• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 ANALISIS ALTERNATIF PENERAPAN PRODUKSI BERSIH SECARA

peninjauan secara langsung terhadap industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad. Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek seperti aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek ekonomi. Aspek teknis berarti meninjau kemudahan dari segi teknologi. Aspek lingkungan meninjau dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi meninjau penambahan nilai/pendapatan yang diberikan dari penerapan opsi produksi bersih tersebut. Berikut ini uraian mengenai analisis kelayakan dari masing-masing opsi produksi bersih.

5.5.1 Mendesain Instalasi Pembuangan Air ke IPAL dengan Pipa langsung dari Molen Aspek Teknis

Selama ini, proses pembuangan limbah cair dari dalam molen dilakukan dengan langsung menumpahkan air buangan tersebut ke lantai. Hal ini dapat membahayakan pekerja yang melewati lantai tersebut dan dari segi estetika pun terlihat tidak baik/tidak bersih. Oleh karena itu, disarankan untuk membuat instalasi pembuangan air melalui pipa yang akan langsung disalurkan ke IPAL jika limbah cair ini tidak dapat digunakan kembali.

Instalasi ini akan dipasang pada setiap molen yang digunakan, seperti pada molen liming, molenpickling, molentanning, dan molenretanning. Untuk molenlimingdan pickling, aliran pipa akan langsung tersalur ke bak penampungan di IPAL, sedangkan untuk molentanningdanretanning, pipa akan tersalur langsung ke bak penampungan masing-masing.

Dari segi teknis, pembuatan instalasi pipa ini tidak memakan luasan tempat yang cukup banyak. Pipa akan dipasang langsung disamping molen, namun bersebrangan dengan letak pipa pemasukkan air baru.

Aspek Lingkungan

Kegiatan pengeluaran limbah cair melalui instalasi pipa akan berdampak pada kebersihan tempat produksi khususnya lantai produksi dari tetesan air buangan. Namun cara ini tidak dapat

menjamin 100% tidak ada tetesan air di lantai, karena tetesan air akan berasal dari kulit yang dikeluarkan langsung dari dalam molen ke lantai produksi.

Aspek Ekonomi

a. Biaya pembelian pompa 1 hp = 6 unit x Rp 1,400,000,- = Rp 8,400,000,- (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010)

b. Biaya pembelian pipa 2 inchi = 37 meter x Rp 35,000/meter = Rp 1,295,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010)

Total biaya investasi = Rp 9,695,000,-

Dari opsi ini tidak ada dampak penghematan yang diberikan, sehingga tidak dapat diperoleh nilaipay back period.

5.5.2 Penggunaan kembali Air Buangan Pre Soaking untuk Proses Pre Soaking pada Batch

selanjutnya Aspek Teknis

Penggunaan kembali air buangan pre soaking ditujukan untuk penghematan air baru. Yang terjadi selama ini, biasanya air buanganpre soakingakan langsung dibuang dan dialirkan ke IPAL. Sebenarnya, air buangan pre soaking ini masih dapat digunakan kembali karena air ini hanya mengandung antibakteri yang tidak akan berpengaruh buruk terhadap mutu kulit. Secara teknis, penggunaannya cukup mudah yaitu dengan memompa air buangan dari molen pre soaking untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam molenpre soakingpadabatchselanjutnya.

Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, penggunaan kembali air buangan ini akan berpengaruh pada estetika tempat produksi (air buangan tidak tercecer di lantai).

Aspek Ekonomi

Pada opsi ini digunakan asumsi bahwa harga 1 m3air seharga Rp 2,000,- (Prayitno, 2009) dan prosessoakingdilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dalam sebulan dan dalam sehari hanya dilakukan satu kalibatchproduksi, sehingga akan diperoleh rincian biaya sebagai berikut:

a. Biaya pembelian pompa (200 watt) = 1 x Rp 485,000,- = Rp 485,000, (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010)

b. Biaya pembelian kran = 1 x Rp 25,000,- = Rp 25,000, (harga kran bersumber dari narasumber) c. Biaya pembelian pipa 2 inchi = 7 meter x Rp 35,000,-/meter = Rp 245,000,- (harga pipa bersumber

dari Permadi, 2010)

Total biaya investasi = Rp 755,000,-

d. Penghematan air = 4 m3x 12 hari x Rp 2,000,- =Rp 96,000,-/bulan

Pay back period= Rp 755,000,- : Rp 96,000,- =7,8 bulan

5.5.3 Pemisahan Limbah Cair dari Bulu dan Daging Aspek Teknis

Limbah bulu berasal dari proseslimingdan limbah daging berasal dari prosesfleshing. Proses limingdilakukan dalam molen sedangkan fleshingdilakukan pada mesin buang daging. Pemisahan

limbah cair dari bulu dan daging dapat dilakukan dengan penyaringan limbah padat tersebut sebelum masuk ke IPAL.

Limbah cair darilimingakan dialirkan menuju bak penampungan di IPAL. Di bagian atas bak penampungan ini disimpan saringan yang mampu menahan bulu agar terpisah dari limbah cair. Untuk prosesfleshing, pada bagian bawah mesin dipasang pipa besar yang diambil sebagian sisinya sehingga hanya berbentuk setengah lingkaran. Pipa ini akan tersalur langsung ke IPAL namun berbeda alirannya dengan pemasukkan limbah cair dariliming. Diatas bak penampung untuk limbah cair dari fleshingini dipasang saringan sehingga daging akan tertahan pada saringan. Dengan penyaringan tersebut, diharapkan pengumpulan limbah padat ini akan menjadi lebih mudah.

Aspek Lingkungan

Pemisahan limbah padat dari limbah cair ini akan memudahkan penanganan selanjutnya dari limbah padat tersebut. Bulu dan daging nantinya akan langsung terjemur dibawah sinar matahari sehingga bau tidak enak yang semula muncul akan berkurang karena keadaan limbahnya sudah kering.

Aspek Ekonomi

Pada perhitungan ekonomi pada opsi ini, digunakan asumsi bahwa proseslimingdanfleshing dilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dalam sebulan dan dalam sehari hanya dilakukan satu kalibatch produksi dengan kapasitas 1.5 ton..

a. Biaya pembelian saringan kawat 0.1 cm = 3.75 meter x Rp 20,000,-/meter = Rp 75,000, (harga saringan bersumber dari toko Sarana Agung, 2011)

b. Biaya pembelian saringan kawat 1 cm = 3.75 meter x Rp 10,000,-/meter = Rp 37,500, (harga saringan bersumber dari toko Sarana Agung, 2011)

c. Biaya pembuatan saringan = Rp 30,000,- (perkiraan)

d. Biaya pembelian pipa 4 inchi = 5 meter x Rp 100,000,-/meter = Rp 500,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010)

Total biaya investasi = Rp 642,500,-

e. Penjualan daging = 525 kg x 12 hari x Rp 900,-/kg = Rp 5,670,000,-/bulan (harga jual daging bersumber dari PT. Muhara Dwi Tunggal Laju, 2002)

f. Penjualan bulu = 37 kg x 12 hari x Rp 300,-/kg = Rp 133,200,-/bulan (harga jual bulu hasil perkiraan)

Total pendapatan = Rp 5,803,200,-/bulan

Pay back period= Rp 642,500,- : Rp 5,803,200,- =0.1 bulan

5.5.4 Pengolahan Limbah Daging menjadi Lemak

Menurut Prayitno (2009), sisa buang daging ini sebetulnya dapat diolah kembali untuk menghasilkan produk berguna lainnya seperti untuk diambil lemaknya (tallow) yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti sabun dan kosmetik. Untuk memperoleh lemak dari limbah buang daging dapat dilakukan dengan bermacam cara yaitu hidrolisis dengan uap, hidrolisis dalam basa, dan pemasakan dengan enzim protease. Diantara ketiga pilihan proses tersebut, yang paling efektif adalah proses pemasakan dengan enzim protease.

Menurut penelitian Sutyasmiet al. (2006) dalam Priyatno (2009), metode ekstraksi lemak dari limbah buang daging dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sistem pemanasan menggunakan pemanas uap dan cara ekstraksi dengan bahan pelarut. Waktu yang dibutuhkan untuk sistem pemanasan adalah 60 menit. Dari proses ini, untuk 5 kg limbah daging akan diperoleh 0.22–0.42 kg

lemak. Hasil perhitungan teknoekonomi diketahui bahwa harga 1 kg lemak hasil ekstraksi adalah Rp 1,250,-.

Aspek Teknis

Tahapan yang dilakukan untuk mengambil lemak (tallow) menurut Sutyasmi et al. (2006) dalam Priyatno (2009) adalah mencacah daging untuk memperluas permukaan kontak dengan enzim, kemudian memasukkannya kedalam reaktor dan ditambahkan enzim savinase (enzim protease). Pengadukan di dalam reaktor dilakukan selama 30 –60 menit dengan suhu 50oC - 60oC. Emulsi lemak akan berada di permukaan, kemudian dipisahkan dari lapisan yang ada dibawahnya. Emulsi lemak yang sudah diambil kemudian ditambahkan hidrogen peroksida dan asam (asam sulfat atau asam klorida) dan dipanaskan dengan pemanas uap hingga mencapai titik didihnya. Dari proses ini dapat dihasilkan lemak sampai 90%.

Secara teknis, pengolahan limbah daging ini relatif mudah untuk dilakukan mengingat luasan lahan yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar dan tidak perlu dilakukan penambahan pekerja untuk mengolahnya, karena kegiatan ini dapat dilakukan oleh seorang pekerja saja dan waktunya pun fleksibel. Bahan yang diperlukan pun cukup mudah diperoleh di pasaran.

Aspek Lingkungan

Pengolahan daging ini dapat mengurangi cemaran bau yang ditimbulkan dari penumpukan limbah daging. Hilangnya bau yang ditimbulkan dari limbah daging karena limbah tersebut langsung terjemur dibawah sinar matahari.

Aspek Ekonomi

Jika pengolahan ekstraksi lemak ini dilakukan oleh industri penyamakan Haji Ali Ahmad, maka dari 525 kg limbah daging akan diperoleh lemak maksimum sebesar 0.42 x 525/5 kg = 44.1 kg lemak dengan harga Rp 1,250,- /kg x 44.1 kg = Rp 55,125,-. Dengan begitu, untuk satu bulan produksi dengan asumsi pengolahan daging dari prosesfleshingdilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dan dalam sehari hanya dilakukan satu kali batch produksi dengan kapsitas 1.5 ton, maka dapat diperoleh keuntungan sebesar 12 x Rp 55,125,- = Rp 661,500,- per bulan. Untuk dapat melakukan pengolahan daging ini secara mandiri, berarti industri harus mengeluarkan biaya pembelian reaktor, enzim protease, hidrogen peroksida dan asam sulfat. Jika dilakukan analisis biayanya, maka akan diperoleh : a. Biaya pembelian reaktor = Rp 650,000.- (narasumber)

b. Biaya pembelian wadah tabung = Rp 100,000,- (narasumber) Total biaya investasi = Rp 750,000,-

c. Biaya enzim protease = Rp 326,000,-/kg (Nextag, 2011)

d. Biaya hidrogen peroksida = 6 x Rp 2,800,-/kg = Rp 16,800,-/bulan (dengan asumsi 1 kg hidrogen peroksida digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari Anonim, 2011)

e. Biaya asam sulfat = 6 x Rp 3,000,-/kg = Rp 18,000,-/bulan (dengan asumsi 1 kg asam sulfat digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari industri Haji Ali Ahmad, 2011) Total biaya operasi = Rp 360,800,-/bulan

Biaya penjualan lemak =Rp 1,250,- /kg x 44.1 kg x 12 =Rp 661,500,-/bulan(harga bersumber dari Sri Sutyasmi dkk. (2006) dalam Priyatno (2009))

Net profit=Rp 661,500,- - Rp 360,800,- =Rp 300,700,-/bulan

5.5.5 Penggunaan Kembali Limbah Krom dengan Cara Daur Ulang

Pada proses penyamakan, menurut Wiegant WM,et al.(1999) dalam Prayitno (2009), hanya sekitar 70% bahan penyamak krom yang dapat masuk dan diikat oleh serat kulit. Ini berarti 30% nya akan dikeluarkan sebagai limbah. Krom yang dibuang adalah krom valensi III yang tidak toksik, namun bila tidak segera ditangani maka karena pengaruh udara dan panas matahari akan dapat teroksidasi menjadi krom valensi VI yang bersifat toksik dan mudah larut.

Di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, untuk memproses 1,500 kg kulit pikel diperlukan bahan penyamak krom sebanyak 90 kg. Tiga puluh persen dari berat ini akan dikeluarkan sebagai limbah atau sekitar 27 kg. Harga bahan penyamak krom saat ini adalah Rp 13,300,-/kg, maka krom yang dibuang akan seharga Rp 359,100,-.

Dalam Prayitno (2009), telah dilakukan sebuah penelitian di tahun 2002 oleh I Nyoman, S.M mengenai pembuatan kulit wet blue dengan memanfaatkan kembali limbah krom. Limbah krom diendapkan dengan natrium karbonat kemudian dilakukan penyaringan dan pengeringan. Dalam prosesnya, krom hasil pengendapan dilarutkan dalam asam sulfat hingga pH 3 - 5. Dengan menggunakan perbandingan bahan krom dari limbah dan bahan krom baru adalah 60 : 40 akan diperoleh kulit wet blue yang tidak beda nyata dengan kulit wet blue yang diproses menggunakan krom baru.

Aspek Teknis

Limbah krom dari penyamakan dapat digunakan kembali dengan terlebih dahulu diendapkan menggunakan larutan yang bersifat basa. Koagulan yang terbaik adalah MgO. Secara teknis, penggunaan kembali limbah krom dengan pengendapan ini cukup sederhana. Limbah krom diendapkan menggunakan MgO selama kurang lebih 10 jam. Setelah krom mengendap, cairan beningan dan endapan dipisahkan. Cairan dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot tetapi jangan sampai endapannya ikut tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga dapat langsung dibuang. Endapan yang diperoleh kemudian ditambahkan asam sulfat. Endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom oksida/liter.

Cara daur ulang seperti ini, cukup memungkinkan untuk diterapkan di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, mengingat industri ini pun sudah melakukan penambahan MgO pada limbah kromnya. Namun, cairan beningan yang terpisah dari endapan unfix krom ini tidak dibuang, melainkan langsung digunakan kembali untuk proses penyamakan. Dengan adanya wadah penampung untuk cairan beningan ini, maka endapan krom dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan penambahan larutan asam sulfat.

Aspek Lingkungan

Penggunaan kembali atau daur ulang krom sangat penting dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kadar krom yang terkandung dalam air limbah buangan sehingga bahayanya terhadap lingkungan dapat diminimalkan.

Aspek Ekonomi

Prayitno (2009) pun menyebutkan bahwa dari 100 L air limbah krom akan diperoleh 10 kg krom hasil pengolahan kembali dan hasil perhitungan tekno ekonomi krom tersebut senilai Rp 3,500,- /kg. Asumsi yang digunakan antara lain: bak penampung dengan volume 1.5 m3atau dengan ukuran 1.5 m x 1 m x 1 m, prosestanningdilakukan sebanyak 3 kali (3 hari) dalam sepekan.

b. Biaya pembelian pipa 1 inchi = 3 meter x Rp 9,000,-/meter = Rp 27,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010)

c. Biaya pembelian pompa (200 watt) = 1 x Rp 485,000,- = Rp 485,000,- (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010)

Total biaya investasi = Rp 662,000,-

d. Biaya pembelian MgO = Rp 5,000,-/kg (industri Haji Ali Ahmad, 2011) e. Biaya pembelian asam sulfat = Rp 3,000,-/kg (industri Haji Ali Ahmad, 2011)

Total biaya operasi =Rp 8,000,- x 12 hari =Rp 96,000,-/bulan

Penghematan krom =1,582 L/100 L x 10 kg x Rp 3,500,-/kg x 12 hari =Rp 6,644,400,-/bulan

Net saving= Rp 6,644,400,- - Rp 96,000,- =Rp 6,548,400,-/bulan

Pay back period= Rp Rp 662,000,- : Rp 6,548,400,- =0.1 bulan

5.6

Skala Prioritas Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian

Dokumen terkait