• Tidak ada hasil yang ditemukan

I TECHNOWARE 1.1 Proses Pendinginan

4.4.2 Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)

Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa terdapat enam strategi yang perlu dipilih untuk implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik di Provinsi Lampung. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah membuat regulasi yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari biogas LCPKS

b. Mendorong pemerintah meningkatkan infrastruktur yang menunjang bisnis biomasa berbasis kelapa sawit

c. Sosialisasi Permen ESDM No. 4/2012 kepada para pengambil keputusan/ pimpinan PKS

d. Pembuatan contoh pemanfaatan LCPKS menjadi biogas dan energi listriknya dibeli PT PLN (Persero).

e. Pembuatan petunjuk pelaksanaan yang akomodatif tentang penjualan energi listrik berbasis biogas ke PT PLN (Persero).

f. Pengembangan teknologi biogas berbasis LCPKS yang murah untuk digunakan bagi kepentingan sendiri.

Penentuan skala prioritas strategi dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan narasumber dari pelaku bisnis, konsultan bisnis, akademisi, pemerintah pusat dan daerah. Beberapa keuntungan metode AHP antara lain dapat diterapkan untuk memecahkan berbagai problema yang terukur, tidak terukur, maupun yang memerlukan suatu judgment, dan menghasilkan model tunggal yang mudah dipahami (Saaty, 2000; Wang et al., 2011). Struktur hirarki strategi implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik dapat dilihat pada Gambar 4.17.

Data hasil penelitian penentuan faktor yang berperan dalam strategi implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik dapat dilihat pada Lampiran 46 dan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 4.17. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari kelima faktor tersebut faktor komitmen pemerintah untuk membeli energi berbasis limbah sangat tinggi menempati prioritas pertama dengan bobot 28,89 %. Dewasa ini komitmen pemerintah untuk membeli energi berbasis limbah sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM tentang harga energi listrik berbasis limbah yang disesuaikan secara regular (Hutapea, 2012).

Faktor yang kedua adalah kebutuhan energi dunia dan dalam negeri belum tercukupi dan cenderung terus meningkat, dengan bobot 25,97 %. Pada periode 2012-2031 PT PLN (Persero) memprediksi kebutuhan energi listrik Indonesia akan naik rata-rata 10,1% per tahun. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan kebutuhan listrik selama 10 tahun terakhir yang mengalami peningkatan rata-rata 9,2%/tahun. Pada tahun 2011 rasio kelistrikan Indonesia baru mencapai 67,98% dan ditargetkan mencapai 91 % di tahun 2019 (PT. PLN, 2012). Bahkan di Provinsi Lampung pada tahun 2011 rasio kelistrikan baru mencapai 45 %, dari jumlah kepala keluarga 1.575.974 KK (BPS Propinsi Lampung, 2012).

Faktor yang ketiga adalah mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa berbasis kelapa sawit, dengan bobot 18,33%. Biomasa yang sudah memiliki peluang pasar adalah cangkang kernel kelapa sawit. Cangkang kernel kelapa sawit digunakan untuk campuran batubara pada mesin boiler (Yuswidjajanto, 2012). Faktor yang keempat adalah komitmen dunia dan Indonesia untuk menurunkan emisi GRK. Faktor kelima adalah kampanye pemanfaatan energi yang bersumber dari energi terbarukan semakin kuat.

Gambar 4.17 Struktur Hirarki Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi Listrik Masyarakat Internasional IMPLEMENTASI PEMANFAATAN POME MENJADI ENERGI LISTRIK Pemerintah Indonesia Kebutuhan Energi Dunia Terus Meningkat Komitmen Pemerintah Untuk Membeli Energi Komitmen Dunia terhadap Emisi GRK Peluang Pasar Biomasa Kelapa Sawit Kampanye Energi Terbarukan Semakin Kuat Pengusaha PKS Peningkatan Infrastruktur Biomasa Kelapa Sawit Sosialisasi PERMEN ESDM No 4 thn 2012 Pembuatan Contoh Industri Biogas POME dibeli PT PLN Regulasi Kewajiban PKS POME >> Biogas Pembuatan Juklak yang Akomodatif Penjualan Listrik ke PT PLN Pengembangan Teknologi Biogas Berbasis POME yang

Murah Masyarakat Internasional IMPLEMENTASI PEMANFAATAN POME MENJADI ENERGI LISTRIK Pemerintah Indonesia Kebutuhan Energi Dunia Terus Meningkat Komitmen Pemerintah Untuk Membeli Energi Komitmen Dunia terhadap Emisi GRK Peluang Pasar Biomasa Kelapa Sawit Kampanye Energi Terbarukan Semakin Kuat Pengusaha PKS Goal : Faktor : Aktor : Strategi :

Tabel 4.17 Faktor yang Berperan dalam Strategi Implementasi Pemanfaatan LCPKS Menjadi Energi Listrik

Faktor-faktor Bobot (%) Prioritas

A Kebutuhan energi dunia dan dalam negeri belum tercukupi dan cenderung terus meningkat

25,97 II

B Komitmen pemerintah untuk membeli energi berbasis limbah sangat tinggi

28,89 I

C Komitmen dunia dan Indonesia untuk menurunkan emisi GRK

16,81 IV

D Mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa berbasis kelapa sawit

18,33 III E Kampanye pemanfaatan energi yang bersumber dari

energi terbarukan semakin kuat

10,00 V

Data hasil penelitian penentuan aktor yang berperan dalam strategi implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik dapat dilihat pada Lampiran 47 dan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 4.18. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ketiga aktor tersebut, aktor Pemerintah Indonesia menempati prioritas pertama dengan bobot 48,96 %. Pemerintah Indonesia sebagai aktor memiliki peran yang penting yaitu regulator. Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia dapat memaksa pengusaha PKS untuk mebangun methane facilities. Pemerintah Indonesia yang dimaksud adalah badan atau kementerian yang ditugaskan oleh negara untuk mengatur tentang implementasi Pemanfaatan LCPKS Menjadi Energi Listrik. Pemerintah Indonesia dalam hal ini dapat Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, atau lintas kementerian.

