• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak, Luas, dan Batas-Batas Tapak

Kawasan perkebunan teh Kayu Aro terletak di daerah yang paling tinggi di Kabupaten Kerinci, yang menjauh dari pusat keramaian kota sehingga segala kesibukan perkotaan sangat jarang terlihat di sekitar kawasan ini. Secara umum, lokasi perkebunan ini memang berada di daerah pegunungan sehingga hawa sejuk di sekitar perkebunan sangat kental terasa dan sangat jauh dari polusi udara sehingga kawasan ini layak dijadikan sebagai kawasan wisata. Area perkebunan yang sangat luas membuat para wisatawan sangat leluasa untuk menikmati panorama di sekitar kawasan. Beberapa area pada tapak dapat dioptimalkan fungsinya dengan merencanakan pengembangan agrowisata dengan tidak menggangu sirkulasi penduduk sekitar.

Kawasan perencanaan agrowisata kebun teh Kayu Aro seluas 1.254 ha sangat mencukupi untuk melakukan kegiatan wisata pertanian beserta pengembangannya. Hal ini berdasarkan pertimbangan berikut:

1. Tapak yang akan direncanakan menjadi kawasan agrowisata membutuhkan sumber lahan yang luas. Sektor budidaya tanaman dalam skala usaha besar memerlukan lahan yang luas sebagai tempat produksi dan pengembangannya. 2. Ada empat fungsi yang diterapkan dalam perencanaan ini, yaitu fungsi

budidaya, fungsi wisata, fungsi pendidikan, dan fungsi konservasi. Diantara keempat fungsi tersebut, fungsi budidaya membutuhkan luasan tapak yang paling luas agar produksi berjalan dengan baik.

3. Tidak seluruh kawasan perkebunan dilakukan perencanaan ulang, karena tapak seluas 3.014,6 ha berukuran cukup luas. Perkebunan yang luas dengan relief berbukit-bukit, cukup dimanfaatkan sebagai pemandangan latar yang memberikan kesan good view terhadap kawasan yang direncanakan.

Ketinggian, Topografi, dan Kemiringan Lahan

Chiara (1997) menyatakan bahwa bentuk dasar permukaan tanah (topografi) merupakan sumberdaya visual dan estetika yang dapat memperbaiki

kemungkinan tata guna lahan yang direncanakan. Dengan demikian, kondisi existing berupa relief tapak yang bergelombang dapat menjadi formasi dasar (basic form) dalam pemanfaatannya menjadi kawasan agro.

Tapak yang akan direncanakan mempunyai relatif datar dan bergelombang, sehingga tapak terlihat berbukit-bukit. Hal ini dapat mendukung dalam penampilan view perkebunan menjadi indah dan menarik. Pada tapak yang akan direncanakan terdapat sebagian kecil lereng yang curam dengan kemiringan >40%. Pemanfaatan lereng yang curam ini sangat terbatas yaitu hanya untuk ditanam vegetasi pelindung saja. Jika tidak tertangani dengan baik, maka kemiringan tapak ini akan mengakibatkan tanah longsor dan erosi.

Aktivitas dan fasilitas umum bagi pengunjung dapat diakomodasikan pada kemiringan 0-2% dan kemiringan 2-15%. Sedangkan pada kemiringan 15-40% dan kemiringan >40% pemanfaatannya sangat terbatas sehingga perlu adanya proses pengolahan lebih lanjut. Pengolahan lanjutan yang dapat dilakukan diataranya: Cut and fill yaitu pemindahan volume tanah karena kemiringan lahan sehingga memungkinkan untuk didirikan bangunan, penanaman vegetasi penutup baik berupa ground cover, semak, atau perdu dapat menguatkan struktur tanah pada lahan-lahan yang miring, pembuatan retaining wall yaitu perkerasan untuk menahan terjadinya longsor dan erosi pada lahan-lahan yang miring, pembuatan sengkedan-sengkedan yaitu pengolahan tanah menjadi teras-teras pada elevasi tertentu untuk mencegah erosi.

Pada lokasi pengkonsentrasian pengunjung diperlukan adanya variasi ketinggian tetapi masih dalam standar aman bagi pengunjung, hal ini bertujuan agar tapak tidak terkesan monoton. Menurut Laurie (1985), ragam ketinggian pada lahan akan mempengaruhi aktivitas pada lahan tersebut. Lahan yang tinggi bisa dijadikan sebagai tempat pertunjukkan, lahan yang bergelombang bisa dijadikan sebagai pembatas suatu ruang, dan lahan yang rendah bisa dijadikan sebagai kolam/pembatas suatu ruang. Ilustrasi ragam ketinggian lahan pada lokasi aktivitas pengunjung dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Ilustrasi Ragam Ketinggian Lahan pada Lokasi Aktivitas Pengunjung (Laurie, 1985)

Hidrorogi dan Drainase

Penyediaan air untuk sistem irigasi di dalam kawasan perkebunan berasal dari aliran Sungai Lintang dan Danau Aroma Pecco yang terdapat di tengah-tengah perkebunan. Aliran Sungai Lintang mengalir ke dalam kawasan perkebunan melalui saluran-saluran drainase yang telah dibuat akan tetapi saluran yang ada masih kurang dan terletak pada radius yang cukup jauh sehingga kurang maksimal dalam memenuhi kebutuhan air didalam perkebunan. Untuk memelihara agar tetap tersedianya kebutuhan air pada tapak, maka di area perkebunan banyak dibuat kolam-kolam penampungan aliran irigasi yang terdapat pada daerah-daerah cekung. Tindakan ini cukup membantu dalam penyediaan air dan dapat menjadi muara aliran permukaan (run off).

Pada kawasan danau Aroma Pecco, air yang terdapat disana hampir mengering, dangkal dan berubah menjadi rawa, hanya bagian tengah danau saja yang masih terdapat air. Hal ini terjadi akibat adanya sedimentasi dan kurangnya pemeliharaan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi persediaan air untuk perkebunan. Untuk mengatasi kendala ini maka perlu dilakukan pengurugan di area danau dan melukakan konservasi pada kawasan sekitar danau agar kondisi

air danau dapat kembali seperti semula dan secara fungsional dapat menjadi sumber air untuk irigasi dan sebagai salah satu objek wisata.

Geologi dan Jenis Tanah

Tanah merupakan sebuah faktor penting pada perencanaan tapak sehubungan dengan kestabilan lahan, kecocokan tipe pondasi, penggalian-penggalian, bahaya erosi, pengaliran air dan pertumbuhan tanaman (Laurie, 1985).

Secara umum, struktur tanah yang terdapat pada kawasan ini tergolong baik. Keadaan geologis dan tanah yang terbentuk dari lapisan alluvial pegunungan menyebabkan relief yang berlekuk-lekuk dan cocok sekali dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan teh. Porositas yang dimiliki oleh struktur tanah bernilai tinggi, sehingga walaupun ada lereng perbukitan yang curam, bencana longsor dan erosi jarang terjadi. Hal ini juga disebabkan karena hampir seluruh permukaan tanah tertutup oleh vegetasi, teh juga memiliki fungsi konservasi tanah dan air yang baik.

Berdasarkan temuan di lapang, tanah perkebunan ini berjenis Andosol yang memiliki sifat gembur, struktur tanahnya granulir (lemah), sehingga agregat tanahnya harus dikuatkan oleh perakaran tanaman maupun pondasi bangunan. Hal ini memungkinkan dilakukan perencanaan cut and fill di beberapa tempat yang dikehendaki.

