• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap 8. Revisi Pendapat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi dan Karakterisasi Unit Penanganan LCPKS

Hasil identifikasi dan karakterisasi PKS dan unit penanganan LCPKS dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 13. Rekapitulasi hasil identifikasi PKS dan potensi LCPKS di Provinsi Lampung tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kapasitas pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung sangat bervariasi dari kapasitas kecil (25 ton/jam) sampai kapasitas besar (72 ton/jam). Secara umum kapasitas riil fasilitas masih sangat kecil yakni (45%), yang menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan fasilitas sangat rendah.

Hasil diskusi dan pengamatan di lapangan menunjukkan adanya animo yang sangat besar dari investor lokal untuk mendirikan pabrik kelapa sawit yang tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku (TBS) yang mencukupi. Ketersediaan lahan untuk pengembangan perkebunan skala besar (lebih dari 5.000 Ha) di Provinsi Lampung sudah sangat sulit, sehingga PKS mengandalkan bahan baku yang berasal dari masyarakat (Darminto, 2010).

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Identifikasi PKS dan Potensi LCPKS Di Provinsi Lampung tahun 2011 Kode Nama Perusahaan Kapasitas PKS Jumlah TBS Produksi CPO Kapasitas Riil Rendemen CPO Potensi LCPKS (Ton/Jam) (Ton) (Ton) (%) (%) (m3)

1. PT. A 45 161.551 35.168 58,66 21,77 121.163 2. PT. B 25 110.825 25.427 72,43 22,94 83.119 3. PT. C 45 180.999 40.741 65,72 22,51 135.749 4. PT. D 72 288.058 65.186 65,37 22,63 216.043 5. PT. E 60 170.984 38.398 46,56 22,46 128.238 6. PT. F 70 199.781 44.798 46,63 22,42 149.836 7. PT. G 40 116.889 25.599 47,75 21,90 87.667 8. PT. H 45 97.334 21.411 35,34 22,00 73.001 9. PT. I 45 115.724 25.400 42,02 21,95 86.793 10. PT. J 40 25.026 4.801 10,22 19,18 18.770 11. PT. K 30 61.840 12.236 33,68 19,79 46.380 12. PT. L 45 103.886 21.675 37,72 20,86 77.914 13. PT. M 60 82.562 16.623 22,48 20,13 61.922 Jumlah 622 1.715.459 377.461 45,06 22,03 1.286.595

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan PKS di Provinsi Lampung dalam mengekstrak minyak kelapa sawit (CPO) dari bahan baku (TBS) cukup baik dengan rendemen rata-rata 22,03%. Hal ini menunjukkan teknologi yang digunakan untuk mengolah tandan buah segar cukup memadai. Beberapa pabrik hanya mampu mengekstrak minyak kelapa sawit lebih rendah dari 20 %, karena bahan bakunya merupakan hasil tanaman yang berumur kurang dari tujuh tahun (buah pasir).

Potensi produksi LCPKS di Provinsi Lampung cukup besar. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa setiap ton TBS menghasilkan sekitar 0,7-0,8 m3 LCPKS atau rata-rata 0,75 m3 LCPKS, sehingga pada tahun 2011 potensi LCPKS di Lampung mencapai 1.286.595 m3. Hasil penelitian Mahajoeno et al. (2008), menunjukkan bahwa setiap ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menghasilkan rata-rata air limbah 0,7 m3.

LCPKS di Provinsi Lampung memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku biogas, karena didukung oleh data hasil karakterisasi LCPKS yang diperlihatkan pada Tabel 4.2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai COD adalah di atas 40.000 mg/L. Menurut Tong (2011), besaran COD LCPKS di Malaysia adalah sekitar 51.000 mg/L, sedangkan menurut Mahajoeno (2008), LCPKS di Sumatera Selatan besarnya 56.200 mg/L. Menurut Mahajoeno (2008), nilai COD LCPKS menunjukkan banyaknya kandungan bahan organik di dalam limbah cair. Nilai COD LCPKS sangat tergantung pada mutu TBS dan proses ekstraksi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai COD LCPKS pabrik di Provinsi Lampung bervariasi antara 41.000 – 50.250 mg/L.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya sumber daya manusia yang menangani LCPKS merupakan tenaga kerja pada bagian produksi. Tenaga kerja yang menangani LCPKS dari PKS berkapasitas 60 ton TBS/jam berjumlah antara dua sampai lima orang dengan pendidikan SLTA atau sederajat. Di samping

pendidikan formal, umumnya tenaga kerja yang berkerja pada unit penanganan LCPKS juga mendapat pendidikan tambahan berupa pendidikan baik internal maupun eksternal perusahaan.

Tabel 4.2. Karakterisasi Limbah Cair PKS di Provinsi Lampung Kode Nama Perusahaan COD (mg/L) pH Kadar Lemak (mg/L) TSS (g/L) PT. A 41.250 5,6 1,402 52,235 PT. B 41.000 5,2 1,572 48,004 PT. E 42.000 5,4 2,003 45,333 PT. F 44.750 5,2 1,993 47,105 PT. H 50.250 5,0 2,211 54,500 PT. I 43.000 5,2 2,388 50,004 PT. J 46.000 5,6 1,926 42,533 PT. K 44.500 5,4 1,770 44,775 PT. L 44.500 5,4 1,974 44,923 PT. M 46.000 5,2 2,320 49,535

Selama ini peralatan yang digunakan untuk menangani LCPKS masih sangat sederhana, yakni berupa saluran limbah yang terbuat dari beton, pipa-pipa PVC, dan pompa. Kolam-kolam yang digunakan biasanya terbuat dari tanah atau yang lebih maju terbuat dari beton/tembok. Pengaliran limbah cair dari kolam satu ke kolam yang lain dilakukan dengan bantuan pompa atau berdasarkan gaya gravitasi atau perbedaan ketinggian.

