• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG LAUT

PENGUNGKAPAN LAUT DALAM PANDANGAN SAINS

B. Gambaran Aspek Fisik Konsep Geologi Laut

3. Analisa Surat Al-Furqan ayat 53

1. Teks Ayat dan Terjemah

89

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran. Vol. 10, h. 252

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”

2. Munasabah

Setelah pada ayat-ayat yang lalu menjelaskan tentang penganekaragaman ayat-ayat Al-Quran dan penyebarannya ke wilayah yang berbeda-beda, dan sebelumnya mennguraikan tentang fungsi matahari untuk manusia, hikmah dijadikannya siang dan malam, penggiringan angin dan penyebaran awan, serta percampuran air dengan tanah untuk menumbuhkan tumbuhan, kini ayat di atas menguraikan tentang pemisahan sekian ragam air yang merupakan bentuk yang paling mudah bercampur.90

3. Kajian dari Segi Tafsir

Ayat di atas menyatakan: Dan di samping Allah Swt menggiring angin serta membawa berita gembira tentang turunnya hujan, Dia juga yang mengalirkan kedua laut yakni laut dan sungai yang ini yakni air sungai tawar lagi lezat rasanya dan air laut sangat asin lagi pahit.

Walaupun keduanya mengalir berdampingan lagi saling bertemu, namun keduanya tidak saling mengalahkan dan itu dapat terjadi karena Dia yang Maha

90

Kuasa itu telah menjadikan antara keduanya pemisah dan (hijran mahjuran).

Kata (maraja) pada mulanya berarti melepas. Kata ini antara lain digunakan untuk menggambarkan binatang yang dilepas untuk mencari sendiri makanannya. Melepas laut dalam arti membiarkannya mengalir secara bebas. Dari sini ia dipahami juga dalam arti pulang pergi dan bolak balik. Kata ini dapat juga dipahami dalam arti bercampur secara tidak teratur sehingga menimbulkan keterombang-ambingan dan kegelisahan. Kata maraja pada surat al-Furqan ini sama halnya dalam surat al-Rahman ayat 19-20.

Dalam penggunaan kata ⌧ (hadza) yang merupakan isyarat dekat kepada kedua laut itu mengesankan bahwa kendati terjadi kedekatan laut dan sungai satu sama lain, namun satu yang tidak bercampur dengan yang lain, Al-Biqa’i yang mendapatkan kesan ini, seandainya anda menggali di pantai laut yang asin walau pada jarak uang sangat dekat dengannya, anda akan menemukan air yang sangat tawar yang berada di laut.91

Kata (furat) terambil dari kata ت

(farata) yang berarti

menundukkan atau mengalahkan. Bila kata tersebut menyifati air, maka ia diartikan air yang sangat tawar, sehingga kehausan peminumnya ditundukkan dan dikalahkan oleh segar dan tawarnya air.

Kata (adzb) jika menyifati air, maka ia adalah yang sangat segar dan terasa nyaman diminum. Ayat di atas tidak menggabung kata adzb dan furat

dengan menggunakan kata penghubung dan. Demikian juga ketika melukiskan air laut yang bersifat ⌧ (milhun ujaj).

91

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran. Vol. VI, h. 498-499

Kata ⌧ (milh) berarti asin, sedang (ujaj) ada yang memahaminya dalam arti panas atau pahit atau sangat asin. Makna-makna itu yang mana pun yang pilih melukiskan betapa air tidak nyaman diminum berbeda dengan air yang disebut sebelumnya.92

Istilah (hijran mahjuran)

mengandung isyarat bahwa ada suatu yang terdapat di kedua laut itu yang menjadi penghalang sehingga keduanya tidak saling bertemu. Istilah ini diartikan oleh para penulis Tafsir al-Muntakhab dalam arti “Pembatas yang tersembunyi yang tidak dapat kita lihat”. Ayat ini menurut para pengarang tafsir itu menguraikan salah satu nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya yaitu keadaan air asin yang merembes atau mengalir dari lautan ke batu-batuan di dekat pantai, namun ia tidak bercampur dengan air tawar yang merembes atau mengalir ke laut dari daratan.93