Tanah jenis ini memiliki kadar karbon (C) dan nitrogen (N) yang tinggi. Nisbah C-N yang tinggi memungkinkan terpeliharanya hara mineral di dalam tanah untuk kesuburan tanaman (Soepardi, 1983). Jika tertutup oleh vegetasi, apalagi tanaman teh yang penutupannya merata, maka tanah ini sangat jenuh air dan menghasilkan mata air di berbagai lereng-lereng bukit.

Tingkat kesuburan tanah dapat ditingkatkan melalui usaha pemupukan, pengapuran dan sistem drainase. Pengolahan tanah dilakukan dengan penambahan bahan organik. Namun sejauh ini hal tersebut belum perlu dilakukan, karena sarasah sisa daun teh yang berjatuhan dapat menjadi pupuk hijau yang ekonomis dan termanfaatkan dengan sendirinya.

Iklim

Curah Hujan. Dengan rata-rata curah hujan 1.500-2.000 mm pertahun dan periode bulan kering 3-4 bulan per tahun, maka kawasan perkebuanan teh Kayu Aro mempunyai persediaan air yang cukup sepanjang tahun dan sangat jarang terjadi kekeringan. Kendala yang terdapat pada tapak diantaranya, belum adanya pengaturan aliran air hujan dan penyediaan air pada saat bulan kering. Adapun beberapa teknis perencanaan yang bisa diterapkan untuk mengatur kelebihan/kekurangan air hujan adalah dengan penyiraman yang intensif pada bulan-bulan kering untuk menjaga kesuburan tanaman, pembangunan sistem drainase di daerah yang rawan terhadap erosi untuk mengurangi dampak hujan yang berlebihan, penyediaan sarana peneduh di beberapa lokasi strategis, sehingga pengunjung tetap merasa nyaman pada saat hujan, pembuatan kolam-kolam di area yan curam yang dapat menampung air hujan, pembuatan retaining wall untuk mengokohkan struktur tanah yang rawan longsor, pembuatan selokan-selokan di daerah rawan genangan air hujan serta pemeliharaan perkerasan jalan setapak yang mendukung resapan air.

Kelembaban Nisbi. Menurut Laurie (1985) kisaran kelembaban udara yang nyaman bagi manusia adalah sekitar 40-75%. Dilihat dari data yang diperoleh, kelembaban di kawasan perkebunan berkisar antara 74-87% sehingga kawasan ini berada di luar kisaran kenyamanan. Kondisi ini sering terjadi pada daerah perkebunan yang berada pada ketinggian >1000 m dpl. Hal ini terjadi karena bukit perkebunan tersebut menyimpan volume air yang cukup tinggi, namun terjadi evapotranspirasi yang disebabkan penerimaan cahaya matahari yang merata di sepanjang permukaan vegetasi dan tanah sehingga mengurangi kelembaban di sekitar kawasan. Namun pada dasarnya manusia dapat bertoleransi terhadap kelembaban dibandingkan dengan suhu yang tinggi (Safarianugraha 2004). Salah satu cara untuk mengurangi kelembaban yang tinggi yaitu dengan membuat ruang-ruang terbuka (open space) di antara ruang-ruang vegetasi, sehingga uap air hasil evapotranspirasi yang naik tidak terhambat oleh kanopi dan juga dilakukan pengaturan vegetasi sehingga terjadi sirkulasi udara yang baik. Dikarenakan udara tapak yang lembab, maka dalam pemilihan material untuk

membangun fasilitas juga harus dicari bahan yang kuat, tidak mudah lapuk dan tahan terhadap kelembaban yang tinggi.

Lama Penyinaran. Menurut Badan Meterologi Kabupaten Kerinci, nilai lama penyinaran >50% berarti ketersediaan cahaya matahari mencukupi sepanjang tahun. Dari data yang diperoleh, perkebunan teh Kayu Aro memiliki lama penyinaran maksimum 69% dengan rataan penyinaran 6 jam per hari. Ketersediaan matahari sepanjang tahun sangat mempengaruhi proses pertumbuhan vegetasi di dalam kawasan.

Kondisi penyinaran matahari yang cukup panjang pada tapak, membuat kondisi saat siang hari cukup terik karena cahaya matahari sehingga hal ini menjadi salah satu kendala yang membuat pengunjung marasa kurang nyaman beraktivitas pada area terbuka karena menimbulkan silau pada mata. Menurut Robbinette (1977), penggunaan vegetasi dapat mengontrol sinar matahari yaitu dengan menyaring radiasi, menurunkan suhu permukaan tanah, dan memantulkan radiasi matahari. Vegetasi yang cocok untuk mengatasi masalah radiasi matahari adalah jenis tanaman peneduh khususnya pada pusat aktivitas rekreasi. Menurut Brooks (1988), penggunaan vegetasi akan menghasilkan naungan dan dapat menangkap serta menyerap 60-90% radiasi matahari (Gambar. 26). Alternatif lain adalah dengan membuat bangunan peneduh seperti pergola, gazebo atau shelter.

Gambar 26. Penggunaan Tanaman Peneduh untuk Mereduksi Radiasi Matahari (Brooks, 1988)

Kecepatan Angin. Dari data diperoleh kecepatan angin kawasan adalah 11-20 knot. Pada skala Beaufort, nilai tersebut termasuk kedalam angin sedang dan angin segar sehingga kawasan ini dapat memberikan kenyamanan bagi

pengunjung. Kendala yang sering dihadapi yaitu kadang-kadang tedapat angin yang berhembus cukup kencang disekitar bengunan sehingga mengganggu kenyamanan dan merusak unsur-unsur pembangunan tapak. Alternatif perencanaan pengendalian diantaranya adalah dengan penggunaan penghalang angin alami yaitu dengan penggunaan vegetasi yang berfungsi juga untuk meredam kecepatan angin dan untuk mengarahkan aliran angin (Gambar.27), terutama untuk tempat-tempat rekreasi. Carpenter et al. (1975) menyatakan bahwa kepadatan/kerapatan vegetasi dapat mengurangi kecepatan angin sebesar 75-85%. Sehingga semakin padat/rapat penanaman vegetasi yang digunakan, maka akan semakin efektif dalam meredam kecepatan angin.

Gambar 27. Penanaman Massa Vegetasi untuk Mengarahkan Angin (Chiara dan Koppelman, 1997)

Suhu. Menurut Laurie (1985), kisaran suhu yang nyaman untuk manusia adalah apabila Nilai Indeks Kenyamanan (Temperature Humidity Index) kurang dari 27. Nilai Indeks Kenyamanan dihitung dengan rumus sebagai beriut:

Keterangan:

THI = Temperature Humidity Index T = Suhu rata-rata (˚C) RH = Kelembaban (%) 500 8 , 0 T RHxT THI = +

Berdasarkan perhitungan dengan memasukkan nilai tertinggi (22,9˚C) dan terendah (20˚C) pada suhu maksimum dan tertinggi (12,0˚C) dan terendah (9,3˚C) pada suhu minimum, serta dengan memasukkan nilai kelembaban 74-87%, maka diperoleh nilai THI yang berkisar antara 8,9 – 22,1 (Tabel.7). Nilai tersebut kurang dari 27, sehingga suhu kawasan perkebunan teh Kayu Aro termasuk dalam ketegori nyaman.

Tabel 7. Nilai THI Kawasan pada Suhu Maksimum dan Minimum

Suhu (˚C) Kelembaban (%) THI Keterangan

22,9 84 22,1

20,8 74 19,7

12,0 87 11,7 THI < 27 = nyaman

9,3 78 8,9

Pada umumnya, kawasan wisata yang berorientasi pada pelestarian vegetasi memiliki keuntungan klimatis, yaitu terjaganya suhu kawasan pada ukuran yang nyaman. Suhu yang kondusif dan nyaman bagi pengunujung dapat menambah daya tarik kawasan.

Gambar 28. Pengaruh Vegetasi pada Iklim Mikro (Brooks, 1988)

Beberapa teknis perencanaan yang bisa diterapakan untuk menjaga agar suhu tetap berada pada rentang kenyamanan antara lain adalah dengan pengadaan vegetasi peneduh yang berfungsi untuk mereduksi pencahayaan matahari serta

dengan pengaturan luasan badan air di dalam kawasan yang berfungsi sebagai cadangan air pada saat evaporasi sehingga kelembaban kawasan tetap terjaga.

Vegetasi dan Satwa

Keanekaragaman jenis vegetasi dan satwa menyebabkan beragamnya unsur-unsur pembangun estetika perkebunan teh Kayu Aro, vegetasi yang mendominasi adalah tanaman teh yang terhampar luas yang menciptakan kesan visual yang menarik. Keanekaragaman vegetasi dan satwa dimanfaatkan menjadi daya tarik kawasan. Seperti pada jalur utama menuju kawasan perkebunan terdapat jejeran tanaman canna indica yang mengeluarkan warna cerah. Tanaman ini ditanam secara kontinu sehingga menimbulkan kesan sebagai tanaman pengarah jalan dan menambah keceriaan kawasan. Penanaman vegetasi dapat menjaga kelestarian satwa serta menyediakan habitat bagi satwa. Banyak jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber makanan dan tempat tinggal bagi burung atau satwa liar lainnya. Pohon besar dapat digunakan untuk menarik burung untuk tinggal dan membuat sarang dan beberapa jenis semak/perdu juga dapat menjadi habitat satwa lainnya (Carpenter, 1975).

Beberapa kendala yang dihadapi pada tapak yaitu terdapat sebagian kecil vegetasi yang telah tertanam di tapak terlihat kurang sesuai dengan penataan ruang dan pengembangan kawasan. Beberapa penanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut diantaranya sebagai berikut: penataan kembali vegetasi sesuai dengan fungsi perencanaan yang telah ditentukan, penyesuaian jenis vegetasi dengan fungsi perencanaan dengan dilakukan perombakan seminimal mungkin, penanaman vegetasi yang dilakukan secara bertahap sehingga memudahkan dalam proses pengembangan kawasan tahap berikutnya.

Pola Penggunaan Lahan

Hamparan perkebunan teh yang mendominasi hampir keseluruhan tapak merupakan lahan yang dibudidayakan untuk produksi teh. Hanya sedikit lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan berwisata padahal terdapat beberapa lokasi yang ditemukan pada tapak yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan perencanaan berwisata walaupun termasuk kedalam kawasan budidaya.

Hamparan perkebunan teh yang sangat luas dimanfaatkan secara estetis dan fungsional. Secara estetis dapat dijadikan good view yang menjadi daya tarik dan latar belakang dari kawasan Agrowisata Kayu Aro.

Pihak pengelola dalam hal ini yaitu PTP Nusantara VI menekankan bahwa lahan perkebunan yang sudah ada tidak boleh dilakukan konversi lahan menjadi area bangunan yang dapat merusak kondisi alami dan ekologis kawasan, akan tetapi pihak pengelola akan memberi toleransi jika perencanaannya mengarah kepada peningkatan fungsi ekologis dan mempertahankan kondisi alami kawasan, sehingga wisata yang direncanaan juga akan mengikuti kondisi alami pada tapak dan meminimalisir perubahan-perubahan lahan untuk menunjang kegiatan berwisata.

Kendala yang ditemukan pada tapak diantaranya masih minimnya lahan yang dijadikan sebagai kawasan berwisata sehingga perlu diadakan perencanaan tentang pengalokasian ruang-ruang pada tapak yang sesuai dengan fungsi perencanaannya yaitu ruang budidaya, ruang wisata dan ruang konservasi.

