Purusa yang dimaknai dengan “Ingsun-nya manusia”, atau “Aku”-nya manusia56, yang memiliki kekuasaan untuk memerintah saudara empat nafsu lainnya. Aku-nya manusia ini disebut dengan “Ego”. Ego atau “Aku” manusia harus dibedakan dengan Roh Suci. Roh Suci ialah jiwa manusia sejati yang tidak dibelenggu oleh benda, sedang Aku ialah gejala psikologis yang hanya bersangkutan dengan hidup sehari-hari saja. Jika kecakapan intelektuil manusia disebut Ego maka Roh Suci dapat disebut “Super Ego”57.

Keberadaan angan-angan, sangat dibutuhkan untuk memerintah empat saudara nafsu, hal ini disebabkan ketika Roh Suci turun ke dunia, kesadaran bahwa ia bersumber dari Suksma Sejati menjadi latent atau

55

Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), h. 78 56

R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006), cet. ke-6, h. 47.

57

Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), h. 126.

tersembunyi karena adanya empat nafsu yang tercipta dari empat anasir, dan bersinggungan dengan dunia kasar. Manusia akhirnya menjadi permainan nafsu-nafsunya. Hal ini diterangkan oleh Sumantri:

Setelah Roh Suci mendapatkan selubung unsur-unsur yang bersifat jasmani, kesadaran Tripurusa menjadi tersilam. Karena ini manusia tidak merasa lagi dipimpin dan dituntun oleh Suksma Sejati. Terombang-ambinglah manusia oleh pergolakan nafsu-nafsu jasmani. Di sini Suksma Sejati atas Kehendak Suksma Kawekas melimpahkan Kemurahan-Nya. Diberikanlah sesuatu untuk memimpin nafsu-nafsu ini. Pemimpin baru ini bersarang dan berkedudukan di dalam badan jasmani sendiri, berlawanan dengan Tripurusa yang tidak terikat oleh badan jasmani, sekalipun ada di dalamnya. Pimpinan baru ini berwujud bayangan Tripurusa di dalam badan jasmani. Bayangan itu disebut Angan-angan. Kekuatan di dalam angan-angan untuk tugas sehari-hari diputuskanlah dalam apa yang disebut Aku58.

Secara global penjelasan mengenai manusia menurut Pangestu, secara baik telah dirangkum oleh Sumantri, dengan menggunakan bagan skema susunan manusia yang disebut dengan Candra Jiwa Soenarto59, tentu saja hal ini berdasarkan keterangan dari Sasangka jati, bahwa manusia terdiri dari tiga bentuk ke-ada-an yang terpisah, tetapi saling berhubungan, yaitu badan kasar, badan halus dan tanpa jasad (immaterial). Penjelasannya sebagai berikut;

1. Badan Jasmani Kasar (wadag kasar/biologis)

Di sini terdapat alat pelaksana untuk melaksanakan keinginan, yaitu anggota tubuh dan panca indera. Panca indera merupakan pintu gerbang

58

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 1989), h. 13.

59

antara manusia dengan dunia besar, makhluk-makhluk lainnya, dengannya manusia mengetahui hal yang berada di luar dirinya. Bila mati, maka hubungan antara badan kasar dan badan halus terputus, dan badan kasar akan kembali ke anasir lagi secara berangsur-angsur.

2. Badan Jasmani Halus (psikologis)

Badan halus terdiri dari dari; angan-angan, nafsu-nafsu, dan perasaan. Angan-angan, merupakan bayangan Tripurusa yang terdiri dari cipta (bayangan Roh Suci, disebut Pangaribawa) untuk membayangkan dan menangkap image dan wujud, nalar (bayangan Suksma Sejati, disebut Prabawa), menghubungkan semua bayangan yang ada, dan pangerti (bayangan Suksma Kawekas, disebut Kamayan) untuk menimbulkan pengertian. Nafsu-nafsu terdiri dari lawwamah, amarah, sufiah dan muthmainnah. Perasaan, merupakan hasil saling mempengaruhi antara angan-angan dengan nafsu-nafsu. Bila angan-angan dan nafsu-nafsu selaras, maka perasaan menjadi positif, senang, puas dan sebagainya, bila tidak selaras, maka perasaan menjadi negatip, penolakan, sedih, kecewa dan sebagainya. Fungsi tertinggi perasaan adalah percaya kepada Tri Purusa.

3. Alam Sejati (Dunia tanpa jasad/immaterial)

Alam Sejati tempat bertakhta Tri Purusa yaitu kerajaan Allah yang berada di sanubari manusia yang suci (Qalbu Mukmin Baitullah). Keberadaan Tri Purusa dalam kalbu tidak memerlukan tempat khusus, tidak terasa, tidak teraba. Untuk memasukinya ada pintu yang disebut Rahsa

Sejati, yang melalui pintu inilah Tuhan selalu memancarkan pepadang dan tuntunan-Nya60.

Berdasarkan pembagian susunan manusia, dan alam yang meliputinya, maka manusia mempunyai dua tenaga pusat vitalitas hidup, yaitu ;

1. Pusat tanpa jasad (immaterial), yakni Tri Purusa, Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci.

2. Pusat berjasad, terdiri dari; Angan-angan (Pangerti, Nalar dan Cipta sebagai bayangan Tri Purusa, Kemayan, Prabawa dan Pangaribawa), Nafsu-nafsu (muthmainnah, sufiah,

amarah dan lawwamah), dan Rasa Pangrasa atau hidup perasaan 61.

Demikian konsepsi tentang manusia berdasarkan keterangan Sasangka Jati, sebagai pedoman utama Pangestu.

Dokumen terkait