Sementara Sayyid Quthub menyatakan bahwa Penghalang yang dijadikan Allah Swt itu adalah posisi aliran yang biasanya lebih tinggi dari permukaan laut. Karena air sungai yang tawar itulah yang mengalir ke laut bukan sebaliknya, kecuali amat sangat jarang dan dengan pengaturan yang sangat teliti ini, air laut walaupun banyak tidak mengasinkan air sungai yang merupakan sunmber air minum manusia binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sedang air sungai kadarnya sedikit, maka walaupun ia mengalir ke laut yang banyak airnya namun tidak dapat mengubah rasa asin air laut.94

92

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, juz. 19, h. 28 93

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran. Vol. VI, h. 499

94

Beliaupun juga menjelaskan bahwa Allah Swt telah menetapkan hukum-hukum yang mengatur alam ini, sehingga air laut tidak mengalahkan air sungai, tidak juga daratan walaupun dalam keadaan pasang naik dan turun yang terjadi akibat pengaruh daya tarik bulan terhadap air di permukaan bumi dan pada saat air membumbung tinggi.

Sementara pakar yang berkecimpung dalam bidang kemukjizatan al-Quran, menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat ilamiah al-Quran. Mereka tidak memahami penghalang itu dalam pengertian penciptaan posisi sungai lebih tinggi dari lautan. Tetapi lebih dari itu, pendapat mereka dikemukakan setelah kemajuan-kemajuan yang di capai manusia dalam bidang ilmu kelautan. Pendapat itu bermula dari penemuan yang tercapai melalui perjalanan ilmiah sebuah kapal berkebangsaan Inggris, pada tahun 1873M/1283H para ilmuwan peneliti Inggris, dalam ekspedisi laut bernama Challenger, menemukan adanya perbedaan di antara sampel-sampel air laut yang diambil dari berbagai lautan. Dari situ manusia mengatahui bahwa air laut berbeda-beda kondisinya satu dengan yang lainnya dalam kadar garam, temperature, berat jenis dan bahkan biota lautnya. Pentingnya ilmu pengetahuan tentang laut dengan penggunaan alat-alat canggih di angkasa guna penelitian dan pemotretan jarak jauh ke dasar laut. Sebelum mengemukakan lebih banyak tentang penemuan ilmiah itu, perlu diingat bahwa ketika al-Quran turun, pengertian tentang laut masih amat terbatas, namun demikian seperti terbaca pada ayat yang ditafsirkan ini, al-Quran telah menginformasikan bahwa Allah Swt melakukan apa yang istilahkan-Nya dengan (maraja al-bahrain) dan bahwa antara laut dan sungai ada (barzakh) dan (hijran majuran).

Dari bunyi ayat di atas diketahui pula bahwa ada air yang adzbun furat. ‘adzb berarti tawar dan furat berarti sangat segar. Seperti yang penulis kemukakan di atas ayat ini tidak menyatakan adzbun wa furat (tawar dan segar) tetapi menggabungkan keduanya tanpa penghubung “dan” sehingga dari situ dapat dipahami bahwa air dimaksud benar-benar sangat tawar lagi segar. Ini berarti bahwa air yang tidak terlalu asin atau tidak terlalu tawar, tidak termasuk dalam pembicaraan ayat ini.

Setiap orang dapat melihat ada air sungai yang terjun ke laut dan bila diamati terbukti bahwa air sungai itu sedikit demi sedikit berubah warna dan rasanya sejauh percampurannya dengan air laut. Dari kenyataan di atas dapat dipahami bahwa ada jenis air sungai dan air laut.

4. Analisa Menurut Al-Quran dan Sains tentang Dua Laut, Batasan

Dokumen terkait