Akustik dan Visual

Pemandangan alam di dalam dan luar tapak merupakan vista yang menjadi daya tarik perkebunan teh Kayu Aro. Hamparan kebun teh yang hijau dengan latar belakang Gunung Kerinci menjadi karakter yang sangat kuat saat menikmati panorama di kawasan ini. Beberapa kondisi yang dapat dikategorikan sebagai potensi estetis kawasan yaitu: dynamic, emphasis, repetition, dominity, dan unity.

Kesan dinamis (dynamic) yang ditimbulkan oleh angin yang bertiup, air yang mengalir bergemericik dan burung yang di sekitar tapak. Kesan ini menghasilkan bunyi-bunyian yang nyaman didengar dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung (easy listening).

Kesan penguatan (emphasis) yang ditimbulkan oleh hamaparan pucuk daun teh muda yang hijau terang karena terkena sinar matahari. View ini akan seperti permadani hijau yang terhampar di bukit-bukit.

Kesan pengulangan (repetition) ditimbulkan oleh hamparan kebun teh yang tertata rapi karena perdu-perdu teh ditanam berbaris rapat. Apabila dilihat dengan seksama, maka akan terlihat pola pengulangan barisan tanaman teh yang

tercipta secara alami. Keteraturan warna disebabkan oleh pemetikan pucuk-pucuk daun yang teratur, sehingga tanaman teh akan selalu tampak hijau dan segar. Kesan dominasi (dominity) ditimbulkan oleh warna hijau sebagai warna utama yang menjadi identitas kawasan. Selain berupa dominasi warna, juga terdapat dominasi bentuk tajuk tanaman teh yang seragam yang memenuhi kawasan.

Kesan kesatuan (unity) ditimbulkan dari perpaduan antara semua elemen pembentuk lanskap secara alami seperti, semua tanaman pada kawasan mengeluarkan warna dengan maksimal karena didukung oleh kondisi iklim dan ketinggian kawasan. Sehingga view yang ditimbulkan menjadi sangat menarik untuk dinikmati.

Kendala yang sering dihadapi adalah kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang berlalu-lalang mengitari tapak yang mengakibatkan kondisi tapak menjadi kurang nyaman. Sehingga hal yang perlu dilakukan adalah dengan menempatkan pusat-pusat aktivitas ke tempat-tempat yang strategis yang jauh dari kebisingan kendaraan bermotor atau dengan pengadaan tanaman penghalang untuk menghalangi atau meredam bunyi.

Menurut Carpenter et al. (1975) vegetasi merupakan cara yang paling efektif dalam mereduksi kebisingan, dimana gelombang suara tersebut diserap dan dipancarkan oleh vegetasi dalam bentuk yang berbeda. Kemampuan tanaman dalam mengontrol kebisingan didasarkan oleh intensitas, frekuensi dan sumber suara serta lokasi, tinggi, lebar dan kepadatan tanaman.

Menurut laurie (1985), penggunaan kombinasi semak dan pohon sangat efektif karena mampu mereduksi bising hingga 50% untuk kendaraan biasa dan 75% untuk truk. Reduksi bising lebih efektif dengan menggunakan kombinasi antara penghalang solid dan vegetasi. Penghalang solid berupa dinding dengan struktur tebal dan memantulkan bunyi.

Aksesibilitas dan Sirkulasi dalam Tapak

Ada tiga faktor yang mempengaruhi aksesibilitas suatu kawasan yang menggunakan jalan darat (Ari, 2007), yaitu:

2. Ketersediaan jalur transportasi, baik kapsitas pengguna jalan, kondisi fisik jalan maupun pola pembuatan jalan.

3. Jumlah pengguna yang melakukan akses terhadap kawasan, baik satu arah maupun dua arah.

Berdasarkan ketersediaan alat transportasi, aksesibilitas menuju tapak tidak sulit karena kawasan ini berada di jalur antar provinsi dan didukung dengan tersedianya kendaraan umum roda empat dan roda dua yang beroperasi dari pagi hingga sore setiap harinya, sehingga untuk memasuki kawasan ini cukup mudah walaupun tidak menggunakan kendaraan pribadi. Kendala yang dihadapi adalah akses jalan masuk ke dalam perkebunan masih kurang baik, berbatu-batu, dan masih kurang lebar sehingga kurang memadai dilihat dari akses pengunjung yang datang. Untuk itu diperlukan perbaikan di jalan-jalan perkebunan akan tetapi tetap mempertahankan dan mengikuti pola sirkulasi alami yang sudah ada serta dilakukan pelebaran jalan jika memungkinkan.