Keberhasilan implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik juga sangat tergantung pada komitmen pengusaha PKS (Mahendra, 2013). Hal ini karena pengusaha PKS sebagai subjek dan sekaligus sebagai obyek dalam pelaksanaan. Lebih lanjut Mahendra (2013) menyatakan bahwa selama ini sudah ada beberapa PKS yang melakukan implementasi penangkapan gas metana atas inisiataif pengusaha. Sedangkan Masyarakat Internasioal yang mencakup LSM penggiat lingkungan dan konsumen, perannya paling kecil, hal ini karena peran yang diberikan tidak mengikat secara langsung.

Tabel 4.18 Aktor dalam Strategi Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi Listrik

Aktor Bobot Gabungan Prioritas

A Pemerintah Indonesia 48,96 I

B Pengusaha PKS 29,86 II

Data hasil penelitian penentuan skala prioritas strategi implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik dapat dilihat pada Lampiran 48 sampai Lampiran 50 dan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 4.19. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa strategi pembuatan regulasi yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari biogas LCPKS menempati urutan pertama. Mahendra (2013) menyatakan bahwa pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik akan berdampak positif terhadap industri kelapa sawit nasional. Dampak positif yang dapat diperoleh adalah (1) pengurangan emisi gas rumah kaca dari gas metana, (2) penghematan energi, walaupun industri kelapa sawit saat ini merupakan industri surplus energi, (3) penghilangan dampak negatif lainnya seperti bau tidak sedap, dan (4) memunculkan peluang bisnis baru, yaitu produksi dan distribusi biogas.

Munculnya strategi yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan energi dari LCPKS akan berdampak positif terhadap industri kelapa sawit nasional, yaitu:

(1) Pengurangan gas rumah kaca dari pemanfaatan gas metana

(2) Penghematan energi, walaupun industri kelapa sawit saat ini merupakan industri surplus energi. Pemenfaatan biogas dapat mengurangi penggunaan biomasa yang lain, sehingga PKS memungkinkan untuk mendapat pendapatan dari penjualan biomasa, seperti cangkang kelapa sawit

(3) Penghilangan dampak negatif lainnya seperti bau tidak sedap

(4) Memunculkan peluang bisnis baru, yaitu produksi dan distribusi biogas terkompres untuk mobil, seperti yang telah dilakukan para peneliti di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Tabel 4.19 juga memperlihatkan bahwa strategi kedua adalah mendorong peningkatan infrastruktur yang menunjang bisnis biomasa berbasis kelapa sawit. Kelapa sawit sebagai sumber energi belum tergali secara maksimum. Potensi sumber energi dari kelapa sawit antara lain cangkang, sabut buah, dan batang kelapa sawit. Karakteristik energi yang berasal dari biogas LCPKS memiliki potensi untuk digunakan PKS itu sendiri, sedangkan biomasa yang lain memiliki potensi untuk dijual. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur yang menunjang bisnis biomasa berbasis kelapa sawit penting untuk ditingkatkan.

Pembuatan petunjuk pelaksanaan yang akomodatif tentang penjualan energi listrik berbasis biogas ke PT PLN (Persero) menempati prioritas ketiga. Strategi ini berkaitan dengan kenyataan di lapangan bahwa sampai saat ini belum ada PKS yang memproduksi biogas dan kelebihan energinya di jual ke PT PLN (Persero). Walaupun sudah ada Permen ESDM No. 4 tahun 2012 yang menyatakan bahwa PT PLN (Persero) wajib membeli energi listrik berbasis biogas LCPK seharga Rp 975,00/kwh tetapi kenyataan di lapangan masih manyak masalah.

Tabel 4.19 memperlihatkan bahwa strategi pengembangan teknologi biogas berbasis LCPKS yang murah untuk digunakan kepentingan sendiri menempati prioritas kelima. Hal ini mungkin para pemilik PKS lebih senang membeli teknologi yang sudah ada dari pada mengembangkan teknologi sendiri. Hasanudin (2013) menyatakan bahwa sebagian besar teknologi biogas dari limbah hasil pertanian berasal dari luar negeri.

Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Penentuan Skala Prioritas Strategi Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi Listrik Strategi Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi

Listrik Pemerintah Indonesia Pengusaha PKS Masyarakat Internasional Bobot Gabungan Skala Prioritas (48,96 %) (29,86 %) (21,17 %)

A Pembuatan regulasi yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan energi listrik yang bersumber dari biogas LCPKS (POME)

0,3677 0,2099 0,2581 29,73 I

B Mendorong peningkatan infrastruktur yang menunjang bisnis biomasa berbasis kelapa sawit

0,1857 0,1562 0,2279 18,58 II

C Sosialisasi PERMEN ESDM No 4/ 2012 kepada para pengambil keputusan/ pimpinan PKS

0,0753 0,1505 0,1024 10,35 VI

D Pembuatan contoh pemanfaatan LCPKS menjadi biogas dan energi listriknya dibeli PT PLN (Persero).

0,1417 0,1505 0,1004 13,56 IV

E Pembuatan petunjuk pelaksanaan yang akomodatif tentang penjualan energi istrik berbasis biogas ke PT PLN (Persero).

0,1445 0,2246 0,1866 17,73 III

F Pengembangan teknologi biogas berbasis LCPKS yang murah untuk digunakan kepentingan sendiri

5 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait