• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan uji regresi terhadap

variabel predictan dan veriabel predictor maka perlu dilakukan uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Berikut uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini

a. Uji normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian yang

menggunakan analisis regresi bertujuan untuk melihat residu atau error. Dalam setiap prediksi yang dilakukan akan mengandung error dalam jumlah tertentu, maka semakin besar error yang dihasilkan semakin buruk prediksi yang dilakukan (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah menggunakan metode Kolmogorov- Smirnov Z Test pada program SPSS versi 23 for Windows.

Tabel 26.

Hasil uji normalitas residu

Data dikatakan normal jika signifikansi lebih besar daripada 0,05 (p>0.05). Sebaliknya jika signifikansi lebih kecil daripada 0,05 data

Signifikansi Keterangan

dikatakan tidak normal (p<0.05) (Santoso, 2010). Berdasarkan tabel 25 didapatkan hasil bahwa signifikansi residu sebesar p= 0.185 yang berarti data dalam penelitian berdistribusi normal.

b. Uji linearitas

Uji linearitas pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gaya attachment sebagai variabel prediktor memiliki hubungan yang linear dengan passion sebagai variabel kriterium. Uji linearitas akan menyatakan bahwa hubungan antarvariabel yang hendak diukur akan mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan kuantitas dalam suatu variabel akan diikuti secara linear oleh variabel lainnya (Santoso, 2010). Teknik yang digunakan untuk melakukan uji linearitas dalam penelitian ini adalah Test for Linearity pada program SPSS versi 23 for Windows.

Tabel 27.

Hasil uji linearitas

Hubungan dapat dinyatakan linear apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p < 0.05), dan sebaliknya hubungan dinyatakan tidak linear apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (p > 0.05).

Variabel Signifikansi Keterangan

Passion 0.00 Linear

Secure attachment 0.00 Linear

Preoccupied attachment 0.00 Linear Dismissing Attachment 0.00 Linear Avoidant Fearfull Attachment 0.00 Linear

Berdasarkan data pada tabel 26, diketahui taraf signifikansi dari seluruh variabel adalah 0,00 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa pola distribusi data antara variabel passion dan attachment linier.

c. Uji multikolinearitas

Asumsi multikolinearitas harus terpenuhi jika menggunakan analisis regresi lebih dari satu variabel prediktor. Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat variabel-variabel prediktor tidak berkorelasi satu sama lain (Santoso, 2010). Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Inflation Factor (VIF). Syarat satu variabel tidak berkorelasi satu sama lain jika nilai Tolerance lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10 (Priyatno, 2012).

Tabel 28.

Hasil uji multikolinieritas

Dari tabel 27 didapatkan hasil bahwa secure attachment memiliki nilai Tolerance 0.870 dan VIF 1,149, preoccupied attachment memiliki nilai Tolerance 0.513 dan VIF 1,949, dismissing attachment memiliki

Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) Secure_attachment ,870 1,149 Preoccupied_attachment ,513 1,949 Dismissing_attachment ,330 3,030 Avoidant_fearfull_attachment ,367 2,725 a. Dependent Variable: Passion

nilai Tolerance 0.330 dan VIF 3,030, dan avoidant fearfull attachment memiliki nilai Tolerance 0.367 dan VIF 2,725. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel prediktor dalam penelitian ini memiliki nilai Tolerance lebih dari 0.1 dan nilai VIF kurang dari 10, maka asumsi kolinieritas terpenuhi (Priyatno, 2012).

d. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat ketidaksamaan

varian yang dilihat dari nilai residu. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heteroskedastisitas (Priyatno, 2012). Dalam peneltian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji Glejser. Jika nilai signifikansi antara variabel independent lebih dari 0.05 maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas (Priyatno, 2012).

Tabel 29.

Hasil uji heteroskedastisitas

Dari tabel 28 didapatkan hasil bahwa secure attachment memiliki

signifikansi sebesar 0.371, preoccupied attachment sebesar 0.139,

Coefficientsa Model Sig. 1(Constant) ,411 Secure_attachment ,371 Preoccupied_attachment ,139 Dismissing_attachment ,178 Avoidant_fearfull_attach ment ,111

dismissing attachment sebesar 0.178 dan avoidant fearfull attachment sebesar 0.111. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi keempat variabel independent lebih dari 0.05, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

e. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan uji untuk melihat apakah terjadi korelasi antara nilai-nilai residual. Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan metode Durbin - Watson. Tidak terjadi autokorelasi jika DU < DW < 4DU (Priyatno, 2012)

Tabel 30.

Hasil Uji autokorelasi

Dari tabel 29 didapatkan hasil bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2,098. Dari tabel Durbin Watson didapatkan bahwa nilai DU sebesar 1,77390, maka 1,77390 < 2,098 < 2,2261. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

2. Uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan program Software

Statistical Package for Social Science (SPSS) Versi 23 FOR Windows

Model Summaryb Mode l R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 ,638a ,407 ,387 6,749 2,098

dengan teknik regresi linear. Hasil analisis dengan gaya attachment sebagai prediktor tingkat passion dapat dilihat pada tabel 30, 31 dan 32.

Tabel 31. Koefisien determinasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,638a ,407 ,387 6,749

Dari tabel 30 didapatkan hasil, bahwa nila R2 adalah 0,407 yang

berarti sumbangan pengaruh dari variabel independen yaitu 40,7% sedangkan 59.3 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Tabel 32. Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3716,619 4 929,155 20,398 ,000b

Residual 5420,502 119 45,550

Total 9137,121 123

Dari tabel 31 didapatkan hasil bahwa nilai F hitung sebesar 20.398 dan F tabel sebesar 2.448. Jika F hitung > F tabel (20.398 > 2.448) maka Ho ditolak. Selain itu, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment berpengaruh terhadap tingkat passion.

Tabel 33.

Hasil analisis regresi linier

Dari tabel 32 didapatkan hasil bahwa nilai B pada secure

attachment sebesar 0,719 yang berarti setiap kenaikan atau peningkatan 1 poin pada secure attachment maka passion akan meningkat 0,719. Pada preoccupied attachment didapatkan nilai B sebesar -0,282 yang berarti setiap kenaikan atau peningkatan 1 poin pada preoccupied attachment akan mengalami penurunan sebesar 0,282 pada tingkat passion. Sedangkan, pada dismissing attachment memiliki nilai B sebesar -0,579 yang berarti setiap kenaikan atau peningkatan 1 poin pada dismissing attachment akan diikuti dengan penurunan tingkat passion sebesar 0,579. Pada avoidant fearfull attachment memiliki nilai -0,397 yang berati setiap kenaikan atau peningkatan 1 poin pada avoidant fearfull attachment akan diikuti dengan penurunan tingkat passion sebesar 0,397.

Hipotesis pertama mengatakan bahwa Secure attachment

\memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh

pada dewasa awal. Semakin tinggi secure attachment yang dimiliki individu dewasa awal maka akan semakin tinggi tingkat passion dalam

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 94,416 7,484 12,616 ,000 Secure_attachment ,719 ,251 ,217 2,864 ,005 Preoccupied_attachme nt -,282 ,227 -,122 -1,241 ,217 Dismissing_attachment -,579 ,246 -,289 -2,354 ,020 Avoidant_fearfull_attach ment -,397 ,247 -,187 -1,608 ,111

pernikahan jarak jauh. Pada tabel 32, menunjukkan bahwa analisis regresi antara secure attachment dengan passion memperoleh nilai t = 2,864 (t hitung > t tabel) dengan nilai signifikansi 0,005 (p < 0,05). Berdasarkan hasil signifikansi sebesar 0.005 maka hipotesis pertama diterima, artinya secure attachment mampu memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal.

Hipotesis kedua mengatakan bahwa preoccupied attachment

memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal. Semakin tinggi preoccupied attachment yang dimiliki individu dewasa awal maka akan semakin rendah tingkat passion dalam pernikahan jarak jauh. Berdasarkan hasil analisis regresi linier pada tabel 32 didapatkan hasil bahwa nilai t = -1,241 (t hitung < t tabel) dengan nilai signifikansi p = 0,217 (p > 0,05). Berdasarkan hasil signifikansi sebesar 0,217 maka hipotesis kedua ditolak, artinya preoccupied attachment mampu memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal.

Hipotesis ketiga mengatakan bahwa dismissing attachment

memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal. Semakin tinggi dismissing attachment yang dimiliki individu dewasa awal maka akan semakin rendah tingkat passion dalam pernikahan jarak jauh. Berdasarkan hasil analisis regresi linier pada tabel 32 didapatkan hasil bahwa nilai t = -2,354 (t hitung > t tabel) dengan nilai signifikansi p = 0,020 (p < 0,05). Berdasarkan hasil signifikansi sebesar

0,020 maka hipotesis ketiga diterima, artinya dismissing attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal.

Hipotesis keempat mengatakan bahwa avoidant fearfull attachment

memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal. Semakin tinggi avoidant fearfull attachment yang dimiliki individu dewasa awal maka akan semakin rendah tingkat passion dalam pernikahan jarak jauh Berdasarkan hasil analisis regresi linier pada tabel 32 didapatkan hasil bahwa nilai t = -1,608 (t hitung < t tabel) dengan nilai signifikansi p = 0,111 (p > 0,05). Berdasarkan hasil signifikansi sebesar 0.111 maka hipotesis keempat ditolak, artinya avoidant fearfull attachment mampu memprediksi tingkat passion dalam hubungan pernikahan jarak jauh pada dewasa awal.

F. Pembahasan

Pembahasan mengenai hasil analisis regresi antara variabel predictant yaitu passion dengan variabel prediktor yaitu gaya attachment.

1. Prediksi secure attachment terhadap tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai t = 2,864 (t hitung > t tabel) dan nilai signifikansi p = 0.005 (p < 0.05) yang berarti hipotesis pertama diterima, yaitu secure attachment mampu memprediksi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh, yang artinya secure attachment berpengaruh terhadap tingkat passion.

Individu dengan secure attachment memiliki reperesentasi mental diri yang positif dan reprsentasi mental orang lain yang positif pula. Individu memiliki gambaran positif terhadap orang lain sehingga ia mudah mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan yang mereka jalin (Baron dan Byrne, 2005). Hubungan yang dijalani oleh individu secure attachment cenderung lama, dengan komitmen dan memuaskan (Shaver dan Brennan dalam Baron dan Byrne, 2005). Menurut Mikulincer (dalam Baron dan Byrne, 2005), individu dengan secure attachment tidak mudah marah, tidak ingin bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil yang positif dari konflik.

Dalam menjalin hubungan interpersonal, individu dengan secure

attachment akan mudah untuk dekat dengan orang lain. Selain itu, individu juga tidak khawatir jika orang lain dekat dengan mereka dan ketika orang lain meninggalkan mereka (Shaver, Hazan dan Bradshaw dalam Weber dan

Harvey, 1994). Oleh karena itu, individu dengan secure attachment akan

mudah untuk menjalin komunikasi dengan orang lain, begitu juga dengan pasangannya.

Kepercayaan pada pasangan yang dimiliki oleh individu dengan

secure attachment mempermudah individu untuk membangun komunikasi yang baik dengan pasangan mereka. Hal ini dikarenakan kepercayaan dapat membantu individu dengan pasangannya melakukan percakapan yang bermakna dengan pasangannya. Terbentuknya komunikasi yang berkualitas diantara individu dengan pasangannya meningkatkan tingkat passion.

Hasil penelitian ini didukung dengan pernyataan Hazan et. al (1994) dalam Shaver dan Schachner (2004) yang menyatakan bahwa individu dengan secure attachment terbuka terhadap pengalaman seksual dan menikmati berbagai aktivitas seksual. Individu juga menikmati kontak fisik dengan pasangannya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bogaert dan Sadava (2002) didapatkan hasil bahwa individu dengan secure attachment memiliki daya tarik fisik yang tinggi. Selain itu, individu dengan secure attachment cenderung melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangannya.