Sirkulasi yang sudah ada pada tidak semuanya digunakan oleh pengunjung wisata, hal ini dikarenakan kurangnya atraksi wisata pada tapak. Sehingga tidak ada yang menarik pengunjung untuk melewati jalur sirkulasi yang sudah ada. Jalur sirkulasi yang tersebar dalam perkebunan hanya digunakan sebagai jalur para pekerja yang memetik teh. Untuk memanfaatkan sirkulasi yang ada, maka sebaiknya direncanakan adanya atraksi-atraksi yang dapat menarik minat pengunjung untuk mengelilingi perkebunan. Atraksi-atraksi yang direncanakan pada jalur sikulasi tetap merujuk pada kondisi alami tapak dan memilih jalur yang memang diperbolehkan dilalui oleh pengunjung wisata.

Fasilitas dan Utilitas

Berdasarkan data yang diperoleh, pada sekitar tapak sudah terdapat beberapa fasilitas umum pendukung wisata seperti sudah tersedianya penginapan, sarana ibadah (mesjid dan gereja), lapangan olahraga, rumah sakit, dan beberapa fasilitas penunjang lainnya. Semua fasilitas yang ada rata-rata dalam kondisi baik. Untuk penerangan, masyarakat perkebunan sudah menggunakan jasa PLN sehingga penerangan di sekitar kawasan perkebunan cukup terpenuhi. Air bersih untuk kawasan perkebunan berasal dari PDAM yang berada dekat dengan

perkebunan hal ini dilakukan kerena debit air sungai disekitar perkebunan sudah berkurang dan tidak bisa mencukupi kebutuhan air di kawasan perkebunan.

Beberapa kendala yang dihadapi adalah fasilitas yang ada masih dirasa sangat kurang dalam mendukung kegiatan wisata. Seperti masih kurangnya tempat parkir khusus pengunjung, pusat informasi, kios penjual souvenir, shalter serta kendaraan bagi pengunjung yang ingin melihat dan berkeliling perkebunan teh apabila mereka tidak membawa kendaraan pribadi. Untuk menangani permasalahan ini, maka diperlukan pengadaan fasilitas yang kurang pada tempat-tempat wisata khususnya kawasan agrowisata dan pengadaannya harus sesuai dengan kondisi tapak dan fungsinya.

Aspek Sosial

Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Sekitar

Menjadi karyawan di perkebunan PTP Nusantara VI merupakan mata pencaharian utama masyarakat setempat. Hal ini sangat mendukung perencanaan kawasasan agrowisata kebun teh Kayu Aro yang diarahkan menjadi lanskap pertanian terpadu. Aktivitas sehari-hari masyarakat setempat dapat dijadikan identitas kawasan wisata yang selanjutnya dapat menjadi daya tarik kawasan.

Kondisi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan perkebunan sudah cukup memadai baik dari segi fasilitas listrik dan air. Dari segi ekonomi, pendapatan dari karyawan pabrik sudah cukup hal ini terlihat dari rata-rata anak mereka sudah mengenyam bangku pendidikan. Kendala yang dihadapi adalah masih kurang optimalnya penggunaan waktu masyarakat sekitar kawasan ketika belum mendapat giliran untuk kerja sehingga masih banyak terdapat waktu luang. Untuk mengatasi kendala ini, maka diperlukan keterampilan lain dari masyarakat

Dokumen terkait