Saat ini semua pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung telah memiliki instalasi pengolahan air limbah LCPKS seperti disyaratkan oleh pemerintah. Luas instalasi pengolahan air limbah LCPKS bervariasi tergantung dari kapasitas PKS. Total luas instalasi pengolahan air limbah LCPKS berkisar antara 2,5 Ha sampai 6 Ha. Pemerintah Provinsi Lampung mensyaratkan semua pabrik harus memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai sebelum pabrik beroperasi (Pemerintah Provinsi Lampung, 2010). Profil unit penanganan LCPKS di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa semua pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung melakukan penanganan limbah cair dengan menggunakan sintem kolam (ponding system). Ponding system merupakan proses penanganan limbah cair pengolahan hasil pertanian yang paling umum. Hal ini disebabkan selain biayanya yang murah, juga mampu menurunkan beban cemaran yang signifikan (Indrasti, 2012).

Tabel 4.3. Profil Proses Penanganan LCPKS di Provinsi Lampung

Kode Nama Perusahaan

Kolam Pendinginan Kolam Anaerobik Kolam Fakultatif Kolam Aerobik Kolam Indikator Kolam

Pemanfaatan akhir* Kapasitas Retensi Kapasitas Retensi Kapasitas Retensi Kapasitas Retensi Kapasitas Retensi Cadangan

(m3) (Hari) (m3) (Hari) (m3) (Hari) (m3) (Hari) (m3) (Hari) (m3)

PT. A 2.250 3 - 4 32.000 67 450 1 17.000 21 - 1.000 LA PT. B 956 3 16.400 55 2.600 5 3.936 14 1.280 4 1.000 LA PT. C 750 3 - 4 18.000 50 - 60 - - 4.800 10 - 16 750 5 - 10 2.500 LA PT. D 1.350 3 - 4 21.600 50 - 60 - - 9.600 10 - 16 750 5 - 10 3.500 LA PT. E 1.080 3 - 4 22.500 50 - 60 - - 9.000 12 - 16 1.200 4 - 6 2.500 LA PT. F 1.040 3 - 4 30.000 50 - 60 - - 12.000 12 - 16 1.260 4 - 6 2.500 LA PT. G 960 3 - 4 18.750 50 - 60 - - 7.200 12 - 16 900 4 - 6 2.500 LA PT. H 1.125 3 - 4 15.000 50 - 60 - - 4.800 12 - 16 750 5 - 10 2.500 LA PT. I 960 3 - 4 18.000 50 - 60 - - 4.050 12 - 16 1.350 5 - 10 2.500 LA PT. J 1.080 3 - 4 6.000 50 - 60 - - 3.000 12 - 16 1.200 5 - 10 2.500 PU PT. K 800 3 - 5 10.800 50 - 65 2.600 4 - 8 6.000 14 1.280 5 - 10 1.000 PU PT. L 900 3 - 5 15.000 55 2.600 5 8.100 14 900 4 - 7 1.000 PU PT. M 1.008 3 - 5 21.000 55 - 70 - - 8.000 10 - 15 - - 2.000 PU Keterangan : LA : land application

Secara umum pabrik kelapa sawit melakukan proses penanganan limbah cair yang hampir sama, yaitu penurunan suhu limbah cair dilanjutkan proses anaerobik dan proses aerobik. LCPKS kemudian dialirkan ke kolam indikator. Beberapa pabrik memiliki kolam fakultatif, yang merupakan transisi dari kolam anaerobik dan kolam aerobik. Proses anaerobik terjadi selain karena kedalaman kolam (diatas lima meter), juga karena terjadinya lapisan sisa minyak yang menutup permukaan kolam.

Salah satu kelemahan penanganan limbah cair dengan sistem kolam adalah waktu yang diperlukan cukup lama, sehingga memerlukan kolam yang luas. Hasil penelitian menunjukkan waktu paling cepat untuk proses penanganan LCPKS adalah 180 hari, sedangkan paling lama adalah 360 hari.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perbedaan antara pabrik satu dengan pabrik yang lain terletak pada pemanfaatan limbah akhir. Limbah hasil penanganan LCPKS ada yang dimanfaatkan sebagai pupuk cair (land application), tetapi ada yang tidak dimanfaatkan sama sekali atau langsung dibuang ke perairan umum. Umumnya PKS yang tidak memiliki kebun kelapa sawit sendiri limbah hasil penanganannya dibuang ke perairan umum. Salah satu PKS telah memanfaatkan LCPKS sebagai sumber air untuk menyiram pada pembuatan kompos yang berasal dari tandan kosong dan sebagai media budidaya Spirulina dan Chlorella.

4.2 Analisis Kondisi Suhu Terbaik Proses Produksi Biogas dari LCPKS

Dokumen terkait