Menurut Mikulincer (dalam Baron dam Byrne, 2005), individu

dengan secure attachment tidak mudah marah, tidak ingin bermusuhan dengan pasangan dan mengharapkan hasil yang positif dari konflik. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa intensitas bertemu sebagian besar subjek yaitu seminggu sekali (29%). Intensitas bertemu satu minggu sekali bagi individu yang menjalani pernikahan jarak jauh merupakan pertemuan yang cukup intens. Dalam hal ini, individu dengan secure attachment akan berusaha untuk menunjukkan perilaku-perilaku positif dan melakukan kegiatan bermanfaat dengan pasangan (Bebee, Bebee dan Redmon, 2011) saat bertemu dengan pasangannya. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa secure attachment mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

2. Prediksi preoccupied attachment terhadap tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

Individu dengan preoccupied attachment memiliki representasi mental akan diri yang negatif dan representasi mental akan orang lain yang positif. Individu memiliki pandangan yang negatif tentang dirinya sendiri namun memiliki harapan yang positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerima (Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan preoccupied attachment memiliki ketergantungan yang tinggi dengan pasangannya dan mencari kedekatan dalam hubungan. Hal ini dikarenakan individu dengan preoccupied attachment memiliki rasa malu karena merasa “tidak pantas” menerima cinta dari orang lain dan terus berusaha untuk menerima keadaan dirinya (Lopez dkk dalam Baron dan Byrne, 2005).

Individu dengan preoccupied attachment merasa nyaman dengan

kedekatan dan sangat cemas akan keberlangsungan hubungannya (Feeney dan Noller, 1996). Memburuknya suatu hubungan mendorong terjadinya depresi karena individu memiliki kebutuhan untuk dicintai (Baron dan Byrne, 2005). Oleh karena itu, individu dengan preoccupied attachment cenderung bergantung dengan orang lain terutama dengan pasangannya.

Ketergantungan individu dengan preoccupied attachment pada

pasangan dan perasaan cemas akan ditinggalkan pasangan membuat komunikasi yang terjalin kurang baik. Individu akan sering menanyakan cinta pada pasangannya untuk memastikan bahwa pasangannya akan masih mencintainya dan tidak akan meninggalkannya. Hal ini mengakibatkan individu dengan preoccupied attachment sulit untuk melakukan percakapan yang bermakna. Oleh karena itu, pasangan ini akan kurang mampu

membangun kualitas komunikasi dengan baik sehingga kemungkinan tingkat passion yang dimiliki oleh individu dengan preoccupied attachment dan pasangannya rendah.

Dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa nilai t = -1,241 (t

hitung < t tabel) dan nilai signifikansi p = 0.217 (p > 0.05), yang berarti hipotesis kedua ditolak yaitu, preoccupied attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh, dalam arti lain preoccupied attachment tidak berpengaruh terhadap tingkat passion. Data demografik dalam penelitian ini bahwa subjek perempuan sebanyak 51,6 %. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitt dkk (2008) mengenai perbedaan seks ditinjau dari teori Big Five Personality, didapatkan hasil bahwa perempuan memiliki tingkat ekstraversi yang tinggi dibandingkan laki-laki. Dari pernyataan tersebut maka terdapat kemungkinan individu dengan preoccupied attachment kemungkinan memiliki ekstraversi yang tinggi karena harapannya terhadap orang lain untuk menerima diri dan mencintai dirinya sehingga individu akan mencari kedekatan terus menerus. Kedekatan dengan individu lain diperoleh melalui keterbukaan dan keinginan untuk mengetahui pasangannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan seksualnya, maka dapat disimpulkan preoccupied attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal.

3. Prediksi dismissing attachment terhadap tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

Hasil penelitian menunjukkan dengan nilai t = -2,354 (t hitung > t tabel) dan nilai signifikansi p = 0.020 (p < 0.05) hipotesis ketiga diterima yaitu dismissing attachment mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh, yang artinya dismissing attachment berpengaruh terhadap tingkat passion. Individu dengan dismissing attachment memiliki model of self yang positif dan model of other yang negatif. Individu dengan dismissing attachment merupakan individu yang mandiri. Individu akan memilih untuk tidak bergantung pada orang lain dan tidak membiarkan orang lain untuk bergantung pada dirinya (Feeney dan Noller, 1996). Oleh sebab itu, individu dengan dismissing attachment akan menghindari hubungan romantis karena mereka sangat menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis, menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan dirinya sendiri sehingga tidak mudah disakiti oleh orang lain (Baron dan Byrne, 2005).

Individu dengan dismissing attachment akan sering mengalami

konflik saat menjalin hubungan dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan individu merasa layak untuk menjalin hubungan akrab namun tidak mempercayai pasangan. Oleh karena itu, individu dengan dismissing attachment akan sulit untuk menjalin komunikasi yang mendalam. Individu akan menghindari interaksi langsung dan memilih kontak tidak langsung seperti e-mail (McGowan, Daniels dan Byrne dalam Baron dan Byrne, 2005). Schachner dan Shaver (2004) juga menyatakan bahwa individu dengan dismissing attachment lebih memilih untuk tidak melakukan

hubungan yang intens dengan pasangannya. Individu yang menjalani pernikahan jarak jauh, memerlukan waktu untuk bertemu dengan pasangannya. Individu dengan dismissing attachment menganggap bahwa melakukan pernikahan jarak jauh merupakan situasi yang menguntungkan, karena individu tidak melakukan kontak langsung dengan pasangan dan akan menjalin komunikasi melalu alat elektronik (Wood, 2013).

Selain itu, individu dengan dismissing attachment melakukan

hubungan seksual dikarenakan dorongan situasi sosial, seperti norma sosial dan pengaruh dari orang-orang sekitarnya (Schachner dan Shaver, 2004). Dengan demikian, individu dengan dismissing attachment melakukan sesuatu karena dorongan situasi sosial. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa 87,9% subjek menjalani pernikahan jarak jauh karena alasan pekerjaan. Dalam situasi sosial, mencari pekerjaan atau mengeksplor karier merupakan hal yang harus dilakukan pada individu dewasa awal, yang merupakan sebagai tugas perkembangan (Santrock, 2011). Oleh karena itu, tingkat passion yang dimiliki individu dengan dissmissing attachment rendah.

4. Prediksi avoidant-fearfull attachment terhadap tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

Individu dengan avoidant fearful attachment memiliki representasi

mental akan diri yang negatif dan representasi mental akan orang lain yang negatif. Individu dengan avoidant fearful attachment sangat

menginginkan menjalin hubungan intim dengan orang lain namun mereka sangat sulit percaya terhadap orang lain dan bergantung pada orang lain. Individu juga merasa khawatir jika dirinya akan tersakiti bila menjalin hubungan intim dengan orang lain (Feeney dan Noller, 1996).

Selain itu, individu dengan avoidant fearful attachment memiliki

harga diri yang rendah. Individu tidak mengalami keintiman dan kesenangan dalam interaksi dengan pasangan romantis yang mereka miliki (Tidwell, Reis dan Shaver dalam Baron dan Byrne 2005). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa individu dengan avoidant fearful attachment adalah individu yang menginginkan kedekatan dengan orang di sekitarnya namun takut disakiti atau ditolak oleh orang lain. Sikap menghindari akan muncul sebagai bentuk dari penolakan dan ketakutan dari orang-orang disekitarnya, termasuk pasangannya.

Individu dengan avoidant fearful attachment merasa tidak nyaman

saat menjalin kedekatan dengan orang lain dan sulit mempercayai orang lain sepenuhnya (Shaver, Hazan dan Bradshaw dalam Weber dan Harvey, 1994). Kecenderungan individu untuk menolak pasangan agar terhindar dari perasaan ditolak membuat individu dengan avoidant fearful

attachment membatasi komunikasi yang mereka jalin dengan

pasangannya. Individu sulit untuk melakukan percakapan yang baik.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai t = -1,608 (t hitung < t

keempat ditolak yaitu, avoidant fearfull attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh, artinya avoidant fearfull attachment tidak berpengaruh terhadap tingkat passion. Pernikahan jarak jauh merupakan salah satu fase periode stres yang membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang sekitar (Cobb, 1976). Berdasarkan data demografik didapatkan hasil bahwa 36,3% individu tinggal sendiri. Individu yang tinggal sendiri kemungkinan kurang mendapatkan dukungan sosial secara langsung dari orang terdekatnya, karena dukungan sosial berkaitan dengan keberadaan (availability) dan ketepatan (adequancy) dukungan kepada seseorang (Kumalasari dan Ahyani, 2012). Ketepatan pemberian dukungan sosial bisa diberikan dan didapatkan melalui media elektronik, namun keberadaan pemberi dukungan sosial mengharuskan seseorang untuk berada di sisi individu penerima dukungan sosial. Individu yang tinggal sendiri tidak mendapatkan keberadaan pemberi dukungan sosial yang menyebabkan dukungan sosial tidak dapat maksimal diberikan dan didapatkan.

Dukungan sosial seperti keluarga sangat dibutuhkan pada individu

yang menjalani pernikahan jarak jauh. Individu yang menjalani pernikahan jarak jauh memiliki beban yang cukup berat. Individu dihadapkan dengan urusan rumah tangga dan pekerjaan yang cukup kompleks seorang diri. Kelelahan fisik dan psikis yag dialami individu cenderung menimbulkan perilaku agresif. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,

individu membutuhkan dukungan keluarga, karena di lingkungan keluarga dapat memberikan kenyamanan secara fisik maupun psikologis (Margiani dan Ekayati, 2013).

Dari data demografik, diketahui bahwa sebanyak 41,9% subjek

memiliki usia pernikahan 1-5 tahun. Menurut Hurlock (1980), menyatakan bahwa selama tahun pertama dan kedua individu sedang melakukan penyesuaian dengan pasangan atau dengan situasi-situasi baru dalam pernikahan yang bisa menimbulkan ketegangan emosional. Penyesuaian diri yang baik melibatkan respon dan tingkah laku yang dapat mereduksi kebutuhan-kebutuhan, tegangan, frustasi dan konflik (Semiun, 2006). Individu dengan avoidant fearfull attachment penyesuaian diri kurang baik karena individu perilaku yang paling dominan muncul adalah menghindar, maka tingkah laku yang dimunculkan kurang tepat dan tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual serta mengurangi ketegangan dan konflik dalam masa penyesuaian.

Berkaitan dengan penyesuaian seksual pada individu, penyesuaian

seksual bagi wanita cenderung lebih sulit karena terbiasa untuk menutupi dan menekan gejolak seksual dibandingkan dengan laki-laki (Hurlock, 1980). Hal ini diperkuat dengan data demografik bahwa sebanyak 51,6% subjek dalam penelitian ini adalah perempuan. Sehingga terdapat kemungkinan, perempuan kurang mampu menyampaikan apa yang diinginkan, disukai dan tidak disukai dalam hal seksualitas, maka avoidant fearfull attachment tidak berpengaruh terhadap tingkat passion. Dari

beberapa pernyataan diatas maka dapat disimpulkan avoidant fearfull attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal.

Selain itu, peneliti juga melihat bahwa secara keseluruhan passion

pada subjek tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan intensitas bertemu subjek dengan pasangannya satu minggu sekali sebanyak 29%. Intensitas bertemu dengan pasangan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Menurut Sprecher dan Schwartz (1992) frekuensi individu melakukan hubungan seksual sekitar 7 sampai 11 kali dalam sebulan. Pertemuan yang cukup sering dengan pasangan, membantu individu untuk menyalurkan kebutuhan seksual nya, maka tingkat passion pada subjek tergolong tinggi.

104

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa secure attachment dan dismissing attachment mampu memprediksi tingkat passion pada individu yang menjalani pernikahan jarak jauh. Hasil analisis regresi menunjukkan nilai signifikansi secure attachment sebesar 0,000 (p < 0,05) serta t = 2,864 (t hitung > t tabel) dan dismissing attachment sebesar 0,020 (p < 0.05) serta t = -2,354 (t hitung > t tabel). Di sisi lain, didapatkan hasil pula bahwa preoccupied attachment dan avoidant fearfull attachment tidak mampu memprediksi tingkat passion pada individu

Dokumen terkait